PUSKESMAS
PONED
Dalam upaya penurunan AKI dan AKB, grand strategy yang
ditetapkan Indonesia adalah Making Pregnancy Safer (MPS). Dalam MPS ditetapkan
berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mendukung penurunan AKI dan AKB. Salah
satu hal yang diupayakan adalah pengadaan Puskesmas dengan PONED (Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Dasar). Puskesmas PONED diharapkan mampu menjadi rujukan antara
sebelum Rumah sakit untuk mengatasi kegawatdaruratan yang terjadi pada ibu
hamil, melahirkan dan nifas. Sebagaimana telah diketahui bahwa salah satu
faktor penyebab kematian ibu adalah keterlambatan merujuk ke Rumah Sakit
apabila ada kegawatdaruratan. Keterlambatan ini yang berkaitan dengan kondisi
geografis.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas adalah unit pelaksana
teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana teknis,
Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama
serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Secara nasional, standar
wilayah kerja Puskesmas adalah satu Kecamatan.
Dalam kondisi tertentu, masyarakat membutuhkan pula
pelayanan rawat inap dan di beberapa wilayah juga dibutuhkan pelayanan medik
spesialistik. Puskesmas PONED merupakan pengembangan pelayanan medik
spesialistik di Puskesmas dalam rangka mendekatkan pelayanan rujukan kepada
masyarakat yang membutuhkan. Dalam hal ini adalah beberapa pelayanan
kegawatandaruratan kebidanan dan bayi baru lahir. Pengembangan tersebut dalam
pelaksanaannya harus memperhatikan berbagai persyaratan tenaga, sarana sesuai
standar yang telah ditetapkan. Selain di Puskesmas, PONED bisa diselenggarakan
di saran pemberi layanan kesehatan lainnya sepanjang itu memenuhi syarat –
syarat yang ditetapkan.
Kematian ibu dan bayi sering terjadi karena komplikasi yang
terjadi pada masa sekitar persalinan, maka intervensi ditekankan pada kegiatan
pertolongan persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan terlatih. Melalui
pertolongan yang baik dan benar, diharapkan komplikasi akibat salah penanganan
bisa dicegah, mengetahui dengan cepat komplikasi yang timbul dan dan dengan
segera memberikan pertolongan termasuk merujuk bila diperlukan. Kegiatan
difokuskan pada kegiatan peningkatan penyediaan pelayanan kesehatan ibu
berkualitas dan pemanfaatannya.
Karena kejadian komplikasi sulit
diduga sebelumnya, maka harus tersedia fasilitas dan tenaga kesehatan yang
mampu memberikan pertolongan bila terjadi komplikasi di semua tingkatan dan
dapat melayani secara purna waktu. Dan kegiatan untuk penanganan komplikasi
ditujukan pada :
a. Penyediaan sumber daya :
1. Bidan mampu PPGDON
2. Puskesmas mampu PONED
3. Rumah sakit mampu
PONEK
b. Menjamin pencegahan dan penanggulangan
infeksi.
c. Program jaminan mutu.
d. Pemenuhan alat medis dan obat-obatan yang
mendukung terlaksananya pelayanan kegawatdaruratan.
e. Penanganan bayi Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) dengan metode kanguru.
f. Persiapan dalam manghadapi kondisi gawat
darurat.
Dalam salah satu outputnya, strategi MPS menyebutkan
bahwa setiap Kabupaten/kota diharapkan mengembangkan minimal empat fasilitas
PONED yang berkualitas, terutama di Puskesmas dengan tempat tidur.
Kegiatan – kegiatan yang dilakukan dalam membentuk
puskesmas PONED dimulai dengan meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan untuk
menangani kesehatan ibu dan bayi baru lahir melalui pemberian pelatihan intensif
untuk dokter umum dan bidan. Kegiatan pelatihan diikuti dengan memantau
efektivitas program in-service training dan pendidikan berkelanjutan.
Adapun kualitas PONED dipantau melalui assesment yang
dilakukan setiap enam bulan sekali untuk melihat indikator keberhasilan
pelaksanaannya yang meliputi :
a. Peningkatan pengetahuan dan kinerja klinis.
Ini dilihat dari penilaian langsung dengan menggunakan daftar tilik dan
evaluasi kinerja dari waktu ke waktu melalui audit klinis.
b. Penghargaan positif dari masyarakat yang
dilayani. Ini dilihat dari kunjungan PONED dari waktu ke waktu.
c. Peningkatan moral pelaksana yang secara
positif memperngaruhi retensi dan motivasi.
Indikator – indikator di atas akan tercapai, salah
satunya dengan pelaksanaan kegiatan pelatihan berkelanjutan melalui in-service
training yang dilakukan di fasilitas PONED.
Agar tujuan diadakannya Puskesmas PONED ini tercapai,
diperlukan pengelola yang memiliki kemampuan manajemen dan ketrampilan memadai.
Selain pengelola PONED langsung, peran Kepala Puskesmas sebagai pengambil
keputusan tertinggi di Puskesmas sangat menentukan keberlangsungan PONED.
Kapasitas manajerial Kepala Puskesmas untuk memfasilitasi pengembangannnya
sangat vital.
Tindakan kegawatdaruratan yang dapat dilakukan pada pelaksana
PONED (sesuai buku acuan dan panduan) ini adalah :
a. Plasenta manual,
b. Kuretase pada abortus
inkomplit tanpa komplikasi dengan AVM,
c. Penanganan awal perdarahan
ante partun dan post partum,
d. Penjahitan robekan porsio,
e. Kompresi bimanual dan aorta,
f. Resusitasi pada asfiksia
neonatal,
g. Pemberian medikamentosa
melalui vena umbilikalis,
h. Ekstraksi vakum letak (stasion
0/0) rendah dengan vakum ekstraksi manual,
i. Penanganan awal pre
eklamsia/eklamsia, penanganan distosia bahu,
j. Melaksanakan rujukan ke
rumah sakit.
Pembinaan tehnis dilakukan bersama antara Dinas
Kesehatan, dokter spesialis Rumah Sakit Umum Daerah sebagai konsulen dan Pusat
Pelatihan Klinik Primer Kabupaten Banjarnegara.
Keberlangsungan Puskesmas PONED sangat bergantung pada
komitmen para pelaksananya. Adapun perkembangannya dipantau melalui assesment
yang dilakukan setiap enam bulan sekali dan difasilitasi oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten. Di luar itu, Puskesmas melakukan self assesment untuk mengevaluasi
pencapaian dan ditindaklanjuti dengan upaya peningkatan kapasitas. Penyebaran
informasi dan pengembangan ketrampilan terhadap seluruh petugas terkait menjadi
sangat penting. Tim yang dilatih harus mampu memberikan informasi dan melakukan
assesment pelaksanaan PONED di Puskesmas. Selain self assesment, juga dilakukan
peer review yang dilakukan antar tenaga kesehatan maupun antar puskesmas.
Dengan demikian, setiap personal akan berupaya meningkatkan kemampuannya. Tiap
puskesmas diharapkan akan meningkat kualitas pelayanannya.
Untuk hal tersebut di atas, peran kepala Puskesmas sangat
besar dalam menumbuhkan motivasi mengembangkan diri pada karyawan yang akhirnya
akan berimbas pada peningkatan kualitas pelayanan. Hal tersebut hanya akan
terjadi bila dalam Puskesmas tersebut ada semangat untuk belajar. Semangat dan
motivasi untuk menjadi organisasi pembelajaran (learning organization).
Di samping yang sudah disebutkan di atas, untuk menjamin
keberlangsungan program, perlu diciptakan suatu mekanisme untuk memelihara dan
memutakhirkan ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam praktek sehari
– hari. Untuk hal tersebut, perlu pemantauan efektivitas program in-service
training dan pendidikan berkelanjutan.
Selain peran Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas dan
pengelola PONED di Puskesmas memiliki andil besar dalam pelaksanaan dan
pemantauan kegiatan in-service training ini. Kepala Puskesmas harus
mampu menjadi fasilitator dalam kegiatan ini. Dengan pelaksanaan in-service
training yang efektif, pelaksanaan PONED diharapkan akan semakin
mantap dan berkelanjutan.
Sumber :
Depkes, R.I,
(2008). Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia
2001-2010. Sekretariat Jenderal.
Depkes, R.I,
(2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.
Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Depkes, R.I,
(2009). Sistem Kesehatan Nasional : Bentuk dan Cara Penyelenggaraan Pembangunan
Kesehatan. Sekretariat Jenderal.
Senge M, Peter. (1990). The Fifth Discipline. The Art
And Practice on The Learning Organization. (1st ed). USA, Bantam
Doubleday Dell Publishing Group, Inc.
ConversionConversion EmoticonEmoticon