TRAUMA
ABDOMEN
Insiden trauma abdomen
meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma
tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru
sudah banyak dipakai, misalnya Computed
Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli
klinik.
Diagnosa dini diperlukan
untuk pengelolaan secara optimal. Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi
terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang
terkait.
PATOFISIOLOGI
Jejas pada abdomen dapat
disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan
velisitas rendah (misalnya akibat tinju)
biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas
tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel, seperti organ padat (
hepar, lien, ginjal ) dari pada organ-organ berongga. (Sorensen, 1987)
Yang mungkin terjadi pada
trauma abdomen adalah :
Perforasi
Gejala perangsangan
peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau mikroorganisme.
Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung, maka terjadi
perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul gejala peritonitis
hebat.
Bila perforasi terjadi di
bagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala karena mikroorganisme
membutuhkan waktu untuk berkembang biak. Baru setelah 24 jam timbul
gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.
Mengingat kolon tempat
bakteri dan hasil akhirnya adalah faeses, maka jika kolon terluka dan mengalami
perforasi perlu segera dilakukan pembedahan. Jika tidak segera dilakukan
pembedahan, peritonium akan terkontaminasi oleh bakteri dan faeses. Hal ini
dapat menimbulkan peritonitis yang berakibat lebih berat.
Perdarahan
Setiap trauma abdomen (trauma
tumpul, trauma tajam, dan tembak) dapat menimbulkan perdarahan. Yang paling
banyak terkena robekan pada trauma adalah alat-alat parenkim, mesenterium, dan
ligamenta; sedangkan alat-alat traktus digestivus pada trauma tumpul biasanya
terhindar. Diagnostik perdarahan pada trauma tumpul lebih sulit dibandingkan
dengan trauma tajam, lebih-lebih pada taraf permulaan. Penting sekali untuk
menentukan secepatnya, apakah ada perdarahan dan tindakan segera harus
dilakukan untuk menghentikan perdarahan tersebut.
Sebagai contoh adalah trauma
tumpul yang menimbulkan perdarahan dari limpa. Dalam taraf pertama darah akan
berkumpul dalam sakus lienalis, sehingga tanda-tanda umum perangsangan
peritoneal belum ada sama sekali. Dalam hal ini sebagai pedoman untuk
menentukan limpa robek (ruptur lienalis) adalah :
·
Adanya
bekas (jejas) trauma di daerah limpa
·
Gerakkan
pernapasan di daerah epigastrium kiri berkurang
·
Nyeri
tekan yang hebat di ruang interkostalis 9 - 10 garis aksiler depan kiri.
DIAGNOSTIK
Riwayat
Dapatkan keterangan mengenai
perlukaannya, bila mungkin dari penderitanya sendiri, orang sekitar korban,
pembawa ambulans, polisi, atau saksi-saksi lainnya, sesegera mungkin, bersamaan
dengan usaha resusitasi.
Penemuan
Trauma tumpul pada abdomen
secara tipikal menimbulkan rasa nyeri tekan, dan rigiditas otot, pada daerah
terjadinya rembesan darah atau isi perut. Tanda-tanda ini dapat belum timbul
hingga 12 jam atau lebih pasca trauma, sehingga kadanga-kadang diperlukan
pengamatan yang terus-menerus yang lebih lama. Nyeri yang berasal dari otot dan
tulang, mungkin malah tak terdapat tanda-tanda objektif yang dapat menunjukan
perlukaan viseral yang luas. Fraktur pada iga bagian bawah sering kali
menyertai perlukaan pada hati dan limpa. Pemeriksaan rektum secaga digital,
dapat menimbulkan adanya darah pada feses
Test Laboratorium
Secara rutin, diperiksa
hematokrit, hitung jenis leukosit, dan urinalisis, sedangkan test lainnya
dilakukan bila diperlukan. Nilai-nilai amilase urine, dan serum dapat membantu
untuk menentukan adanya perlukaan pankreas atau perforasi usus.
Foto Sinar X
·
Film
polos abdomen dapat menunjukkan adanya udara bebas intraperitoneal, obliterasi
bayangan psoas, dan penemuan-penemuan lainnya yang pada umunya tak khas.
Fraktur prosesus transversalis
menunjukan adanya trauma hebat, dan harus mengingatkan kita pada
kemungkinan adanya perlukaan viseral yang hebat.
·
Film
dada dapat menunjukkan adanya fraktur iga, hematotorak, pnemotorak, atau
lainnya yang berhubungan dengan perlukaan thorak
·
Penderita
dengan tauma tumpul sering memerlukan foto thorak sinar X tengkorak, pelvis,
dan anggota gerak lainnya.
·
Studi
kontras pada saluran kemih diperlukan bila terdapat hematuria.
·
Foto
sinar X dengan kontras pada saluran pencernaan atas dan bawah, diperlukan pada
kasus tertentu.
·
C.T
Scan abdomen sangat membantu pada beberapa kasus, tetapi inibelim banyak dilakukan.
·
Angiografi
dapat memecahkan teka-teki tantang perlukaan pada limpa, hati, dan pakreas.
Pada kenyataanya, angiografi abdominal jarang dilakukan.
Test Khusus
Lavase peritoneal berguna
untuk mengetahui adanya perdarahan intraabdomen pada suatu trauma tumpul, bila
dengan pemeriksaan fisik dan radilogik, diagnosa masih diragukan. Test ini tak
boleh dilakukan pada penderita yang tak kooperatif, melawan dan yang memerlukan
operasi abdomen segera. Kandung kemih harus dikosongkan terlebih dahulu. Posisi
panderita terlentang, kulit bagian bawah disiapkan dengan jodium tingtur dan
infiltrasi anestesi lokal di garis tengah, diantara umbilikus dan pubis.
Kemudian dibuat insisi kecil, kateter dialisa peritoneal dimasukkan ke dalam
rongga peritoneal. Ini dapat dibantu/dipermudah oleh otot-otot
abdomen penderta sendiri,
dengan jalan meikan kepala penderita. Kateter ini harus dipegang dengan kedua
tangan, untuk mencegah tercebur secara acak ke dalam rongga abdomen.
Tehnik yang lebih aman adalah
dengan membuat insisi sepanjang 1 cm
pada fasia, dan kateter di masukkan ke dalam rongga peritoneal dengan
pengamatan secara langsung. Pisau ditarik dan
kateter dimasukkan secara hati-hati ke pelvis ke arah rongga sakrum.
Adanya aliran darah secara spontan pada kateter menandakan adanya perdarahan
secara positif. Tetapi ini jarang terjadi. Masukan 1000 cc larutan garam
fisiologis ke dalam rongga peritoneal (jangan larutan dextrose), biarkan cairan
ini turun sesuai dengan gaya grvitasi. Adanya perdarahan intraabdominal
ditandai dengan warna merah seperti anggur atau
adanya hematokrit 1% atau lebih pada cairan tersebut (cairan itu keluar
kembali). Bila cairan tetap, bening atau hanya sedikit berubah merah tandanya
negatif.
PENATALAKSANAAN
1. Segera dilakukan
operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika penderita dalam keadaan
syok tidak boleh dilakukan tindakan selain pemberantasan syok (operasi)
2. Pemberian
antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma tumpul bila ada
persangkaan perlukaan intestinal.
3. Luka tembus
merupakan indikasi dilakukannya tindakan laparatomi eksplorasi bila ternyata
peritonium robek. Luka karena benda tajam yang dangkal hendaknya diekplorasi
dengan memakai anestesi lokal, bila rektus posterior tidak sobek, maka tidak
diperlukan laparatomi.
4. Penderita dengan
trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat yang meragukan kestabilan
sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan abdomen lainnya memerlukan pembedahan.
5. Laparatomi
·
Prioritas
utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung. Gumpalan kassa dapat
menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah tertentu, tetapi yang lebih
penting adalah menemukan sumber perdarahan itu sendiri
·
Kontaminasi
lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan mengisolasikan bagian usus yang
terperforasi tadi dengan mengklem segera mungkin setelah perdarahan teratasi.
·
Melalui
ekplorasi yang seksama amati dan teliti seluruh alat-alat di dalamnya. Korban
trauma tembus memerlukan pengamatan khusus terhadap adanya kemungkinan
perlukaan pada pankreas dan duodenum.
·
Hematoma
retroperitoneal yang tidak meluas atau berpulsasi tidak boleh dibuka.
·
Perlukaan
khusus perlu diterapi
·
Rongga
peritoneal harus dicuci dengan larutan garam fisiologis sebelum ditutup
·
Kulit
dan lemak subcutan dibiarkan terbuka bila ditemukan kontaminasi fekal,
penutupan primer yang terlambat akan terjadi dalam waktu 4 - 5 hari
kemudian.
PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan aspek
penting pada trauma abdomen karena trauma ini membutuhkan tindakan segera.
Hal-hal yang dikaji meliputi : (Sorensen
1987)
1. Kumpulkan riwayat
tentang kejadian trauma.
2. Kaji pasien
terhadap tanda-tanda distensi abdomen lanjut. Adanya nyeri tekan, gerakan usus
tak teratur, kaku otot., bunyi usus hilang, hipotensi dan syok.
3. Auskultasi bunyi
usus, tidak adanya bunyi usus merupakan tanda terlibatnya intraperitoneal. Bila
terdapat tanda-tanda iritasi peritoneal biasanya dilakukan ekploprasi
celiotomy.
4. Catat semua
keadaan fisik pasien seprti; pemeriksaan yang dilakukan.
5. Amati adanya
cedera dada yang sering merupakan penyerta
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Masalah yang timbul pada
trauma abdomen sering merupakan masalah medis yang perlu penanganan segera
seperti perdarahan,syok hipovolemik, potensial infeksi, dan tetanus.
Diagnosa keperawatan muncul
terutama setelah akibat prosedur pembedahan abdominal yang dilakukan. Menurut
Sparks 1991 diagnosa keperawatan pada pasien laparatomi meliputi :
·
Potensial
infeksi sehubungan dengan adanya luka operasi
·
Potensial
injuri sehubungan dengan gangguan aktifitas
·
Nyeri
sehubungan dengan adanya luka operasi
·
Potensial
kerusakan integritas kulit stoma sehubungan dengan perembesan sekresi cairan
dari drainage.
·
Gangguan
body image sehubungan dengan adanya kolostomy (stoma)
RENCANA
TINDAKAN
Tujuan yang ingin dicapai
adalah mengurangi penyulit seperti;
perdarahan, mengenal tanda-tanda awal komplikasi dan mengatasi nyeri
yang dialami pasien.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
·
Theodore,
R. Schrock, M.D, Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran
·
Purnawan
Junadi, et al , Kapita Selekta Kedokteran , edisi ke II , Media Aesculapius,
FK-UI 1982.
·
Marylin
Doenges, Nursing Care Plans,F.A Davis Company, Philadelpia, 1984
ConversionConversion EmoticonEmoticon