Upaya penurunan
tingkat stress pada pasien penyakit kronis diabetes mellitus type I melalui
pendekatan teori Calista Roy
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang
juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah
golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam
darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana
organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Jumlah penderita diabetes mellitus di dunia dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan, hal ini berkaitan dengan jumlah populasi yang meingkat, life
expectancy bertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola
hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang. Diabetes
mellitus perlu diamati karena sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah
penderita semakin meningkat dan banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Stress
adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan
kondisi seseorang (Handoko, 1997:200). Stress yang terlalu besar dapat
mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Stress dewasa ini digunakan secara
bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan
yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku dan subjektif terhadap
stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang
membuat stress; semua sebagai suatu system. Terkadang penyakit diabetes ini
memicu ketegangan tingkat stress seorang individu sehingga untuk beradaptasi
pun individu memerlukan motivasi untuk memahami. Bila seseorang setelah
mengalami stress mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga
yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik,
maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita
didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai
keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai konotasi negatif,
cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres. Tingkat
stress pada seorang individu harus segera di atasi sebelum mencapai tingkat
yang lebih serius.
Adaptasi sangatlah
penting untuk mengatasi tingkat stress individu tersebut. Adaptasi yang adaptif
kemungkinan besar mampu meminimalis tingkat stress individu yang terdiagnosa diabetes
mellitus. Stress bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa
stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungan kerja,
beroperasi sangat berbeda dari stress hambatan, atau stress yang menghalangi
dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres
hambatan baru tahap permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan
memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stres
hambatan.
Menurut survei yang dilakukan oleh
organisasi kesehatan dunia (WHO), jumlah penderita Diabetes mellitus di
Indonesia pada tahun 2000 terdapat 8,4 juta orang, jumlah tersebut menempati
urutan ke-4 terbesar di dunia, sedangkan urutan di atasnya adalah India (31,7
juta), Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat (17,7 juta). Diperkirakan jumlah
penderita Diabetes mellitus akan meningkat pada tahun 2030 yaitu India (79,4
juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta).
Jumlah penderita Diabetes mellitus tahun 2000 di dunia termasuk Indonesia
tercatat 175,4 juta orang, dan diperkirakan tahun 2010 menjadi 279,3 juta
orang, tahun 2020 menjadi 300 juta orang dan tahun 2030 menjadi 366 juta orang
6,7. Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan prevalensi
Diabetes millitus sebesar 1,5 – 2,3 % pada penduduk yang usia lebih 15 tahun,
bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar
7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan negara maju,
sehingga Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003 penduduk Indonesia
yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, maka pada tahun 2003
diperkirakan terdapat penderita DM di daerah urban sejumlah 8,2 juta dan di
daerah rural sejumlah 5,5 juta. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan
penduduk diperkirakan pada tahun 2030 akan terdapat 194 juta penduduk yang
berusia di atas 20 tahun maka diperkirakan terdapat penderita sejumlah 12 juta
di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.
Model adaptasi Roy menguraikan bahwa
bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara mempertahankan
perilaku secara adaptif karena menurut Roy, manusia adalah makhluk holistic
yang memiliki sistem adaptif yang selalu beradaptasi. Roy dalam teorinya
menjelaskan empat macam elemen esensial dalam adaptasi keperawatan, yaitu :
manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan. Dalam model adaptasi
keperawatan, konsep sehat dihubungkan dengan konsep adaptasi. Adaptasi yang
bebas energi dari koping yang inefektif dan mengizinkan manusia berespon
terhadap stimulus yang lain. Pembebasan energi ini dapat meningkatkan
penyembuhan dan mempertinggi kesehatan. Hal ini adalah pembebasan energi yang
menghubungkan konsep adaptasi dan kesehatan. Adaptasi dipertimbangkan baik
proses koping terhadap stressor dan produk akhir dari koping. Proses adaptasi
termasuk fungsi holistic untuk mempengaruhi kesehatan secara positif dan itu
meningkatkan integritas. Proses adaptasi termasuk semua interaksi manusia dan
lingkungan terdiri dari dua proses. Dengan melakukan pendekatan menggunakan
teori roy maka tingkat adaptasi individu dapat lebih baik.
1.2
Rumusan
masalah
Berdasarkan data yang ada maka rumusan
masalah yang didapat yaitu “Cara menurunkan tingkat stress pada pasien diabetes
mellitus type I melalui pendekatan teori Calista Roy”.
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Menurunkan tingkat stress pada pasien
diabetes mellitus tipe I melalui pendekatan teori Calista Roy.
1.3.2
Tujuan Khusus
-
Untuk menilai tingkat
stress pada pasien perlakuan.
-
Untuk menilai tingkat
stress pada pasien kontrol.
-
Membandingkan antara
tingkat pada pasien perlakuan dan pasien kontrol.
1.4
Manfaat
Manfaat yang diharapkan
dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Institusi Kesehatan (Dinas Kesehatan , Rumah Sakit)
Memberikan informasi tentang stress pada
penderita Diabetes mellitus sehingga rumah sakit/dinas kesehatan dapat
melaksanakan tindakan yang tepat.
2. Peneliti
Bahan masukan untuk peneliti-peneliti
berikutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini
menjelaskan tentang konsep dari : 1. Konsep stress
Konsep
Stres
Pengertian Stress
Stres merupakan stimulus yang dapat
merubah suatu pertumbuhan, dalam hal ini stress bersifat positif namun apabila
terlalu banyak stres dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup seperti
penyakit fisik dan mekanisme koiping terhadap masalah berkurang ( Hidayat, 2006
).
Stress adalah segala situasi dimana
tuntunan non spesifik yang mengharuskan seseorang individu untuk berespon atau
melakukan tindakan, respon atau tindakan ini termasuk respon fisiologi atau
psikologi (Perry and Porter, 2005). Secara umum, yang dimaksud “Stres adalah
reaksi tubuh tehadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan
emosi, dan lain-lain”. Stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian
diri, dan karena itu, sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita (Maramis,
1999).
Stressor adalah suatu variabel yang
dapat diidentifikasikan sebagai penyebab timbulnya stress yang datangnya
stressor dapat tiba-tiba atau dapat pula bersamaan. Persepsi atau pengalaman
individu terhadap perubahan besar menimbulkan stress, stimulus yang mengawali
atau mencetuskan inilah yang disebut stressor. Stressor menunjukkan suatu
keadaan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa saja kebutuhan
fisiologis, psikoligis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual atau
kebutuhan kultural (Perry & Porter, 2005).
Berdasarkan berbagai definisi diatas,
dapat diambil kesimpulan bahwa stres adalah dapat disebabkan oleh tuntutan
internal maupun eksternal (stimulus) yang dapat membahayakan, tidak terkendali
atau melebihi kemampuan individu sehingga individu akan bereaksi baik secara
fisiologi maupun psikologis (respon) dan melakukan penyesuaian diri terhadap
situasi (proses).
Sumber Stresor
Setiap waktu kita dihadapkan dengan
perubahan, apakah kejadian tersebut kita inginkan atau tidak, homeostatis akan
terganggu dan kita akan menderita stres selama adaptasi terhadap kejadian
tersebut, disebut adaptasi.
Stresor merupakan faktor pendukung yang
dapat menimbulkan stres, dapat berasal dari sumber internal (yaitu diri
sendiri) maupun eksternal ( yaitu, keluarga, masyarakat, dan lingkungan ).
1.
Internal. Faktor
stres bersumber dari diri sendiri, stresor individual dapat timbul dari
tuntunan pekerjaan atau beban yang terlalu berat, motivasi dan harapan, tipe
kepribadian.
2.
Eksternal. Faktor
eksternal stres dapat bersumber dari keluarga, kondisi lingkungan, fasilitas,
kondisi keuangan, Terjadinya stres karena stresor tersebut dirasakan dan
dipersiapkan oleh individu sebagai suatu faktor pendorong cara menyikapi suatu
ancaman yang menimbulkan kecemasan yang merupakan tanda awal dari gangguan
kesehatan fisik dan psikologis,
Seperti
:
- Stressor Biologik
Dapat
berubah mikroba, bakteri, virus, dan jasad renik lainnya, hewan, dapat
mempengaruhi kesehatan lainnya : tumbuhnya jerawat (acne), demam, gigitan
binatang dan lain-lain, yang dipersiapkan dapat mengancam individu.
- Stressor Fisik
Dapat
berupa perubahan iklim, alam, suhu, cuaca, geografis, yang meliputi letak tempat
tinggal, domisili, demografi, berupa jumlah anggota dalam keluarga, nutrisi,
radiasi, kepadatan penduduk, imigrasi, kebisingan.
- Stressor Kimia
Berasal
dari dalam tubuh dapat berubah serum dan glukosa sedangkan dari luar dapat
berupa obat, pengobatan, pemakaian, alkohol, nikotin, cafein, polusi udara, gas
beracun, insektisida, pencemaran lingkungan, bahan-bahan kosmestika,
bahan-bahan pengawet, pewarna.
- Stressor sosial psikologi
Merupakan
labeling (penanaman) dan prasangka, ketidakpuasan terhadap diri sendiri,
kekejaman (aniaya, perkosaan) konflik peran, percaya diri yang rendah,
perubahan ekonomi, emosi yang negativ, dan konsentrasi menurun.
- Stressor spiritual
Yaitu
persepsi negatif kepada nilai-nilai ketuhanan. Tidak hanya stresor negatif yang
menyebabkan stresor tetapi stresor positif pun dapat menyebabkan stres misalnya
: kenaikan pangkat, menikah, promosi jabatan, hasil prestasi, menghadapi ujian,
semua perubahan yang terjadi sepanjang daur kehidupannya.
Contoh stressor yang di uraikan oleh
Esperanza (1997) Fundamental of nursing practice a nursing poscess approace
dalam (Rasmun, 2004).
1) Perubahan
patologi dari penyakit atau suatu injuri
2) Trauma
3) Tidak
adekuatnya makanan, kehangatan dan pencegahan
4) Tidak
terpenuhinnya kebutuhan dan pencegahan
5) Program
terapi (diet, terapi fisik, psikoterapi)
6) Ketidak
harmonisan hubungan keluarga
7) Peristiwa
yang menyebabkan stres
8) Konflik
sosial dan budaya
9) Bencana
alam
10) Kegiatan
sehari-hari dan lingkungan
Sesungguhnya tidak ada stressor dalam
kehidupan dapat membahayakan kehidupan, karena menimbulkan kebosanan, dan tidak
adanya tuntutan dan seperti ada yang kurang dalam pertumbuhan kepribadian.
Tanda – Gejala Stress
Proses terjadinya stres merupakan hal
yang kompleks dan melibatkan hubungan antara perasaan dan tubuh manusia dapat
dilihat dari beberapa segi sebagai berikut :
1. Dari
segi fisik
Apabila
seseorang yang mengalami stres secara fisik dapat dilihat dari gejala seperti
merasa cepat lelah, sering berkeringat, sering flu, rasa nyeri pada anggota
tubuh seperti nyeri kepala, ketegangan pada bahu dan otot kaku, nyeri dada,
nafas pendek, perubahan ritme nafas, gangguan lambung, dan pencernaan,
mengalami diare, dan gangguan pola tidur.
2. Segi emosi
Apabila
seseorang mengalami stress secara emosional dapat dilihat dari ekspresi wajah
seseorang tampak gelisah, sering merasa cemas, sedih, depresi, mudah, menangis,
gugup, mara-marah tidak jelas, mudah tersinggung, cepat naik darah, tidak mampu
berbicara.
3. Segi
mental
Apabila
seseorang mengalami secara stres dalam segi mental dapat dilihat dari gejala
seperti orang tersebut mudah lupa, berpikiran negativ, berbicara dengan
pikirannya sendiri, konsentrasi menurun, sulit mengambil keputusan.
4. Segi
Perilaku Individu
Apabila
seseorang mengalami stres dari segi perilaku dapat dilihat dari gejala seperti
orang tidak memiliki hubungan dekat dengan orang lain, tidak tegas, harga diri
rendah, tidak mau memaafkan, tidak berani mengambil keputusan, menghindari dari
tantangan dalam kehidupan dan perubahan dalam hidup, mengalami kejenuhan dan
kebosanan, tidak percaya diri, tidak punya keinginan untuk maju, ketakutan akan
kritikan atau kegagalan.
5. Perilaku
pekerja
Apabila
seseorang mengalami stres dilihat dari segi perilaku kerjanya gejala dapat
dilihat dari seseorang tidak memiliki pengaturan waktu yang baik, tidak mampu
bekerja sama dengan orang lain, menjadi orang yang sifatnya kaku, menghindari
tanggung jawab, menghabiskan waktu yang sia-sia, tidak menghormati orang lain.
Tahapan Stress
Gejala stres pada seseorang sering tidak
disadari karena perjalanan awal stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan
jika gejala sudah lanjut mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari baik dirumah,
lingkungan kerja maupun dilingkungan sosial. Dr. J. Van Ambreg 1979 ( dalam
Dadang Hawari, 2001 ) membagi tahapan stress sebagai berikut :
1.
Tahap
Pertama
Tahap ini merupakan tahap stres yang
paling ringan dan biasanya ditandai dengan munculnya semangat yang berlebihan,
penglihatan lebih tajam dari biasanya, dan merasa mampu menyelesaikan masalah
pekerjaan lebih dari biasanya (namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan
dan timbulnya rasa gugup yang berlebihan).
2.
Tahap
Kedua
Pada tahap ini, dampak stres yang semula
menyenangkan mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan karena habisnya
cadangan energi. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan antara lain merasa
lebih letih sewaktu bangun pagi dalam kondisi normal, badan yang (seharusnya
berasa segar), mudah lelah sesudah makan siang, cepat lelah menjelang sore,
mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, jantung berdebar-debar, otot punggung
dan tengkuk terasa tegang dan tidak bisa santai.
3.
Tahap
Ketiga
Jika tahap stres sebelumnya tidak
ditanggapi dengan memadai, maka keluhan akan semakin nyata, seperti gangguan
lambung dan usus (gastritis atau Magg, diare), ketegangan otot semakin terasa,
perasaan tidak tenang, gangguan pada pola tidur (sulit untuk memulai tidur,
terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur, atau bangun terlalu pagi dan
tidak dapat tidur kembali), tubuh terasa lemah dan tidak bertenaga.
4.
Tahap
Keempat
Orang yang mengalami tahap-tahap stres
diatas ketika memeriksakan kedokteran sering kali dinyatakan tidak karena tidak
ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Namun pada kondisi
berkelanjutan, akan muncul gejala seperti ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
rutin karena perasaan bosan, kehilangan semangat, terlalu lelah karena gangguan
pola tidur, kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun, serta perasaan takut
dan cemas yang tidak jelas penyebabnya.
5.
Tahap
Kelima
Tahap ini ditandai dengan kelelahan fisik
yang sangat, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan ringan dan sederhana, gangguan
pada sistem pencernaan semakin berat, serta semakin meningkatnya rasa takut dan
cemas.
6.
Tahap
Keenam
Tahap ini merupakan tahap puncak,
biasanya ditandai dengan rasa panik dan takut mati yang menyebabkan jantung
berdetak semakin cepat, kesulitan untuk bernafas, tubuh gemetar dan
berkeringat, dan adanya kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.
Model Stress
Akar dan dampak stres dapat dipelajari
dari sisi medis dan model teori perilaku. Model stres dapat digunakan untuk
membantu pasien mengatasi respons yang
tidak sehat dan perilaku produktif terhadap stressor. Ada berbagai bentuk model
stres antara lain :
1. Model Stres Berdasarkan Respons
Model
stres ini menjelaskan respons atau pola respons tertentu yang dapat
mengidentifikasikan streso. Model stres yang dikemukakan oleh Selye, 1976
(dalam Potter dan Perry, 1997) menguraikan stres sebagai respons yang tidak
spesifik dari tubuh terhadap tuntutan yang dihadapinya. Stres ditunjukkan oleh
reaksi fisiologis tertentu yang disebut (general adaption Syndrom-GAS).
2. Model Stres Berdasarkan Adaptasi
Model
ini menyebutkan empat faktor yang menentukan apakah suatu situasi menimbulkan
stres atau tidak (Mechanic, 1962), yaitu :
- Kemampuan untuk mengatasi stres, bergantung pada pengalaman seseorang dalam menghadapi stres serupa, sistem pendukung, dan persepsi keseluruhan terhadap stres.
- Praktik dan Norma dari kelompok atau rekan-rekan pasien yang mengalami stres. Jika kelompoknya menganggap wajar untuk membicarakan stressor maka pasien akan mengeluh atau mendiskusikan hal tersebut. Respon ini dapat membantu proses adaptasi terhadap stres.
- Pengaruh lingkungan sosial dalam membantu seseorang menghadapi ujian akhirnya yang pertama dapat mencari pertolongan dari dosennya. Dosen dapat memberikan penilaian dan selanjutnya memberikan referensi kepada asisten dosen tertentu yang menurutnya mampu membantu kegiatan belajar belajar mahasiswa tersebut. Dosen dan asisten dosen dalam contoh ini merupakan sumber penurun tingginya stressor yang dialami mahasiswa tersebut.
- Sumber daya yang dapat digunakan mengatasi stressor. Misalnya seorang penderita sakit yang kurang mampu dalam hal keuangan dapat memperoleh bantuan tunjangan akses perusahaan tempatnya bekerja untuk kemudian berobat di rumah sakit yang memadai. Hal ini mempengaruhi cara pasien untuk mendapatkan akses ke sumber daya yang dapat membantunya mengatasi stressor fisiologis.
3. Model
Stres Berdasarkan Stimulus
Model
ini pada karakteristik yang bersifat mengganggu atau merusak dalam lingkungan.
Riset klasik yang mengungkapkan stress sebagai stimulus telah menghasilkan
skala penyesuaian ulang social, yang mengukur dampak dan peristiwa-peristiwa
besar dalam kehidupan seseorang terhadap penyakit yang dideritanya (Holmes dan
Rahe, 1976).
4. Model Stres Berdasarkan Transaksi
Model
ini memandang orang dan lingkungannya dalam hubungan yang
dinamis, resiprokal, dan interaktif.
Model yang mengembangkan oleh Lazarus dan Flokman ini menganggap stressor sebagai
respons perseptual seseorang yang berakardari proses psikologis dan kognitif.
Stres berasal dari hubungan antara orang dan lingkungannya.
Faktor Presdiposisi
Stres
Respons terhadap stressor yang diberikan
pada individu akan berbeda, hal tersebut tergantung dari faktor stressor dan
kemampuan koping yang dimiliki individu. Faktor presdiposisi ini sangat
berperan dalam menentukan apakah respon adaptif atau malaptif. Faktor
presdiposisi menurut (Murphy & Moriaty, 1976 dalam Rasmun 2004)
Antara
lain :
1. Pengaruh
Genetik
Pengaruh
genetik adalah keadaan kehidupan seseorang yang diperoleh dari keturunannya.
Contoh, riwayat kondisi psikologis dan fisik keluarga (kekuatan dan
kelemahannya). Serta temperamen, karakteristik tingkah laku pada saat lahir dan
masa pertumbuhan.
2. Pengaruh
Masa Lalu
Pengaruh
masa lalu seperti, kejadian-kejadian yang menghasilkan suatu pola pembelajaran
yang dapat mempengaruhi respons penyesuaian individu, termasuk pengalaman
sebelumnya terhadap tekanan stress tersebut atau tekanan lainnya, mempelajari
respons penanggulangan dan tingkat penyesuaian pada tekanan stress sebelumnya.
3. Pengaruh
Saat Ini
Kondisi
saat ini yang meliputi faktor kerentanan yang mempengaruhi kesiapan fisik,
psikologis, dan sumber-sumber social individu untuk menghadapi tuntunan
menyesuaikan diri, contohnya :
a. Status
kondisi kesehatan saat ini.
b. Motivasi.
c. Perkembangan
kedewasaan.
d. Berat
dan lamanya stress.
e. Sumber
keuangan dan pendidikan.
f. Umur.
g. Tersedianya
penanggulangan saat ini.
h. Sistem
penunjang perawatan lainnya.
Respon Terhadap Stres
Respons stress adalah daptif dan
protektif dan karakteristik dari respon ini yaitu hasil dari respons
meuroendokrin yang terintegrasi dalam hal ini respon terbagi atas :
1.
Respon
Fisiologis
Riset
klasik yang dilakukan Selye, 1976 (dalam Potter da Perry, 1997) membagi dua
respon adaptasi fisiologis terhadap stress yaitu sindrom adaptasi local (LAS)
dan sindrom adaptasi umum (GAS).
- LAS
Las merupakan proses
adaptasi yang bersifat local, misalnya ketika daerah tubuh atau kulit terkena
infeksi, maka daerah sekitar kulit tersebut akan menjadi kemerahan, bengkak,
terasa nyeri, panas, kram, dan lain-lain. Ciri-ciri las sebagai berikut :
1) Bersifat
local, yaitu tidak melibatkan keseluruhan sistem tubuh.
2) Bersifat
adaptif, yaitu diperlukan stressor untuk menstimulasi
3) Bersifat
jangka pendek, yaitu membantu memperbaiki hemoistasis daerah atau bagian tubuh.
- GAS
Gas adalah suatu proses adaptasi yang bersifat umum atau
sistematik. Misalnya, apabila reaksi local tidak dapat diatasi, maka timbul
gangguan system atau seluruh tubuh lainnya berupa panas diseluruh tubuh,
berkeringat, dan lain-lain. GAS terdiri dari tiga tahap, yaitu :
1) Tahap
Reaksi Alam
Merupakan tahap awal dari proses
adaptasi, yaitu tahap dimana individu siap menghadapi stressor yang akan masuk
kedalam tubuh, tahap ini dapat diawali dengan kesiagaan yang ditandai dengan
perubahan fisiologis pengeluaran hormone oleh hipotalamus, yang dapat
menyebabkan kelenjar adrenal mengeluarkan adrenalin, yang selanjutnya memacu
denyut jantung dan menyebabkan pernafasan menjadi cepat dan dangkal. Kemudian,
melepaskan hormone ACTH (hormone adrenokortikotropik) yang dapat merangsang
adrenal untuk mengeluarkan kortikoid yang akan mempengaruhi berbagai fungsi
tubuh. Aktifitas hormonal yang ekstensif tersebut mempersiapkan seseorang untuk
melakukan respon melawan atau menghindar. Dengan peningkatan kewaspadaan energi
dan energi mental, seseorang di siapkan untuk melawan atau menghindari stresor.
Selama reaksi alarm individu dihadapkan pada stressor spesifik. Jika stressor
terus menetap setelah reaksi peringatan, individu berkembang pada fase ke dua
dari GAS yaitu resisten.
2) Tahap
Resisten
Pada
tahap ini tubuh sudah mulai stabil, tingkat hormone, tekanan darah, dan output
jantung kembali normal. Individu berupaya beradaptasi dengan stressor jika
stress dapat di selesaikan, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang mungkin telah
terjadi. Namun jika stresor tidak hilang, maka ia akan memasuki tahap ketiga
dari GAS yaitu tahap kelelahan.
3) Tahap
Kelelahan
Tahap
ini ditandai dengan terjadinya kelelahan karena tubuh tidak mampu lagi
merangsang stress dan habisnya energi yang diperlukan untuk beradaptasi. Tubuh
tidak mampu melindungi dirinya sendiri menghadapi stresor, regulasi fisiologis
menurun, dan jika stress berkelanjutan dapat menyebabkan kematian.
2.
Respon
Psikologis
Merupakan respon penyesuaian secara
psikologis dengan cara melakukan mekanisme pertahanan diri yang bertujuan
melindungi atau bertahan dari serangan atau hal yang menyenangkan.
Adaptasi psikologis bisa bersifat
konstruktif atau destruktif, perilaku konstruktif membantu individu menerima
tantangan untuk memecahkan konflik. Bahkan rasa cemas bisa jadi konstruktif,
jika dapat memberi sinyal adanya suatu ancaman sehingga individu dapat
mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampaknya. Perilaku destruktif tidak
membantu individu mengatasi stresor. Bagi sebagaian orang, pengguna alcohol dan
obat-obatan mungkin tampak perilaku adaptif, namun kenyatannya justru menambah
dan bukannya mengurangi stress.
Perilaku adaptasi psikologis mengacu
pada mekanisme koping (coping mechanism), yang berorientasi pada tugas (task
oriented) dan mekanisme pertahanan diri (ego oriented), tujuannya adalah untuk
mengatur distress emosional dan dengan demikian dapat memberikan suatu
perlindungan individu terhadap ansiatas dan stress. Mekanisme pertahanan ego
merupakan pertahanan terhadap stress tidak berjalan secara tidak langsung.
3.
Respon
Verbal Motorik
Respon individu verbal secara verbal dan
psikomotor terhadap stress. Umumnya respon pertama individu terhadap stress
seperti spontanitas yang di ungkapkan secara verbal dan di ikuti dengan gerakan
dari ungkapan emosional psikomotor seperti :
1. Menangis
Menangis
dapat menurunkan perasaan tegang terhadap situasi dari perasaan tegang terhadap
situasi yang menyakitkan, menyenangkan, atau menyedihkan
2. Ketawa
Merupakan
respons untuk menurunkan kecemasan atau ketegangan yang dapat mengarahkan pada
penyelesaian masalah konstruktif, misalnya suami yang mendengar istrinya sakit,
tetapi tertawa ketika melihat sandal terbalik.
3. Teriak
Merupakan
respons pada ketakutan, frustasi atau marah misalnya terkejut karena tiba ada
seseorang dari kegelapan. Respon ini dapat menurunkan ketegangan tetapi dapat
berbahaya jika tidak dapat di control, karena individu yang ketakutan dan sebaiknya
harus di tempatkan pada lingkungan yang tenang dan aman.
4. Memukul
dan menyepak
Respon
spontan pada ancaman fisik, pada orang dewasa yang dapat mengendalikan diri
mungkin memukul dan meyepak keranjang sampah. Cara ini dapat menurunkan
ketegangan namun perlu diarahkan pada benda yang tidak dapat rusak dan Bantu
menyelesaikan masalah.
5. Menggenggam,
memegang dan meremas
Merupakan
respon pada keadaan senang. Menyakitkanatau sedih, cara ini memberikan rasa
aman dan tenang. Namun perlu diperhatikan latar belakang budaya.
6. Mencerca
atau Mengumpat
Merupakan
ungkapan perasaan yang tidak menyenangkan dari yang ditunjukkan pada objek atau
kejadain yang merupakan sumber stress, untuk sementara individu dapat merasa
puas, tetapi harus dibantu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalahnya
(rasmun, 2004)
Reaksi Tubuh Terhadap
Stres
Stres yaitu reaksi atau respon tubuh
terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan) diuraikan
di muka, maka seseorang yang mengalami stress dapat pula dilihat ataupun dirasakan
dari perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya, misalnya antara lain :
1. Rambut
Warna
rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami perubahan warna menjadi
coklat-kecoklatan serta kusam. Ubanan (rambut memutih) terjadi sebelum
waktunya, demikian pula dengan kerontokan rambut.
2. Mata
Ketajaman
mata sering kali terganggu misalnya kalau membaca tidak jelas karena kabur. Hal
ini disebabkan karena otot-otot bola mata mengalami kekenduran atau sebaliknya
sehingga mempengaruhi focus mata.
3. Telinga
Pendengaran
seringkali terganggu dengan suara berdenging (titinus).
4. Daya
pikir
Kemampuan
berpikir dan mengingat serta konsntrasi menurun. Orang menjadi pelupa sering
mengeluh sakit kepala atau pusing.
5. Ekspresi
wajah
Wajah
seseorang yang stress tampak tegang, dahi berkerut, mimic, nampak serius, tidak
santai, bicara berat, sukar untuk senyum atau tertawa dan kulit muka kedutan.
6. Mulut
Mulut
bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum. Selain itu pada
tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar untuk menelan, hasil ini
disebabkan karena otot-otot lingkar ditenggorokan mengalami spasme sehingga
serasa “tercekik”.
7. Kulit
Pada
orang yang mengalami stress reaksi kulit bermacam-macam pada kulit dari
sebagaian tubuh terasa panas dan dingin atau keringat berlebihan. Reaksi lain
kelemahan kulit lainnya adalah merupakan penyakit kulit, seperti munculnya
eksim, uritikaria (biduran), gatal-gatal, dan pada kulit muka sering kali
muncul jerawat berlebihan, juga sering dijumpai kedua belah tapak tangan dan kaki
berkeringat (basah).
8. Sistem
pernafasan
Pernafasan
seseorang yang sedang mengalami stress dapat terganggu misalnya Nafas terasa
berat sesak dan berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otot-otot antar tulang
iga) mengalami spasme dan tidak elastis sebagaimana biasanya, sehingga ia harus
mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stres juga dapat memicu
timbulnya penyakit asma disebabkan karena otot-otot pada saluran paru-paru juga
mengalami spasme.
9. Sistem
kardivaskuler
Sistem
jantung dan pembulu darah atau kardiovaskuler dapat terganggu faal karena
stress. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit
sehingga yang bersangkutan nampak mukanya merah dan pucat. Pembulu darah tepi
terutama dibagian ujung jari-jari tangan atau kaki juga menyempit sehingga
terasa dingin dan kesemutan. Selain itu sebagaian tubuh terasa panas atau
sebaliknya terasa dingin.
10. Sistem
pencernaan
Orang
yang mengalami stress sering kali mengalami gangguan pada system pencernaan.
Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan pedih hal ini disebabkan karena
asam lambung yang berlebihan. Dalam istilah kedokteran disebut sebagai
gastritis atau dalam istilah awam dikenal dengan sebutan penyakit maag, selain
itu gangguan juga dapat terjadi pada usus, sehingga yang bersangkutan merasakan
perutnya mulas, sukar buang air besar atau sebaliknya sering diare.
11. Sistem
perkemihan
Orang
yang sedang menderita stress faal perkemihan (air seni) dapat juga terganggu.
Yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang air kecil lebih
sering dari biasanya meskipun ia bukan penderita kencing manis.
12. Sistem
otot dan tulang
Stres
dapat menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot dan tulang. Yang
bersangkutan sering mengeluh otot terasa sakit (keju) seperti ditusuk-tusuk, pegal
dan tegang. Selain itu keluhan-keluhan pada tulang persendihan sering pula
dialami misalnya rasa ngilu atau rasa kaku bila menggerakkan anggota tubuhnya,
mayarakat aam sering menyebut gejala ini sebagai pegel linu.
13. Sistem
endokrin
Gangguan
pada system endokrin ( hormonal ) pada mereka yang mengalami stress adalah
kadar gula yang meninggi dan bila hal ini berkepanjangan bisa mengakibatkan
bersangkutan menderita penyakit kencing manis.
14. Libido
Kegairahan
seseorang di bidang seksual dapat pula terpengaruh karena stre. Yang
bersangkutan sering kali mengeluh libido menurun atau sebaliknya meningkat
tidak sebagaimana biasanya.
Manifestasi Stres
Sesuai
karakteristik individu maka respon terhadap stress berbeda-beda untuk setiap
orang. Respon yang berbeda tersebut dikarenakan mekanisme koping yang digunakan
individu dalam mengatasi stress berbeda pula, sehingga stress yang sama akan
mempunyai dampak dan reaksi yang berbeda. Namun demikian gambaran dibawah ini
digunakan untuk menganalisa kondisi stress dengan keadaan sakit. Hubungan
stadium perkembangan sakit dengan stress, (Potter & Perry, 2005) telah
membagi hubungan tingkat stress dengan kejadian stress :
Stres ringan
(tidak ada resiko sakit)
|
Stres
sedang
|
Stres
berat
|
Tanda
klinis
|
Penyakit
dan Tidak mampu
|
Kematian
|
|||
Sehat
|
|
Sakit
|
|
|
Meninggal
|
|||
Pencegahan Primer
|
|
Pelayanan dan
pengobatan
|
|
Tabel 2.1 hubungan
tingkat stress dengan kejadian sakit
1.
Stres
Ringan
Biasanya tidak merusak aspek fisiologis,
sebaliknya stress sedang dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit, stress
ringan pada umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya : lupa, tidak bisa
tidur, ketiduran, kemacetan, dikritik. Situasi ini biasanya berakhir dalam
beberapa menit atau beberapa jam. Situasi seperti ini nampaknya tidak akan
menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.
2.
Stres
Sedang
Terjadi lama atau beberapa jam sampai
hari contohnya kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebih,
mengharapkan pekerjaan baru, anggota keluarga pergi dalam waktu yang lama,
seperti ini dapat bermakna bagi individu yang faktor presdiposisi suatu
penyakit koroner.
3.
Stres
Berat
Stres kronis yang terjadi beberapa
minggu sampai beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak
harmonis, kesulitan financial dan penyakit fisik lainnya. Menurut Koizer, at
all (1989) dalam Rasmun (2004), mengemukakan bahwa manifestasi stress antara
lain :
- Manifestasi Psikologis
Manifestasi adalah,
gejala atau gambaran yang dapat diamati secara subjek maupun objektif dari
individu yang mengalami stress psikologis. Manifestasi psikologis individu
terhadap stress antara lain, (Koizer, 1989 dalm Rasmun 2004).
1) Kecemasan
Cemas adalah perasaan yang tidak
menenangkan tidak menentu dari individu dimana penyebabnya tidak pasti atau
tidak ada objek yang nyata, misalnya : cemas kalau ujian jelek, cemas tidak
naik kelas, cemas menunggu kedatangan, menunggu keberangkatan, terlambat. Cemas
data digolongkan menjadi cemas ringan, cemas sedang, cemas berat.
2) Marah
Marah adalah suatu reaksi emosi
yang subjektif atau kejengkelan dan ketidak puasan individu terhadap tuntunan
yang tidak terpenuhi.
Ada tiga ekspresi marah yang
konstruktif :
a) Perhatian,
yaitu aksi mencari perhatian orang lain dengan cara memanggil nama.
b) Mencari
penjelasan, proses mencari penjelasan atas masalah yang menyebabkan marah.
c) Identifikasi,
yaitu mencari respond an dukungan orang lain.
- Manifestasi Kognitif
Manifestasi
kognitif adalah reaksi dari individu yang mengalami stress dengan menggunakan
pengetahuan dan pengalaman yang memiliki untuk mengatasi masalah yang sedang
dihadapi.
1) Penyelesaian
masalah
Individu
melakukan identifikasi dan menetapkan masalah penyebab stress kemudian dengann
kemampuan kognitif menyelesaikan masalah dengan cara memilih dan melaksanakan
alternative dan mengevaluasi keberhasilan dan keefektifan upaya yang di
lakukannya.
2) Strukturisasi
Menata
dan memanipulasi situasi agar kejadian yang mengancam tidak muncul kembali,
misalnya menjadwalkan pemeriksaan kesehatan, menyusun kembali jadwal atau
kegiatan sehari-hari kacau.
3) Disiplin
diri
Tindakan
yang dilakukan oleh individu melatih diri atau kebiasaan yang dapat menghindari
timbulnya stress missal untuk menghindari hasil ujian yang jelek siswa dengan
membiasakan dirinya untuk belajar tekun dan sungguh-sungguh dalam mempersiapkan
diri untuk menghadapi ujian.
4) Supresi
Menekan
perasaan yang tidak menyenangkan ke dalam alam sadar.
5) Fantasi
dan melamun
Kebutuhan
yang tidak tercapai dibayangkan tercapai, sehingga hasilnya tidak realistis
misalnya seorang ibu yang sedang menunggu hasil laboratorium biopsi mammae
melamukan hasil bedah mengatakan anda tidak kanker, sedangkan fantasi yang
mengarah pada penyelesaian masalah adalah “ walaupun dokter mengatakan saya
kanker, tetapi telah ada tindakan pengangkatan kanker, saya akan terima.
6) Berdo’a
dan Sembahyang
Upaya
menyelesaikan masalah dengan cara berserah diri kepada yang maha pencipta,
namun harus disertai dengan upaya bentuk tindakan.
Manajemen Stres
Manajemen stress merupakan upaya
mengelolah stress dengan baik, bertujuan mencegah atau mengatasi stress agar
tidak sampai pada tahap yang paling berat. Beberapa manajemen stress dapat
dilakukan dengan cara :
1. Pengaturan
diet dan Nutrisi
Pengaturan
diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi atau mengatasi
stress. Ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan yang bergizi sesuai
porsi dan jadwal yang teratur. Menu juga sebaiknya bervariasi agar tidak timbul
kebosanan.
2. Istirahat
dan Tidur
Istirahat
dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stress karena istirahat dan
tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan kebugaran tubuh. Tidur
yang cukup juga dapat memperbaiki sel-sel yang rusak.
3. Olah
raga atau latihan teratur
Olahraga
teratur adalah satu cara meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun
mental. Olahraga yang dilakukan tidak harus sulit. Olahraga yang sederhana
seperti jalan pagi atau lari pagi sering dilakukan paling tidak dua kali
seminggu dan tidak harus sampai berjam-jam. Sesuai olahraga, dinamakan tubuh
yang berkeringat sejenak lalu mandi untuk memulihkan kesegarannya.
4. Berhenti
merokok
Berhenti
merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stress karena dapat meningkatkan
status kesehatan serta menjaga ketahanan dan kekebalan tubuh.
5. Menghindari
minuman keras
Minuman
keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stress.
Dengan menghindari minuman keras, individu terhindar dari banyak penyakit yang
disebabkan oleh pengaruh minuman keras yang mengandung alcohol.
6. Mengatur
berat badan
Berat
badan yang tidak seimbang (terlalu gemuk atau lebih terlalu kurus) merupakan
faktor yang dapat menimbulkan stress. Keadaan tubuh yang tidak seimbang akan
menurunkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stress.
7. Mengatur
waktu
Pengaruh
waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi stre. Dengan
mengatur waktu sebaik-baiknya, pekerjaan yang dapat menimbulkan keluhan fisik
dapat dihindari. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara
efektif dan efisien, misalnya tidak membenarkan waktu berlalu tanpa
menghasilkan hal yang bermanfaat.
8. Terapi
psikofarmaka
Terapi
ini menggunakan obat-obatan dalam menghadapi stress yang dialami melalui
pemutusan jaringan antara psiko,neuro, dan imunologi sehingga stressor
psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau
psikomotor yang dapat mengganggu system tubuh yang lain. Obat-obatan yang
biasanya digunakan adalah obat anti cemas dan anti depresi.
9. Terapi
somatik
Terapi
ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stress yang dialami,
sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh yang lain.
10. Psikoterapi
Terapi
ini menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan seseorang.
Terapi ini meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi redukatif. Psikoterapi
suportif memberikan motivasi dan dukungan aagr pasien memiliki rasa percaya
diri, sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan dengan memberikan dukungan
secara berulang. Selain itu, ada pula psikoterapi rekonstruktif dengan cara
memperbaiki kembali kepribadian yang mengalami goncangan dan psikoterapi
kognitif dengan memulihkan fungsi kognitif pasien (kemampuan berpikir
rasional).
11. Terapi
psikoreligius
Terapi
ini menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan psikologis.
Terapi ini diperlukan karena dalam mengatasi atau mempertahankan kehidupan,
seseorang harus sehat secara fisik, psikis, social, maupun spiritual.
Manajemen stress yang lain adalah
dengan cara meningkatkan strategi koping yaitu koping yang berfokus pada emosi
dilakukan dengan cara lain dengan cara mengatur respons emosional terhadap
stress melalui perilaku individu, sedangkan strategi koping yang berfokus pada
masalah dilakukan dengan mempelajari cara atau ketrampilan yang dapat
menyelesaikan masalah, seperti ketrampilan menetapkan prioritas pekerjaan,
menejemen waktu, dan peningkatan dukungan social. Teknik lain dalam mengatasi
stress adalah relaksasi meditasi, dan sebagainya (Hawari, 2002).
BAB
3
KERANGKA
KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1
Kerangka Konseptual
Gambar
15 : Kerangka konseptual Upaya penurunan tingkat stress pada pasien penyakit
kronis diabetes mellitus type I melalui pendekatan teori Calista Roy
3.2
Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara
atas pertanyaan penelitian (Alimul, A.2007). Dalam penelitian ini dirumuskan
hipotesis sebagai berikut :
BAB
4
METODE
PENELITIAN
Metode
penelitian adalah cara memecahkan masalah menurut metode keilmuan. Dalam bab
ini akan diuraikan beberapa metode yang mendasari penelitian yaitu, (1) Desain
penelitian, (2) Kerangka kerja, (3) Populasi, sampel, dan sampling, (4)
Variabel penelitian dan definisi operasional, (5) Pengumpulan dan analisa data,
(6) Keterbatasan, (7) Masalah etik.
4.1
Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan bentuk
rancangan yang digunakan dalam melakukan prosedur penelitian (Alimul, A.2007).
Ada juga yang menguraikan bahwa desain penelitian adalah suatu strategi
penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan
data (Nursalam, 2003).
Jenis penelitian yang digunakan adalah Observasional dan desain yang
digunakan adalah “.........”
yaitu ....
4.2
Kerangka Kerja Penelitian
4.3
Populasi, sampel, dan sampling
4.3.1
Populasi
Populasi adalah seluruh subjek atau
objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Alimul, A.2007).
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien
Diabetes Melitus Type 1 di Rs. Yapalis di Kabupaten Sidoarjo Dengan
populasi ∑ = 50
orang.
4.3.2
Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang akan
diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi
(Alimul, A.2007). Sampel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagian
pasien Diabetes Melitus Type 1 di Rs.Yapalis di Kabupaten
Sidoarjo.
4.3.3
Besar Sampel
Besar sampel adalah banyaknya anggota
yang akan dijadikan sampel (Nursalam, 2000). Besar sampel dalam penelitian ini
adalah 53 responden yang menderita TB paru. Besar sampel dalam penelitian ini
ditetapkan berdasarkan rumus (Notoatmodjo, 2005).
Dalam
penelitian ini besar sampel yang digunakan dalam rumus :
n
= N______
1 + N (d2)
Keterangan :
N = Besar Populasi
n = Besar Sampel
d = Tingkat kesalahan yang ditolerir
(0,05) (Nursalam, 2003).
Diketahui : N = 50 orang d = 0,05
Ditanya : n ?
n =
N______
1
+ N (d2)
n =
50______
1 + 50
(0,052)
n =
50_______
1 + 50
(0,0025)
n =
50______
1
+ 0,125
n =
50___
1,125
n =
44,4
Jadi
besar sampel dalam penelitian ini adalah 44
responden.
4.3.4
Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi proses
dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2003). Dalam penelitian
ini sampling dilakukan secara probability
dimana setiap subyek mempunyai peluang atau kesempatan untuk terpilih atau
tidak terpilih sebagai sampel. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah simple random sampling, yaitu
teknik penetapan sampel dengan cara setiap elemen diseleksi secara random atau
acak (Nursalam, 2003).
4.4
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
4.4.1
Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan
sebagai cirri, sifat atau yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan peneliti
tentang sesuatu konsep penelitian tertentu (Notoatmodjo,2002).
4.4.1.1 Variabel Independen
Variabel independen ini merupakan
variable yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen
(terikat). Variabel ini juga dikenal dengan nama variabel bebas yang artinya
bebas dalam mempengaruhi variabel lain (Alimul, A.2007). Variabel independen
dalam penelitian ini adalah Pendekatan
Calista Roy.
4.4.1.2
Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang
dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas (Alimul, A.2007). variabel
dependen dalam penelitian ini adalah
Penurunan Tingkat Stress.
4.4.2
Definisi Operasional
Definisi operasional adalah
mendefinisikan variabel secara operasional dan berdasarkan karakteristik yang
diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena (Alimul, A.2007).
Tabel
4.1 : Definisi Operasional dan Variabel Penelitian
Variabel
|
Definisi
Operasional
|
Parameter
/ Indikator
|
Alat
Ukur
|
Skala
|
Skor
|
Variabel
Independen
-
Pendekatan Calista Roy
Variabel
Dependen
-
Stress
|
Pengertiannya apa??
Segala
situasi dimana tuntunan non spesifik yang mengharuskan seseorang individu
untuk berespon atau melakukan tindakan, respon atau tindakan ini termasuk
respon fisiologi atau psikologi
|
Cari parameter /
indicator teory adaptasi roy!!
Cari parameter/
indicator stress !!!!
|
-
- Observasi
- Kuisioner
|
-
Ordinal
|
-
-Stess Ringan
-Stress Sedang
-Stress Berat
|
4.5
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat
yang digunakan untuk mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2002). Dalam penelitian
ini instrumen yang digunakan adalah kuisioner dan observasi. Dan cara
pengukurannya dengan skala ordinal, menggunakan pertanyaan tertutup.
4.6
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rs. Yapalis Kabupaten Sidoarjo.
Waktu penelitian pada bulan Desember 2011.
4.7
Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
1 komentar:
Click here for komentarmaaf kak mau tnya soal jurnal upaya penurunan stres dm. kontak mana yang bsa dihubungi kak
ConversionConversion EmoticonEmoticon