Salam Sehat dan Harmonis

-----

TRAUMA CAPITIS / TRAUMA CRANIOCEREBRAL atau CEDERA KEPALA






TRAUMA CAPITIS / TRAUMA CRANIOCEREBRAL 
atau CEDERA KEPALA



PENGERTIAN
Trauma capitis merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan di lokasi
kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat
darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.

Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi trauma bila
dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada tempat benturan, beberapa milidetik akan terjadi
depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan
trauma jaringan lunak/otak atau kulit seperti commosio dan contusio, edema otak, perdarahan atau laserasi
dengan derajat yang bervariasi, tergantung pada luas daerah trauma.

Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara
serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital.
Tingkat keparahan cedera kepala menjadi ringan segera ditentukan saat klien tiba di rumah sakit.


ETIOLOGI
Penyebab cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, morfologi dan
kejadiannya cedera antara lain :
1.   Mekanisme  berdasarkan adanya penetrasi duramater
a.   Trauma tumpul  kecepatan tinggi dan kecepatan rendah
b.   Trauma tembus  luka tembak, tertusuk, dsb

2.   Keparahannya
a.   Ringan  GCS 14 – 15
b.   Sedang  GCS 9 – 13
c.   Berat  GCS 3 – 8 

3.   Morfologi
a.   Fraktur tengkorak  kranium dan basis
b.   Lesi intrakranial   fokal (epidural, subdural, intracerebral) dan difus (konkusi ringan,
konkusi klasik, cedera aksonal difus)

4.   Kejadiannya
a.   Trauma primer  benturan langsung dan benturan tidak langsung (akselerasi/deselerasi otak)
b.   Trauma sekunder  trauma syaraf melalui akson yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoxia,
hipercapnia atau hipotensi sistemik


KLASIFIKASI TRAUMA KAPITIS
Secara umum, trauma kapitis diklasifikasikan menjadi 2 bentuk, yaitu :
1.   Trauma kepala tertutup
Jenis-jenis trauma kepala tertutup antara lain :
a.   Comosio cerebri (gegar otak)
Gangguan fungsi cerebral sementara berupa kesadaran menurun (pingsan/coma, amnesia
retrograd singkat), tanpa adanya laserasi cerebri, mengalami coma kurang dari 20 menit, cacat
otak tidak ada dan perawatan di rumah sakit kurang dari 48 jam.

b.   Contusio cerebri (memar otak)
Apabila terjadi laserasi cerebri, yang ditandai oleh kesadaran turun yang lebih lama, defisit
neurologis seperti hemiparesis, kelumpuhan syaraf otak, refleks abnormal, twitching, konvulsi,
delirium dan CSF berdarah serta EEG abnormal. 





1





c.   Edema cerebri traumatic
Apabila dalam pengamatan lanjut terdapat tanda-tanda penurunan keadaan umum klien,
misalnya kesadaran yang turun lambat atau tidak membaik dalam waktu antara 3-7 hari,
disertai tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial berupa edema papil, nyeri kepada makin
berat, muntah.

d.   Hematoma epidural (ektradural)
Ditandai oleh adanya penurunan kesadaran yang mulainya lebih lambat (bukan pada detik
trauma), defisit neurologis lambat, anisokhor (penekanan batang otak dari jarak jauh oleh
masa hemisfer sesisi), bradikardia, tekanan darah meningkat.

e.   Hematoma subdural
Lebih lambat dari hematoma epidural dan bedanya adalah timbulnya edema papil. Nyeri
kepala juga menonjol, sedang interval lusid lebih sulit ditemukan. Perdarahan yang terjadi
disebabkan oleh pecahnya berpuluh-puluh vena yang berjalan dari tepi duramater sampai
piamater atau pecahnya sinus sagitalis superior yang lebih hebat yang menyebabkan
hematoma subdural akut. 

f.    Hematoma intracerebri
Terjadi bersamaan dengan contusio, sehingga secara umum lebih buruk baik dioperasi
maupun tidak. Dorongan yang mengancam terjadinya herniasi otak oleh bekuan darah
ditengah otak disertai edema lokal yang hebat.

g.   Higroma
Apabila hematoma diserbu oleh CSF, sehingga mengencer. Dapat terjadi pengumpulan cairan
yang berprotein sangat tinggi (hingga 2000 mg%) yang kadang-kadang memerlukan terapi
bedah atau aspirasi.

2.   Trauma kepada terbuka
Untuk trauma kepala terbuka, biasanya diklasifikasikan berdasarkan jenis lukanya, luas permukaan
luka, dalamnya penetrasi kebagian proksimal, derajat perdarahan yang  terjadi. 


PATOFISOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik apabila kebutuhan oksigenase dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel-sel syaraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan mengakibatkan gangguan
fungsi. Demikian juga dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan coma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hypoxia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui metabolisme
anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada contusio berat, keadaan hypoxia atau
kerusakan otak akan mengakibatkan penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini dapat
mengakibatkan asidosis metabolic. Dalam keadaan normal aliran darah cerebral adalah 50 – 60 yang
merupakan 15% dari COP. 

Keadaan cedera kepala sangat berpengaruh terhadap sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, sistem
metabolisme tubuh dan sistem gastrointestinal. Sebab, itu penanganan secara dini kepada klien dengan
trauma kapitis menentukan kehidupan sang klien. Sehingga trauma kapitis seringkali dikategorikan
sebagai keadaan darurat sistem neurology.

Terminologi yang sering sekali dijumpai pada klien dengan trauma kapitis antara lain :
  Rhinorrhoe  keluarnya liquor melalui hidung
  Otorrhoe  keluarnya liquor melalui telinga
  Brill hematoma / raccon eye  kebiruan - kehitaman disekitar kelopak mata
  Battle sign  warna biru/ekimosis di daerah belakang telinga diatas tulang mastoid
  Hemotimpanum  perdarahan di daerah gendang telinga
  Periorbital ekimosis  mata berwarna hitam tanpa trauma langsung



2





PENATALAKSANAAN

Pedoman resusitasi dan penilaian awal 
1.   Menilai jalan nafas  air way
2.   Menilai pernafasan  breathing
3.   Menilai sirkulasi  circulation
4.   Mengatasi kejang / kovulsi
5.   Menilai tingkat keparahan
a.   Cedera kepala ringan 
  GCS 14 – 15
  Tidak ada kehilangan kesadaran misalnya konkulsi
  Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
  Klien dapat mengeluh nyeri kepada dan pusing
  Klien dapat menderita laserasi atau hematoma kulit kepala
b.   Cedera kepala sedang
  GCS 9 – 13
  Klien mengalami penurunan kesadaran seperti konkusi
  Amnesia pasca trauma
  Mual dan muntah
  Tanda kemungkinan fraktur kranium  battle sign, raccon eye, hemotimpanum, otorrhoe,
rhinorrhoe)
  Kejang / convulsion
c.   Cedera kepala berat
  GCS 3 – 8
  Penurunan derajat kesadaran secara progresif
  Tanda neurologis fokal  menyeluruh
  Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium


Pedoman penatalaksanaan umum
1.     Pada semua klien dengan cedera kepala dan atau leher, anjurkan foto tulang belakang servikal 
collar sevikal baru dapat dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal normal.
2.   pada semua klien cedera kepada sedang – berat, dilakukan prosedur berikut :
a.   IV line kateter dengan larutan salin normal (NaCl 0,9%) atau cairan Ringer Lactat. 
b.   Pemeriksaan hematokrit, darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah, skrining toksikologi
dan kadar alkohol bila perlu
3.   Mengajurkan untuk pemeriksaan foto rontgen kepala dan atau CT Scan
4.   Klien coma (GCS < 8) atau klien dengan tanda-tanda herniasi otak, lakukan tindakan berikut :
a.   Elevasi kepada 30o
b.   Hiperventilasi 
c.   Anjurkan pemberian manitol 20% 1g/kg intravena dalam waktu 20 – 30 mnt
d.   Pemasangan kateter foley
e.   Anjurkan konsultasi dokter bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi


Kriteria perawatan di rumah sakit 
1.   Adanya perdarahan intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan
2.   Konvusi, agitasi atau kesadaran menurun
3.   Adanya tanda dan gejala neurologis fokal
4.   Intoksikasi obat atau alkohol
5.   Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati klien di rumah 













3





ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA CEREBRI


PENGKAJIAN 
1.   Aktifitas / istirahat  merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan kesadaran,
hemi/quardiparese, letargi, masalah dalam keseimbangan, cedera tulang, kehilangan tonus otot,
otot spastik.
2.   Sirkulasi  perubahan tekanan darah atau normal, perubahan frekwensi jantung
3.     Integritas ego  perubahan tingkah laku atau kepribadian, cemas, mudah tersinggung, delirium,
agitasi, bingung, depresi, impulsif
4.   Eliminasi  inkontinesia vesiko urinaria/usus atau mengalami gangguan fungsi
5.   Makanan dan cairan       mual, muntah dan mengalami perubahan selera, gangguan
menelan/disfagia
6.   Neurosensori   kehilangan kesadaran (durasi), amnesia (durasi), vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, tingling, baal pada extremitas, perubahan dalam penglihatan, gangguan
pengecapan dan juga penghiduan, perubahan status mental bisa sampai coma, perubahan pupil,
kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah dan tidak seimbang, refleks
tendon dalam tidak ada atau lemah, hemi/quadri parese/plegia, kejang, sangat sensitif terhadap
sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi
tubuh
7.   Nyeri/Kenyamanan  sakit kepala dengan lokasi dan intensitas yang berbeda (biasanya lama),
wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa
beristirahat, merintih
8.   Pernafasan  perubahan pola nafas (apnea diselingi oleh hiperventilasi), suara nafas stridor,
tersedak, ronkhi dan mengi positif
9.   Keamanan  trauma baru/trauma karena kecelakaan, faktur/dislokasi, gangguan penglihatan
10. Interaksi sosial  masalah bicara dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
11. Penyuluhan dan pembelajaran  adanya riwayat hipertensi, stroke, pemakaian kontrasepsi oral,
kecanduan alkohol.

PRIORITAS KEPERAWATAN
1.   Memaksimalkan perfusi atau fungsi cerebral
2.   Mencegah atau meminimalkan komplikasi
3.   Mengoptimalkan fungsi otak/mengembalikan pada keadaan sebelum terjadi trauma
4.   Menyokong proses koping dan pemulihan keluarga
5.   Memberikan informasi mengenai proses/prognosis penyakit, rencana tindakan dan sumber daya
yang ada

TUJUAN PEMULANGAN
1.   Fungsi cerebral meningkat ; defisit neurologis dapat diperbaiki atau distabilkan (tidak berkembang
lagi)
2.   ADL dapat mandiri atau bantuan minimal dari orang lain
3.   Keluarga memahami keadaan yang sebenarnya dan dapat terlibat dalam proses pemulihan
4.   Proses /prognosis penyakit dan penanganannya dapat dipahami dan mampu mengidentifikasi serta
memanfaatkan sumber daya yang tersedia

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.   Perubahan perfusi jaringan cerebral b/d supply aliran darah cerebral terhenti/terhambat
(hemoragi/hematoma); edema cerebral; penurunan tekanan darah sistemik (hipovolemia, disritmia)
d/d perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memory, perubahan respon motorik/sensorik, gelisah,
perubahan tanda vital
Kriteria hasil :
  Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognitif dan fungsi motorik/sensorik
  Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial

2.   Resiko tinggi tidak efektifnya pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernafasan di otak) ; kerusakan persepsi atau kognitif ; obstruksi trakheobronchial
Kriteria hasil :
  Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif, bebas sianosis, gas darah arteri dalam
batas normal


4





3.   Perubahan persepsi sensori b/b perubahan transmisi dan atau integrasi syaraf d/d disorientasi,
perubahan dalam respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan dalam postur,
ketidakmampuan untuk memberitahu posisi bagian tubuh (propiosepsi), perubahan pola
komunikasi, distorsi auditorius dan visual, dsb.
Kriteria hasil :
  Mempertahankan tingkat kesadaran optimal dan fungsi persepsi
  Menerima perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu
  Mendemonstrasikan perubahan perilaku/gaya hidup untuk mengkompensasi 

4.   Perubahan proses pikir b 
5.   Kerusakan mobilitas fisik
6.   Resti infeksi
7.   Perubahan proses keluarga
8.   Defisit kowledge


























































5
Previous
Next Post »

Translate