MAKALAH
KEPERAWAATAN MEDIKAL BEDAH II
ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS JANTUNG KORONER
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, rasa syukur tercurahkan kehadirat Allah
SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmatNya dan memberikan kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah Tugas Keperawatan
Medikal Bedah II yang berjudul “
Asuhan Keperawatan pada Penyakit Jantung Koroner ” .
Dalam penulisan makalah ini masih ada kesalahan dan
kekurangan, oleh karena itu adanya saran dan kritik yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, baik mahasiswa maupun masyarakat sebagai tambahan wawasan pengetahuan.
Surabaya, 2
Maret 2012
Penulis
Daftar
Isi
Kata
Pengantar
Bab
I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Bab
II Pembahasan
2.1 Definisi Penyakit Jantung Koroner
2.2
Anatomi dan Fisiologi Jantung
2.3
Etiologi Penyakit Jantung Koroner
2.4
Patofisiologis penyakit jantung koroner
2.5
Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner
2.6
Manifestasi Klinis
2.7
Komplikasi Penyakit Jantung Koroner
2.8
Pemeriksaan Penunjang dan Terapi
2.9
Proses Keperawatan
Bab
III Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Latar
Belakang
Penyakit jantung koroner ( PJK ) atau
penyakit jantung iskemik adalah penyakit jantung yang timbul akibat penyempitan
pada arteria koronaria. Penyempitan tersebut dapat disebabkan antara lain oleh
aterosklerosis, sifilis, berbagai jenis arteritis dan emboli koronaria,
kelainan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus dan spasme. Oleh karena
aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak (99%), maka pembahasan tentang
penyakit jantung koroner umumnya terbatas pada penyebab tersebut. Penyakit
Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan
salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang,
termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan
menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian
akibat infeksi.
Penyakit jantung koroner sangat banyak
dilaporkan di negara maju. Insidensi PJK pada pria Eropa tercatat oleh WHO pada
tahun 1976 sebanyak 2-14 per 1000 penduduk dan PJK paling banyak ditemukan di
Finlandia. Di negara berkembang prevalensi PJK umumnya jarang. Di Afrika
Selatan pada tahun 1970 yang meninggal akibat PJK adalah 0,05 per 1000 penduduk
kulit hitam dan 1,9 per 1000 penduduk kulit putih. Di Ujung Pandang menunjukkan
rata-rata dirawat karena PJK 0,3 per 1000 pasien.
Beberapa data menunjukkan bahwa prevalensi PJK telah menggeser penyakit jantung
rematik sebagai penyakit jantung yang paling banyak ditemukan. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang patofisiologi, gejala klinik dan penatalaksanaan PJK
sangat diperlukan oleh seorangtenaga kesehatan.
Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020
menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian,
angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia
dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit system sirkulasi)
merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar
26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan
oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang
yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai
peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis, imunologi,
infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait (Anonim, 2006). Jantung
sanggup berkontraksi tanpa henti berkat adanya suplai bahan-bahan energi
secara terus menerus. Suplai bahan energi berupa oksigen dan nutrisi
ini
mengalir melalui suatu pembuluh darah yang disebut pembuluh koroner. Apabila
pembuluh darah menyempit atau tersumbat proses transportasi bahan-bahan energi
akan terganggu. Akibatnya sel-sel jantung melemah dan bahkan bisa mati.
Gangguan pada pembuluh koroner ini yang disebut penyakit jantung koroner
(Yahya, 2010).
Pengobatan penyakit jantung koroner
dimaksudkan tidak sekedar menggurangi atau bahkan menghilangkan keluhan. Yang
paling penting adalah memelihara fungsi jantung sehingga harapan hidup akan
meningkat (Yahya, 2010). Sebagian besar bentuk penyakit jantung adalah kronis,
pemberian obat umumnya berjangka panjang, meskipun obat-obat itu berguna tetapi
juga memberikan efek samping (Soeharto, 2001). Hal yang perlu diperhatikan
dalam pengobatan ada beberapa obat, meskipun memulihkan keadaan, tidak selalu membuat
lebih baik, penggunaan obat harus secara teratur. Penghentian penggobatan tanpa
konsultasi dengan dokter dapat menimbulkan masalah baru (Soeharto, 2001). Penggunaan
obat yang tidak tepat, tidak efektif dan tidak aman, telah menjadi masalah
tersendiri dalam pelayanan kesehatan. Penggunaan obat dinilai tidak tepat jika
indikasi tidak jelas, pemilihan obat tidak sesuai, cara penggunaan obat tidak
sesuai, kondisi pasien tidak dinilai, reaksi yang tidak dikehendaki, polifarmasi,
penggunaan obat tidak sesuai dan lain-lain. Maka dari itu perlu dilaksanakan
evaluasi ketepatan obat, untuk mencapai pengobatan yang efektif, aman dan
ekonomis (Anonim, 2000). Adanya keterkaitan penyakit jantung koroner dengan
faktor resiko dan penyakit penyerta lain seperti DM dan hipertensi, serta
adanya kemungkinan perkembangan iskemik menjadi infark menyebabkan kompleksnya
terapi yang diberikan. Oleh karena itu, pemilihan jenis obat akan sangat
menentukan kualitas pengguanan obat dalam pemilihan terapi. Obat berperan
sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat ini
tersedia, sehingga diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam
memilih obat untuk suatu penyakit. Terlalu banyaknya jenis obat yang tersedia
dapat memberikan masalah tersendiri dalam praktik, terutama menyangkut pemilihan
dan penggunaan obat secara benar dan aman (Anonim, 2000). Banyak penderita
serangan jantung yang kembali ke rumah setelah perawatan beberapa hari.
Sebagian perlu perawatan berminggu-minggu sebelum dipulangkan karena fungsi
jantung sudah menurun.
Di
antara penderita serangan jantung itu, ada pula yang tidak dapat diselamatkan (Yahya,
2010). Dari uraian diatas mendorong peneliti untuk melakukan evaluasi pengobatan
jantung koroner.
1.5
Rumusan Masalah
- Mengetahui definisi penyakit jantung koroner
- Mengetahui etiologi penyakit jantung koroner
- Mengetahui anatomi da fisiologi jantung
- Mengetahui patofisiologi penyakit jantung koroner
- Mengetahui factor resiko penyakit jantung koroner
- Mengetahui manifestasi klinis penyakit jantung koroner
- Mengetahui komplikasi penyakit jatung koroner
- Mengetahui pemeriksaan penunjang dan terapi pada penyakit jantung koroner
- Mengetahui asuhan keperawatan penyakit jantung koroner
1.6
Tujuan
1. Memahami definisi penyakit jantung koroner
2. Memahami etiologi penyakit jantung koroner
3. Memahami anatomi dan fisiologi jantung
4. Mengetahui patofisiologi penyakit jantung koroner
5. Memahami factor resiko penyakit jantung koroner
6. Mengetahui manifestasi klinis penyakit jantung
koroner
7. Memahami komplikasi penyakit jatung koroner
8. Memahami pemeriksaan penunjang dan terapi pada
penyakit jantung koroner
9. Memahami asuhan keperawatan penyakit jantung
koroner
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah suatu
keadaan dimana terjadi penyempitan,
penyumbatan,
atau kelainan pembuluh darah koroner. penyempitan atau penyumbatan ini dapat
menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa
nyeri. Kondisi lebih parah kemampuan jantung memompa darah akan hilang,
sehingga sistem kontrol irama jantung akan terganggu dan selanjutnya bisa
menyebabkan kematian (Soeharto, 2001).
2.2 Anatomi dan
Fisiologi Jantung
A.
Anatomi Kasar :
1.
Ukuran dan Bentuk
a.
Jantung adalah organ berongga dan memiliki empat ruang yang terletak antara kedua
paru-paru dibagian tengah rongga toraks. Dua pertiga jantung terletak disebelah
kiri garis midsternal. Jantung dilindungi mediastrum.
b.
Jantung berukuran kurang lebih sebesar kepalan tangan pemiiknya. Bentuknya
seperti kerucut tumpul. Ujung atas yang lebar (dasar) mengarah ke bahu kanan;
ujung bawah yang mengerucut (apeks) mengarah kekiri.
2.
Pelapis
a.
Perikardium adalah kentong berdinding ganda yang dapat membesar dan mengecil,
membungkus jantung dan pembuluh darah besar. Kntong ini melekat pada diafragma,
sternum, dan pleura yang membungkus paru-paru.
b.
Rongga Perikardial adalah ruang potensial antara membrane viseral dan parietal.
Ruang ini mengandung cairan pericardial yang disekresi lapisan serosa untuk
melumasi membrane dan mengurangi friksi.
3.
Dinding Jantung tersusun dari 3 lapisan.
a.
Epikardial luar tersusun dari lapisan sel-sel mesotelial yang berada diatas
jaringan ikat.
b.
Miokardium tengah terdiri dari jaringan otot jantung yang berkontraksi untuk
memompa darah.
c.
Endokardium dalam tersususn dari lapisan endotelial yang terletak diatas
jaringan ikat. Lapisan ini melapisi jantung, katup dan menyambung dengan
lapisan endothelial. Yang melapisi pembuluh darah yang memasuki dan
meninggalkan jantung.
B.
Fisiologi Jantung
a.
Serabut purkinje.
Serabut
ini adalah serabut otot jantung khusus yang mampu menghantar impuls dengan
kecepata lima kali lipat kecepata hantaran serabut otot jantung. Hantaran yang
cepat disepanjang system Purkinje memungkinkan atrium berkontraksi bersamaan,
kemudian diikuti dengan kontraksi ventricular yang serempak, sehingga terbentuk
kerja pemompaan darah yang terkoordinasi.
b.Nodus
sinoatrial
- Lokasi. Nodus S-A adalah suatu massa jaringan otot jantung khusus yang terletak didinding posterior atrium kanan tepat dibawah pembukaan vena kava superior.
c.
Nodus atrioventrikular (Nodus A-V)
- Lokasi. Impuls menjalar disepanjang pita serabut purkinje pada atrium, menuju nodus A-V yang terletak dibawah dinding posterior atrium kanan.
d.
Berkas A-V ( berkas His )
- Lokasi. Berkas A-V adalah sekelompok besar serabut purkinje yang berasal dari nodus A-V dan membawa impuls disepanjang septum interventrikular menuju ventrikel. Berkas ini dibagi menjadi percabangan brkas kanan dan kiri.
2.3 Etiologi Penyakit
Jantung Koroner
Penyebab
terjadinya penyakit kardiovaskuler pada perinsipnya disebabkan oleh dua faktor
utama yaitu:
1)
Aterosklerosis
Aterosklerosis
pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koroneria yang paling
sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan
fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen
pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan
meningkat dan membahayakan aliran
darah
miokardium (Brown, 2006).
2)
Trombosis
Endapan
lemak dan pengerasan pembuluh darah terganggu dan lamakelamaan berakibat robek
dinding pembuluh darah. Pada mulanya, gumpalan darah merupakan mekanisme
pertahanan tubuh untuk mencegahan perdarahan berlanjut pada saat terjadinya
luka. Berkumpulnya gumpalan darah dibagian robek tersebut, yang kemudian
bersatu dengan keping-keping darah menjadi trombus. Trombosis ini menyebabkan
sumbatan di dalam pembuluh darah jantung, dapat menyebabkan serangan jantung
mendadak, dan bila sumbatan terjadi di pembuluh darah otak menyebabkan stroke
(Kusrahayu, 2004).
2.4 Patofisiologis
penyakit jantung koroner
Pembuluh arteri mengikuti proses
penuaan yang karakteristik seperti penebalan tunika intima, berkurangnya
elastisitas, penumpukan kalsium terutama di arteri-arteri besar menyebabkan
fibrosis yang merata menyebabkan aliran darah lambat laun berkurang. Iskemi
yang relatif ringan tetapi berlangsung lama dapat pula menyebabkan kelainan
katup jantung.
Manifestasi penyakit jantung koroner disebabkan
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dengan masuknya. Masuknya
oksigen untuk miokardium sebetulnya tergantung dari oksigen dalam darah dan
arteria koronaria. Oksigen dalam darah tergantung oksigen yang dapat diambil
oleh darah, jadi dipengaruhi oleh Hb, paru-paru dan oksigen dalam udara
pernapasan.
Di kenal dua keadaan ketidakseimbangan masukan ter-hadap
kebutuhan oksigen yaitu :
- Hipoksemi (iskemi) yang ditimbulkan oleh kelainan
vaskular.
- Hipoksi (anoksi) yang disebabkan kekurangan oksigen
dalam darah.
Perbedaannya ialah pada iskemi terdapat kelainan vaskular
sehingga perfusi ke jaringan berkurang dan eleminasi metabolit yang
ditimbulkannya menurun juga, sehingga gejalanya akan lebih cepat muncul.
Ada beberapa hipotesis mengenai apa yang pertama kali
menyebabkan kerusakan sel endotel dan mencetuskan rangkaian proses
arteriosklerotik, yaitu :
1. Kolesterol Serum yang Tinggi
Hipotesis pertama mengisyaratkan bahwa
kadar kolesterol serum dan trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan
pem-bentukan arteriosklerosis. Pada pengidap arteriosklerosis, pengedapan lemak
ditemukan di seluruh kedalaman tunika intima, meluas ke tunika media.
Kolesterol dan trigliserid di dalam darah terbungkus di
dalam protein pengangkut lemak yang disebut lipoprotein. Lipoprotein berdensitas
tinggi (high-density lipoprotein, HDL ) membawa lemak ke luar sel untuk
diuraikan, dan diketahui bersifat protektif melawan arteriosklerosis. Namun,
lipoprotein berdensitas rendah (low density lipoprotein,LDL) dan lipo-protein
berdensitas sangat rendah (very-low-density lipo-protein,VLDL) membawa lemak ke
sel tubuh, termasuk sel endotel arteri, oksidasi kolesterol dan trigliserid
menyebabkan pembentukan radikal bebas yang diketahui merusak sel-sel endotel.
2.
Tekanan Darah Tinggi
Hipotesis ke dua mengenai terbentuknya
arteriosklerosis di dasarkan pada kenyataan bahwa tekanan darah yang tinggi
secara kronis menimbulkan gaya regang atau potong yang merobek lapisan endotel
arteri dan arteriol. Gaya regang ter-utama timbul di tempat-tempat arteri bercabang
atau membelok: khas untuk arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri serebrum.
Dengan robeknya lapisan endotel, timbul kerusakan berulang sehingga terjadi
siklus peradangan, penimbunan sel darah putih dan trombosit, serta pembentukan
bekuan. Setiap trombus yang terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga
menjadi embolus di bagian hilir.
3. Infeksi Virus
Hipotesis ke tiga mengisyaratkan bahwa
sebagian sel endotel mungkin terinfeksi suatu virus. Infeksi mencetuskan siklus
peradangan; leukosit dan trombosit datang ke daerah tersebut dan terbentuklah
bekuan dan jaringan parut. Virus spesifik yang diduga berperan dalam teori ini
adalah sitomegalovirus, anggota dari famili virus herpes.
4.
Kadar Besi Darah yang Tinggi
Hipotesis ke empat mengenai arterosklerosis arteri koroner
adalah bahwa kadar besi serum yang tinggi dapat merusak arteri koroner atau
memperparah kerusakan yang di sebabkan oleh hal lain. Teori ini
diajukan oleh sebagian orang untuk menjelaskan perbedaan yang mencolok dalam
insidens penyakit arteri koroner antara pria dan wanita pramenopause. Pria
biasanya mempunyai kadar besi yang jauh lebih tinggi daripada wanita haid.
WOC
2.5 Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner
Ada tiga faktor risiko penyakit jantung koroner, yaitu :
a. Faktor risiko utama
Yaitu faktor risiko yang diyakinkan secara
langsung meningkatkan risiko timbulnya penyakit jantung koroner, misalnya kadar
kolesterol yang abnormal, hipertensi, dan merokok.
b. Faktor risiko tidak langsung
Yaitu factor risiko yang dapat diasosiasikan
dengan timbulnya penyakit jantung koroner, misalnya DM, kegemukan, tidak aktif,
dan stes.
c.
Faktor
risiko alami
Jenis ini terdiri dari keturunan, gender,
dan usia(American heart association,
1995).
Faktor-faktor
resiko dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang dapat diubahdan tidak dapat diubah
:
1)
Faktor resiko lain yang masih dapat diubah
a.
Hipertensi
Tekanan
darah yang terus meningkat dalam jangka waktu panjang akan mengganggu fungsi
endotel, sel-sel pelapis dinding dalam pembuluh darah (termasuk pembuluh
koroner). Disfungsi endotel ini mengawali proses pembentukan kerak yang dapat
mempersempit liang koroner. Pengidap hipertensi beresiko dua kali lipat
menderita penyakit jantung koroner. Resiko
jantung
menjadi berlipat ganda apabila penderita hipertensi juga menderita DM,
hiperkolesterol, atau terbiasa merokok. Selain itu hipertensi juga dapat menebalkan
dinding bilik kiri jantung yang akhirnya melemahkan fungsi pompa jantung
(Yahya, 2010). Resiko PJK secara langsung berhubungan dengan tekanan darah,
untuk setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5mmHg resiko PJK
berkurang sekitar 16% (Leatham, 2006).
b.
Diabetes Mellitus
Diabetes
Mellitus (DM) berpotensi menjadi ancaman terhadap beberapa organ dalam tubuh
termasuk jantung. Keterkaitan diabetes mellitus dengan penyakit jantung
sangatlah erat. Resiko serangan jantung pada penderita DM adalah 2-6 kali lipat
lebih tinggi dibandingkan orang tanpa DM. Jika seorang penderita DM pernah
mengalami serangan jantung, resiko kematiannya menjadi tiga kali lipat lebih
tinggi. Peningkatan kadar gula darah dapat disebabkan oleh kekurangan insulin
dalam tubuh, insulin yang tidak cukup atau tidak bekerja dengan baik (Yahya,
2010). Penderita diabetes cenderung memiliki pravalensi prematuritas, dan
keparahan arterosklerosis lebih tinggi. Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia
dan secara bermakna meningkatkan kemungkinan timbulnya arterosklerosis.
Diabetes mellitus juga berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam
pembuluh darah arteri koroner, sintesis kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid.
Peningkatan kadar LDL dan turunnya kadar HDL juga disebabkan oleh diabetes
milletus. Biasanya penyakit jantung koroner terjadi di usia muda pada
penderita
diabetes dibanding non diabetes (Leatham, 2006).
c.
Merokok
Sekitar
24% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11% pada perempuan disebabkan
kebiasaan merokok. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok
(perokok pasif) memiliki peningkatan resiko sebesar 20-30%. Resiko terjadinya
PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana orang yang merokok 20 batang
rokok atau lebih dalam sehari memiliki resiko sebesar dua hingga tiga kali
lebih tinggi menderita PJK dari pada yang tidak merokok (Leatham, 2006). Setiap
batang rokok mengandung 4.800 jenis zat kimia, diantaranya karbon monoksida
(CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen sianida, amoniak, oksida nitrogen,
senyawa hidrokarbon, tar, nikotin, benzopiren, fenol dan kadmium. Reaksi
kimiawi yang menyertai pembakaran tembakau menghasilkan senyawa-senyawa kimiawi
yang terserap oleh darah melalui proses
difusi.
Nikotin yang masuk dalam pembuluh darah akan merangsang katekolamin dan
bersama-sama zat kimia yang terkandung dalam rokok dapat merusak lapisan
dinding koroner. Nikotin berpengaruh pula terhadap syaraf simpatik sehingga jantung
berdenyut lebih cepat dan kebutuhan oksigen meninggi. Karbon monooksida yang
tersimpan dalam asap rokok akan menurunkan kapasitas penggangkutan oksigen yang
diperlukan jantung karena gas tersebut
menggantikan
sebagian oksigen dalam hemoglobin. Perokok beresiko mengalami seranggan jantung
karena perubahan sifat keping darah yang cenderung menjadi lengket sehingga
memicu terbentuknya gumpalan darah ketika dinding koroner terkoyak (Yahya,
2010).
d.
Hiperlipidemia
Lipid
plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas berasal
eksogen dari makanan dan endogen dari sintesis lemak. Kolesterol dan
trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis yang penting
sehubungan dengan arteriogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma tetapi terikat
pada protein sebagai mekanisme transpor dalam serum. Peningkatan kolesterol
LDL, dihubungkan dengan meningkatnya resiko terhadap koronaria,
sementara
kadar kolesterol HDL yang tinggi tampaknya berperan sebagai factor perlindung
terhadap penyakit arteri koroneria (Muttaqin, 2009).
e.
Obesitas
Kelebihan
berat badan memaksa jantung bekerja lebih keras, adanya beban ekstra bagi
jantung. Berat badan yang berlebih menyebabkan bertambahnya volume darah dan
perluasan sistem sirkulasi sehingga berkolerasi terhadap tekanan darah sistolik
(Soeharto, 2001).
f.
Gaya hidup tidak aktif
Ketidakaktifan
fisik meningkatkan resiko PJK yang setara dengan hiperlipidemia, merokok, dan
seseorang yang tidak aktif secara fisik memiliki resiko 30%-50% lebih besar
mengalami hipertensi. Aktivitas olahraga teratur dapat menurunkan resiko PJK.
Selain meningkatkan perasaan sehat dan kemampuan untuk mengatasi stres,
keuntungan lain olahraga teratur adalah
meningkatkan
kadar HDL dan menurunkan kadar LDL. Selain itu, diameter pembuluh darah jantung
tetap terjaga sehingga kesempatan tejadinya pengendapan kolesterol pada
pembuluh darah dapat dihindari (Leatham, 2006).
2)
Tiga faktor resiko yang tidak dapat diubah, yaitu:
a.
Jenis Kelamin
Penyakit
jantung koroner pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan
dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki daripada
perempuan. Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun setelah
menopause insidensi PJK meningkat dengan cepat dan sebanding dengan insidensi
pada laki-laki (Leatham, 2006).
b.
Keturunan (genetik)
Riwayat
jantung koroner pada keluarga meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis
prematur (Brown, 2006). Riwayat keluarga penderita jantung koroner umumnya
mewarisi faktor-faktor resiko lainnya, seperti abnormalitas kadar kolesterol,
peningkatan tekanan darah, kegemukan dan DM. Jika anggota keluarga memiliki
faktor resiko tersebut, harus dilakukan
pengendalian
secara agresif. Dengan menjaga tekanan darah, kadar kolesterol, dan gula darah
agar berada pada nilai ideal, serta menghentikan kebiasaan merokok, olahraga
secara teratur dan mengatur pola makan (Yahya, 2010).
c.
Usia
Kerentanan
terhadap penyakit jantung koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Namun
dengan demikian jarang timbul penyakit serius sebelum usia 40 tahun, sedangkan
dari usia 40 hingga 60 tahun, insiden MI meningkat lima kali lipat. Hal ini
terjadi akibat adanya pengendapan aterosklrerosis pada arteri koroner (Brown,
2006).
2.6 Manifestasi Klinis
Sumber
rasa sakit berasal dari pembuluh koroner yang menyempit atau tersumbat. Rasa
sakit tidak enak seperti ditindih beban berat di dada bagian tengah adalah
keluhan klasik penderita penyempitan pembuluh darah koroner. Kondisi yang perlu
diwaspadai adalah jika rasa sakit di dada muncul mendadak dengan keluarnya
keringat dinggin yang berlangsung lebih dari 20 menit serta tidak berkurang
dengan istirahat. Serangan jantung terjadi apabila pembuluh darah
koroner
tiba-tiba menyempit parah atau tersumbat total. Sebagian penderita PJK mengeluh
rasa tidak nyaman di ulu hati, sesak nafas, dan mengeluh rasa lemas bahkan
pingsan (Yahya, 2010).
2.7 Komplikasi Penyakit
Jantung Koroner
Komplikasi
utama dari angina (stable) adalah unstable angina, infark miocard,
aritmia, gagal jantung dan sudden
death (mati tiba-tiba).
2.8 Pemeriksaan
Penunjang dan Terapi
a. Pemeriksaan
Penunjang
v
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik yang dapat digunakan sebagai acuan pada PJK adalah denyut jantung,
tekanan darah, suhu tubuh dan kecepatan respirasi (Majid, 2007).
v
Laboratorium
Pada
pasien angina stabil sebaiknya dilakukan pemeriksaan profil lipid seperti LDL,
HDL, kolesterol total, dan trigliserida untuk menentukan factor resiko dan
perencanaan terapi. Selain pemeriksaan diatas dilakukan pula memeriksaan darah
lengkap dan serum kreatinin. Pengukuran penanda enzim jantung seperti troponin
sebaiknya dilakukan bila evaluasi mengarah pada
sindrom
koroner akut (Anonim, 2009).
v
Foto sinar X dada
X-ray
dada sebaiknya diperiksa pada pasien dengan dugaan gagal jantung, penyakit
katup jantung atau gangguan paru. Adanya kardiomegali, dan kongesti paru dapat
digunakan prognosis (Anonim, 2009).
v
Pemeriksaan jantung
non-invasif
1.
EKG merupakan pemeriksaan awal yang penting untuk mendiagnosis PJK.
2.
Teknik non-invasi penentuan klasifikasi koroner dan teknik imaging (computed
tomografi
(CT) dan magnetic resonance
arteriography. Sinar elektron CT telah tervalidasi sebagai alat yang mampu
mendeteksi kadar kalsium koroner (Anonim, 2009).
v
Pemeriksaan invasif
menentukan anatomi koroner
1.
Arteriografi koroner adalah Pemeriksaan invasif dilakukan bila tes non invasive
tidak jelas atau tidak dapat dilakukan. Namun arteriografi koroner tetap menjadi
pemeriksaan fundamental pada pasien angina stabil. Arteriografi koroner
memberikkan gambaran anatomis yang dapat dipercaya untuk identifikasi ada
tidaknya stenosis koroner, penentuan terapi dan prognosis
(Anonim,
2009).
b. Terapi
Terapi didasarkan pada pengetahuan
tentang mekanisme, manifestasi klinis, perjalanan alamiah dan patologis baik
dari sisi selular, anatomis dan fisiologis dari kasus PJK. Pada prinsipnya
terapi ditujukan untuk mengatasi nyeri angina dengan cepat, intensif dan
mencegah berlanjutnya iskemia serta terjadinya infark miokard akut atau
kematian mendadak. Menejemen Farmakologis Angina Pektoris
Keterangan:
Pasien
resiko tinggi yang menjadi kandidat revaskularisasi berdasarkan prognosis
sebaiknya diidentifikasi dan dirujuk.
*
kontraindikasi relatif beta bloker antara lain: asma, ganguan pembuluh darah
perifer simptomatik, dan AV blok derajat 1.
*
hindari dihydropyridin kerja pendek bila tidak kombinasi dengan beta bloker
Tingkat
pembuktian prognosis merujuk kepada bukti penurunan mortalitas kardiovaskular
atau mortalitas akibat infark miokard.
Tingkat
pembuktian gejala termasuk penurunan revaskularisasi dan hospitalisasi untuk
nyeri dada :
Pedoman Tatalaksana Penyakit
Kardiovaskuler di Indonesia tahun 2009 obat yang disarankan untuk penderita PJK
adalah :
1.
Golongan Nitrat
Mekanisme
kerja golongan nitrat vasodilatasi, menurunkan pengisian diastolik, menurunkan
tekanan intrakardiak dan meningkatkan perfusi subendokardium. Nitrat kerja
pendek penggunaan sublingual untuk profilaksis,nitrat kerja panjang penggunaan
oral atau transdermal untuk menjaga periode bebas nitrat. Nitrat kerja jangka
pendek diberikan pada setiap pasien untuk digunakan bila terdapat nyeri dada.
Dosis nitrat diberikan 5 mg sublingual dapat
diulang
tiga kali sehari (Anonim, 2009).
2.
Golongan Penyekat β (beta bloker)
Terdapat
bukti-bukti bahwa pemberian beta bloker pada pasien angina yang sebelumnya
pernah mengalami infark miokard, atau gagal jantung memiliki keuntungan dalam
prognosis. Berdasarkan data tersebut beta bloker merupakan obat lini pertama
terapi angina pada pasien tanpa kontraindikasi (Anonim, 2009). Beta bloker
dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan pencernaan, mimpi buruk, rasa
capek, depresi, reaksi alergi blok AV, dan
bronkospasme.
Beta bloker dapat memperburuk toleransi glukosa pada pasien diabetes juga
mengganggu respon metabolik dan autonomik terhadap hipoglikemik (Anonim, 2000).
Dosis beta bloker sangat bervariasi untuk propanolol 120-480/hari atau 3x
sehari 10-40mg dan untuk bisoprolol 1x sehari 10-40mg.
3.
Golongan antagonis kalsium
Mekanisme
kerja antagonis kalsium sebagai vasodilatasi koroner dan sistemik dengan
inhibisi masuknya kalsium melalui kanal tipe-L. Verapamil dan diltiazem juga
menurunkan kontraktilitas miokardium, frekuensi jantung dan konduksi nodus AV.
Antagonis kalsium dyhidropyridin (missal: nifedippin, amlodipin, dan felodipin)
lebih selektif pada pembuluh darah (Anonim, 2009). Pemberian nifedipin
konvensional menaikkan risiko infark jantung atau angina berulang 16%,
Penjelasan mengapa penggunaan monoterapi nifedipin dapat menaikkan mortalitas
karena obat ini menyebabkan takikardi refleks dan menaikkan kebutuhan oksigen
miokard (Anonimª, 2006). Dosis untuk
antagonis kalsium adalah nifedipin dosis
3x5-10mg, diltiazem dosis 3x30-60mg dan verapamil dosis 3x 40-80mg.
4.
Obat antiplatelet
Terapi
antiplatelet diberikan untuk mencegah trombosis koroner oleh karena
keuntungannya lebih besar dibanding resikonya. Aspirin dosis rendah (75-150mg)
merupakan obat pilihan kebanyakan kasus. Clopidogrel mungkin dapat dipertimbangkan
sebagai alternative pada pasien yang
alergi aspirin, atau sebagai tambahan pasca pemasangan sent, atau setelah
sindrom koroner akut. Pada pasien riwayat perdarahan gastrointestinal aspirin
dikombinasi dengan inhibisi
pompa
proton lebih baik dibanding dengan clopidogrel. Untuk Clopidogrel dengan dosis
75 mg satu kali sehari (Anonim, 2009) Aspirin bekerja dengan cara menekan
pembentukan tromboksan A2 dengan cara menghambat siklooksigenase dalam platelet
(trombosit) melalui asetilasi yang ireversibel. Kejadian ini menghambat
agregasi trombosit melalui jalur tersebut. Sebagian dari keuntungan dapat
terjadi karena kemampuan anti inflamasinya dapat mengurangi ruptur plak (Anonim,
2006).
5.
Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE-I)
ACE-I
merupakan obat yang telah dikenal luas sebagai obat antihipertensi, gagal
jantung, dan disfungsi ventrikel kiri. Sebagai tambahan, pada dua penelitian besar
randomized controlled ramipril dan perindopril penurunan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular pada pasien penyakit jantung koroner stabil tanpa disertai gagal
jantung. ACE-I merupakan indikasi pada pasien angina pectoris stabil disertai
penyakit penyerta seperti hipertensi, DM, gagal jantung, disfungsi ventrikel
kiri asimtomatik, dan pasca infark miokard. Pada pasien angina tanpa disertai
penyakit penyerta pemberian ACE-I perlu diperhitungkan keuntungan dan resikonya
(Anonim, 2009). Dosis untuk penggunaan obat golongan ACE-I untuk captopril
6,25-12,5 mg tigakali sehari. Untuk ramipril dosis awal 2,5 mg dua kali sehari
dosis lanjutan 5 mg duakali sehari, lisinopril dosis 2,5-10 mg satu kali sehari
(Lacy et al, 2008).
6.
Antagonis Reseptor Bloker
Mekanisme
dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa ini merelaksasikan otot
polos sehingga mendorong vasodilatasi, meningkatkan eksresi garam dan air di
ginjal, menurunkan volume plasma, dan mengurangi hipertrofi sel. Antagonis
reseptor angiotensin II secara teoritis juga mengatasi beberapa kelemahan ACEI
(Oates and Brown, 2007). Antagonis reseptor bloker diberikan bila pasien intoleran
dengan ACE-I (Anonim, 2009). Dosis untuk
valsartan
40 mg dua kali sehari dosis lanjutan 80-160mg, maximum dosis 320 mg (Lacy et
al,2008).
7.
Anti kolesterol
Statin
menurunkan resiko komplikasi atherosklerosis sebesar 30% pada pasien angina
stabil. Beberapa penelitian juga menunjukkan manfaat statin pada berbagai kadar
kolesterol sebelum terapi, bahkan pada pasien dengan kadar kolesterol normal.
Terapi statin harus slalu dipertimbangkan pada pasien jantung koroner stabil
dan angina stabil. Target dosis terapi statin untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler sebaiknya berdasarkan penelitian klinis yang telah
dilakukan dosis statin yang direkomendasi adalah simvastatin 40 mg/hr,
pravastatin 40 mg/hr, dan atorvastin 10 mg/hr. Bila dengan dosis diatas kadar
kolesterol total dan LDL tidak mencapai target, maka dosis dapat ditingkatkan
sesuai toleransi pasien sampai mencapai target (Anonim, 2009). Statin juga
dapat memperbaiki fungsi endotel, menstabilkan plak, mengurangi pembentukan
trombus, bersifat anti inflamasi, dan mengurangi oksidasi lipid. Statin
sebaiknya diteruskan untuk mendapatkan keuntungan terhadap kelangsungan hidup
jangka panjang (Anonim , 2006). Kontraindikasi pasien dengan penyakit hati yang
aktif, pada kehamilan dan menyusui. Efek samping miosis yang reversibel
merupakan efek samping yang jarang tapi bermakana. Statin juga menyebabkan
sakit kepala, perubahan nilai fungsi ginjal
dan
efek saluran cerna (Anonim, 2000).
2.9 Proses Keperawatan
A.Pengkajian
Sakit/nyeri dada dengan
karakteristik sakit ringan sampai sakit berat ; dengan
kualitas nyeri tajam, kesemutan, tekanan atau
rasa terbakar ; digambarkan klien seperti berat,
terpelintir, rasa terbakar atau sesak pada dada ; dengan durasi berakhir 5 sampai 30 menit. Identifikasi faktor-faktor pencetus stress emosi atau fisik, pemajanan terhadap suhu eksterm seperti dingin, makan terlalu banyak .
terpelintir, rasa terbakar atau sesak pada dada ; dengan durasi berakhir 5 sampai 30 menit. Identifikasi faktor-faktor pencetus stress emosi atau fisik, pemajanan terhadap suhu eksterm seperti dingin, makan terlalu banyak .
Identifikasi
faktor-faktor yang meringankan penghilangan faktor
pencetus, menggunakan tablet Nitrogliserin .
Identifikasi tanda
dan gejala yang berhubungan diaforesis, sakit
kepala, berdebar-
debar,
sesak nafas.
Identifikasi
timbulnya ansietas, tidak dapat mencerna/disfagia, kulit
pucat, sesak nafas .
Monitoring takikardi,
pulsus alternans, gallop atrium dan atau ventrikel ( S3, S4 ).
Diagnosa keperawatan
1.
Nyeri dada berhubungan dengan ketidakseimbangan
supply dan kebutuhan oksigen
miokard.
miokard.
Rencana
tindakan :
v Pertahankan istirahat
selama episode nyeri.
v Kaji nyeri : lokasi, durasi,
penyebaran dan awitan gejala baru.
v Berikan oksigen sesuai
indikasi.
v Monitor EKG selama fase
nyeri angina .
v Pantau TD dan
nadi apikal selama episode nyeri.
v Berikan obat
sesuai indikasi ; kaji dan laporkan respon yang timbul .
v Pertahankan diet sesuai
pesanan ; jika nyeri dada terjadi selama makan, anjurkan
makanan kecil lebih dari 2 atau 3 makanan besar.
makanan kecil lebih dari 2 atau 3 makanan besar.
Kriteria evaluasi
:
v Klien mengungkapkan pengurangan
rasa nyeri.
v Klien tampak relaks dan mengungkapkan
perasaan tenang.
2.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit.
Rencana
tindakan :
v Kaji tingkat
pemahanan klien tentang penyakit yang dialaminya.
v Jelaskan proses ateroskelerosis
dan perbedaan manifestasi klinisnya.
v Diskusikan faktor resiko
yang bertambah dan pentingnya modifikasi.
v Diskusikan hal-hal
yang diperbolehkan dan yang dibatasi seperti :
hindari aktifitas
berat, anjuran latihan secara teratur di rumah, kurangi aktifitas seksual (seksual pasif
bila kelelahan).
berat, anjuran latihan secara teratur di rumah, kurangi aktifitas seksual (seksual pasif
bila kelelahan).
v Anjurkan pemasukan nutrisi sesuai
dengan diet yang dianjurkan .
v Diskusikan pentingnya tidak merokok
dan hindari penggunaan seluruh produk
tembakau .
tembakau .
v Jelaskan pentinya kontrol berat
badan, dan menghindari kegemukan.
v Jelaskan peran stress
dalam memperburuk penyakit jantung.
v Diskusikan pemberian
obat-obatan, meliputi nama, dosis, waktu pemberian, tujuan
dan efek samping
dan efek samping
Kriteria evaluasi :
v Klien mengungkapkan pengertian
faktor pencetus yang menambahkan ketidaknyamanan pada dada.
v Mengidentifikasi faktor resiko
sendiri.
v Klien mengungkapkan
tindakan yang tepat untuk mengatasi kontrol nyeri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Penyakit jantung koroner merupakan kelainan miokardium akibat insufisiensi
aliran darah koroner oleh arteriosklerosis yang merupakan proses degeneratif
meskipun di pengaruhi oleh banyak faktor.
2.
Penyebab penyakit jantung koroner adalah terjadinya penyempitan aliran darah ke
otot jantung yang terjadi akibat penebalan lapisan tunika intima dan rupturnya
plak yang diikuti oleh pembentukan trombus.
3.
Pada penyakit jantung arteriosklerosis di kenal 2 keadaan ketidakseimbangan
Masukan kebutuhan oksigen yaitu terjadi hipoksemi karena kelainan vaskular dan
hipoksia karena kekurangan oksigen dalam darah.
4. Pada saat serangan EKG akan menunjukkan depresi segmen
ST dan gelombang T dapat menjadi negatif.
5. Pasien menderita angina psikogenik.
3.2 Saran
1. Anamnesis dilakukan lebih mendalam.
2. Perkembahan kesehatan pasien terus diawasi.
4. Pasien diberikan penjelasan tentang penyakitnya.
Daftar Pustaka
1 komentar:
Click here for komentarartikel yang menarik dan mudah dipahami...
http://acemaxsshop.com/obat-herbal-jantung-koroner/
ConversionConversion EmoticonEmoticon