Salam Sehat dan Harmonis

-----

askep GANGGUAN PENGLIHATAN “ABLASI RETINA”





ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN PENGLIHATAN 
“ABLASI RETINA”





BAB I
TINJAUAN TEORI

A.  Anatomi dan Fisiologi Mata
























Struktur-struktur dalam mata manusia






























Lapisan-lapisan di retina


































1





Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya.
Lokasi:
-     Antara koroid dan corpus vitreous
-     Epitel pigmen berhubungan erat dengan membran Bruch
-     Membentang dari ora sorrata (awal dari retina) sampai papilla N. optik.
-     Retina melekat erat pada ora sorrata sampai papilla N. II
-     Merupakan lapisan transparan, berwarna kemerahan dari pembuluh koroid di
bawahnya.
-     Polus posterior terdapat:
     Makula lutea
   Berwarna kuning
   Merupakan cekungan, di tengah fovea centralis
Daerah tipis yang merupakan pusat penglihatan tertajam
     Papilla N. II
   Warna pucat
   Oval/bulat
   Bintik buta (blind spot)
   Cekungan di tengah (ekskavasio)
   Arteri dan vena retina sentral masuk dan keluar.
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri dari lapisan dari
luar ke dalam.
1.   Lapisan fotoreseptor
Merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping
dan sel kerucut.
2.   Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3.   Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang
Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
4.   Lapis pleksi form luar, merupakan lapis asoluler dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
5.   Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel muller lapis
ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6.   Lapis pleksi form dalam, merupakan lapis asoluler merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7.   Lapis sel ganglion yang merupakan lapis sel badan dari pada neuron kedua.
8.   Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di
dalam lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
9.   Membran limitan interna merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
Retina mengandung fotoreseptor
Sel fotoreseptor pada retina:
1.   Sel batang Rods
Banyak di luar makula. Makin ke perifer makin banyak. Berfungsi bertanggung jawab
untuk penglihatan hitam-putih, penglihatan malam, penglihatan gelap.
Terdapat pigmen rodopsin
2.   Sel kerucut (cones)
Banyak ditemukan pada makula lutoa dan fovea sentralis.

2





Fungsi: bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan warna, penglihatan siang hari,
penglihatan terang.

B.  Definisi
-     Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensorik retina dari lapisan
epitel pigmen retina (Daniel, 2000).
-     Ablasi retina adalah merupakan keadaan terlepasnya retina yang diikuti dengan
penimbunan cairan pada ruang potensial antara retina dengan sel pigmen epitel
koroid (Sidarta Ilyas, 2003)
C.  Etiologi
Ablasi retina disebabkan oleh:
1.   Robekan retina akibat tarikan dari sisi badan kaca akibat jaringan parut.
2.   Robekan retina terjadi akibat eksudasi, bila terjadi timbunan dari pandangan atau
tumor.
3.   Akibat adanya robekan pada retina, cairan masuk ke belakang dan mendorong retina.

D.  Klasifikasi
1.   Rhegmatogenous Retina Detachmen/ablasi retina regmatogenosa.
 ada robekan yang merupakan kausa utama
2.   Non Rhegmatogenous Retina Detachmen
 Tidak ada robekan
     Tractional/traksi
     Exudative / eksudatif

Ablasi Retina Regmatogenosa
Terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga corpus vitreous yang mengalami
pencairan akan masuk ke belakang antara sel pigmen dengan retina.
Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui
robekan atau lubang pada retina ke rongga sub retina sehingga mengapungkan retina dan
terlepas dari lapisan epitel pigmen koroid.
Bentuk robekan retina:
1.   Robekan bentuk U
2.   Robekan bentuk U tidak sempurna
3.   Robekan bentuk bulat akibat operculum semua terlepas.
4.   Dialisis
Sering terjadi pada pasien:
     Miopia degeneratif
     Degenerasi retina

Ablasi Retina Eksudatif
Ablasi retina eksudatif: ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan
mengangkat retina. Penimbunan cairan sub retina sebagai akibat keluarnya cairan dari
pembuluh darah retina dan koroid.
Sering terjadi pada:
     Peradangan: Skleritis, koroiditis
     Tumor retrobul bar

3





Ablasi Retina Tarikan atau Traksi
Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan
kaca.
Sering terjadi pada pasien terdapatnya jaringan fibrosis disebabkan oleh:
     DM proliferatif
     Trauma
     Perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi

E.  Faktor Predisposisi
1.   Degenerasi retina perifer
2.   Adanya kelainan vitreoretinal yang menyertai
3.   Mata dengan myopia tinggi
4.   Pasca retinitis
5.   Ekstraksi katarak
6.   Trauma

F.   Patofisiologi
Apabila karena suatu sebab terjadi gerakan pada badan kaca maka akan terjadi
tarikan yang menyebabkan robekan pada retina, sehingga yang tadinya mendapat nutrisi
dari pembuluh darah kario kapiler tidak lagi mendapat nutrisi yang baik dari koroid,
sehingga akan terjadi penghancuran sel kerucut dari sel batang akibatnya akan terjadi
degenerasi dan atior sel reseptor retina.
Pada saat terjadi degenerasi retina, maka akan terjadi kompensasi dari sel epitel
pigmen yang melakukan serbukan sel ke daerah degenerasi sehingga akan terlihat sel epitel
pigmen di depan retina. Tetapi bila degenerasi berlangsung lama, sel pigmen akan
bermigrasi ke dalam cairan sub retina dan ke dalam sel reseptor kerucut dan batang.
Bila pada retina terdapat rupture besar maka badan kaca akan masuk ke dalam
cairan sub retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca dengan koroid maka
akan terjadi degenerasi koroid. Apabila terjadi degenerasi sel reseptor maka keadaan ini
akan berlanjut ke dalam jaringan yang lebih dalam yang kemudian jaringan ini diganti
dengan jaringan glia. Akhirnya penglihatan akan sangat menurun, karena fungsi saraf
masih baik maka penglihatan yang paling jelek hanya mampu membedakan gelap terang.
Bila proses di atas belum terjadi dan ablasi retina ditemukan dini dan kemudian
kedudukan retina dikembalikan ke tempat semula (asal), maka akan terjadi pengembalian
penglihatan yang sempurna.

G.  Gejala Klinik
     Visus menurun
     Defek lapang pandang
     Floaters
Keluhan adanya bayangan yang bergerak oleh karena adanya robekan retina 
robekan sel-sel masuk ke korpus vitreous (terutama bila corpus vitreous mencair)
 bila melewati area penglihatan terlihat bayangan hitam atau seperti ada
serangga.
     Fotopsia
Kilatan cahaya karena regangan retina

4





     Bayangan retina keabuan pada lokasi
     Terlihat gejala sesuai penyebabnya
H.  Pemeriksaan Penunjang
1.   Pada pemeriksaan funduskopi, retina terlihat berwarna abu-abu.
     Permukaan retina tidak rata dan terlihat seperti bergelombang
     Pembuluh darah di atas retina berkelok-kelok sesuai dengan gelombang retina yang
terangkat
     Pada daerah ablasi tidak terlihat gambaran koroid normal
     Pada retina terlihat retina robek
     Lubang pada retina dapat dilihat dengan melihat refleksi merah koroid pada retina
yang terangkat dan berwarna abu-abu.
     Robekan pada retina dapat berbentuk ladam kuda, lubang kecil atau bentuk bulan
sabit
     Ruptur yang terjadi sering pada daerah temporal superior atas fundus okuli.
2.   Tekanan bola mata rendah bila tekanan bola mata tinggi, berarti terjadi glukoma non
vaskuler pada ablasi yang lama.
3.   Pemeriksaan ERG terlihat gelombang a dan b yang menurun
4.   Pemeriksaan angiografi fluoresin:
     Terlihat kebocoran di daerah para papilar dan daerah yang berdekatan dengan
tempatnya rupture
     Terlihat gangguan permeabilitas koriokapiler akibat rangsangan langsung badan
kaca pada koroid.
     Membedakan antara ablasi primer atau sekunder

I.    Penatalaksanaan
1.   Ablasi Retina Eksudatif
Karena bukan sebab langsung kerusakan retina, maka terapinya sesuai dengan kausa
misalnya karena peradangan, maka terapi pada yang mengalami peradangan.
2.   Ablasi Retina Traksi
Melepaskan jaringan parut atau fibrosis di dalam badan kaca dengan tindakan
virektomi.
3.   Ablasi Retina Regmatogenosa
Bila diagnosis ablasi retina regmatogenosa sudah dibuat maka penderita sudah harus
dirawat dengan tujuan untuk menghindari robekan lebih lanjut.
Perawatan:
-     Penderita harus istirahat terutama tidak membaca
-     Kedua mata diberi lubang pengintip
-     Mata diberi sikloplegik
Pembedahan harus segera dilakukan bila:
-     Lepasnya makula baru 2 hari
-     Ablasi mengancam terangkatnya makula
-     Robek retina besar
Pembedahan tidak terlalu akut bila:
-     Ablasi lama dengan makula lepas
-     Ablasi lama yang tidak mengancam makula lutea


5





Pembedahan bertujuan melekatkan kembali retina yang lepas dengan:
-     Diatermi, tanpa atau dengan mengeluarkan cairan subretina
-     Implan yang diletakkan pada kantung sclera sesudah dilakukan reseksi sclera yang
akan mendekatkan sclera dengan retina
-     Band, yang merupakan ikatan melingkar pada bola mata.

J.   Komplikasi
Dapat terjadi tarikan massif retina vitreous

K.  Prognosis
Prognosis ablasi retina baik bila:
-     Robekan kecil
-     Adanya garis demarkasi ablasi pada retina
-     Cairan subretina sangat sedikit
Prognosis kurang memuaskan bila:
-     Ablasi dengan afakia
-     Ablasi total
-     Ablasi tidak dengan bibir rupture melipat
Prognosis buruk pada:
-     Ablasi retina dengan ablasi koroid makula
-     Ablasi retina dengan rupture besar
Tanpa pengobatan retina akan terlepas total dalam 6 bulan
30 % kasus tanpa komplikasi  sembuh 1x operasi
15 %  memerlukan operasi kedua
Anjurkan pada penderita yang baru mengalami pembedahan ablasi untuk mengurangi
olahraga terutama yang melakukan gerakan kepala yang cepat.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PENGLIHATAN
SEHUBUNGAN DENGAN ABLASI RETINA

I.       Pengkajian
Pengumpulan Data
     Informasi umum meliputi data identitas klien
     Keluhan utama
-     Tanyakan pada klien mengenai keluhan sehingga mendorong klien datang
untuk berobat.
Seperti
   Penglihatan kabur
   Rasa tidak enak di mata
   Adanya kilatan cahaya
     Riwayat kesehatan masa sekarang
a.   Kapan gangguan penglihatan mulai dirasakan
b.   Bagaimana gangguan penglihatan itu terjadi
c.   Apakah pasien merasa adanya perubahan dalam matanya (massa tumor)
d.   Apakah keluhan bertahap atau tiba-tiba
e.   Apakah tajam penglihatan menurun secara menetap atau kadang-kadang


6




f.    Bagaimana bentuk penglihatan
g.   Apakah mempengaruhi kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
h.   Apakah yang dilakukan klien pada saat masalah pertama kali dirasakan
i.    Apakah ada keluhan lain yang menyertai
     Riwayat kesehatan masa lalu
a.   Apakah pasien sering minum obat tertentu (nama obat dan lama
penggunaannya)
b.   Apakah pasien sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama
c.   Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama
d.   Apakah pernah menderita penyakit DM
e.   Apakah pernah kena penyakit mata
     Riwayat sosial budaya
1. Kebiasaan hidup
a.   Kepercayaan
b.   Tempat berobat
2. Lingkungan pekerjaan
a.   Debu
b.   Las besi atau bengkel
c.   Pabrik
3. Status nutrisi
a.   Kebiasaan makan
b.   Pola makan
4. Data sosial
     Hubungan dengan keluarga dan masyarakat 
3.      Riwayat psikologis
a.   Bagaimana perilaku dan reaksi pasien serta keluarganya terhadap gangguan
penglihatan yang dialami pasien
b.   Mekanisme koping yang biasa digunakan pasien dalam menghadapi dan
mengatasi masalahnya.
4.      Pengkajian fisik
a.   Pemeriksaan tajam penglihatan
-     Visus OD
-     Visus OS
b.   Pemeriksaan anatomik yang dilakukan dengan cara objektif
-     Inspeksi: konjungitva: perdarahan, anemi/sclera: warna/iris: warna
Pupil: bentuk, letak, diameter/posisi bola mata
-     Palpasi: untuk menentukan adanya tumor, keadaan nyeri tekan dan tekanan
intra okuler.
c.   Pemeriksaan diagnostik/laboratorium:
Darah, pemeriksaan histology, mata (tonometri), fundoskopi, ERG, angiografi
fluoresin.

Lampiran
Pengumpulan Data
   Informasi umum
a. Identitas klien

7





Nama : Ny. M
Umur : 40 tahun
Pendidikan : tamat SMA
Pekerjaan : wiraswasta

Agama
Alamat

: Islam
: Jl. Kenanga No. 3 Sungguminasa

b. Identitas penanggung
Nama Suami: Tn. A
Umur : 45 tahun
Pendidikan : tamat SMA
Pekerjaan : wiraswasta

Agama
Suku

: Islam
: Makassar

Penghasilan/bulan: ± 500.000

Alamat

   Keluhan utama

: Jl. Kenanga No. 3 Sungguminasa

Keluhan penglihatan kabur, kadang-kadang ada kilatan cahaya pada mata.

   Riwayat kesehatan masa sekarang 
Penglihatan dirasakan mulai sejak kemarin sore ± 30 menit setelah klien tertumbuk di
dinding dan keluhan dirasakan terus menerus sampai sekarang sehingga kita merasa
terganggu untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Klien sudah berobat di Pak Mantri
dan diberi obat suntik 1x

   Riwayat kesehatan masa lalu
-     Sebelum terjadi trauma klien tidak pernah mengkonsumsi obat-obat kecuali bila
sakit seperti, panas  paracetamol
-     Klien dan keluarga tidak pernah menderita penyakit yang sama, tetapi klien pernah
menderita penyakit mata ± 3 tahun yang lalu dan hanya berobat dukun.
-     Ada riwayat keluarga menderita penyakit DM (nenek tapi sudah meninggal)

   Riwayat sosial budaya
a. Kebiasaan hidup
-     Klien menjalankan keyakinannya dalam kehidupan sehari-hari
-     Klien biasa berobat di Pak Mantri bila sakit
b. Lingkungan pekerjaan
-     Klien bekerja di lingkungan yang tingkat polusi  debu banyak
-     Hubungan dengan keluarga akrab
c. Pola makan
-     Klien biasa makan 2 x sehari dan tidak memperhatikan nilai gizi
-     Biasa makan bakso, coto.

   Riwayat psikologi
Klien dan keluarga merasa cemas mengenai penyakitnya dan klien menyerahkan
sepenuhnya kepada dokter dan perawat.


8






   Pemeriksaan fisik
a. - Visus OD 3/6
- Visus OS 5/6
b. Inspeksi:
Konjungtiva : merah muda

Sclera
Pupil 

: putih
: diameter 3 – 4 mm

Posisi bola mata simetris 

Palpasi:

TIO menurun
Tidak teraba adanya benjolan tumor

c. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan funduscopi
Retina terlihat berwarna abu-abu dan permukaan tidak rata seperti bergelombang.

II.     Diagnosa Keperawatan
A.     Pengelompokan Data/Klasifikasi Data
1.      Data Subyektif
a.      Data Pre Operasi:
-     Keluhan penglihatan kabur sejak 3 hari yang lalu terjadi setelah penderita
jatuh dari pohon.
-     Keluhan dirasakan bertahap
-     Klien merasa penglihatan seperti ada asap atau keluhan tiba-tiba adanya
kilauan sinar (fotopsia) diikuti dengan titik terapung.
-     Keluhan tidak mampu melakukan sesuatu
-     Klien merasa minder
-     Keluhan hilangnya sebagian lapang pandang.
-     Klien menanyakan tentang penyakitnya
-     Klien merasa takut tentang kebutaan menetap
-     Mengungkapkan ketakutan tentang beberapa aspek pembedahan 
-     Klien menanyakan kemungkinan persentase kesembuhan bila dioperasi
b.      Data Post Operasi:
-     Klien merasa pusing bila berjalan
-     Mengungkapkan kesulitan melihat
-     Mengungkapkan rasa nyeri
-     Wajah tampak meringis
2.      Data Objektif
a.      Data Pre Operasi:
-     Tajam penglihatan menurun
-     Lapang padang terganggu
-     Penurunan tekanan intra okuler
-     Tampak bebat pada mata
-     Klien tampak sering termenung
-     Pengulangan pertanyaan
-     Postur tubuh tegang
b.      Data Post Operasi:
-     Nyeri tekan pada sekitar mata

9






-     Wajah tampak meringis

B.     Analisa data
Pre operasi
Data
DS:      -     Keluhan penglihatan kabur
-     Tidak mampu melakukan
sesuatu
DO:      -     Tajam penglihatan
menurun
-     Lapang pandang terganggu
-     Penurunan Tik
DS:      -     Penglihatan kabur
-     Adanya bulat pada mata
DO:      -     Tampak bulat pada mata





DS:      -     Penglihatan kabur
-     Klien merasa minder
-     Hilangnya sebagian lapang
pandang
DO:      -     Klien tampak menarik diri
DS:      -     Klien menanyakan tentang
penyakitnya
-     Klien merasa takut tentang
kebutaan permanen
-     Mengungkapkan ketakutan
tentang beberapa aspek
pembedahan 
DO:      -     Pengulangan objektif
-     Postur tubuh tegang
-     Mengungkapkan kurang
paham

Post Operasi
Data
DS:      -     Klien merasa pusing bila
berjalan
-     Mengungkapkan kesulitan
melihat
DO:      -     Tampak tameng pada mata
yang sudah dioperasi
DS:       -     Mengungkapkan rasa nyeri
-     Sensasi gatal pada mata









Penyebab
Terjadinya kerusakan
penglihatan sekunder
akibat terjadinya
robekan pada retina



Terjadinya robekan
pada retina sebagai
impuls yang masuk
tidak ditangkap baik
oleh retina dan yang
diteruskan ke saraf
optik sdk
Menurunnya daya
tangkap retina



Kurangnya
pengetahuan tentang
keadaannya dan
mengenai penyakitnya











Penyebab
Adanya tameng akibat
pembedahan untuk
perbaikan fungsi retina



Terjadinya kerusakan
pada saraf perifer dan

10









Masalah
Resiko tinggi
cedera






Gangguan
persepsi
sensorik





Gangguan
konsep diri;
harga diri
rendah

Ansietas 















Masalah
Resiko tinggi
terhadap cedera





Nyeri pada luka
operasi





yang dioperasi
DO:      -     Nyeri tekan pada mata dan 
sekitarnya
-     Wajah tampak meringis
DS:      -     Keluhan rasa nyeri
DO:      -     Tempat bebat luka




terputusnya kontinuitas
jaringan


Terjadinya luka terbuka
akibat pemdebahan
sehingga meningkatkan
kuman masuk










Potensial terjadi
infeksi


C.     Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas Masalah
Diagnosa keperawatan pre operasi:
1.   Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan sekunder akibat
pelepasan retina
2.   Gangguan persepsi sensorik berhubungan dengan gangguan penerimaan sensorik
3.   Gangguan konsep diri berhubungan dengan adanya perubahan fungsi penglihatan
4.   Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosi
dan program pengobatan
Diagnosa keperawatan post operasi:
1.   Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan
perifer sementara dan kedalaman persepsi sekunder terhadap pembedahan mata
2.   Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembedahan mata
3.   Potensial terjadi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.

III. Perencanaan
Pre Operasi
1.      Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan sekunder terhadap
pelepasan retina ditandai dengan:
DS:
     Keluhan penglihatan kabur dan tidak jelas
     Tidak mampu melakukan sesuatu
DO:
     Tajam penglihatan menurun
     Lapang pandang terganggu
     Penurunan tekanan intra okuler
Tujuan: kecelakaan/cedera tidak terjadi dalam jangka waktu minimal 2 hari (sampai
saat pembedahan) dengan kriteria:
     Klien tidak memverbalisasikan kemungkinan cedera
     Mendemonstrasikan perilaku yang mengurangi resiko cedera
     Tidak ada penurunan penglihatan lanjut
Intervensi:
a.      Orientasi lingkungan, sifat dan situasi lain
Rasional: meningkatkan pengenalan dan peningkatan stimulus
b.      Arahkan semua alat yang dibutuhkan klien pada tempat yang sentral dari
pandangan klien
Rasional: untuk memfokuskan lapang pandang klien


11






c.      Segera dekatkan semua alat-alat yang dibutuhkan pada tempat yang sama yang
mudah dijangkau dan jauhkan yang tidak dibutuhkan.
Rasional: memudahkan klien untuk memenuhi kebutuhannya dan klien dapat
lebih mudah mengenal situasi.
d.      Pertahankan bel pemanggil di samping tempat tidur dan pagar tempat tidur
ditinggikan, instruksikan klien untuk memberi tanda untuk bantuan.
Rasional: untuk memberi rasa keamanan
e.      Pertahankan tirah baring sesuai pesanan dalam posisi terlentang yang
ditentukan.
     Posisi lateral kanan  Bila robekan pada posisi nasal dari mata kiri atau
posisi temporal dari mata kanan
     Posisi lateral kiri  Bila robekan retina pada posisi nasal dari mata kanan
atau posisi temporal dari mata kiri
Rasional: untuk memungkinkan vitreous humor bekerja sebagai kekuatan
homeostasis untuk mengontrol perdarahan.
f.       Hindari menggerakkan klien, instruksikan klien untuk menghindari gerakan
tiba-tiba di kepala dan batuk
Rasional: pengejutan tubuh menempatkan stress tambahan pada retina yang
telah lemah di mana dapat menyebabkan pemisahan lanjut.
g.      Pertahankan kedua mata tertutup sampai pembedahan dilakukan
Rasional: meskipun pelepasan retina mungkin uni lateral, gerakan satu mata
menyebabkan gerakan pada mata yang lain sehingga gerakan mata
meningkatkan resiko pemisahan lanjut.
h.      Siapkan klien untuk pembedahan sesuai pesanan
Rasional: pembedahan adalah satu-satunya tindakan untuk mengatasi pelepasan
retina.
2.      Gangguan     persepsi     sensorik     berhubungan     dengan     gangguan     penerimaan
sensorik/status organ indera ditandai dengan:
DS:
     Penglihatan kabur dan tidak jelas
     Keluhan adanya bebat pada mata
DO:
     Tampak bebat pada mata
Tujuan: gangguan persepsi sensorik klien dapat diatasi dalam jangka waktu 1 minggu
dengan kriteria:
     Meningkatnya ketajaman penglihatan dalam batas sesuai individu
     Mengenal gangguan sensoris dan berkompensasi terhadap perubahan
     Klien dapat mengekspresikan objek yang dilihat sesuai yang sebenarnya
     Klien tidak ada keluhan gangguan penglihatan
Intervensi:
a.      Kaji dan tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua terlibat
Rasional: kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan
penglihatan terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut
pada laju yang berbeda.



12





b.      Observasi tanda-tanda dan gejala-gejala disorientasi: pertahankan pagar tempat
tidur sampai benar-benar sembuh dari anestesi.
Rasional: berada dalam lingkungan yang tidak dikenal dan mengalami
keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan menurunkan resiko jatuh bila
pasien bingung/tidak kenal kurang tempat tidur.
c.      Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, di mana dapat
terjadi bila menggunakan tetes mata.
Rasional: gangguan penglihatan/iritasi dapat berakhir 1 – 2 jam setelah tetesan
mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan 
d.      Bedakan kemampuan lapang pandang di antara kedua mata
Rasional: menentukan kemampuan lapang pandang tiap mata
e.      Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di sekitarnya
Rasional:      memberikan      peningkatan     kenyamanan      dan     kekeluargaan,
menurunkan lemas dan disorientasi.
f.       Pendekatan dari sisi yang tidak mengalami gangguan, bicara dan dorong orang
terdekat tinggal dengan pasien
Rasional: memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan
kebingungan
3.      Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fungsi
penglihatan ditandai dengan:
DS:
     Keluhan penglihatan kabur
     Klien merasa minder
     Keluhan hilangnya sebagian lapang pandang
DO:
     Klien tampak menarik diri
     Klien tampak sering termenung
Tujuan: gangguan konsep diri teratasi dalam jangka waktu 1 minggu dengan kriteria:
     Klien tampak ceria dan tidak menarik diri
     Klien dapat menerima keadaannya.
Intervensi:
a.      Kaji stress dan emosi klien, identifikasi rasa kehilangan pada klien, dorong
klien untuk mengekspresikan perasaan yang tepat.
Rasional: perawat perlu menyadari keadaan klien dan apa arti gangguan
penglihatan bagi klien
b.      Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan
penolakan.
Rasional: mengidentifikasi tahap perubahan fungsi penglihatan.
c.      Ketahui kekuatan individu dan identifikasi perilaku koping positif sebelumnya.
Rasional: membantu dalam membuat kekuatan yang telah ada bagi klien untuk
digunakan dalam situasi saat ini.
d.      Berikan waktu untuk mendengar masalah dan ketakutan klien. Diskusikan
persepsi diri klien sehubungan dengan antipasi perubahan penglihatan.
Rasional: memberi minat dan perhatian, memberi kesempatan untuk
memperbaiki adaptasi sementara.


13





e.      Berikan informasi akurat. Kuatkan informasi yang diberikan sebelumnya.
Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya dan
mengasimilasi informasi.
f.       Berikan dukungan dan lingkungan terbuka pada klien 
Rasional: meningkatkan dan memberi dukungan moril agar klien tidak merasa
rendah diri.
g.      Rujuk ke konseling profesional sesuai kebutuhan
Rasional: mungkin memerlukan bantuan tambahan untuk mengatasi
perasaannya
4.      Ansietas berhubung dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
program pengobatan ditandai dengan:
DS:
     Klien menanyakan tentang penyakitnya
     Klien menyatakan rasa takut tentang kebutaan permanen 
     Mengungkapkan ketakutan tentang beberapa aspek pembedahan
     Klien menanyakan kemungkinan persentase kesembuhan bila dioperasi
DO:
     Pengulangan pertanyaan
     Postur tubuh tegang
     Mengungkapkan kurang pemahaman
Tujuan: perasaan ansietas tidak ada dalam jangka waktu 2 hari dengan kriteria:
     Berkurangnya perasaan cemas
     Postur tubuh rileks
     Mengungkapkan pemahaman tentang rencana terapeutik.
Intervensi:
a.      Kaji persepsi klien tentang penyakitnya
Rasional: untuk mengetahui sejauhmana tanggapan/pengetahuan klien
mengenai penyakitnya.
b.      Biarkan klien mengekspresikan perasaannya 
Rasional: mengekspresikan perasaan membantu mengurangi ansietas
c.      Dengarkan semua keluhan klien dan berikan perhatian
Rasional: klien merasa bahwa dirinya diperhatikan oleh perawat dan merasa
bahwa ia tidak diabaikan.
d.      Beri informasi yang jelas tentang penyakitnya
Rasional: klien dapat mengerti tentang keadaan penyakitnya sehingga dapat
menerima dengan baik setiap prosedur perawatan/pengobatan yang diberikan.
e.      Sementara kedua mata ditutup:
     Berikan rangsangan auditoris (radio) pada klien
     Jelaskan aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam ruangan
     Panggil nama klien pada saat memasuki ruangan dan identifikasi diri selama
setiap kunjungan.
     Beritahu klien bila meninggalkan ruangan
     Orientasikan klien pada ruangan
     Kunjungi dengan sering untuk mengkaji kebutuhan-kebutuhan.



14





Rasional: tindakan ini memberikan klien beberapa derajat kemandirian dengan
sedikit bahaya dari cedera. Mempertahankan pemberian informasi tentang
kejadian-kejadian yang terjadi dalam ruangan membantu mengurangi ansietas.
f.       Jelaskan tujuan dari semua tindakan-tindakan yang ditentukan. Ingatkan klien
luasnya kerusakan penglihatan.
Rasional: pengetahuan tentang apa yang diperkirakan juga membantu
menghilangkan rasa takut.
g.      Bimbingan spiritual
Rasional: mendorong klien untuk tetap optimis akan kesembuhan penyakitnya,
bahwa selain pengobatan dan perawatan yang diberikan masih ada yang lebih
berkuasa untuk menyembuhkan penyakitnya.
Post Operasi
1.      Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan perifer
sementara dan kedalaman persepsi sekunder terhadap pembedahan mata ditandai
dengan:
DS:
     Klien merasa pusing bila berjalan
     Mengungkapkan kesulitan melihat
DO:
     Tampak tameng pada mata yang sudah dioperasi 
Tujuan: cedera fisik tidak terjadi dalam jangka waktu 1 minggu dengan kriteria:
     Tidak ada tanda memar pada badan, kaki
     Tidak ada manifestasi peningkatan tekanan intra ocular atau perdarahan
Intervensi:
a.        Pertahankan posisi tempat tidur rendah, pagar tempat tidur tinggi dan bel
pemanggil di samping tidur.
  Orientasikan ulang klien terhadap susunan struktur ruangan
  Instruksikan klien untuk memberi tanda untuk bantuan bila turun dari
tempat tidur sampai mampu ambulasi tanpa bantuan.
Rasional: untuk memberi rasa aman kepada klien dan beberapa kehilangan
kejadian tentang keseimbangan dapat terjadi bila mata ditutup.
b.      Instruksikan klien untuk memutar kepala dengan lengkap pada sisi yang
dioperasi     bila     berjalan     untuk    menjamin jalan         bebas.     Pertahankan
tameng/pelindung mata terpasang sesuai arah untuk mencegah cedera
kecelakaan pada mata.
Rasional: kehilangan penglihatan pasien bilamana ditutup dengan tameng atau
pelindung.
c.      Mulai tindakan-tindakan untuk mencegah peningkatan TIO:
     Pertahankan kepala tempat tidur tinggi kira-kira 45 º untuk 24 jam pertama.
     Ingatkan pasien untuk menghindari batuk, bersin, membungkuk dengan
kepala lebih rendah dari panggul dan mengejan.
     Berikan anti emetik sesuai resep untuk keluhan mual
     Berikan pelunak feses yang diresepkan bila ada riwayat konstipasi.
Rasional: peningkatan TIO meningkatkan nyeri dan resiko terhadap kerusakan
jahitan yang digunakan pada pembedahan mata.


15





2.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembedahan mata (scleral
buckling) ditandai dengan:
DS:
     Mengungkapkan rasa nyeri
     Sensasi gatal pada sekitar mata yang dioperasi
DO:
     Nyeri tekan pada mata dan sekitarnya
     Wajah tampak meringis
Tujuan: rasa nyaman terpenuhi dalam jangka waktu 2 hari dengan kriteria:
     Ekspresi wajah rileks
     Berkurangnya atau hilangnya rasa ketidaknyamanan pada mata
     Rasa sakit dan rasa gatal berangsur-angsur hilang
Intervensi:
a.      Kaji tingkat nyeri
Rasional: tingkat nyeri dapat memberikan gambaran untuk intervensi
selanjutnya sesuai kebutuhan klien.
b.      Observasi reaksi klien sesering mungkin
Rasional: untuk mengetahui keadaan klien
c.      Dorong klien untuk menyatakan perasaan nyeri
Rasional: rasa takut atau cemas dapat meningkatkan ketegangan otot dan
menurunkan ambang persepsi nyeri.
d.      Pertahankan daerah kepala
Rasional: mempertahankan daerah kepala agar tidak bergerak dan mengurangi
rasa sakit.
e.      Berikan rasa nyaman secara rutin dengan merubah posisi klien dengan
mengalihkan perhatian, pijatan punggung. Dorong penggunaan teknik relaksasi
misalnya: visualisasi, bimbingan, imajinasi.
Rasional: meningkatkan relaksasi, mengalihkan perhatian, dan membantu
memfokuskan kembali perhatian pada sesuatu yang ada di samping klien.
f.       Jadwalkan periode istirahat, berikan lingkungan tenang.
Rasional: penurunan kelemahan dan menghemat energi, meningkatkan
kemampuan koping.
g.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik dan mengevaluasi
keefektifan. Beritahu dokter bila nyeri mata menetap atau memburuk setelah
pemberian obat.
Rasional: analgesik memblok jaras nyeri, ketidaknyamanan mata berat
menandakan perkembangan komplikasi dan perlunya perhatian medis segera.
3.      Potensial terjadi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi ditandai dengan:
DS: Keluhan rasa nyeri
DO: Tampak bebat mata
       Observasi suhu badan: 37 ºC
Tujuan: Infeksi tidak terjadi dalam jangka waktu 4 – 6 hari dengan kriteria:
     Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka
     Penyembuhan luka membaik
Intervensi:


16




a.      Observasi/diskusikan tanda terjadinya infeksi contoh kemerahan, kelopak
bengkak.
Rasional: infeksi mata terjadi 2 – 3 hari setelah prosedur dan memerlukan
upaya intervensi.
b.      Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata
Rasional: menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area
operasi.
c.      Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.
Rasional: mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi
d.      Gunakan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar
Rasional: teknik aseptic menurunkan resiko penyebaran bakteri dan
kontaminasi silang
e.      Berikan nutrisi yang sesuai dengan diit.
Rasional: dengan nutrisi yang cukup dapat membantu mempercepat proses
penyembuhan
f.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat topikal (topikal, parenteral, sub
kongjutiva)
Rasional: untuk mencegah terjadinya infeksi. Sediaan topikal digunakan secara
profilaksis, di mana terapi lebih agresif diperlukan bila terjadi infeksi.

IV. Implementasi
Pada tahap ini semua tindakan yang telah direncanakan dilaksanakan berdasarkan
prioritas masalah.
V.     Evaluasi
Pada tahap ini bandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan pada tahap
perencanaan. Bila pada tahap ini evaluasi tujuan belum tercapai maka diagnosa
keperawatan tersebut dapat diangkat lagi sebagai masalah dan apabila ada rencana
tindakan yang akan dilaksanakan tuliskan pada kolom evaluasi.
Dan bila intervensi yang telah diimplementasikan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan maka asuhan keperawatan dikatakan berhasil dengan baik dan rencana
keperawatan dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA
     Daniel, G. Vaughan, dkk.,    Oftalmologi Umum. Edisi 14, Widya Medika, Jakarta,
2000.
     Doenges Marilynn E.,     Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1999.
     Engram Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1998.
     Mansjoet Arif, dkk., Kapita Selekta, Edisi III, Jilid I, Penerbit Media Aescalapius,
FKUI, Jakarta, 1999.
     Sidarta Ilyas,   Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata, Penerbit FKUI, Jakarta,
2000.
     Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, Penerbit FKUI, Jakarta, 2002.
     Tim Dosen UNHAS, Ilmu Penyakit Mata, FK Unhas, Makassar,  2002.



17
Previous
Next Post »

Translate