KEPERAWATAN
JIWA II
ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MASALAH PSIKOSEKSUAL
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas
kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyusun
makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN MASALAH PSIKOSEKSUAL “ sebagai tugas Keperawatan Jiwa II program
studi S1 Keperawatan semester 6 Universitas Muhammadiyah Surabaya tahun
pelajaran 2011/2012.
Dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
berpartisipasi dan membantu dalam penyelesaian penulisan makalah ini.
Penulis
menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan penulis
bersedia menampung kritik dan saran dari para pembaca.
Penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca.
Surabaya,
Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. Ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….
1.1
Latar Belakang………………………………………………………………………
1.2
Rumusan Masalah…………………………………………………………………...
1.3
Tujuan……………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………..
2.1 Pengertian
Psikoseksual………………………………………………………………
2.2 Teori Psikoseksual
…….………………………………………………………………
2.3
Patofisiologi…………………………………………………………………………..
2.4
Manifestasi klinis…………………………………………………………………….
2.5
Komplikasi…………………………………………………………………………...
2.6
Pencegahan…… ...……………………………………………………………………
2.7
Penatalaksanaan.……………………………………………………………………..
2.8
Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………………..
2.9
Asuhan Keperawatan pada Pasien Thypoid…………………………………………
BAB III PENUTUP…………..…………………………………………………………
3.1
Kesimpulan……………………..………………………………………………………
3.2
Saran………………….………………………….……………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Psikoseksual
Seksualitas dalam arti yang luas ialah
semua aspek badaniah, psikologik dan kebudayaan yang berhubungan langsung
dengan seks dan hubungan seks manusia. Seksologi ialah ilmu yang mempelajari
segala aspek ini. Seksualitas adalah keinginan untuk berhubungan, kehangatan,
kemesraan dan cinta, termasuk di dalamnya memandang, berbicara, bergandengan
tangan. Seksualitas mengandung arti yang luas bagi manusia, karena sejak
manusia hadir ke muka bumi ini hal tersebut sudah menyertainya.
Dengan demikian, maka seks juga bio-psiko-sosial, karena itu pendidikan mengenai seks harus holistik pula. Bila dititikberatkan pada salah satu aspek saja, maka akan terjadi gangguan keseimbangan dalam hal ini pada individu atau pada masyarakat dalam jangka pendek atau jangka panjang, umpamanya hanya aspek biologi saja yang diperhatikan atau hanya aspek psikologik ataupun sosial saja yang dipertimbangkan.
Dengan demikian, maka seks juga bio-psiko-sosial, karena itu pendidikan mengenai seks harus holistik pula. Bila dititikberatkan pada salah satu aspek saja, maka akan terjadi gangguan keseimbangan dalam hal ini pada individu atau pada masyarakat dalam jangka pendek atau jangka panjang, umpamanya hanya aspek biologi saja yang diperhatikan atau hanya aspek psikologik ataupun sosial saja yang dipertimbangkan.
Kita membedakan beberapa pengertian yang
berkaitan dengan psikoseksual yang meliputi:
1. Sexual identity (identitas kelamin)
1. Sexual identity (identitas kelamin)
Identitas kelamin adalah kesadaran
individu akan kelaki-lakiannya atau kewanitaan tubuhnya. Hal ini tergantung
pada ciri-ciri seksual biologiknya, yaitu kromosom, genitalia interna dan
eksterna, komposisi hormonal, tetstis dan ovaria serta ciri-ciri sex sekunder.
Dalam perkembangan yang normal, maka pola ini bersatu padu sehingga seorang
individu sejak umur 2 atau 3 tahun sudah tidak ragu-ragu lagi tentang jenis seksnya.
2.
Gender identity (identitas jenis kelamin)
Identitas jenis kelamin atau kesadaran
akan jenis kelamin kepribadiannya merupakan hasil isyarat dan petunjuk yang tak
terhitung banyaknya dari pengalaman dengan anggota keluarga, guru, kawan, teman
sekerja, dan dari fenomena kebudayaan. Identitas jenis kelamin dibentuk oleh
ciri-ciri fisik yang diperoleh dari seks biologik yang saling berhubungan
dengan suatu sistem rangsangan yang berbelit-belit, termasuk pemberian hadiah
dan hukuman berkenaan dengan hal seks serta sebutan dan petunjuk orangtua
mengenai jenis kelamin. Faktor kebudayaan dapat mengakibatkan konflik tentang
identitas jenis kelamin dengan secara ikut-ikutan memberi cap maskulin atau
feminim pada perilaku nonseksual tertentu. Umpamanya minat seorang anak
laki-laki pada kesenian atau pakaian dicap feminin oleh orangtuanya dan mungkin
ia sendiri sudah menganggap demikian. Seorang gadis yang suka olahraga,
bersaing, dan berdiri sendiri menjadi ragu-ragu bila ia dicap maskulin.
3.
Gender role behaviour (Perilaku peranan jenis kelamin)
Perilaku peranan jenis kelamin ialah
semua yang dikatakan dan dilakukan seseorang yang menyatakan bahwa dirinya itu
seorang pria atau wanita, meskipun faktor biologik penting dalam mencapai
peranan yang sesuai dengan jenis kelaminnya, faktor utama ialah faktor belajar.
Bila suami-istri menjadi tua, maka hubungan seks memegang peranan penting dalam
mempertahankan kestabilan perkawinan. Dorongan seksual wanita meningkat antara
umur 30-40 tahun dan orgasme dapat saja dicapai sampai pada usia tua. Seorang
pria dapat melakukan aktivitas seksual sampai umur tua juga. Faktor paling
penting dalam mempertahankan seksualitas yang efektif ialah ekspresi seksual
yang aktif secara tetap.
2.2
Teori Psikoseksual
Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu
teori yang paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling
kontroversial. Freud percaya kepribadian yang berkembang melalui serangkaian
tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan-energi dari id menjadi
fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido ,
digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.
Menurut
Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal
perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi
perilaku di kemudian hari.
Jika
tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses,
hasilnya adalah kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak
diselesaikan pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi adalah fokus
yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan,
individu akan tetap “terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang
terpaku pada tahap oral mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat
mencari rangsangan oral melalui merokok, minum, atau makan.
Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud :
1. Fase Oral
Pada
tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga
perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting
untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan
memuaskan seperti mencicipi dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung
pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga
mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.
Konflik
utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang
bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud
percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi.
fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum, merokok makan, atau
menggigit kuku.
2. Fase Anal
Pada
tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada
pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini
adalah pelatihan toilet – anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan
tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
Menurut
Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada
cara di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan
pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong
hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya
bahwa pengalaman positif selama tahap ini menjabat sebagai dasar orang untuk
menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.
Namun,
tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak perlukan
selama tahap ini. Beberapa orang tua ‘bukan menghukum, mengejek atau malu
seorang anak untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon orangtua tidak sesuai
dapat mengakibatkan hasil negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang
terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa-yg mengusir kepribadian dubur dapat
berkembang di mana individu memiliki, boros atau merusak kepribadian
berantakan. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu
dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat-analberkembang di mana individu
tersebut ketat, tertib, kaku dan obsesif.
3. Fase Phalic
Pada
tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak
juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak
laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu.
Kompleks Oedipus menggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan
untuk menggantikan ayah. Namun, anak juga khawatir bahwa ia akan dihukum oleh
ayah untuk perasaan ini, takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
Istilah
Electra kompleks telah digunakan untuk menggambarkan satu set sama perasaan yang
dialami oleh gadis-gadis muda. Freud, bagaimanapun, percaya bahwa gadis-gadis
bukan iri pengalaman penis.
Akhirnya,
anak menyadari mulai mengidentifikasi dengan induk yang sama-seks sebagai alat
vicariously memiliki orang tua lainnya. Untuk anak perempuan, Namun, Freud
percaya bahwa penis iri tidak pernah sepenuhnya terselesaikan dan bahwa semua
wanita tetap agak terpaku pada tahap ini. Psikolog seperti Karen Horney
sengketa teori ini, menyebutnya baik tidak akurat dan merendahkan perempuan.
Sebaliknya, Horney mengusulkan bahwa laki-laki mengalami perasaan rendah diri
karena mereka tidak bisa melahirkan anak-anak.
4. Fase Latent
Periode
laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan
ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini
sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan
kepercayaan diri.
Freud
menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak
ada organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak
perhatian untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan
dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai suatu periode
terpisah.
5. Fase Genital
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan
minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus
hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh
selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu
sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.
2.3 Seksualitas Normal dan
Penyesuaian Seks Sehat
Normal dalam hal ini diartikan sehat atau tidak patologik dalam hal
fungsi keseluruhan. Perilaku seksual yang normal ialah yang dapat menyesuaikan
diri, bukan saja dengan tuntutan masyarakat, tetapi juga dengan kebutuhan
individu mengenai kebahagiaan dan pertumbuhan, yaitu perwujudan diri sendiri
atau peningkatan kemampuan individu untuk mengembangkan kepribadiannya menjadi
lebih baik.
Penyesuaian diri seksual yang sehat ialah kemampuan memperoleh
penagalaman seksual tanpa rasa takut dan salah, jatuh cinta pada waktu yang
cocok dan menikah dengan partner yang dipilihnya serta mempertahankan rasa
cinta kasih dan daya tarik seksual terhadap partner-nya. Partnernya itu tidak
mempunyai gangguan atau kesukaran yang serius yang dapat mengganggu, merusak
atau meniadakan suatu hubungan bahagia.
1.
Rentang Respon
Para
pakar yang mendalami masalah seksual tidak setuju dengan tipe perilaku seksual
yang disebut ”normal”. Ekspresi seksual merupakan rentang adaptif dan
maladaptif.
- Respon Adaptif
- Respon Adaptif
-
Respon Maladaptif
-
Perilaku seksual yang memuaskan dengan
menghargai pihak lain
-
Gangguan perilaku seksual karena kecemasan
yang disebabkan oleh penilaian pribadi atau masyarakat
-
Disfungsi penampilan seksual
-
Perilaku seksual yang berbahaya, tidak dilakukan
di tempat tertutup atau tidak dilakukan antara orang dewasa
2.
Rentang Perilaku Seksual
Respon
seksual yang paling adaptif terlihat dari perilaku yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1) Terjadinya antara dua orang dewasa.
1) Terjadinya antara dua orang dewasa.
2)
Memberikan kepuasan timbal balik bagi pihak yang terlibat.
3)
Tidak membahayakan kedua belah pihak baik secara psikologis maupun fisik
4)
Tidak ada paksaan.
5)
Tidak dilakukan di tempat umum.
Respon
perilaku seksual maladaptif meliputi perilaku yang tidak memenuhi satu atau
lebih kriteria yang diuraikan terdahulu.
2.4 Tingkatan Respon
Faaliyah Seksual
Pada
pria dan wanita normal terdapat tingkat-tingkat perangsangan seksual dengan
masing-masing tingkat disertai perubahan-perubahan faaliah yang khas.
1)
Tingkat 1 (perangsangan)
Ditimbulkan
oleh rangsangan psikologik (fantasi, kehadiran objek cinta) atau rangsangan
faaliah (usapan, kecupan) atau gabungan keduanya. Terjadilah ereksi pada pria
dan lubrikasi (pelumasan lendir) vaginal, keduanya dalam waktu 10 detik sejak
rangsangan efektif dimulai. Puting susu menjadi tegang, seperti pada wanita.
Klitoris menjadi keras dan bengkak serta labia mayora dan minora menjadi tebal.
Fase perangsangan dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam.
2)
Tingkat 2 (dataran)
Bila
rangsangan berlangsung terus, testis menjadi lebih besar 50% dan terangkat,
seperti bagian bawah vagina mengecil (dikenal sebagai ”panggung orgasmik”,
”orgasmic platform”. Klitoris terangkat dan masuk ke belakang sismfisis pubis
sehingga tidak mudah dicapai. Buah dada wanita bertambah besar 25%. Timbul
gerakan-gerakan volunter kelompok-kelompok otot besar. Fase dataran berlangsung
30 detik sampai beberapa menit.
3)
Tingkat 3 (orgasme)
Pada
pria orgasme timbul sebagai ”reflek bersin” yang tidak dapat ditahan dan
diikuti dengan penyemprotan sperma. Terjadi 4-5 kali spasme ritmik pada
prostat, vesika, seminalis, vas deferens, dan uretra dalam interval 0,8 detik.
Pada wanita terjadi 3-12 kali kontraksi ”panggung orgasmik” dan uterus
berkontraksi secara tetanik yang terjadi dari fundus ke servix dengan interval
0,8 detik.
Pada
kedua seks timbul kontraksi involunter pada sfinkter ani interna dan eksterna.
Terdapat juga gerakan-gerakan volunter dan involunter pada kelompok otot besar,
termasuk otot muka (grimas) dan spasme karpopedal. Tekanan darah naik dengan
20-40 mm (sistolik dan diastolik) dan denyutan jantung meningkat sampai 120-160
per menit. Orgasme berlangsung 3-15 detik dengan kesadaran yang sedikit
berkabut.
Kemampuan orgasme pada pria paling tinggi pada kira-kira umur 18 tahun (6-8 kali orgasme dalam waktu 24 jam) dan pada wanita sekitar umur 35 tahun terutama sesudah melahirkan anak (mungkin karena berkurangnya hambatan psikologik). Pada pria sesudah berumur 30 tahun sering kemampuan orgasme menjadi satu kali dalam 24 jam.
Orgasme merupakan betul-betul suatu pengalaman psikofisiologik dengan perasaan subjektif mengenai suatu puncak reaksi fisik terhadap rangsangan seksual dan dengan suatu masa singkat pembebasan fisik dari pembendungan pembuluh darah dan ketegangan otot yang tertimbun sewaktu fase.
Kemampuan orgasme pada pria paling tinggi pada kira-kira umur 18 tahun (6-8 kali orgasme dalam waktu 24 jam) dan pada wanita sekitar umur 35 tahun terutama sesudah melahirkan anak (mungkin karena berkurangnya hambatan psikologik). Pada pria sesudah berumur 30 tahun sering kemampuan orgasme menjadi satu kali dalam 24 jam.
Orgasme merupakan betul-betul suatu pengalaman psikofisiologik dengan perasaan subjektif mengenai suatu puncak reaksi fisik terhadap rangsangan seksual dan dengan suatu masa singkat pembebasan fisik dari pembendungan pembuluh darah dan ketegangan otot yang tertimbun sewaktu fase.
Orgasme
pada wanita sama saja, tidak ada hubungan dengan cara dan daerah rangsangan.
Ternyata orgasme vaginal tidak berbeda dari orgasme klitoris. Secara anatomik
dan fisiologik hanya terdapat satu macam orgasme, yaitu, kontraksi ritmik pada
sepertiga bagian bawah vagina.
Kekuatan
nafsu seksual Sangat bervariasi menurut umur, jenis kelamin, dan keadaan
individu, pada pria dewasa yang normal biasanya dua atau tiga kali seminggu,
wanita mempunyai potensi orgasme yang lebih besar.
4)
Tingkat 4 (resolusi)
Dalam
fase penyelesaian atau resolusi (resolution) terjadi pengaliran darah ke luar
dari genitalia sehingga badan kembali ke dalam keadaan istirahat. Jika terjadi
orgasme, maka resolusi cepat, jika tidak, maka resolusi berlangsung 2-4 jam
dengan rasa nyeri pada genitalia dan iritabilitas.
Resolusi
yang berhasil pada kedua sex ditandai dengan perasaan sejahtera, senang dan
lega serta reaksi pengeluaran keringat di seluruh badan.
Periode
refrakter: sesudah orgasme, pria mengalami periode refrakter selama beberapa
menit sampai berjam-jam lamanya. Selama masa ini ia tidak dapat dirangsang
untuk orgasme lagi. Periode refrakter bertambah panjang dengan bertambahnya
usia.
Pada wanita tidak terdapat periode refrakter, sehingga wanita mampu mencapai orgasme ganda berturut-turut. Beberapa wanita mencapai 20 sampai 30 orgasme bila rangsangan berlangsung terus.
Pada wanita tidak terdapat periode refrakter, sehingga wanita mampu mencapai orgasme ganda berturut-turut. Beberapa wanita mencapai 20 sampai 30 orgasme bila rangsangan berlangsung terus.
2.5
Organ Seksualitas
·
Organ
seksual pria
Organ seksual pria (samping)
Organ seksual pria (depan)
Organ seksual pria bagian luar :
Ø Testis
Testis
ini memiliki 2 fungsi, sebagai tempat menghasilkan spermatozoa dan mengeluarkan
androgen. Masing-masing testis terletak dalam kantong pelir atau buah zakar.
Ø Penis
Ukuran
dan bentuknya setiap orang bervariasi. Ukuran ini tidak bisa diterka
berdasarkan pengalaman seksuil, masturbasi, dan postur tubuh seseorang.
Rata-rata ukuran orang dewasa Indonesia dalam keadaan ereksi adalah 13-18 cm
dengan diameter 4 cm, sedangkan selama istirahat panjangnya 5 – 10 cm dengan
diameter 2-3 cm. fungsinya sebagai tempat keluarnya sperma.
Organ
seksual pria bagian dalam :
Ø
·
Organ
seksual wanita
Organ seksual wanita Organ seksual dalam wanita
Organ
seksual wanita bagian luar :
Ø
Mons Veneris
Ø
Labia mayora
Ø
Labia minora
Ø
Klitoris
Ø
Vestibulum
Organ
seksual wanita bagian dalam :
Ø
Vagina
Ø
Uterus
Ø
Tuba falopii
Ø
Ovarium
2.6 Dorongan Seksual dan Transmutasi
Seksual
2.7 Disfungsi Seksual
Disfungsi seksual merupakan kondisi di mana
fungsi seksual dalam tubuh seseorang sudah mulai melemah. Kondisi itu dapat
terjadi ketika kita masih muda, maupun pada usia lanjut karena kondisi fisik
dan mental yang semakin berkurang.
Kondisi disfungsi seksual dapat terjadi pada pria maupun wanita.
Pada pria dapat berupa hiposeksualitas (hasrat seks yang berkurang), impotensia
(kemampuan ereksi berkurang atau tidak mampu sama sekali), ejakulasi dini, dan
anorgosmia (tidak dapat orgasme). Sedangkan pada wanita, disfungsi seksual
dapat berupa hiposeksualitas (hasrat seks berkurang), frigiditas (dingin
terhadap seks atau tidak bergairah sama sekali), fobio seksualis (takut dan
muak pada hubungan seksual), vaginismus, disparuenia (nyeri saat berhubungan),
dan anorgasmia (tidak dapat organsme).
Disfungsi seksual disebabkan oleh berbagai gangguan dan penyakit,
baik fisik maupun mental. Penyakit fisik yang menyebabkan disfungsi seksual
adalah diabetes mellitus (kencing manis), anemia, kurang gizi, penyakit
kelamin, penyakit otak dan sumsum tulang, akibat operasi prostat pada pria,
tumor atau kanker rahim pada wanita, menurunnya hormon (pada pria maupun
wanita), akibat pembedahan indung telur, penggunaan narkoba, obat penenang,
alkohol, dan rokok. Sedangkan penyakit mental yang menyebabkan disfungsi
seksual adalah psikosis, schizoprenia, neurosis cemas, histerik,
obsesif-kompulsif, depresif, fobia, gangguan kepribadian atau psiko-seksual,
serta retardasi mental dan gangguan intelegensia.
Ada
beberapa ciri-ciri umum orang dikatakan menderita disfungsi seksual, antara
lain:
1.
Takut
akan kegagalan
Dimana
masalah terjadi ketika adanya ketakutan yang terkait dengan kegagalan untuk
mencapai atau mempertahankan ereksi atau kegagalan mencapai orgasme.
2.
Asumsi
peran sebagai penonton dan bukan sebagai pelaku
Memonitor dan mengevaluasi reaksi tubuh saat
melakukan hubungan seks.
- Kurangnya harga diri
- Efek emosional
Rasa
bersalah, rasa malu, frustasi, depresi, kecemasan.
- Perilaku menghindar
Menghindari
kontak seksual karena takut gagal menunjukkan performa yang adekuat, membuat
berbagai macam alasan kepada pasangan.
Ada
beberapa cara yang bisa ditempuh untuk mengatasi disfungsi seksual :
Ø
Terapi obat, yaitu mengkonsumsi
obat-obatan yang bisa menangani disfunsi seksual.
Ø
Cara lain adalah dengan
pendekatan psikologis, yaitu dengan psikoterapi. salah satunya adalah terapi
kognitif-behavioral (CBT). Dalam hal ini terapi seks menjadi pilihan. Tujuan
terapi ini adalah untuk membantu klien individu atau pasangan untuk
mengembangkan hubungan seksual yang lebih memuaskan dan mengurangi kecemasan
akan performa yang kurang maksimal.
2.8
Deviasi Seksual dan Seksual Abnormal
Macam-Macam
/ Jenis-Jenis Penyimpangan Seksual :
1.
Homoseksual / Homo / Homoseks
Homosexual
adalah kelaianan di mana seseorang menyukai ornag lain sesama jenis. Pada
laki-laki disebut gay dan pada wanita disebut lesbian / lesbi.
2.
Sadomasokisme dan Masokisme
Sadomasokisme
adalah penyimpangan seksual yang mendapat kenikmatan seks setelah menyakiti
pasangan seksnya. Sedangkan Masokisme adalah kelianan seks yang menikmati seks
jika terlebih dahulu disiksa oleh pasangannya.
3.
Ekshibisionisme / Ekshibisionis
Adalah
penyimpangan seks yang senang memperlihatkan alat vital / alat kelamin kepada
orang lain. Penderita penyimpangan seksual ini akan suka dan terangsang jika
orang lain takjub, terkejut, takut, jijik, dan lain sebagainya.
4.
Fetishisme / Fetishi
Fetishisme
adalah suatu perilaku seks meyimpang yang suka menyalurkan kepuasan seksnya
dengan cara onani / masturbasi dengan benda-benda mati seperti gaun, bando,
selendang sutra, bh, sempak, kancut, kaus kaki, dsb.
5.
Voyeurisme / Voyeur
Pelaku
penyimpangan seks ini mendapatkan kepuasan seksual dengan melihat atau
mengintip orang lain yang sedang melakukan hubungan suami isteri
(Scoptophilia), sedang telanjang, sedang mandi, dan sebagainya.
6.
Pedophilia / Pedophil / Pedofilia / Pedofil
Adalah
orang dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks / kontak fisik yang
merangsang dengan anak di bawah umur.
7.
Bestially
Bestially
adalah manusia yang suka melakukan hubungan seks dengan binatang seperti
kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain sebagainya.
8.
Incest
Adalah
hubungan seks dengan sesama anggota keluarga sendiri non suami istri seperti
antara ayah dan anak perempuan dan ibu dengna anak cowok.
9.
Necrophilia / Necrofil
Adalah
orang yang suka melakukan hubungan seks denganorang yang sudah menjadi mayat /
orang mati.
10.
Zoophilia
Zoofilia
adalah orang yang senang dan terangsang melihat hewan melakukan hubungan seks
dengan hewan.
11.
Sodomi
Sodomi
adalah pria yang suka berhubungan seks melalui dubur pasangan seks baik
pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan.
12.
Frotteurisme / Frotteuris
Yaitu
suatu bentuk kelainan sexual di mana seseorang laki-laki mendapatkan kepuasan
seks dengan jalan menggesek-gesek / menggosok-gosok alat kelaminnya ke tubuh
perempuan di tempat publik / umum seperti di kereta, pesawat, bis, dll.
Untuk
mengobati bentuk penyimpangan aktivitas seks diperlukan suatu bimbingan
konseling yang baik, dukungan orang-orang terdekat serta peran serta masyarakat
untuk memberantas segala bentuk penyimpangan seks yang tidak normal.
2.9 Faktor Predisposisi
Penyimpangan Seksual
2.10 Asuhan Keperawatan
dengan Masalah Psikoseksual
Contoh
kasus :
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
3.2
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
ConversionConversion EmoticonEmoticon