ASUHAN
KEPERAWATAN
GANGGUAN
PERSEPSI DAN SENSORI
(NEUROLOGI)
I. KLIEN YANG MENJALANI
BEDAH INTRAKRANIAL
A. Pendekatan Bedah
Kraniotomi
mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan
untuk meningkatkan
akses pada struktur intrakranial. Kraniotomi ini
dilakukan untuk
menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi
bekuan darah dan
mengontrol hemoragi. Flap tulang dibuat ke dalam
tengkorak dan
dipasang kembali setelah pembedahan, ditempatkan dengan
jahitan
periastial atau kawat.
Secara
umum ada dua pendekatan melalui tengkorak yaitu:
1) Di atas tentorium
(kraniotomi supratentorial) ke dalam kompartemen
supratentorial
2) Di bawah tentorium ke
dalam kompartemen infratentorial (fossa
posterior).
Pendekatan transfenoidal digunakan untuk membuat akses ke
kelenjar
hipofisis.
Struktur intrakranial
dapat menjadi pendekatan melalui lubang burr
yaitu lubang sirkular
yang dibuat tengkorak baik melalui drill tangan atau
kraniotom automatic
(yang mempunyai sistem kendali sendiri untuk
menghentikan
drill ketika tulang ditembus).
Lubang burr dapat digunakan untuk menentukan adanya
pembengkakan
serebral dan cedera serta ukuran dan posisi ventrikel, dan
suatu
cara evakuasi hematoma intrakranial atau abses dan untuk membuat
flap
tulang di dalam tengkorak dan memungkinkan akses pada ventrikel
untuk
tujuan dekompensasi, ventrikulografi, shunting.
Prosedur
cranial lain meliputi kraniektomi dan kranioplasti
(perbaikan
defek cranial dengan penggunaan plat logam atau plastik).
B. Evaluasi Diagnostik
Prosedur
diagnostik praoperasi dapat meliputi:
1) Tomografi komputer
(pemindahan CT)
Untuk
menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak.
Sekitarnya,
ukuran ventrikel dan perubahan posisinya.
2) Pencitraan resonans
magnetik (MRI)
Memberikan
informasi serupa dengan pemindahan CT, dengan tambahan
keuntungan
pemeriksaan lesi di potongan lain.
3) Angiografi serebral
Digunakan
untuk meneliti suplai darah tumor atau memberi informasi
mengenai
lesi vaskuler
4) Pemeriksaan aliran
Doppler transkranial
Mengevolusi
aliran darah pembuluh darah intrakranial
C. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan
praoperasi
1
Biasanya
pasien diterapi dengan medikasi antikonvulsan
(fenitoin) sebelum
pembedahan untuk mengurangi resiko kejang pasca
operasi. Sebelum
pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan
untuk
mengurangi edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens
hiperosmotik
(manitol) dan diuretic (furosemid) dapat diberikan secara
intravena
segera sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien
cenderung
menahan air, yang terjadi pada individu yang mengalami
disfungsi
intrakranial. Kateter urinarius menetap dipasang sebelum
pasien
dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih
selama
pemberian diuretic dan untuk memungkinkan haluaran urinarius
dipantau.
Pasien dapat diberikan antibiotik bila serebral sempat
terkontaminsasi
atau diazepam pada praoperasi untuk menghilangkan
ansietas.
Kulit
kepala dicukur segera sebelum pembedahan (biasanya di
ruang
operasi) sehingga adanya abrasi superficial tidak sempat
mengalami
infeksi.
b. Penatalaksanaan
Pascaoperasi
Jalur
arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang
untuk
memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin
atau
tidak diintubasi dan mendapat terapi oksigen tambahan.
- Untuk mengurangi edema
serebral
2
Terapi
medikasi meliputi pemberian monitol, yang meningkatkan
osmolalitas serum dan
menarik air bebas dari area otak. Dexametason
dapat diberikan
melalui iv setiap 6 jam selama 24 – 72 jam dan
dosisnya
dikurangi secara bertahap.
- Meredakan nyeri dan
mencegah kejang
Terapi medikasi
meliputi pemberian asetaminofen yang diberikan
selama
suhu di atas 37,5 % dan untuk nyeri. Setelah kraniotomi
biasanya
pasien mengalami sakit kepala akibat saraf kulit kepala
yang
diregangnya dan iritasi selama pembedahan. Kodein diberikan
lewat
parenteral untuk menghilangkan sakit kepala, medikasi
antikonvulsan
(fenitoin, diazepam) diresepkan untuk pasien yang
telah
menjalani kraniotomi supratentorial karena adanya resiko
epilepsy.
Kadar serum dipantau untuk mempertahankan medikasi dan
rentang
terapeutik.
- Memantau TIK
Untuk
memantau TIK, kateter ventrikel atau beberapa tipe drainase
sering
dipasang untuk pasien yang menjalani pembedahan untuk
tumor
fossa posterior. TIK dapat dikaji dengan menyusun sistem
dengan
sambungan stopkok ke selang bertekanan dan transduser.
Perawatan
diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut
kencang
pada semua sambungan dan stopkok ada pada posisi yang
tepat.
3
Pisau
ventrikel kadang dilakukan sebelum prosedur bedah tertentu
untuk mengontrol
hipertensi intrakranial terutama pada pasien
dengan
tumor fossa posterior.
D. Proses Keperawatan pada
Klien yang Menjalani Bedah Intrakranial
1. Pengkajian
a. Pengkajian praoperasi
Pengkajian praoperasi
memerlukan kewaspadaan tentang status
praoperasi pasien
sehingga dapat membuat perbandingan antara tanda
dan gejala praoperasi
dan pascaoperasi pasien. Pengkajian ini
meliputi:
- Tingkat kesadaran dan
responsitivitas terhadap rangsang
- Mengidentifikasi adanya
deficit neurologik seperti paralysis,
disfungsi visual,
perubahan pada kepribadian atau bicara,
gangguan
kandung kemih, dan usus.
- Fungsi motorik tangan
yang diuji dengan kekuatan genggaman
tangan
- Observasi terhadap
gerakan kaki yang dilakukan bila pasien tidak
diambulasi.
Pemahaman
pasien dan keluarga tentang rencana prosedur bedah dan
kemungkinan
gejala sisanya dikaji bersamaan dengan reaksi mereka
terhadap
rencana pembedahan. Selain itu ketersediaan sistem
pendukung
untuk pasien dan keluarga juga dikaji.
4
b. Pengkajian pascaoperasi
Frekuensi
pemantauan pascaoperasi didasarkan pada status klinis
pasien.
Pengkajian ini meliputi:
- Fungsi pernafasan
Mengkaji fungsi
pernafasan adalah esensial karena hipoksia
ringan
dapat meningkatkan iskemia serebral.
- Frekuensi dan pola
pernafasan
- Nilai gas darah arteri
- Fluktuasi tanda vital
pasien, karena ini mengindikasikan
peningkatan
TIK.
- Pengukuran suhu rectal
pasien untuk mengkaji adanya
hipertermia
sekunder akibat kerusakan hipotalamus.
- Pemeriksaan neurologik
untuk mendeteksi peningkatan TIK yang
diakibatkan oleh
edema serebral atau perdarahan. Pengkajian
status neurologik
berfokus pada tingkah kesadaran pasien, tanda-
tanda mata, respon
motorik dan tanda vital. Pasien diobservasi
untuk tanda-tanda
yang tak nyata dari deficit neurologik seperti
penurunan respons
terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan
dalam menelan,
kelemahan/paralysis, ekstremitas, perubahan
visual
(diplopia, penglihatan kabur), perestesia, kejang.,
Balutan bedah pasien
diinspeksi untuk adanya perdarahan
dan
drainase CSS
5
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan
data pengkajian diagnosa keperawatannya meliputi:
• Perubahan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral
• Potensial terhadap ketidakefektifan
termoregulasi yang berhubungan
dengan
kerusakan hipotalamus, dehidrasi dan infeksi.
• Potensial terhadap
kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
hipoventilasi,
aspirasi dan imobilisasi.
• Perubahan
sensori-persepsi (visual, auditorius, bicara) yang
berhubungan
dengan edema periorbital, balutan kepala, selang
endotrakeal
dan efek TIK.
• Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan perubahan penampilan
atau
ketidakmampuan fisik.
Diagnosa
keperawatan lain dapat meliputi:
• Kerusakan komunikasi
(afasi) berhubungan dengan kerusakan
jaringan
otak.
• Resiko tinggi terhadap
kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan
immobilitas, tekanan, inkontinensia.
3. Intervensi Keperawatan
a. Intervensi keperawatan
praoperasi
Pada
persiapan pembedahan, status fisik dan emosional pasien ada
pada
tingkat optimal untuk mengurangi komplikasi pascaoperasi.
6
Status
fisik pasien dikaji untuk deficit neurologik dan dampak
potensial
setelah pembedahan. Intervensi keperawatan pasien
praoperasi
meliputi:
- Bila lengan pasien atau
kakinya paralysis, roll trokhanter
dipasang
pada ekstremitas dan kaki dipersisikan terhadap papan
kaki.
- Pasien yang mampu
ambulasi didorong untuk melakukannya.
- Bila pasien afasia,
tuliskan material atau gambar dan kartu kata-
kata
yang menunjukkan bedpan, gelas air, selimut, dan lain-lain.
- Persiapan emosional
pasien meliputi pemberian informasi tentang
apa
yang akan terjadi pada pasca operasi.
- Perubahan status
kognitif dapat membuat pasien menyadari
rencana
pembedahan.
b. Intervensi keperawatan
pasca operasi
1) Mencapai homeostatis
neurologik
Perhatian
terhadap status pernafasan adalah penting untuk hasil
klinik
pasien.
- Pipa endotrakeal
ditempatkan di sebelah kiri sampai pasien
memperlihatkan
tanda bangun dan mempunyai ventilasi
spontan
yang adekuat.
- Evaluasi keadaan klinis
dan analisa gas darah arteri.
7
2) Edema serebral
- Peningkatan tekanan
intrakranial
- Drainase intraventrikel
dipantau dengan cermat dengan
menggunakan asepsis
ketat bila ada bagian dari sistem
terpegang
- Tanda-tanda vital dan
neurologis diperiksa (tingkat kesadaran
dan responnya,
respons pupil dan motorik) setiap 15 menit
sampai
1 jam)
- Rotasi kepala ekstrem
dihindari sat ada peningkatan TIK
- Setelah bedah
supratentorial pasien ditempatkan dengan
posisi telungkup atau
miring dengan satu bantal di bawah
kepala.
- Kepala tempat tidur
ditinggikan 20º – 30 º.
- Setelah bedah fossa
posterior pasien dipertahankan berbaring
telentang lurus pada
satu sisi (telungkup) dengan kepala
menggunakan
bantal yang kecil.
- Pasien diubah ke posisi
kiri, tetapi kepala tidak fleksi ke arah
dada.
- Posisi pasien diubah
setiap 2 jam dan kulit sering dirawat.
- Mengubah posisi dengan
menggunakan kain seprei di kepala
sampai
bagian tengah paha.
8
3) Mengatur suhu
Intervensi
keperawatan terdiri dari pemantauan suhu dan
melakukan tindakan
untuk menurunkan suhu tubuh; melepaskan
selimut, menggunakan
kantong es di aksil dan daerah lipat paha,
menggunakan selimut
hipotermia dan pemberian obat-obat yang
dipertimbangkan
untuk menurunkan demam.
4) Meningkatkan pertukaran
gas
- Pasien diobservasi
terhadap tanda-tanda infeksi pernafasan:
peningkatan suhu,
peningkatan frekuensi nadi dan perubahan
respiratori.
- Paru-paru diaskultasi
terhadap adanya penurunan bunyi nafas
dan
bunyi tambahan lain.
- Ubah posisi pasien
setiap 2 jam untuk mobilisasi sekret dan
mencegah
statisnya sekret.
- Setelah pasien sadar
lakukan pengukuran tambahan:
kemampuan
menguap, nafas panjang dan nafas dalam.
5) Koping terhadap
deprivasi sensori
- Tempatkan pasien dengan
meninggikan posisi kepala dan
memberikan
kompres dingin di atas mata, membantu
menurunkan
edema.
- Tenaga pelayanan
kesehatan harus memberi tahu keberadaan
mereka
bila memasuki ruangan untuk menghindari kejutan
9
pada
pasien yang penglihatannya berkurang karena edema
periorbital.
6) Mencapai penerimaan diri
- Pasien didorong untuk
mengungkapkan perasaan dan frustasi
tentang
adanya perubahan pada penampilan
- Dorong untuk penggunaan
pakaian pribadi dan penutupan
kepala
kerudung sampai terjadi pertumbuhan rambut
- Sistem pendukung sosial
dan keluarga.
7) Pendidikan pasien dan
pertimbangkan perawatan di rumah
- Kekuatan dan
keterbatasan pasien dijelaskan pada keluarga
dalam
meningkatkan pemulihan pasien.
- Jaga kulit kepala tetap
kering sampai seluruh jahitan diangkat.
8) Infeksi
- Tempat insisi dipantau
untuk adanya kemerahan, nyeri tekan,
benjolan,
separasi atau bau menyengat
- Tekan balutan dengan
bantalan steril sehingga kontaminasi
dan
infeksi terhindar
9) Kejang
- Berikan medikasi
antikonvulsan yang diresepkan sebelumnya.
4. Perencanaan dan
Implementasi
Sasaran
utama pasien ini mencakup tercapainya keseimbangan
neurologis.
Untuk meningkatkan perfusi jaringan serebral, tercapainya
10
regulasi
suhu, kemampuan koping dengan penurunan sensori, ventilasi
dan pertukaran gas
normal, adaptasi terhadap pembuatan citra tubuh dan
tidak
terjadi komplikasi.
5. Evaluasi
Hasil
yang diharapkan:
1. Tercapainya homeostatis
neurologis/meningkatnya perfusi jaringan
serebral.
a. Membuka mata sesuai
perintah; menggunakan kata-kata yang
dikenal
dengan kemajuan untuk berbicara normal.
b. Mematuhi perintah dengan
respons motorik yang tepat
2. Tercapainya pengaturan
suhu dan suhu tubuh dalam keadaan normal
3. Mengkoping penurunan
sensori
4. Mempunyai pertukaran gas
yang normal
a. Gas darah arteri normal
b. Bunyi nafas bersih tanpa
bunyi-bunyi tambahan
c. Melakukan nafas dalam
dan mengubah posisi secara langsung
5. Menunjukkan peningkatan
konsep diri
a. Memperhatikan hal
berdandan
b. Mengunjungi dan
berinteraksi dengan orang lain
6. Tidak ada
komplikasi
a. TIK normal
11
b. Perdarahan pada tempat
pembedahan minimal dan insisi bedah
sembuh
tanpa bukti infeksi
c. Suhu tubuh normal
d. Kadar keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam batas-batas yang
diinginkan
e. Tidak menunjukkan kejang
E. Bedah Transfenoidal
Tumor yang terletak
di dalam sela tursika dan adenoma hipofisis
dapat diangkat dengan
pendekatan transfenoidal. Insisi dibuat di bawah bibir
atas dan jalan masuk
dibuat ke dalam rongga nasal, sinus senoidal dan sela
tursika. Teknik bedah
mikro memberikan perbaikan pencahayaan,
pembesaran, dan
visualisasi sehingga struktur vital di dekatnya dapat
dihindari.
Pendekatan transfenoidal
memberikan akses langsung pada sel
tursika
dengan resiko trauma dan hemoragi minimal. Tindakan ini
menghindari
banyak resiko kraniotomi, dan ketidaknyamanan pascaoperasi
serupa
dengan prosedur bedah transnasal lain. Juga dapat digunakan untuk
ablasi
hipofisis pada pasien dengan payudara di seminata atau kanker prostat.
12
II. PENDEKATAN NEUROLOGIK
DAN BEDAH NEURO UNTUK
PENATALAKSANAAN
NYERI
A. Prosedur Stimulasi
Stimulasi listrik
atau neuromodulasi adalah metode supresi nyeri
dengan memberikan
denyutan listrik bertegangan rendah terkontrol pada
bagian
sistem saraf.
1) Stimulasi saraf listrik
transkutaneus (TENS)
TENS adalah pasase
arus listrik kecil melalui kulit untuk tujuan
mengontrol nyeri
lokal. Elektroda ditempatkan di atas sisi nyeri,
sepanjang proses
saraf perifer. Pasien mengoperasikan kontrol amplitudo
sampai stimulasi yang
terdeteksi oleh sensasi vibrasi, dengungan atau
ketukan, terasa di
dalam jaringan yang lebih dalam. Amplitudo
ditingkatkan secara
perlahan sampai sensasi dirasakan pada sisi atau asal
nyeri
atau sepanjang jaras radiasi.
2) Stimulasi kolumna dorsal
(DCS)
DCS adalah teknik
yang digunakan untuk meredakan nyeri
kronik dan hebat di
mana alat yang diimplantasikan melalui pembedahan
memungkinkan pasien
memberikan stimulasi listrik denyutan pada aspek
dorsal medulla
spinalis untuk memblok impuls nyeri. Laminektomi
dilakukan di atas
asupan nyeri derajat tinggi, dan elektroda ditempatkan
pada ruang epidural
di atas kolumna posterior medulla spinalis. Kantung
subkutan disusun di
atas area klavikula atau beberapa tempat lain untuk
13
penempatan
penerima yang keduanya disambungkan dengan saluran
subkutan.
3) Neurostimulasi epidural
perkutan
Merupakan metode
stimulasi neuro di mana elektroda dimasukkan
melalui
kulit ke dalam ruang epidural spinal. Tindakan ini tampak efektif
dalam
mengatasi arakhnoiditis dan neuroma pasca amputasi.
4) Stimulasi otak dalam
Dilakukan
untuk masalah nyeri khusus ketika pasien tidak berespon pada
teknik
umum pengendalian nyeri. Elektroda dimasukkan melalui lubang
burr
di tengkorak dan dimasukkan ke dalam tempat terpilih di otak,
bergantung
pada lokasi atau tipe nyeri.
B. Opioid Instrapinal
Resepton
opioid tidak hanya ada di otak tetapi juga di substansia
gelantinosa
korda spinalis. Reseptor ini dapat berkombinasi dengan opioid
yang
diberikan secara lokal (morfin) diinjeksikan secara epidural atau
intratekal
untuk menghasilkan peredaan nyeri jangka panjang dengan sedikit
atau
tanpa menumpulkan tingkat responsivitas pasien dan tidak
menghilangkan
fungsi sensori, motorik atau sfingter., teknik yang digunakan
kebanyakan
meliputi penempatan kateter dalam ruang epidural atau
subarakhnoid
dengan jarum spinal dan memasukkan kateter sedekat mungkin
ke
segmen spinal di mana nyeri dirasakan.
14
C. Prosedur Ablatif dan
Destruktif
Serat-serta
penimbul nyeri dapat dihentikan pada titik manapun dari
asalnya
ke kortek serebral.
Prosedur
ablative atau destruktif terdiri atas:
1) Kordotomi
Kordotomi
adalah pembagian traktus korda spinalis tertentu
a) Kordotomi perkutan,
menggunakan arus frekuensi radio untuk
menghasilkan lesi
pada permukaan anterolateral korda spinalis. Pada
pasien dengan
anestesi lokal jarum dimasukkan ke dalam leher di
bawah
dan di belakang prosesus mastoideus.
b) Kordotomi terbuka.
Mencakup pembedahan terhadap kolumna
anterolateral
serat-serta nyeri spinal di atas region torakal atau
servika.
Prosedur ini menghentikan atau merusak konduksi nyeri dan
sensasi
suhu.
2) Rizotomi
Rizotomi
adalah pembedahan pada akar spinal yang digunakan untuk
mengontrol
nyeri dada berat karena kanker paru dan untuk mengurangi
nyeri
kepala dan malignansi leher.
a) Rizotomi perkutan, arus
frekuensi radio digunakan untuk secara
selektif
menggumpalkan serat-serta nyeri sementara serat-serta yang
mengendalikan
sentuhan dan propriosepsi dipertahankan.
15
b) Rizotomi kimiawi,
alkohol, fenol atau campuran agens diinjeksikan
ke
dalam ruang subarakhnoid.
D. Pendekatan Bedah Psiko
Tujuan prosedur bedah
psiko adalah untuk mengubah respons pasien
terhadap
nyeri. Talainotomi adalah perusakan terhadap kelompok sel khusus
di
dalam thalamus. Lubang burr di buat di tengkorak, elektroda ditempatkan
dalam
area target dengan teknik stereotaksik dan arus frekuensi radio,
kemudian
diarahkan melalui elektroda untuk menciptakan lesi.
III. SAKIT
KEPALA
A. Klasifikasi
Klasifikasi
sakit kepala paling baru dikeluarkan oleh Headache
Classification
Committee of the Internasional Headache Society sebagai
berikut:
1) Migren (dengan dan tanpa
aura)
2) Sakit kepala tegang
3) Sakit kepala klaster dan
hemikronia paraksismal
4) Berbagai sakit kepala
yang berkaitan dengan lesi struktural
5) Sakit kepala dihubungkan
dengan trauma kepala
6) Sakit kepala dihubungkan
dengan gangguan vascular
7) Sakit kepala dihubungkan
dengan gangguan intrakranial non vaskular
16
8) Sakit kepala dihubungkan
dengan penggunaan zat kimia atau gejala putus
asa.
9) Sakit kepala dihubungkan
dengan infeksi non-sefalik
10)
Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik
11) Sakit kepala atau
nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan
kepala,
leher atau struktur sekitar kepala
12)
Neuralgia kranial
B. Pengkajian
Data yang diperoleh
untuk riwayat kesehatan harus menunjukkan
kata-kata pasien
sendiri tentang sakit kepala seperti digambarkan pada
respons
terhadap pertanyaan ini:
- Berapa usia Anda sakit
kepala ini mulai? Pada situasi seperti apa
mulainya.
- Di mana lokasinya?
Apakah bilateral atau unilateral? Apakah menyebar?
- Berapa kali sakit
kepala terjadi selama waktu tertentu?
- Apakah ada faktor yang
mendukung
- Apa yang membuat sakit
kepala bertambah buruk (batuk, tegang)
- Kapan waktu serangan
- Apa yang biasa digunakan untuk mengurangi sakit kepala
(aspirin,
makanan,
istirahat)
- Apakah ada mual,
muntah, keletihan atau kesemutan pada ekstremitas
menyertai
sakit kepala.
17
- Apakah Anda mempunyai
alergi
- Apakah keluarga
mempunyai sejarah sakit kepala
C. Migren
Migren
adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada
waktu tertentu dan
serangan sakit kepala berat yang berulang-ulang.
Penyebab migren tidak
diketahui jelas. Tetapi ini dapat disebabkan oleh
gangguan vaskuler
primer yang biasanya banyak terjadi pada wanita dan
mempunyai
kecenderungan kuat dalam keluarga.
D. Sakit Kepala Vaskuler
Lain
Sakit
kepala vaskuler lain meliputi:
1) Cluster headache
Merupakan
bentuk sakit kepala vaskuler berat. Hal ini sering terjadi pada
pria
dan lebih mudah terjadi pada keadaan penderita sangat lelah dan
letih.
Serangan datang dalam bentuk menumpuk dan berkelompok dengan
nyeri yang menyiksa
pada lokasi mata dan lingkaran mata dan menyebar
ke
wajah dan daerah temporal. Nyeri diikuti mata berair dan sumbatan
hidung,.
Serangan berakhir dari 15 menit sampai 2 jam. Sedangkan pada
wanita
biasanya datangnya serangan berkaitan dengan menstruasi.
2) Arteritis kranial
Radang
arteri kranial merupakan karakteristik sakit kepala berat yang
terletak
di sekitar arteri temporal. Radang mungkin menyebar di bagian
arteri
kranial, merupakan salah satu penyakit pembuluh darah.
18
Arthritis
kranial adalah salah satu penyebab sakit kepala pada populasi
lansia yang jangkauan
insidennya besar pada usia di atas 70 tahun.
Arteritis kranial
sering dimulai dengan adanya kelelahan, lemah,
kehilangan
berat badan dan demam.
Arteritis kranial
merupakan gambaran pertahanan (imun) vaskulitis di
mana imun kompleks
ditumpuk pada dinding-dinding pembuluh darah
yang
terpengaruh yang menghasilkan cedera pembuluh darah dan radang.
E. Sakit Kepala Tegang
(Sakit Kepala Kontraksi Otot)
Kontraksi otot atau
tension headache menimbulkan nyeri karena
kontraksi
terus-menerus otot kulit kepala, dahi dan leher disertai
vasokontriksi
ekstrakranial, karakteristik sakit kepala mungkin menetap,
perasaan tetap pada
tekanan yang biasanya dimulai pada dahi, pelipis atau
belakang leher.
Bentuk akut dikaitkan dengan keadaan stress, kegelisahan
yang biasanya
berlangsung satu atau dua hari. Tension headache bentuk
kronik
lebih sering dijumpai pada wanita dan biasanya bilateral.
19
ConversionConversion EmoticonEmoticon