STUDY KASUS TINGKAH LAKU PROSOSIAL
untuk tugas
Psikologi Sosial 2
Oleh :
Deni Ratnasari (2010 166 3001)
Juang NurAni (2010 166 3012)
Fahri Ardiansyah (2010 166 3013)
PROGRAM STUDI S1 PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2011
Analisa Tingkah Laku Prososial
Tingkah laku Prososial (Prosocial
behavior) adalah
segala tindakan menolong yang menguntungkan orang lain, tanpa harus menyediakan
suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukannya,dan mungkin membahayakan
dirinya sendiri.
Ø Misalnya: Santi lari ke dalam rumah
yang sedang terbakar demi menyelamatkan seorang anak kecil yang terperangkap di
dalamnya. Dalam hal ini, perilaku Santi disebut dengan perilaku prososial. Lain
ceritanya bila yang masuk ke rumah tersebut adalah ibu dari anak yang
terperangkap itu, karena ibunya sama-sama diuntungkan karena tidak kehilangan
anaknya.
Sementara itu Altruisme (Altruism)
adalah melakukan tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri demi
kebaikan orang lain.Dalam studi tingkah laku prososial, dikenal konsep
bystander yang didalamnya ada efek bystander—faktamenunjukkanbahwa
kecenderungan untuk beresponsprososial pada keadaan darurat dipengaruhi oleh
jumlah bystander yang ada. Sejalan dengan meningkatnya jumlah bystander,
probabilitas bahwa seorang bystander akan menolong menurun dan lamanya
waktu sebelum pertolongan diberikan meningkat.
Ø Contoh: di tengah kerumunan orang
banyak di pasar, seorang ibu terjatuh dan barang belanjaannya tercecer
kemana-mana. Dalam kondisi banyak orang seperti itu, besar kemungkinan tidak
ada yang menolong ibu tersebut karena terjadi penyebaran tanggung jawab—suatu
pendapat bahwa jumlah tanggung jawab yang diasumsikan oleh bystander pada
suatu keadaan darurat dibagi di antara mereka. Jika hanya ada 1 orang bystander,
dia menanggung keseluruhan tanggung jawab. Jika hanya ada 2 orang bystander,
masing-masing menanggung 50% dari tanggung jawab. Jika ada 100 orang bystander,
masing-masing menanggung 1% tanggung jawab. Makin banyak bystander, mereka
makin merasa kurang bertanggung jawab untuk bertindak.
Terdapat 5 langkah yang dapat menentukan untuk
melakukan tindakan prososial atau tindakan berdiam diri saja:
1. Menyadari adanya keadaan darurat.
Ø Contoh: Santi lari ke dalam rumah
yang sedang terbakar demi menyelamatkan seorang anak kecil yang terperangkap di
dalamnyakarena dia mendengar anak kecil yang menangis. Namun, seseorang yang
terlalu sibuk untuk memperhatikan lingkungan sekitarnya gagal untuk menyadari
situasi darurat yang nyata-nyata terjadi. Pertolongan tidak diberikan karena
tidak adanya kesadaran bahwa keadaan darurat itu terjadi. Contoh: bisa saja
saat itu Santi terlalu asyik dengan mp4 nya sehingga tidak memperhatikan
tanda-tanda akan adanya keadaan darurat.
2. Menginterpretasikan keadaan sebagai
keadaan darurat.
Ø Contoh: setelah menyadari adanya keadaan
darurat peristiwa kebarakan, Santi kemudian menilai apakah kejadian tersebut
darurat? Seberapa daruratnya kah? Ketika orang yang potensial menolong tidak
yakin sepenuhnya apa yang terjadi, mereka cenderung untuk menahan diri dan
menunggu informasi lebih lanjut. Kecenderungan yang berada dalam sekelompok
orang asing untuk menahan diri dan tidak berbuat apa pun disebut sebagai pengabaian
majemuk (pluralistic ignorance). Yaitu, karena bystander tidak
tahu dengan jelas apa yang sedang terjadi, masing-masing bergantung pada yang
lain untuk memberi petunjuk.
3. Mengasumsikan bahwa dirinya
bertanggung jawab untuk menolong.
Ø Contoh: setelah Santi menginterpretasikan bahwa kejadian itu adalah
bahaya—yaitu terjadi kebakaran disebuah rumah dia kemudian akan berpikir:
apakah saya harus menolongnya? Berapa banyak orang yang bisa datang membantu?
Apakah saya harus ikut membantu?. Salah satu alasan bahwa bystander yang
seorang diri lebih mungkin untuk bertindak prososial adalah karena tidak ada
orang lain yang dapat bertanggung jawab.
4. Mengetahui apa yang harus dilakukan.
Ø Contoh: setelah mengasumsikan bahwa
dirinya harus menolong, Santi berpikir tindakan apa yang harus dilakukan?
Pertama dia akan menelpon nomor darurat dan ambulance lalu dia akan mencari korban
yang mungkin tertindih di sela-sela puing-puing runtuhan bangunan. Beberapa
keadaan darurat membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang tidak
dimiliki oleh kebanyakan bystander, seperti menolong korban tenggelam.
5. Mengambil keputusan untuk menolong.
Ø Contoh: Santi akhirnya memutuskan
untuk menolong anak kecil korban kebakaran tersebut meskipum mungkin juga akan
membahayakan dirinya sendiri. Ini adalah tahap yang paling menentukan: apakah bystander
akhirnya memutuskan untuk menolong korban tersebut atau hanya berdiam diri?
Factor-faktor yang mendorong tindakan prososial,
yaitu:
1. Daya tarik fisik. Apa pun factor
yang dapat meningkatkan ketertarikan bystander pada korban akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya respons prososial apabila individu tersebut
membutuhkan pertolongan atau orang menolong orang lain karena orang tersebut punya
kemiripan dengan kita.
Ø Contohnya: Santi menolong anak kecil
yang terperangkap dalam kebakaran mugkin karena dia mempunyai saudara yang
seumuran dengan korban sehingga ia tergerak untuk menolongnya.
2. Atribusi pada korban.
Ø Contoh: ketika Santi melihat adanya
kebakaran, dan setelah melihat ternyata peristiwa tersebut murni karena
ketidaksengajaan dan korban yang terjebak adalah seorang anak kecil maka Santi
langsung lari untuk menolong.
3. Kondisi emosional bystander. Kondisi
suasana hati yang baik akan meningkatkan peluang terjadinya tingkah laku
menolong orang lain, sedangkan kondisi suasana hati yang tidak baik akan
menghambat pertolongan. Namun, Jika tingkah laku prososial dapat merusak
suasana baik hati seseorang, suasana hati yang baik menyebabkan berkurangnya
perilaku menolong. Sebaliknya juga bila perilaku prososial dapat memberikan
pengaruh positif pada emosi yang negatif, maka suasana hati yang buruk
dapat menyebabkan meningkatnya perilaku menolong. Rasa kesedihan dan kehilangan
juga dapat meningkatkan perilaku prososial karena dapat menjadi kompensasi atas
rasa kehilangannya.
Ada 3 motif utama ketika seseorang dihadapkan pada
sebuah pilihan moral:
- Self
interest—motivasi
untuk terlibat dalam tingkah laku apa pun yang menyediakan kepuasan terbesar.
Kadang-kadang disebut juga dengan egoism—pertimbangan eksklusif
terhadap kebutuhan serta kesejahteraan pribadi dan bukan terhadap
kebutuhan dan kesejahteraan orang lain. Contoh: Susi memberikan sumbangan
ke sebuah panti asuhan dengan catatan namanya harus tercantum.
- Integritas
moral (moral integrity)—motivasi untu bermoral dan benar-benar terlibat
dalam tingkah laku moral.
- Hipokrasi
moral (moral hypocrisy)—motivasi untuk terlihat bermoral selagi melakukan
apa yang terbaik untuk menghindari kerugian yang dilibatkan dalam tindakan
bermoral yang sebenarnya
Ada 4 teori utama yang mencoba menjelaskan penyebab
tingkah laku menolong:
1. Hipotesis empati-altruisme (emphaty-altruism
hypothesis): sebuah
dugaan bahwa tingkah laku prososial hanya dimotivasi oleh keinginan untuk
menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan.
2. Hipotesis mengurangi afek negatif (negative-state
relief hypothesis): penjelasan yang menyatakan bahwa perilaku prososial dimotivasi oleh
keinginan bystander untuk mengurangi emosional negatifnya sendiri.
Orang-orang kadang menolong karena mereka berada pada suasana hati yang jelek
dan ingin membuat diri sendiri meresa lebih baik.
3. Hipotesis kesenangan empatik (emphatic
joy hypothesis): penjelasan
yang menyatakan bahwa perilaku prososial dimotivasi oleh emosi positif yang
diantisipasi penolong untuk dimiliki sebagai hasil dari memiliki pengaruh
menguntungkan pada hidup seseorang yang membutuhkan. Penolong berespons pada
kebutuhan korban karena dia ingin merasa enak karena berhasil mencapai sesuatu.
4. Hipotesis determinisme genetis (genetic
determinism hypothesis): penjelasan yang menyatakan bahwa tingkah laku didorong
oleh atribut genetis yang berevolusi karena atribut tersebut meningkatkan
kemungkinan untuk mewariskan gen seeorang pada generasi berikkutnya.
ConversionConversion EmoticonEmoticon