Salam Sehat dan Harmonis

-----

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN “RETINOBLASTOMA”





ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN
SISTEM PENGLIHATAN “RETINOBLASTOMA”

RETINOBLASTOMA

I.      ANATOMI FISIOLOGI RETINA
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran
daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian
anterior berakhir pada ora serata, di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu
penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 – 2 mm
yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Di tengah makula lutea terdapat
bercak mengkilap yang merupakan reflek fovea. Kira-kira 3 mm ke arah nasal kutub
belakang bola mata terdapat daerah bulat putih kemerah-merahan, disebut papil saraf
optik, yang di tengahnya agak melekuk dinamakan eksvakasi foali. Arteri retina
sentral bersama venanya masuk ke dalam bola mata di tengah papil saraf optik.
Retina meluas ke depan hampir mencapai badan siliaris. Struktur ini tersusun
dalam 10 lapisan dan mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (cones), yang
merupakan reseptor penglihatan, ditambah 4 jenis neuron:
1.   Sel bipolar
2.   Sel ganglion
3.   Sel horizontal
4.   Sel amakrin
Karena lapisan saraf pada retina disatukan bersama-sama oleh sel-sel glia yang
disebut sel muller. Tonjolan-tonjolan dari sel-sel ini membentuk membran pembatas
dalam di permukaan dalam retina dan membran pembatas luar di lapisan reseptor.
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas
lapisan:
1.   Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2.   Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3.   Lapis nukleus, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
4.   Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis
sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5.   Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel muller
lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6.   Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aseluler merupakan tempat sinaps sel
tripolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7.   Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
8.   Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf
optik.
Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.




9.   Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan
iskemia dan merah pada hyperemia.
Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subjektif retina
seperti: tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapang pandangan. Pemeriksaan
objektif adalah:
-     Elektroretino-gram (ERG)
-     Elektro-okulogram (EOG)
-     Visual Evoked Respons (VER)

     Fungsi Retina
Fungsi retina pada dasarnya adalah menerima bayangan visual yang
dikirim ke otak. Bagian sentral retina atau daerah makula mengandung lebih
banyak fotoreseptor kerucut daripada bagian perifer retina.
-     Sel kerucut (cones) yang berjumlah 7 juta dan paling banyak di region fovea,
berfungsi untuk sensasi yang nyata (penglihatan yang paling tajam) dan
penglihatan warna.
-     Sel batang (rods) untuk sensasi yang sama-samar pada waktu malam atau
cahaya remang. Sel ini mengandung pigmen visual ungu yang disebut
rhodopsin.

     Komponen-komponen Retina





























1





II. PENGERTIAN
Retinoblastoma adalah tumor retina yang terdiri atas sel neuroblastik yang
tidak berdiferensiasi dan merupakan tumor ganas retina pad anak.
40 % penderita retinoblastoma merupakan penyakit herediten. Retinoblastoma
merupakan tumor yang bersifat autosomal dominan dan merupakan tumor embrional.
Sebagian besar penderita dengan retinoblastoma aktif ditemukan pada usia 3
tahun, sedang bila terdapat binokuler biasanya terdapat pada usia lebih muda atau 10
bulan.
Retinoblastoma dapat ditemukan dalam bentuk yang regresi terutama pada
anak-anak.
Pada saat terakhir ini terlihat kenaikan jumlah anak menderita retinoblastoma
di Indonesia. Kenaikan insiden tumor ini mungkin sekali akibat sudah meningkatnya
penerangan akan tumor pada anak, sehingga prang tua penderita lebih cepat
memeriksakan mata anaknya.

III. PENYEBAB
Retinoblastoma terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu alel
dominan protektif yang berada dalam pita kromosom 13g14. Bisa karena mutasi atau
diturunkan.
Mutasi terjadi akibat perubahan pada rangkaian basa DNA. Peristiwa ini dapat
timbul karena kesalahan replikasi, gerakan, atau perbaikan sel. Mutasi dalam sebuah
sel benih akan ditransmisikan kepada turunan sel tersebut. Sejumlah faktor, termasuk
virus, zat kimia, sinar ultraviolet, dan radiasi pengion, akan meningkatkan laju mutasi.
Mutasi kerapkali mengenai sel somatic dan kemudian diteruskan kepada generasi sel
berikutnya dalam suatu generasi.
IV. PATOFISIOLOGI
Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokuler yang ditemukan
pada anak-anak, terutama pada usia di bawah 5 tahun. Tumor berasal dari jaringan
retina embrional, dapat terjadi unilateral (70 %) dan bilateral (30 %). Sebagian besar
kasus bilateral bersifat herediten yang diwariskan melalui kromosom.
Massa tumor dapat tumbuh ke dalam vitreous (endofilik) dan tumbuh
menembus keluar lapisan retina atau ke ruang sub retina (endofilik). Kadang-kadang
tumor berkembang difus.
Pertumbuhan endofilik lebih umum terjadi. Tumor endofilik timbul dari
lapisan inti dalam lapisan serabut saraf dan lapisan ganglion retina. Tipe eksofilik
timbul dari lapisan inti luar dan dapat terlihat seperti ablasio retina yang solid.
Perluasan retina okuler ke dalam tumor vitreous dapat terjadi pada tipe
endofilik dan dapat timbul sebaran metastase lewat spatium subretina atau melalui
tumor vitreous. Selain itu tumor dapat meluas lewat infiltrasi pada lamina cribrosa
langsung ke nervus optikus dengan perluasan ke lapisan koroid dapat ditemukan
infiltrasi vena-vena pada daerah tersebut disertai metastasis hematogen ke tulang dan
sumsung tulang.

2





Tumor mata ini, terbagi atas IV stadium, masing-masing:
     Stadium I: menunjukkan tumor masih terbatas pada retina (stadium tenang)
     Stadium II: tumor terbatas pada bola mata.
     Stadium III: terdapat perluasan ekstra okuler regional, baik yang melampaui ujung
nervus optikus yang dipotong saat enuklasi.
     Stadium IV: ditemukan metastase jauh ke dalam otak.
Pada beberapa kasus terjadi penyembuhan secara spontan, sering terjadi
perubahan degeneratif, diikuti nekrosis dan klasifikasi. Pasien yang selamat memiliki
kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan retinoblastoma.

V. TANDA DAN GEJALA
1.   Leukokoria merupakan keluhan dan gejala yang paling sering ditemukan.
2.   Tanda dini retinoblastoma adalah mata juling, mata merah atau terdapatnya warna
iris yang tidak normal.
3.   Tumor dengan ukuran sedang akan memberikan gejala hipopion, di dalam bilik
mata depan, uveitis, endoftalmitis, ataupun suatu panoftalmitis.
4.   Bola mata menjadi besar, bila tumor sudah menyebar luas di dalam bola mata.
5.   Bila terjadi nekrosis tumor, akan terjadi gejala pandangan berat.
6.   Tajam penglihatan sangat menurun.
7.   Nyeri
8.   Pada tumor yang besar, maka mengisi seluruh rongga badan kaca sehingga badan
kaca terlihat benjolan berwarna putih kekuning-kuningan dengan pembuluh darah
di atasnya.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-     Ultrasonografi dan tomografi komputer dilakukan terutama untuk pasien dengan
metastase ke luar misalnya dengan gejala proptosis bola mata.
-     Elektroretino-gram (ERG), berguna untuk menilai kerusakan luas pada retina.
-     Elektro-okulogram (EOG)
-     Visual Evoked Respons (VER), berguna untuk mengetahui adanya perbedaan
rangsangan yang sampai ke korteks sehingga dapat diketahui adanya gangguan
rangsangan/penglihatan pada seseorang.
VII. PENATALAKSANAAN
Semua tujuan terapi adalah merusak tumor dan mempertahankan penglihatan
yang memungkinkan tanpa membahayakan hidup. Terapi primer retinoblastoma
unilateral biasanya enuklasi, kendatipun pada kasus-kasus tertentu, alternatif seperti
krioterapi, fotokoagulan atau radiasi dapat dipertimbangkan.
     Bila tumor masih terbatas intraokuler, pengobatan dini mempunyai prognosis
yang baik, tergantung dari letak, besar dan tebal.
     Pada tumor yang masih intraokuler dapat dilakukan krioterapi, fotokoagulasi
laser, atau kombinasi sitostatik dan fotokoagulasi laser untuk mempertahankan
visus.


3





     Pada tumor intraokuler yang sudah mencapai seluruh vitreous dan visus nol,
dilakukan enuklasi.
     Bila tumor telah keluar bulbus okuli, tapi masih terbatas di rongga orbita,
dilakukan kombinasi eksenterasi, radioterapi, dan kemoterapi.
Pasien harus terus dievaluasi seumur hidup karena 20 – 90 % pasien
retinoblastoma bilateral akan menderita tumor ganas primer, terutama osteosarkoma.

VIII. PROGNOSIS
Tumor mempunyai prognosis baik bila ditemukan dini dan intraokuler.
Prognosis sangat buruk bila sudah tersebar ekstra ocular pada saat pemeriksaan
pertama. Tumor dapat masuk ke dalam otak melalui saraf optik yang terkena infiltrasi
sel tumor.
ASUHAN KEPERAWATAN

I.   Pengkajian
A. Pengkajian yang penting untuk retinoblastoma
1. Sejak kapan sakit mata dirasakan
Penting untuk mengetahui perkembangan penyakitnya, dan sejauhmana
perhatian klien dan keluarganya terhadap masalah yang dialami. Retinoblastoma
mempunyai prognosis baik bila ditemukan dini.
2. Riwayat trauma sebelum atau sesudah ada keluhan
Trauma dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak ataupun
bola mata. Trauma sebelumnya dapat juga memberikan kelainan pada mata
tersebut sebelum meminta pertolongan.
3. Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya
Retinoblastoma bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom,
protein yang selamat memiliki kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan
retinoblastoma.
4. Apakah pasien merasakan adanya perubahan dalam matanya.
Retinoblastoma dapat menyebabkan bola mata menjadi besar.
5. Apakah ada keluhan lain yang menyertai
Keluhan sakit kepala merupakan keluhan paling sering diberikan oleh
penderita. Adanya keluhan pada organ lain juga bisa diakibatkan oleh tumor yang
bermetastase.
6. Penyakit mata sebelumnya
Kadang-kadang dengan mengetahui riwayat penyakit mata sebelumnya
akan dapat menerangkan tambahan gejala-gejala penyakit yang dikeluhkan
penderita.




4





7. Penyakit lain yang sedang diderita
Bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk, dapat
pula memperburuk keadaan klien
8. Usia penderita
Dikenal beberapa jenis penyakit yang terjadi pada usia tertentu.
Retinoblastoma umumnya ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia di
bawah 5 tahun.
9. Riwayat Psikologi
a.   Reaksi pasien dana keluarganya terhadap gangguan penglihatan yang dialami
pasien: cemas, takut, gelisah, sering menangis, sering bertanya.
b.   Mekanisme koping
10. Pemeriksaan Fisik Umum
Diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya keadaan umum yang
dapat merupakan penyebab penyakit mata yang sedang diderita.
11. Pemeriksaan Khusus Mata
a.   Pemeriksaan tajam penglihatan
Pada retinoblastoma, tumor dapat menyebar luas di dalam bola mata
sehingga dapat merusak semua organ di mata yang menyebabkan tajam
penglihatan sangat menurun.
b.   Pemeriksaan gerakan bola mata
Pembesaran tumor dalam rongga mata akan menekan saraf dan bahkan
dapat merusak saraf tersebut dan apabila mengenai saraf III, IV, dan VI maka
akan menyebabkan mata juling.
c.   Pemeriksaan susunan mata luar dan lakrimal
Pemeriksaan dimulai dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungtiva,
kornea, bilik mata depan, iris, lensa dan pupil. Pada retinoblastoma
didapatkan:
-     Leukokoria
Yaitu reflek pupil yang berwarna putih.
-     Hipopion
Yaitu terdapatnya nanah di bilik mata depan.
-     Hifema
Yaitu terdapatnya darah di bilik mata depan
-     Uveitis
d.   Pemeriksaan Pupil




5





Leukokoria (refleks pupil yang berwarna putih) merupakan keluhan
dan gejala yang paling sering ditemukan pada penderita dengan
retinoblastoma.
e.   Pemeriksaan funduskopi
Menggunakan oftalmoskopi untuk pemeriksaan media, papil saraf
optik, dan retina. Refleksi tak ada (atau gelap) akibat perdarahan yang banyak
dalam badan kaca.
f.    Pemeriksaan tekanan bola mata
Pertumbuhan tumor ke dalam bola mata menyebabkan tekanan bola
mata meningkat.

B. Pengelompokan Data
     Data Subjektif
-     Mengeluh nyeri pada mata
-     Sulit melihat dengan jelas
-     Mengeluh sakit kepala
-     Merasa takut
     Data Objektif
-     Mata juling (strabismus)
-     Mata merah
-     Bola mata besar
-     Aktivitas kurang
-     Tekanan bola mata meningkat
-     Gelisah
-     Refleks pupil berwarna putih (leukokoria)
-     Tajam penglihatan menurun
-     Sering menangis
-     Keluarga sering bertanya
-     Ekspresi meringis
-     Tak akurat mengikuti instruksi
-     Keluarga nampak murung
-     Keluarga nampak gelisah
-     Pertanyaan/pernyataan keluarga salah konsepsi

II. Diagnosa Keperawatan
1.   Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses penyakitnya
(kompresi/dekstruksi jaringan saraf, inflamasi), ditandai dengan:
-     Keluhan nyeri
-     Aktivitas kurang (distraksi/perilaku berhati-hati)
-     Gelisah (respons autonomik)
-     Sering menangis
-     Keluhan sakit kepala
-     Ekspresi meringis

6





2.   Gangguan persepsi sensorik penglihatan sehubungan dengan gangguan
penerimaan sensori dari organ penerima, ditandai dengan:
-     Menurunnya ketajaman penglihatan
-     Mata juling (strabismus)
-     Mata merah
-     Bola mata membesar
-     Tekanan bola mata meningkat
-     Refleks pupil berwarna putih (leukokoria)
3.   Gangguan rasa aman cemas, sehubungan dengan:
-     Perubahan status kesehatan
-     Adanya nyeri
-     Kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan
Ditandai dengan:
-     Merasa takut
-     Gelisah
-     Sering menangis
-     Sering bertanya
4.   Resiko tinggi cedera, sehubungan dengan keterbatasan lapang pandang yang
ditandai dengan:
-     Menurunnya ketajaman penglihatan
-     Mata juling (strabismus)
-     Tekanan bola mata meningkat
-     Refleks pupil berwarna putih (leukokoria)
5.   Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurangnya informasi
mengenai penyakit anaknya yang ditandai dengan:
-     Tak akurat mengikuti instruksi
-     Keluarga nampak murung
-     Keluarga nampak gelisah
-     Pertanyaan/pernyataan keluarga salah konsepsi
III. Tujuan
1.   Nyeri teratasi dengan kriteria:
-     Menunjukkan/melaporkan hilangnya nyeri maksimal

-     Menunjukkan

tindakan

santai,

mampu

berpartisipasi

dalam

aktivitas/tidur/istirahat dengan maksimal.
-     Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai
indikasi untuk situasi individu.
2.   Mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut,
dengan kriteria:
-     Berpartisipasi dalam program pengobatan
-     Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
-     Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
3.   Kecemasan teratasi dengan kriteria:
-     Tampak rileks dan melaporkan cemas menurun sampai tingkat dapat teratasi.
-     Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah


7





-     Menggunakan sumber secara efektif.
4.   Resiko cedera berkurang, dengan kriteria:
-     Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko
dan untuk melindungi diri cedera.
-     Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
-     Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
5.   Keluarga memahami tentang penyakit anaknya dengan kriteria:
-     Mengikuti instruksi dengan prosedur yang benar dan menjelaskan alasan
tindakan.
-     Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan.
-     Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit.
IV. Rencana Keperawatan
1.   Gangguan rasa nyaman nyeri

Tindakan/Intervensi
Mandiri:
- Tentukan riwayat nyeri, misalnya
lokasi nyeri, frekuensi, durasi,
dan intensitas (skala 0 – 10) dan
tindakan penghilangan yang
digunakan.



- Evaluasi/sadari terapi tertentu.
Misalnya pembedahan, radiasi,
kemoterapi, bioterapi, ajarkan
pasien/orang terdekat apa yang
diharapkan.
- Berikan tindakan kenyamanan
dasar (misalnya: reposisi) dan
aktivitas hiburan (misalnya:
mudik, televisi).
- Dorong penggunaan keterampilan
manajemen nyeri (misalnya:
teknik relaksasi, visualisasi,
bimbingan imaginasi), tertawa,
musik, dan sentuhan terapeutik.
- Evaluasi penglihatan
nyeri/kontrol nilai aturan
pengobatan bila perlu
Kolaborasi:
- Kembangkan rencana manajemen
nyeri dengan pasien dan dokter.



8

Rasional

- Informasi memberikan data dasar
untuk mengevaluasi
kebutuhan/keefektifan intervensi.
Catatan: pengalaman nyeri adalah
individual yang digabungkan
dengan baik respon fisik dan
emosional.
- Ketidaknyamanan rentang luas
adalah umum (misalnya: nyeri
insisi, sakit kepala) tergantung
pada prosedur/agen yang
digunakan.
- Meningkatkan relaksasi dan
membantu memfokuskan kembali
perhatian

- Memungkinkan pasien untuk
berpartisipasi secara aktif dan
meningkatkan rasa kontrol.


- Tujuannya adalah kontrol nyeri
maksimum dengan pengaruh
minimum pada AKS

- Rencana terorganisasi
mengembangkan kesempatan
untuk kontrol nyeri. Terutama











- Berikan analgesik sesuai indikasi
(misalnya: morfin, metadon)




dengan nyeri kronis, pasien/orang
terdekat harus aktif menjadi
partisipan dalam manajemen
nyeri di rumah.
- Nyeri adalah komplikasi sering
dari kanker, meskipun respon
individual berbeda. Saat
perubahan penyakit/pengobatan
terjadi, penilaian dosis dan
pemberian akan diperlukan.


2.   Gangguan persepsi sensoris penglihatan
Tindakan/Intervensi
Mandiri:



Rasional

- Tentukan ketajaman penglihatan,
catat apakah satu atau kedua mata
terlibat.



- Orientasikan pasien terhadap
lingkungan, staf, orang lain di
areanya.
- Letakkan barang yang
dibutuhkan/posisi bel pemanggil
dalam jangkauan

- Dorong mengekspresikan
perasaan tentang
kehilangan/kemungkinan
kehilangan penglihatan





- Lakukan tindakan untuk
membantu pasien untuk
menangani keterbatasan
penglihatan, contoh, atur perabot/
mainan, perbaiki sinar suram dan
masalah penglihatan malam.
Kolaborasi:
- Siapkan intervensi bedah sesuai
indikasi: enuklasi


9

- Kebutuhan individu dan pilihan
intervensi bervariasi sebab
kehilangan penglihatan terjadi
lambat dan progresif. Bila
bilateral, tiap mata dapat berlanjut
pada laju yang berbeda.
- Memberikan peningkatan
kenyamanan dan kekeluargaan,
dan menurunkan cemas.
- Memungkinkan pasien melihat
objek lebih mudah dan
memudahkan panggilan untuk
pertolongan bila diperlukan.
- Sementara intervensi dini
mencegah kebutaan, pasien
menghadapi kemungkinan atau
mengalami pengalaman kehilangan
penglihatan sebagian atau total.
Meskipun kehilangan penglihatan
telah terjadi tak dapat diperbaiki,
kehilangan lanjut dapat dicegah.
- Menurunkan bahaya keamanan,
sehubungan dengan perubahan
lapang pandang/kehilangan
penglihatan dan akomodasi pupil
terhadap sinar lingkungan.


- Pengangkatan bola mata, dilakukan
apabila tumor sudah mencapai









- Pelaksanaan krioterapi,
fotokoagulasi laser, atau
kombinasi sitostatik.


3.   Gangguan rasa aman cemas
Tindakan/Intervensi
Mandiri:
- Kaji tingkat ansietas, derajat
pengalaman nyeri/timbulnya
gejala tiba-tiba dan pengetahuan
kondisi saat ini
- Berikan informasi yang akurat
dan jujur. Diskusikan dengan
keluarga bahwa pengawasan dan
pengobatan dapat mencegah
kehilangan penglihatan tambahan.

- Dorong pasien untuk mengakui
masalah dan mengekspresikan
perasaan

- Identifikasi sumber/orang yang
menolong


4.   Resiko tinggi terhadap cedera
Tindakan/Intervensi
Mandiri:
- Orientasikan pasien klien
terhadap lingkungan, staf, dan
orang lain yang ada di areanya.




- Anjurkan keluarga memberikan
mainan yang aman (tidak pecah),
dan pertahankan pagar tempat
tidur.
- Arahkan semua alat mainan yang
dibutuhkan klien pada tempat

10




seluruh vitreous dan visus nol,
dilakukan untuk mencegah tumor
bermetastasis lebih jauh.
- Dilakukan apabila tumor masih
intraokuler, untuk mencegah
pertumbuhan tumor akan
mempertahankan visus.



Rasional

- Faktor ini mempengaruhi persepsi
pasien terhadap ancaman diri dan
potensial siklus ansietas.

- Menurunkan ansietas sehubungan
dengan ketidaktahuan/harapan
yang akan datang dan
memberikan dasar fakta untuk
membuat pilihan informasi
tentang pengobatan.
- Memberikan kesempatan kepada
pasien menerima situasi nyata,
mengklarifikasi salah konsepsi
dan pemecahan masalah.
- Memberikan keyakinan bahwa
pasien tidak sendiri dalam
menghadapi masalah.



Rasional

- Memberi peningkatan
kenyamanan, memudahkan
adaptasi terhadap lingkungannya
dan mengetahui tempat untuk
meminta bantuan pada saat
membutuhkan.
- Menurunkan resiko memecahkan
mainan dan jatuh dari tempat
tidur

- Memfokuskan lapang pandang
dan mencegah cedera pada saat




sentral pandangan klien, dan
mudah untuk dijangkau. 
Kolaborasi:
- Pemberian analgesik, misalnya:
acetaminophen (tyenol), empirin
dengan kodein.

5.   Kurangnya pengetahuan keluarga
Tindakan/Intervensi
Mandiri:
- Beri penjelasan tentang kondisi
pasien, prognosis, dan
pengobatannya.
- Tekankan pentingnya evaluasi
perawatan rutin.

- Diskusikan dengan keluarga
tentang pentingnya
menghindari/mengurangi situasi
pencetus stress.
- Ajarkan cara mengatasi nyeri
dengan teknik relaksasi, tertawa,
musik, dan sentuhan terapeutik.

V. Implementasi




berusaha untuk menjangkau
mainan.

- Digunakan untuk mengatasi
ketidaknyamanan, meningkatkan
istirahat/mencegah gelisah.



Rasional

- Meningkatkan pemahaman dan
meningkatkan kerjasama dalam
pemberian tindakan.
- Pengawasan periodik
menurunkan resiko komplikasi
serius.
- Stress dapat menambah
ketegangan pada mata dan
memperburuk keadaannya.

- Dapat membantu mengurangi
nyeri apabila nyeri pada klien
timbul.

Dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan, menjelaskan setiap tindakan
yang akan dilakukan sesuai dengan pedoman atau prosedur teknis yang telah
ditentukan.

VI. Evaluasi
Kriteria keberhasilan:
     Berhasil
Tuliskan kriteria keberhasilannya dan tindakan dihentikan.
     Tidak berhasil
Tuliskan mana yang belum berhasil dan lanjutkan tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
1.   Doenges, Marilynn, E., et. al., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC,
Jakarta.
2.   Ganong, William, F., 1998, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17, EGC, Jakarta.
3.   Mansjoer, A., et. al. 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi III, Cetakan IV,
Media Aekulapius. FK-UI, Jakarta.



11
Previous
Next Post »

Translate