EPILEPSI
(GANGGUAN KONDUKSI SISTEM SYARAF)
Konduksi atau
hantaran merupakan proses aktif yang bekerja sendiri dan memerlukan penggunaan
energi
oleh syaraf. Konduksi
impuls syaraf walaupun cepat, namun berlangsung lebih lambat daripada listrik,
karena jaringan
syaraf merupakan konduktor pasif yang relatif sangat buruk. Syaraf memerlukan
potensial
beberapa volt untuk
dapat menghasilkan impuls, sebab sel syaraf mempunyai ambang yang rendah
terhadap perangsangan
(impuls).
Kata “epilepsy”
berasal dari kata Yunani “epilambanein” yang berarti serangan. Dan menunjukkan
bahwa
“sesuatu dari luar
yang menimpa dirinya, sehingga ia jatuh.” Epilepsy tidak dianggap sebagai suatu
penyakit, tetapi
lebih diyakini sebagai suatu kutukan roh jahat atau kekuatan gaib yang merasuki
seseorang.
Epilepsi sudah
dikenal sekitar 2000 tahun SM didaratan Cina, namun Hipocrateslah orang pertama
yang
mengenalkan epilepsy
sebagai suatu penyakit dalam bukunya “On the Sacred Disease” yang mengatakan
bahwa terjadinya
epilepsy bukan karena kekuatan supranatural, tetapi berasal dari dalam diri
penderita itu
sendiri.
Di Indonesia epilepsy
lebih dikenal dengan istilah-istilah berikut ini : sawan, ayan dan gila babi,
sehingga
sampai saat ini
pengobatannya masih menggunakan cara-cara mistik dan pemasangan. Epilepsy
merupakan suatu
masalah neurologis yang relatif sering terjadi dan dapat menyerang semua
kelompok
usia,
juga segala jenis bangsa dan keturunan di seluruh dunia. Lebih kurang 70% dapat
terjadi sebelum
usia 20 tahun dan
lebih sering terjadi pada masa kanak-kanak.
Definisi
Epilepsy adalah
gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-
serangan, berulang-ulang
yang disebabkan oleh lepasan muatan listrik abnormal sel-sel syaraf otak, yang
bersifat reversible
dengan berbagai etiologi, dengan ciri khas serangan yang timbul secara
tiba-tiba dan
menghilang secara
tiba-tiba pula.
Etiologi
Perlu diketahui bahwa
epilepsy bukanlah suatu penyakit, tetapi suatu gejala yang dapat timbul karena
penyakit. Secara umum
serangan epilepsy dapat timbul jika terjadi pelepasan aktifitas energi yang
berlebihan dan
mendadak dalam otak, sehingga mengganggu kerja otak. Otak akan segera
mengkoreksinya dan
kembali normal dalam beberapa saat.
Secara umum epilepsy
dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Epilepsi primer atau
epilepsy idiopatik yang sampai pada saat ini belum ditemukan penyebabnya
dan sebagian besar
terjadi pada anak-anak. Pada kasus ini tidak ditemukan kelainan pada jaringan
otak.
2. Epilepsi sekunder
penyebabnya diketahui, antara lain :
a. Faktor herediter
hipoparatiroidisme,
hipoglikemia.
yang mengalami kelainan seperti neurofibromatosis,
b. Faktor genetik pada
kejang demam
c. Kelainan congenital otak
atropi, agenesis korpus kolosum
d. Gangguan metabolic
hipoglikemia, hipoklasemia, hiponatremia, hipernatremia
e. Infeksi radang yang
disebabkan virus atau bakteri pada otak dan selaputnya seperti
toksoplasmosis,
meningitis
f. Trauma contusio
cerebri, hematoma sub arachnoid, hematoma subdural
g. Neoplasma otak dan
selaputnya
h. Kelainan pembuluh darah,
malformasi dan penyakit kolagen
i. Keracunan timbal,
kamper/kapur barus, fenotiazin
j. Lain-lain penyakit
darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi cerebral
Faktor precipitasi
atau faktor pencetus atau yang mempermudah terjadinya gejala
1. Faktor sensoris cahaya
yang berkedip-kedip (fotosensitif), bunyi-bunyi yang mengejutkan, air,
dll.
2. Faktor sistemis demam, penyakit infeksi, obat-obatan
tertentu (fenotiazin, klorpropamid,
barbiturat, valium),
perubahan hormonal (hipoglikemia), kelelahan fisik.
3. Faktor mental stress,
gangguan emosional, kurang tidur
1
Patofisiologi
Secara umum, epilepsy
dapat terjadi karena menurunnya potensial membran sel syaraf akibat proses
patologik
dalam otak, gaya mekanik, atau toksik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya
muatan
listrik dari sel
syaraf tersebut.
Beberapa penyelidikan
menunjukkan peranan acetilkolin sebagai zat yang merendahkan potensial
membran prosinaptik
dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja sehingga
manisfestasi
klinisnya pun muncul sewaktu-waktu. Bila asetilkolin sudah cukup tertimbun
dipermukaan
otak, maka pelepasan
muatan listrik sel-sel syaraf kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh
sel-sel
syaraf kolinergik dan
merembes keluar dari permukaan otak. Pada kesadaran awas waspada lebih banyak
asetilkolin yang
merembes keluar dari permukaan otak daripada selama tidur. Pada jejas otak
lebih banyak
asetilkolin daripada
dalam otak sehat. Pada tumor cerebri atau adanya sikatriks setempat pada
permukaan
otak sebagai gejala
sisa dari meningitis, encephalitis, kontusio atau trauma lahir, dapat terjadi
penimbunan
setempat dari
asetilkolin.
Pada epilepsy
idiopatik, tipe grandmal, secara primer muatan listrik dilepas oleh nuclei
intralaminerase
talami, yang dikenal
juga sebagai inti centrecephalic. Inti ini merupakan terminal lintasan asendens
spesifik
atau lintasan asendens ekstralemsnikal. Input korteks cerebri melalui lintasan
ini menentukan
derajat kesadaran.
Bilamana tidak ada sama sekali input, maka timbullah koma. Perangsangan
talamokortikal yang
berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi
sel-sel
syaraf yang
memelihara kesadaran menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga hilang kesadaran.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bagian dari substansia retikularis dibagai rostral dari
mesensepalon
yang dapat melakukan
blokade sejenak terhadap inti-inti intralaminar talamik sehingga kesadaran
hilang
sejenak tanpa
disertai kejang-kejang pada otot skeletal, yang dikenal dengan petit mal.
Manisfestasi klinik
Menurut Commission of
Classification and Terminology of the International League Against Epilepsy
(ILAE) tahun 1981,
epilepsy diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Epilepsi parsial (fokal,
lokal)
a. Sawan parsial sederhana
kesadaran tetap normal
⇔ Dengan gejala motorik
• Fokal motorik tidak
menjalar
• Fokal motorik menjalar
(dikenal dengan Epilepsi Jackson)
• Versif disertai
gerakan memutar tubuh, mata, kepala
• Postural disertai
lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu
• Fonasi disertai
dengan arus bicara terhenti atau menimbulkan bunyi-
bunyian tertentu
⇔ Dengan gejala somatosensoris atau sensoris
spesial (melibatkan pancaindera)
• Somatosensoris timbul
rasa kesemutan atau seperti ditusk jarum
• Visual terlihat
kilatan cahaya
• Auditorius terdengar
sesuatu
• Olfaktoris terhidu sesuatu
• Disertai vertigo
⇔ Dengan gejala atau tanda gangguan syaraf
otonom sensasi epigastrium,
pucat, berkeringat,
dilatasi pupil.
⇔ Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
• Disfasia mengulang
suku kata, kata atau bagian kalimat
• Dimnesia gangguan fungsi ingatan seperti pernah
mengalami,
merasakan, melihat
atau sebaliknya tidak pernah.
• Kognitif gangguan
orientasi waktu
• Afektif merasa sangat
senang, susah, marah, takut
• Ilusi perubahan
persepsi benda yang dilihat
• Halusinasi kompleks
(berstruktur) mendengar ada yangbicara, musik,
melihat suatu
fenomena tertentu
b. Epilepsi parsial
kompleks (disertai gangguan kesadaran)
⇔ Serangan parsial sederhana diikuti gangguan
kesadaran
• Dengan gejala parsial
sederhana disertai dengan menurunnya kesadaran
• Dengan automatisme gerakan-gerakan tidak terkendali dan tidak
disadari
2
⇔ Dengan penurunan kesadaran sejak permulaan
serangan
• Hanya dengan penurunan
kesadaran
• Dengan automatisme
c. Epilepsy parsial yang
berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik)
⇔ Sawan parsial sederhana yang berkembangan
menjadi bangkitan umum
⇔ Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi
bangkitan umum
⇔ Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan
parsial kompleks lalu
berkembang menjadi
bangkitan umum
2. Epilepsi umum (konvulsif
dan non-konvulsif)
a. Epilepsi lena (absence) kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti,
muka tampak
membengong, bola mata
dapat memutar ke atas, tidak ada reaksi bila diajak bicara,
biasanya berlangsung
¼ - ½ menit dan sering dijumpai pada anak. Cirikhasnya :
⇔ Hanya penurunan kesadaran
⇔ Dengan komponen klonik ringan
⇔ Dengan komponen atonik
⇔ Dengan komponen tonik
⇔ Dengan automatisme
⇔ Dengan komponen autonom kombinasi
b. Epilepsi lena tak khas
(atypical absence) dapat disertai dengan gangguan tonus yang
lebih jelas ;
permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
c. Epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat
kuat atau lemah
sebagian otot atau
semua otot-otot, sekali atau berulang-ulang.
d. Epilepsi klonik tidak
ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelonjot.
e. Epilepsi tonik tidak
ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku.
f. Epilepsy tonik-klonik
(Grandmal epilepsy)
Serangan dapat
diawali dengan aura, klien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh
badan kaku. Kejang
kaku berlangsung selama kira-kira ¼ - ½ menit diikuti kejang
kelonjot diseluruh
badan. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan nafas menjadi
dalam beberapa saat
lamanya. Bila pembentukan ludah meningkat saat kejang, mulut
menjadi berbusa
karena hembusan nafas kuat. Mungkin pula klien miksi. Setelah kejang
selesai, klien dapat
bangun dengan kesadaran yang masih rendah atau langsung menjadi
sadar dengan keluhan
badan pegal-pegal, lelah dan nyeri kepala.
g. Epilepsi atonik otot-otot seluruh badan mendadak lemas
sehingga klien terjatuh.
Kesadaran dapat tetap
baik dan dapat juga menurun sebentar.
h. Status epileptikum
aktifitas kejang yang berlangsung terus-menerus lebih dari 30 menit
tanpa pulihnya
kesadaran.
3. Epilepsi tak
tergolongkan
Ialah bangkitan pada
bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan
seperti berwenang,
menggigil atau pernafasan yang mendadak berhenti sejenak.
Pemeriksaan penunjang
1. EEG
2. CT Scan
3. MRI
Diagnosa banding
Sinkop, gangguan
sirkulasi, hipoglikemia, hysteria, paralysis tidur, migren, dsb.
Penatalaksanaan medik
Tujuan pengobatan
adalah mencegah timbulnya epilepsy tanpa mengganggu kapasitas fisik dan intelek
klien. Pengobatan
epilepsy meliputi pengobatan medikamentosa dan pengobatan psikososial.
Prognosis
Klien berobat
teratur, 1/3 akan bebas dari serangan paling sedikit 2 tahun, dan bila lebih
dari 5 tahun
sesudah serangan
terakhir, obat dapat dihentikan, klien tidak mengalami epilepsy lagi. Hati-hati
kemungkinan akan
berulangnya serangan dapat terjadi dikenal dengan istilah remisi.
3
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN KONDUKSI SISTEM
PERSYARAFAN :
EPILEPSI
PENGKAJIAN
1. Aktifitas / istirahat
keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktifitas, perubahan
tonus/kekuatan otot,
gerakan involunter/kontaksi otot.
2. Sirkulasi hipertensi,
peningkatan nadi, sianosis, tanda vital dapat normal atau depresi.
3. Integritas ego
stressor internal/eksternal, peka rangsang, perasaan tidak berdaya atau tidak ada
harapan, perubahan
dalam berhubungan, pelebaran rentang respons emosional.
4. Eliminasi
inkontinensia episodic, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter,
otot
relaksasi
mengakibatkan inkontinensia.
5. Makanan dan cairan
sensitivitas terhadap makanan, mual-muntah yang berhubungan dengan
aktifitas kejang,
kerusakan jaringan lunak/gigi selama kejang, hiperplasia gingival (selama
penggunaan dilantin
jangka panjang)
6. Neurosensori riwayat
sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing, riwayat trauma
kepala, anoksia,
infeksi cerebral, aura, karakteristik kejang (diuraikan).
7. Nyeri/Kenyamanan sakit kepala, nyeri otot/punggung
pada periode posikal, nyeri abnormal
paroksismal selama
fase iktal, sikap dan tingkah laku yang berhati-hati, perubahan tonus otot,
tingkah laku
distraksi atau gelisah.
8. Pernafasan gigi mengatup, sianosis, pernafasan
menurun/cepat, peningkatan sekresi mucus,
apnea.
9. Keamanan riwayat terjatuh atau trauma, adanya alergi,
trauma jaringan lunak/ekimosis,
penurunan kekuatan
otot secara menyeluruh.
10. Interaksi sosial
masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan
sosialnya,
pembatasan/penghindaran terhadap kontak sosial.
11. Penyuluhan dan pembelajaran
riwayat epilepsy dalam keluarga, penggunaan atau
ketergantungan obat
(termasuk alkohol).
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mencegah/mengendalikan
aktifitas kejang
2. Melindungi klien dari
cedera
3. Mempertahankan jalan
nafas/fungsi pernafasan
4. Meningkatkan harga diri
yang positif
5. Memberikan informasi
tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya
TUJUAN PEMULANGAN
1. Serangan terkontrol
2. Komplikasi/cedera dapat
dicegah
3. Mampu menunjukkan citra
diri
4. Pemahaman terhadap
proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resti trauma atau henti
nafas b/d kelemahan/kesulitan keseimbangan ; keterbatasan kongnitif
akibat perubahan
kesadaran ; kehilangan koordinasi otot besar atau kecil ; kesulitan emosional.
Kriteria hasil :
⇔ Mengungkapkan pemahaman faktor yang menunjang
kemungkinan trauma, dan atau
penghentian
pernafasan dan mengambil langkah untuk memperbaiki situasi.
⇔ Mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya
hidup untuk mengurangi faktor resiko dan
melindungi diri dari
cedera.
⇔ Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk
meningkatkan keamanan
⇔ Mempertahankan aturan pengobatan untuk
mengontrol atau menghilangkan aktifitas
kejang
⇔ Perawat mengidentifikasi tindakan yang perlu
diambil bika terjadi kejang
2. Resiko tinggi tidak
efektif bersihan jalan nafas / tidak efektif pola nafas b/d kerusakan
neuromuskuler ;
obstruksi tracheobronchial ; kerusakan persepsi atau kongnitif.
Kriteria hasil :
⇔ Mempertahankan pola pernafasan efektif dengan
jalan nafas paten/ aspirasi dicegah
3. Gangguan harga diri atau
Identitas pribadi b/d Stigma berkenaan dengan kondisi ; persepsi tentang
tidak terkontrol d/d pengungkapan tentang perubahan gaya
hidup, takut penolakan, perasaan
4
negatif tentang
tubuh, perubahan persepsi diri tentang peran, perubahan pola tanggung jawab
dari
biasanya.
Kriteria hasil :
⇔ Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk
koping dengan persepsi negatif pada diri
sendiri
⇔ Mengungkapkan peningkatan rasa harga diri
dalam hubungannya dengan diagnosis
⇔ Mengungkapkan persepsi realistis dan
penerimaan diri dalam perubahan dan gaya hidup
4. Kurang pengetahuan
mengenai kondisi dan aturan pengobatan b/d kurangnya informasi ;
kesalahan
interpretasi informasi ; kurang mampu mengingat ; keterbatasan kognitif ;
kegagalan
untuk berubah d/d banyak bertanya, kurang kontrol aktifitas
kejang, kurang mengikuti aturan
terapi.
Kriteria hasil :
⇔ Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan dan
berbagai rangsang yang dapat
meningkatkan
aktifitas kejang
⇔ Memulai perubahan perilaku atau gaya hidup
sesuai indikasi
⇔ Mentaati aturan obat yang diresepkan
5
ConversionConversion EmoticonEmoticon