Salam Sehat dan Harmonis

-----

MAKALAH HIPOGONADISME


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pola klinis pubertas sangat bervariasi. Pada 95% anak laki-laki pembesaran genetalia mulai antara usia 9,5-13,5 tahun, yang mencapai maturasi antara 13-17 tahun. Pada sebagian kecil anak laki-laki normal, pubertas mulai setelah usia 15 tahun. 50% anak laki-laki, rambut pubis tumbuh pada usia 11 tahun, dan pada usia 13-17,5 tahun, rambut ini jumlahnya ekuivalen dengan jumlah rambut orang laki-laki dewasa normal. Pada beberapa anak laki-laki, perkembangan pubertas selesai pada kurang dari 2 tahun, tetapi pada anak lain pertumbuhan ini dapat memerlukan waktu lebih lama dari pada usia 4,5 tahun. Pertumbuhan cepat remaja terjadi lebih lambat pada anak laki-laki dari pada anak perempuan sejalan dengan tingkat maturasi seksual, misalnya, kecepatan puncak perubahan dalam ketinggian tidak dapat dicapai pada anak laki-laki sampai genetalia berkembang dengan baik, tetapi pada anak perempuan kecepatan pertumbuhan biasanya ada pada maksimalnya ketika puting dan areola telah berkembang tetapi sebelum ada perkembangan payudara lain yang berarti.
Kemajuan yang cepat dalam pemahaman interaksi hipothalamus-kelenjar pituitari-gonad yang terlibat dengan pubertas dan pada diagnosa klinis penyimpangan perkembangan pubertas telah dimungkinkan dengan pemeriksaan yang sangat diperbaiki untuk hormon kelenjar pituitaria dan gonad yang dapat diukur pada sejumlah kecil darah. Dengan GnRH juga dimungkinkan untuk membedakan antara defek kelenjar pituitari primer dengan hipothalamus pada penderita hipogonadotropik.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian hipogonadisme ?
2.      Bagaimana struktur dan fungsi kelenjar gonad?
3.      Apa etiologi hipogonadisme?
4.      Bagaimana patofisiologi hipogonadisme?
5.      Bagaimana manifestasi klinik hipogonadisme ?
6.      Apa saja pemeriksaan diagnostik hipogonadisme?
7.      Bagaimana penatalaksanaan medis hipogonadisme?
8.      Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan hipogonadisme?

1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian hipogonadisme
2.      Untuk mengetahui dan memahami struktur dan fungsi kelenjar gonad
3.      Untuk mengetahui dan memahami etiologi hipogonadisme
4.      Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi hipogonadisme
5.      Untuk mengetahuidan memahami manifestasi klinik hipogonadisme
6.      Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik hipogonadisme
7.      Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan hipogonadisme
8.      Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan hipogonadisme





























BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hipogonadisme
Hipoganadisme adalah suatu keadaan dimana terjadi difisiensi hormon gonad. Hipogonadisme adalah berkurangnya atau menurunnya hormone androgen sehingga mempengaruhi fungsi dan ciri seks dari kelamin baik pria dan wanita.
2.2 Struktur dan Fungsi Kelenjar Gonad
a.      Testis
o   Anatomi
Testis adalah organ utama dari sistem reproduksi pria. Testis kiri dan kanan merupakan kelenjar yang terbungkus skrotum. Testis tersusun atas tubulus seminiferus. Testis berkembang di dalam rongga abdomen sewaktu janin dan turun melalui saluran inguinalis kanan dan kiri masuk ke dalam skrotum menjelang akhir kehamilan. Testis ini terletak oblik menggantung pada urat-urat spermatik di dalam skrotum.
Diantara tubulus-tubulus testis terdapat sarang-sarang sel yang mengandung granula lemak, sel interstisium leydig yang mensekresi testosteron.
o   Fisiologi testis
a)      Organ endokrin
Testis mensekresikan sejumlah besar androgen, terutama testosteron, tetapi testis juga mensekresikan sedikit estrogen. Androgen adalah hormon seks sterol yang efeknya maskulinisasi. Androgen disekresikan oleh korteks adrenal. Testosteron disekresikan oleh sel interstisiil, yaitu sel-sel yang terletak di dalam ruang antara tubula-tubula seminiferus testis atas rangsangan hormon perangsang sel interstisiil (ICSH) dari hipofisis yang sebenarnya adalah bahan yang sama dengan Luteinizing Hormon (LH). Pengeluaran testosteron bertambah dengan nyata pada masa pubertas dan bertanggung jawab atas pengembangan sifat-sifat kelamin sekunder yaitu pertumbuhan jenggot, suara lebih berat, pembesaran genetalia. Nilai normal testosteron adalah 3-10 mg/dl.
Efek:
Efek testosteron pada fetus merangsang deferensiasi dan perkembangan genital ke arah pria. Pada masa pubertas hormon ini akan merangsang perkembangan tanda-tanda seks sekunder seperti perkembangan bentuk tubuh. Pertumbuhan dan perkembangan alat genital, distribusi rambut tubuh, pembesaran larynx dan penebalan pita suara serta perkembangan sifat agresif.
Mekanisme kerja:
Testosteron berikatan dengan suatu reseptor intra sel dan kompleks esterol-reseptor kemudian berikatan dengan DNA di nukleus, menyebabkan transkripsi berbagai gen. Selain itu testosteron dirubah menjadi dihidrotestosteron (DHT) oleh sa-reduktase di beberapa jaringan sasaran dan DHT berikatan dengan reseptor intra sel yang sama seperti testosteron.
DHT bersirkulasi dengan kadar plasma 10% kadar testosteron, kompleks testosteron reseptor kurang stabil bila dibandingkan dengan kompleks DHT-reseptor di sel sasaran dan transformasi kompleks tersebut ke DNA sel kurang sempurna. Sehingga pembentukan DHT adalah salah satu cara untuk meningkatkan efek testosteron dalam jaringan sasaran.
Kompleks testoteron-reseptor berperan dalam pematangan struktur dan duktus wolffian sehingga bertanggung jawab terhadap pembentukan genetalia interna pria selama pertumbuhan. Tetapi kompleks DHT-reseptor diperlukan untuk membentuk genetalia eksterna pria. Kompleks DHT-reseptor juga berperan dalam pembesaran prostat dan mungkin penis pada saat pubertas serta rambut wajah, jerawat dan pengenduran temporal garis rambut. Dipihak lain peningkatan masa otot dan munculnya dorongan seks dan libido pria lebih tergantung pada testosteron dari pada ke DHT.
b)     Organ reproduksi
Testis adalah organ tempat spermatozoa dibentuk dan testosteron dihasilkan. Testosteron untuk mempertahankan spermatogenesis sementara FSH diperlukan untuk memulai dan mempertahankan spermatogenesis.
b.      Ovarium
Ovarium adalah kelenjar berbentuk biji buah kemiri, terletak di kanan dan kiri uterus, di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri. Ovarium berisi sejumlah besar ovum belum matang, yang disebut oosit primer. Setiap oosit dikelilingi sekelompok sel folikel pemberi makanan. Pada setiap siklus haid sebuah ovum primitif ini mulai matang dan kemudian cepat berkembang menjadi folikel ovari yang vesikuler (folikel degraf). Ovarium memiliki 3 fungsi yaitu: Memproduksi ovum, estrogen dan progesteron.
Fungsi ovarium:
1)      Sebagai organ endokrin
Sebagai organ endokrin, ovarium menghasilkan hormon estrogen dan progesteron
a)      Estrogen
Hormon estrogen dikeluarkan oleh ovarium dari mulai anak-anak sampai sesudah menopouse. Hormon ini dinamakan hormon folikuler karena terus dihasilkan oleh sejumlah besar folikel ovarium dan seperti semua hormon beredar di dalam aliran darah. Estrogen penting untuk mengembangkan organ kelamin wanita dan sifat-sifat kelamin yang sekunder dan menyebabkan perubahan anak gadis pada masa pubertasnya serta untuk tetap adanya sifat fisik dan mental yang menandakan wanita normal.

Efek pada genetalia:
Estrogen mempercepat pertumbuhan folikel ovarium dan meningkatkan motilitas tuba uterina. Hormon ini meningkatkan aliran darah uterus dan memiliki efek penting pada otot polos uterus. Estrogen meningkatkan jumlah otot uterus dan kandungan protein kontraktilnya. Dibawah pengaruh estrogen, otot menjadi lebih efektif dan mudah terangsang sehingga potensial aksi pada masing-masing serat menjadi lebih sering. Uterus yang didominasi oleh estrogen juga peka terhadap desitosin.
Efek pada organ endokrin:
Estrogen menurunkan sekresi FSH pada keadaan tertentu estrogen menghambat sekresi LH (umpan balik negatif) pada keadaan lain estrogen meningkatkan sekresi LH (umpan balik positif). Estrogen juga meningkatkan ukuran hipofisis.
Efek pada prilaku:
Hormon ini meningkatkan libido, hormon ini tampaknya menimbulkan efeknya melalui langsung pada neuron-neuron tertentu di hipothalamus.
Efek pada payudara:
Estrogen menyebabkan pertumbuhan duktus pada payudara dan terutama berperan dalam pembesaran payudara selama pubertas pada gadis. Estrogen juga disebut sebagai hormon pertumbuhan payudara. Estrogen berperan dalam terjadinya pigmentasi areola, walaupun pigmentasi biasanya lebih nyata selama kehamilan pertama dibandingkan dengan masa pubertas.

b)     Progesteron
Progesteron disekresikan oleh korpus luteum dan melanjutkan pekerjaan yang dimulai oleh estrogen terhadap endometrium, yaitu menyebabkan endometrium menjadi tebal lembut serta siap untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi. Progesteron menghambat menstruasi. Nilai normal progesteron adalah 18 mg – 60 n mol.
Efek:
Organ sasaran utama progesteron adalah uterus, payudara dan otak. Progesteron berperan dalam perubahan pregestasional di endometrium  dan perubahan siklik di serviks dan vagina. Hormon ini memiliki efek antiestrogenik pada sel miometrium menurunkan terhadap oxitocin dan aktivitas listrik spontan sementara meningkatkan potensial membran. Hormon ini juga menurunkan jumlah reseptor estrogen di endometrium dan meningkatkan kecepatan perubahan 17 β-estradiol menjadi estrogen yang kurang aktif.
Di payudara progesteron merangsang pembentukan lobulus dan alveolus.
2)      Sebagai organ reproduksi
Ovarium sebagai organ reproduksi yaitu menghasilkan ovum setiap bulannya ada masa ovulasi untuk selanjutnya siap untuk dibuahi sperma.
FSH dari hipofisis bertanggung jawab pada pematangan awal folikel ovarium. FSH serta LH  bersama-sama bertanggung jawab terhadap pematangan akhir. Letupan sekresi LH berperan dalam menyebabkan ovulasi dan pembentukan awal korpus luteum. Terdapat letupan-letupan sekresi FSH yang lebih kecil pada pertengahan, yang kemaknaannya masih belum diketahui. LH merangsang sekresi estrogen dan progesteron dari korpus luteum.

2.3  Etiologi Hipogonadisme
a. Primer
o   Infeksi kelenjar gonad
o   Atropi kelenjar gonad


b.      Skunder
o   Kerusakan hipothalamus untuk mensekresi GnRH.
o   Hipersekresi prolaktin di hipofisis anterior
o   Hiposekresi FSH dan LH

2.4  Patofisiologi


 















2.5  Manifestasi Klinik
1.      Pria
1)      Defisiensi hormon pada masa kanak-kanak (prepubertas)
Gambaran klinisnya adalah enukoidisme, orang-orang enukoid yang berusia di atas 20 tahun, biasanya tinggi, bahu sempit dan otot kecil (konfigurasi tubuh yang mirip dengan wanita dewasa). Selain itu genitalia kecil, suara memiliki nada tinggi, pertumbuhan rambut pubis wanita yaitu segitiga dengan dasar di atas, bukan pola segitiga yang dasarnya di bawah seperti yang dijumpai pada pria normal.

2)      Difisiensi post pubertas
Pada pria dewasa mengalami penurunan sebagian libido, kadang-kadang mengalami hot flashes, biasanya lebih mudah tersinggung, pasif dan menderita depresi dibanding dengan yang memiliki testis utuh. Selain itu terjadi impotensi, pengurangan progresif rambut dan bulu tubuh, jenggot dan berkurangnya pertumbuhan otot.
2.      Wanita
Berhentinya menstruasi atau amenorhoe, atropi payudara dan genetalia eksterna serta penurunan libido.
3.      Dampak Terhadap Sistem Lain
1)      Sistem Reproduksi
o  Atropi testis dan ovarium
o  Impotensi
o  Kehilangan/penurunan libido
o  Genetalia kecil
o  Atropi payudara
2)      Sistem Muskuloskeletal
o  Otot kecil
o  Pertumbuhan otot kurang
3)      Sistem Integumen
o  Pertumbuhan rambut tubuh jarang

2.6  Pemeriksaan Diagnostik
1.    CT Scan otak, untuk melihat adanya tumor pada hipofise/hipothalamus
2.    Pengambilan kadar testoteron serum
3.    Kadar gonadotropi serum dan kariotip
4.    Test stimulasi dengan klomifen
5.    Test stimulasi Gn RH
6.    Test stimulasi HCG
7.    Analisis semen untuk kuantitas dan kwalitas sperma.


2.7  Penatalaksanaan Medis
1.    Pria
Dengan pemberian testoteron dengan dosis yang sesuai untuk hasil yang maksimal dikombinasikan dengan HCG diberikan 3x seminggu dalam waktu 4-6 bulan sampai kadar testoteron normal. Setelah 6 bulan terapi, bila jumlah sperma tetap sedikit maka pegobatan dihentikan, bila jumlah sperma meningkat maka terapi diteruskan.
2.    Wanita
Dengan pemberian estrogen dan progesteron.

2.8  Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Hipogonadisme

1.   Pengkajian
b.      Pengumpulan Data
1)      Identitas
a)      Identitas klien
Terdiri dari: Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, status merital, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, diagnosa medis, No. Medrec dan alamat.
b)      Identitas penanggung jawab 
Terdiri dari: Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, hubungan dengan klien dan alamat.
2)      Riwayat kesehatan
a)      Keluhan utama
Keluhan klien pada saat dikaji, klien yang mengalami hipogonad biasanya kelainan fungsi kematangan seksual perubahan kondisi mental.
b)      Riwayat kesehatan sekarang
-          Kaji kondisi yang pernah dialami oleh klien di luar gangguan yang dirasakan sekarang, khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila dihubungkan dengan usia seperti:
Tanda-tanda seks skunder yang tidak ada atau berkurang, misalnya amenorhoe, bulu rambut tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang.
-          Kaji fungsi seksual dan reproduksi.
-          Kaji adanya perubahan fisik tertentu yang sangat mengganggu klien.
-          Kaji psikologis seperti mudah marah, sensitif, sulit bergaul dan tidak mampu berkonsentrasi.
c)      Riwayat kesehatan dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita suatu penyakit yang berat/penyakit tertentu yang memungkinkan berpengaruh pada kesehatan sekarang, kaji adanya trauma prosedur operatif dan penggunaan obat-obatan.
d)     Riwayat kesehatan keluarga
Kaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang dialami klien/gangguan tertentu yang berhubungan secara langsung dengan gangguan hormonal seperti gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
2)      Pemeriksaan fisik
a)      Tingkat energi
-    Kaji perubahan kekuatan fisik dihubungkan dengan sejumlah gangguan hormonal khususnya hormon gonad.
-    Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
b)      Pertumbuhan dan perkembangan
Secara langsung pertumbuhan dan perkembangan ada di bawah pengaruh GH, kelenjar tiroid dan kelenjar gonad. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan dapat terjadi semenjak di dalam kandungan bila hormon yang mempengaruhi tumbang fetus kurang. Kondisi ini dapat terjadi pula setelah bayi lahir artinya selama proses tumbang terjadi disfungsi gonad.
-          Kaji apakah gangguan ini terjadi semenjak bayi dilahirkan atau terjadi selama proses pertumbuhan.
-          Kaji secara lengkap pertumbhan ukuran tubuh dan fungsinya.
-          Kaji apakah perubahan fisik dipengaruhi kejiwaan klien.
c)      Seks dan reproduksi
Fungsi seksual dan reproduksi penting untuk dikaji baik pada klien wanita maupun pria.
-          Pada klien wanita
Kaji kapan mulai/berhenti menstruasi, perubahan fisik termasuk sering nyeri atau keram abdomen sebelum, selama dan sesudah haid.
-          Pada klien pria
Kaji apakah klien mampu ereksi, dan orgasme serta bagaimana perasaan klien setelah melakukannya, adakah perasaan puas dan menyenangkan. Tanyakan adakah perubahan bentuk dan ukuran alat genitalianya.
3)      Aspek Psikologis
Kaji kemampuan kooping, dukungan keluarga, teman dan handaitoulan serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat dan sakit.
Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam memberi perawatan di rumah termasuk penggunaan obat-obatan.
4)      Aspek sosial
Perlu dikaji kondisi lingkungan, menarik diri dari pergaulan.
5)      Aspek spiritual
Perlu dikaji tentang agama, keyakinan, peribadatan harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan penyakit klien.



c.       Analisa Data


                           













2.      Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Timbul
a.       Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat difisiensi gonad.
b.      Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan bentuk dan fungsi organ seks akibat difisiensi gonad.
c.       Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit, pengobatan dan perawatan atau minimnya informasi yang didapat.
3.      Perencanaan
a.       Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat difisiensi gonad.
1)      Kriteria evaluasi
a)      Mengimplementasikan pola penanganan baru.
b)      Mengungkapkan dan mendemontrasikan penerimaan penampilan baru.
c)      Mengawali dan memantapkan kembali sistem pendukung yang ada.
2)      Intervensi
a)      Dorong individu untuk mengekspresikan perasaannya, khususnya mengenai pikiran, perasaan dan pandangan dirinya.
b)      Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan prognosa kesehatan.
c)      Berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang telah diberikan.
d)     Siapkan orang terdekat terhadap perubahan fisik dan emosional, dukungan keluarga ketika mereka berupaya beradaptasi.
e)      Dorong kunjungan dari teman sebaya dan orang terdekat, anjurkan untuk berbagi rasa dengan individu tentang nilai-nilai dan hal-hal yang penting untuk mereka.
f)       Dorong kontak dengan teman sebaya dan keluarga.
g)      Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman sama.
b.      Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan bentuk dan fungsi organ seks akibat difisiensi gonad.
1)      Kriteria evaluasi
a)      Menceritakan kepedulian/masalah mengenai fungsi seksual.
b)      Mengekspresikan peningkatan kepuasan dengan pola seksual.
c)      Melanjutkan akivitas seksual sebelumnya.
d)     Melaporkan suatu keinginan untuk melanjutkan aktivitas seksual.
2)      Intervensi
a)      Dapatkan riwayat seksual:
-          Pola seksual biasanya
-          Kepuasan (individu dan pasangannya)
-          Pengetahuan seksual
-          Masalah-masalah (seksual, kesehatan)
-          Harapan-harapan
-          Suasana hati, tingkat energi.
b)      Berikan dorongan untuk bertanya tentang seksualitas/fungsi seksual yang mungkin mengganggu klien.
c)      Gali hubungan klien dengan pasangannya.
d)     Dorong pasangan untuk mendiskusikan kekuatan hubungan mereka dan untuk mengkaji pengaruh dari keluhannya pada kekuatan mereka.
e)      Anjurkan individu untuk mengambil aktivitas seksual sedemikian rupa mendekati pola sebelumnya jika mungkin.
c.       Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit, pengobatan dan perawatan atau minimnya informasi yang didapat.
1)      Kriteria evaluasi
a)      Menggambarkan ansietas dan pola koopingnya.
b)      Menggunakan mekanisme kooping yang efektif dalam menangani ansietas.
2)      Intervensi
a)      Kaji ansietas: ringan, sedang, berat dan panik
b)      Dorong klien untuk mengungkapkan mengenai pengetahuan yang ia miliki tentang proses penyakit, pengobatan dan perawatan.
c)      Jelaskan tentang proses penyakit, pengobatan, dan perawatan sesuai dengan tingkat pendidikan klien.
d)     Berikan kenyamanan dan ketentraman hati:
-          Tinggal bersama klien.
-          Berbicara dengan perlahan dan tenang, menggunakan kalimat yang pendek dan sederhana.
-          Perlihatkan rasa empati (datang dengan tenang, menyentuh, membiarkan menangis, berbicara).
e)      Batasi kontak dengan orang lain, klien-klien, keluarga yang juga mengalami cemas.

BAB 3

PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Hipogonadisme adalah berkurangnya atau menurunnya hormone androgen sehingga mempengaruhi fungsi dan ciri seks dari kelamin baik pria dan wanita. Pada pria dewasa mengalami penurunan sebagian libido, kadang-kadang mengalami hot flashes, biasanya lebih mudah tersinggung, pasif dan menderita depresi dibanding dengan yang memiliki testis utuh. Selain itu terjadi impotensi, pengurangan progresif rambut dan bulu tubuh, jenggot dan berkurangnya pertumbuhan otot. Berhentinya menstruasi atau amenorhoe, atropi payudara dan genetalia eksterna serta penurunan libido.





















DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia. Anderson. 1994. Patofisiologi: Konsef Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta.

Hudak, Carolyn M. 1997. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. EGC. Jakarta

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinis. EGC.Jakarta.

Ganong, W.F. (2002). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta : EGC
Previous
Next Post »

Translate