ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN XEROFTALMIA
I. KONSEP DASAR
A.
Anatomi dan Fisiologi
Struktur:
pada permukaan anterior bola mata terdapat kornea (B11) yang
transparan. Lensa
(B12) terletak di belakang iris (B13), yang di tengahnya
berlubang, yaitu
pupil. Pada dinding belakang bola mata, nervus optikus (B14)
muncul sedikit medial
dari sumbu optik. Mata mengandung tiga rongga: 1)
kamera okuli anterior
(B15) dibatasi kornea, iris dan lensa, 2) kamera okuli
posterior (B16) yang
mengelilingi lensa berupa cincin, dan 3) bagian dalam mata
yang
mengandung korpus vitreum (B17). Korpus vitreum merupakan substansi
mirip
jelly, terutama mengandung air. Kamera okuli anterior dan posterior
mengandung
cairan bening mirip air yaitu humor akueus.
Dinding
bola mata terdiri atas tiga lapisan: sklera, uvea dan retina. Sklera B18
adalah
suatu pembungkus jaringan penyambung padat terutama terdiri atas serat-
serat
kolagen dan sedikit serat-serat elastin, yang bersamaan dengan tekanan
intraokular
memelihara bentuk bola mata. Uvea mengandung pembuluh-
pembuluh
darah dan membentuk iris dan korpus siliaris B19 di bagian anterior
bola
mata dan di bagian posterior, koroid B20. Bagian posterior retina, yaitu pars
optika
B21, mengandung sel-sel sensoris peka-cahaya dan bagian anterior, pars
saeka
B22, epitel pigmen. Batas antara kedua bagian retina itu disebut ora serrata
B23.
Pada bola mata dapat kita bedakan suatu polus anterior B24 dan polus
posterior B25, di
antara mana terdapat ekuator mata B26. Beberapa pembuluh dan
otot
menempuh jalur meridional B27, yakni mereka mengikuti suatu garis
lengkung
pada permukaan bola mata dan polus ke polus.
Kornea
Kornea
A1B. Kornea menonjol seperti kaca-arloji pada bola mata. Dengan
lengkungannya
yang nyata ia berfungsi sebagai lensa penampung. Permukaan
anteriornya
dibentuk oleh epitel berlapis gepeng tanpa tanduk (B2), yang diikuti
suatu
lamita limitants anterior (membran Bowman) B3. Di bawah ini terdapat
substansia
propria B4, terdiri atas serat-serat kolagen halus yang membentuk
lamel-lamel
yang tersusun paralel terhadap permukaan luar kornea. Pada
permukaan
posterior terdapat suatu membran basal tipis, membrane limitants
posterior
B5 dan suatu endotel B6 yang selapis.
Kornea
mengandung serat-serat saraf tanpa mielin, tetapi tidak ada pembuluh
darah.
Keadaan transparannya disebabkan adanya suatu cairan tertentu dan
keadaan
turgor komponen-komponennya. Setiap perubahan pada turgornya
mengakibatkan
kekeruhan pada kornea.
Kamera
okuli anterior A7. Di sini terdapat humor akueus yang dihasilkan
pembuluh-pembuluh
dan iris. Dinding sudut kamera A8 terdiri atas trabekula-
trabekula
jaringan penyambung jarang (ligamentum pektinatum A9), dan di antara
celah-celahnya
humor akueus dapat mengalir ke arah sinus venosus dan sklera,
dan
melalui kanalis Schlemm A10, diangkut pergi.
1
Retina
Papila
nervi optisi B14, tempat semua serat-serat saraf dari retina berkumpul
sebelum meninggalkan
mata sebagai nervus optikus, terletak pada belahan nasal;
mata. Papila
merupakan lempeng pucat keputihan dengan lekukan mendatar di
tengah, ekskavasio
papilla nervi optisi (B15). Pada papilla, arteri sentralis
bercabang-cabang dan
vena-vena berkumpul membentuk vena sentralis. Arterinya
berwarna lebih terang
dan lebih halus dibanding vena-venanya yang lebih gelap
dan lebih lebar.
Pembuluh-pembuluh itu berjalan lebih radier ke jurusan nasal. Ke
arah daerah temporal
jalan mereka lebih melengkung. Banyak pembuluh-
pembuluh
meluas ke arah makula B16.
Lapis neuroepitel
mengandung dua jenis sel-sel sensoris, batang (rods) dan
kerucut (cones).
Teori rangkap menganggap bahwa batang sensitif untuk terang
dan gelap. Batang dan
kerucut berakhir pada epitel pigmen, dan tanpa
berhubungan
dengannya, mereka tidak dapat berfungsi.
Retina dilengkapi
baik dengan suatu bahan kimia yang disebut rodopsin, yang
jatuh pada retina
menyebabkan adanya perubahan kimiawi. Di dalam rodopsin
serta bahan-bahan
lain yang terdapat dalam sel batang dan kerucut. Perubahan
terjadi amat cepat
tetapi vitamin A yang besar jumlahnya diperlukan untuk
melaksanakannya.
Kepekatan mata terhadap cahaya tergantung pada jumlah
fotopigmen yang
terdapat di sel batang dan kerucut. Sewaktu Anda pergi dari
keadaan sinar
matahari terang ke ruang gelap, Anda tidak dapat melihat apa-apa
pada awalnya, tetapi
secara bertahap Anda dapat membedakan benda-benda
2
akibat
proses adaptasi gelap sebaliknya, ketika Anda berpindah dari keadaan gelap
ke terang mata Anda
mula-mula menjadi sangat peka terhadap cahaya. Dengan
sedikit kontras
antara bagian yang lebih terang dan lebih gelap. Bayangan
keseluruhan tampak
putih. Sewaktu sebagian fotopigmen dengan cepat terurai
oleh
cahaya yang kuat kepekatan mata berkurang dan kekontrasan normal kembali
dapat
dideteksi, suatu proses dikenal sebagai adaptasi terang.
B.
Pengertian
Xeroftalmia
adalah suatu penyakit mata akibat defisiensi vitamin A dengan
kekeringan
epitel biji mata dan kornea.
C.
Penyebab
Xeroftalmia
terjadi akibat penerimaan vitamin A yang kurang dari kebutuhan
tubuh.
Masalah kekurangan vitamin A juga erat hubungannya dengan beberapa
penyakit
seperti diare, campak. Di Indonesia diperkirakan 30 % dari semua kasus
xeroftalmia
didahului oleh penyakit campak, 20 % oleh karena penyakit infeksi
lain
yang disertai demam.
D.
Patologi
Xerosis
yang terjadi pada defisiensi vitamin A merupakan xerosis epitel. Xerosis
pada
hipovitaminosis A berupa kekeringan khas pada konjungtiva bulbi yang
terdapat
pada celah kelopak mata. Xerosis disertai dengan pengerasan dan
penebalan
epitel. Letak xerosis ini biasanya pada konjungtiva bulbi di daerah
celah
kelopak kantus eksternus. Bila mata digerakkan maka akan terlihat lipatan
yang
timbul pada konjungtiva bulbi.
Konjungtiva
di daerah ini terlihat kering atau terlihat sedikit kering. Bila
kekeringan
ini menggambarkan bercak bitot maka bercak ini berwarna seperti
mutiara
yang berbentuk segitiga. Bercak bitot seperti terdapat busa di atasnya.
Bercak
ini tidak dapat dibasahi oleh air mata dan akan terbentuk kembali.
Terdapat
dugaan bahwa bentuk busa ini merupakan akibat adanya kuman
corynebacterium
xerosis.
3
Defisiensi
Vitamin A. Terdapat pelunakan kornea (keratomalasia). Kornea keruh
dan
menonjol.
Defisiensi
vitamin A. Xerosis konjungtiva dengan bercak bitot
E.
Gejala dan Tanda
1. Hemeratopia (buta senja
atau buta ayam)
Pada tahap ini,
penglihatan anak cukup baik dalam keadaan tentang, tetapi
akan menjadi kurang
baik pada keadaan remang-remang, misalnya pada senja
hari.
2. Xerosis conjunctivae
Bagian
putih mata menjadi kering, kusam, tegang dan keriput.
3. Bercak bitot
Pada bagian mata yang
putih timbul bercak putih seperti buih sabun atau
kadang-kadang
seperti lemak.
4. Xerosis kornea
Bagian mata yang
hitam menjadi kuning, keruh, dan keriput. Kadang-kadang
timbul
pula bercak sehingga mengganggu penglihatan.
4
5. Keratomalasia
Bagian
mata yang hitam menjadi lunak dan rusak yang mengakibatkan
kebutaan.
Gejala xeroftalmia
sebelum mencapai keratomalasia masih dapat diupayakan
pemulihannya
dengan memberikan vitamin A yang cukup jumlahnya.
F.
Pemeriksaan Penunjang
- Tes adaptasi gelap
- Kadar vitamin A dalam
darah (kadar < 20 mg/200 ml menunjukkan
kekurangan
intake)
G.
Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Jangka panjang
-
Pendidikan pemberian makanan yang baik
-
Pemberian makanan dengan vitamin A
b. Jangka pendek
Pemberian
vitamin A 200.00 IU pada balita tiap 6 bulan atau 300.000 IU
vitamin
A tiap 1 tahun.
2. Memperbaki nutrisi
dengan diet TKTP
3. Memperbaki penyakit
infeksi yang ada
4. Pengobatan
- Pemberian vitamin A
dalam dosis terapeutik, yaitu vitamin A oral 50.000
–
75.00 IU/kg BB, tidak boleh lebih dari 400.000 – 500.000 IU.
- Pengobatan kelainan
pada matanya (sesuai dengan stadiumnya) menurut
FKUI
a. Stadium I: tidak perlu
pengobatan
b. Stadium II: berikan
salep AB
c. Stadium III: berikan
sulfaatropin 0,5 % tetes mata pada anak atau SA 4
%
pada orang dewasa.
5
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN
GANGGUAN PENGLIHATAN
I. DASAR DATA
PENGKAJIAN PASIEN
A.
Aktivitas/Istirahat
Gejala: perubahan
aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan
khususnya pada senja hari.
B.
Neurosensori
Gejala: gangguan
penglihatan (kabur/tidak jelas) khususnya pada sore hari,
kesulitan memfokuskan
kerja dengan dekat, perubahan respons
biasanya
terhadap rangsang.
Tanda: kekeringan pada
konjungtiva bulbi.
Bagian mata putih
timbul bercak seperti buih sabun, kering, kusam,
tegang
dan keriput.
Bagian mata hitam
menjadi kering, kusam, keruh, keriput dan timbul
bercak
yang mengganggu penglihatan.
C.
Makanan/Cairan
Gejala: tidak suka
mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah
Tanda: Menolak jika
sayur-sayuran dan buah
D.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala: ketidaknyamanan
ringan/mata kering, sakit kepala.
E.
Integritas Ego
Gejala: peningkatan
kepekatan atau kegelisahan
Tanda: cemas, marah,
depresi
Ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi dalam membuat keputusan,
ketakutan
dan ragu-ragu.
6
F.
Interaksi Sosial
Gejala: perasaan
isolasi/penolakan
Perasaan
kesepian
Ketidakamanan
dalam situasi sosial
Menggambarkan
kurang hubungan yang berarti
Tanda: Keinginan
terhadap kontak lebih banyak dengan orang lain
Kontak
mata buruk
G.
Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga
xeroftalmia
Timbulnya
penyakit kebutaan (gangguan penglihatan) dipengaruhi oleh
faktor
makanan khususnya yang mengandung vitamin A.
H.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes adaptasi gelap
2. Kadar vitamin A darah
(kadar < 200 mg/200 ml menunjukkan kekurangan
intake)
II.
PENGELOMPOKAN DATA
A.
Data Objektif
• Kekeringan pada
konjungtiva bulbi
• Bagian mata putih
timbul bercak seperti buih sabun, kering, kusam, tegang
dan
keriput
• Bagian mata hitam
menjadi kering, kusam, keruh, keriput dan timbul bercak
yang
mengganggu penglihatan.
• Peningkatan kepekatan
atau kegelisahan
• Isolasi dan penolakan
• Ketidakinginan terhadap
kontak lebih banyak dengan orang lain
• Kontak mata buruk
B.
Data Subjektif
• Keluhan perubahan
penglihatan pada senja hari
• Perubahan respons
biasanya terhadap rangsangan
7
• Tidak bisa memfokuskan
kerja dengan dekat
• Tidak suka mengkonsumsi
sayur-sayuran dan buah
• Ketidaknyamanan
ringan/mata kering
• Cemas, marah, depresi,
ketakutan dan ragu-ragu
• Perasaan kesepian
• Ketidakamanan dalam
situasi sosial
• Menggambarkan hubungan
yang kurang burung
Patofisiologi
berdasarkan penyimpangan KDM
Defisiensi
vitamin A
Kekeringan
pada retina
Impuls
yang masuk tidak
Resiko
tinggi
terhadap
cedera
Perubahan
penglihatan
pada senja hari
dapat ditangkap dengan baik
oleh
retina dan
diteruskan
ke saraf optik
Ancaman kehidupan Gangguan adaptasi gelap
III.
ANALISA DATA
Data
DS:
-
Perubahan respon
biasanya
terhadap
rangsang
DS:
-
Menurunnya
Ansietas
Penyebab
Defisiensi
vit. A
Kekeringan
pada retina
Impuls yang masuk tidak
dapat
ditangkap dengan
baik
oleh retina dan
8
Gangguan
sensori-
Persepsi
penglihatan
Masalah
Gangguan sensori-persepsi
penglihatan
ketajaman/
gangguan
penglihatan
DS:
-
Mata hitam
menjadi
kering,
kusam,
keriput dan
timbul
bercak yang
mengganggu
penglihatan
DO:
-
Keluhan perubahan
penglihatan
pada
senja
hari
DS:
-
Ketakutan
-
Ragu-ragu
DO:
-
Menyatakan
masalah
tentang
perubahan
hidup
diteruskan
ke saraf optik
Gangguan adaptasi gelap
Defisiensi
vit. A
Perubahan
penglihatan
pada
senja hari
Defisiensi
vit. A
Impuls yang masuk tidak
dapat
ditangkap dengan
baik
oleh retina dan
diteruskan
ke saraf optik
Perubahan
penglihatan
pada
senja hari
Ancaman
kehidupan
Resiko tinggi terhadap
cedera
Ansietas
IV.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
A.
Gangguan sensori-persepsi penglihatan
Berhubungan
dengan:
- Gangguan penerimaan
sensori/status organ indera
- Lingkungan secara
terapeutik dibatasi
9
Ditandai
dengan:
- Menurunnya ketajaman,
gangguan penglihatan
- Perubahan respons
biasanya terhadap rangsang
Planning
Tujuan:
sensori-perseptual: penglihatan tidak mengalami perubahan
Dengan
kriteria:
- Meningkatnya ketajaman
penglihatan dalam batas situasi individu
- Mengenal gangguan
sensori dan berkompensasi terhadap perubahan
- Mengidentifikasi/memperbaiki
potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi/Tindakan
1. Kaji ketajaman
penglihatan
Rasional:
untuk mengetahui tajam penglihatan klien dan memberi penglihatan
menurun
ukuran baku yang ada.
2. Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/kemungkinan
kehilangan
penglihatan
Rasional:
sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi
kemungkinan
kehilangan penglihatan sebagian atau total.
Meskipun kehilangan
penglihatan telah terjadi tak dapat diperbaiki
(meskipun
dengan pengobatan) kehilangan lanjut dapat dicegah.
3. Lakukan tindakan untuk
membantu klien menangani keterbatasan penglihatan,
contoh:
kurangi kekacauan, atur perabot, perbaiki sinar yang suram dan
masalah
penglihatan malam.
Rasional:
menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan
lapang
pandang/kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil
terhadap
sinar lingkungan.
4. Kolaborasi:
a. Tes adaptasi gelap
Rasional:
untuk mengetahui adanya kelainan atau abnormalitas dari fungsi
penglihatan
klien.
10
b. Pemeriksaan kadar
vitamin A dalam darah.
Rasional:
untuk mengetahui keadaan defisiensi kadar vitamin A dalam
darah
sebagai pemicu terjadinya penyakit xeroftalmia.
c. Pemberian obat sesuai
indikasi:
- Pemberian vitamin A
dalam dosis terapeutik yaitu vitamin A oral
50.000 – 75.000 IU/kg
BB tidak boleh lebih dari 400.000 – 500.000
IU.
Rasional: pemberian
vitamin A dosis terapeutik dapat mengatasi
gangguan
penglihatan tahap dini. Dengan memberikan
dosis
vitamin secara teratur dapat mengembalikan
perubahan
penglihatan pada mata.
- Pengobatan kelainan
pada mata:
- Stadium I: tanpa
pengobatan
- Stadium II: berikan AB
- Stadium III: berikan
sulfa atropine 0,5 %, tetes mata pada anak
atau
SA 4 % pada orang dewasa
Rasional:
mengembalikan ke fungsi penglihatan yang baik dan
mencegah
terjadinya komplikasi lebih lanjut.
Rasional:
B.
Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan keterbatasan
penglihatan
ditandai dengan:
- Mata hitam menjadi
kering, kusam, keruh, keriput dam timbul bercak yang
mengganggu
penglihatan.
- Keluhan PA penglihatan
pada senja hari
Planning
Tujuan:
cedera tidak terjadi
Dengan
kriteria:
- Klien dapat
mengidentifikasi potensial bahaya dalam lingkungan
11
Intervensi/Tindakan
1. Orientasikan klien
dengan lingkungan sekitarnya
Rasional:
meningkatkan pengenalan terhadap lingkungannya.
2. Anjurkan keluarga untuk
tidak memberikan mainan kepada klien yang mudah
pecah
seperti kaca dan benda-benda tajam.
Rasional:
menghindari pecahnya alat mainan yang dapat mencederai klien
atas
benda tajam yang dapat melukai klien.
3. Arahkan semua alat
mainan yang dibutuhkan klien pada tempat yang sentral
dari
pandangan klien.
Rasional:
memfokuskan lapang pandang dan menghindari cedera.
B.
Ansietas berhubungan dengan:
- Faktor fisiologis
- Perubahan status
kesehatan: kemungkinan/kenyataan
- Kehilangan penglihatan
Ditandai
dengan:
- Ketakutan, ragu-ragu
- Menyatakan masalah tentang
perubahan hidup
Planning
Tujuan:
klien akan mengungkapkan bahwa kecemasan sudah berkurang/hilang
Dengan
kriteria:
- Tampak rileks dan
melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi
- Menunjukkan
keterampilan pemecahan masalah
- Menggunakan sumber
secara efektif.
Intervensi/Tindakan
1. Kaji tingkat ansietas,
timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat
ini.
Rasional: faktor ini
mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri,
potensial
siklus ansietas dan dapat mempengaruhi upaya medik
untuk
mengontrol terapi yang diberikan.
12
2. Berikan informasi yang
akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa
pengawasan
dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan
tambahan
Rasional:
menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/harapan
yang
akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat
pilihan
informasi tentang pengobatan.
3. Dorong pasien untuk
mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
Rasional:
memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata,
mengklarifikasi
salah konsepsi dan pemecahan masalah.
4. Identifikasi
sumber/orang yang menolong.
Rasional:
memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam
menghadapi
masalah
13
DAFTAR
PUSTAKA
1. W. Kahle, dkk., Atlas
dan Buku Teks Anatomi Manusia, Penerbit EGC, Jakarta, 1993.
2. Sherwood Laurake,
Fisiologi Manusia, Penerbit EGC, Jakarta, 2001.
3. Marsetyo, Ilmu Gizi,
Rineka Cipta, Jakarta, 1995.
4. Ilyas Sidarta,
Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata, FKUI, Jakarta, 2000.
5. Jumadi P., dkk., Kapita
Selekta Kedokteran Edisi Khusus, FKUI, Jakarta, 1997.
14
ConversionConversion EmoticonEmoticon