Tugas Pathofisiologi
RADANG
Disusun Oleh :
PSIK - FKUI
2002
I. KELAINAN
RETROGRESI
A.
Atrofi
Atrofi
adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran normal.
Mengecilnya alat tubuh tersebut terjadi
karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel parenchym yang menjalankan fungsi alat
tubuh tersebut mengecil.
Macam - macam atrofi :
- Atrofi fisiologis : alat tubuh yang dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau kehidupan . mis: pengecilan kelenjar thymus, ductus omphalomesentricus , ductus thyroglossus.
- Atrofi Senilis : mengecilnya alat tubuh pada orang yang sudah berusia lanjut (aging process).
- Atrofi setempat (local atrophy) : atrofi setempat akibat keadaan-keadaan tertentu.
- Atrofi inaktifitas (Disuse atrophy) : atropi yang terjadi akibat in aktifitas otot-otot yang mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Mis. pada kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti pada poliomyelitis (atrophy neurotrofik).
- Atrofi Desakan (pressure atrophy) : yang terjadi karena desakan yang terus-menerus atau desakan untuk wakru yang lama dan mengenai suatu alat tubuh atau jaringan mis:
·
Atrofi desakan fisiologis :
pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh (pada anak-anak).
·
Atrofi desakan patologis : pada
sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di daerah substernal akibat
syphilis. Akibat desakan yang tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum
menipis.
- Atrofi Endrokin : terjadi pada alat tubuh yang aktifitasnya bergantung pada rangsang hormon.
Pada sumber lain dikatakan bahwa
berdasarkan penyebabnya, atrofi dibagi atas :
1.
Atrofi Neurogen : akibat dari kelumpuhan saraf mis. pada orang
yang lumpuh.
2.
Atrofi Vaskuler :
akibat dari gangguan sirkulasi darah, mis. pengecilan otak karena
arteriosklerosis, pada usia lanjut.
3.
Disuse Atrofi :
akibat dari tidak dipergunakan dalam waktu yang lama, mis. pada
orangsakit yang harus berbaring lama di tempat tidur.
4.
Atrofi Endokrin : akibat dari pengaruh
hormon, mis. pengecilan payudara pada wanita lanjut karena produksi hormon yang
berkurang.
B.
Perbedaan antara atrofi dan hipoplasia
Hipoplasia
adalah organ tubuh yang berukuran kecil dan tidak pernah mencapai ukuran yang
normal, karena ada gangguan didalam perkembangannya. Misalnya orang China, di
mana sejak kecil mereka sudah dibiasakan menggunakan sepatu besi, sehingga kaki
mereka kecil tidak pernah mencapai ukuran yang normal.
Jelaslah bahwa antara atrofi (seperti yang
sudah dijelaskan terdahulu) dan hipoplasia terdapat perbedaan, di mana pada
atrofi pengecilan jaringan tubuh terjadi karena pengecilan sel-sel parenkhim
setelah jaringan tubuh tersebut mencapai ukuran normal. Sedangkan pada
hipoplasia pengecilan terjadi karena gangguan didalam perkembangannya sehingga
tidak pernah mencapai ukuran normal.
C.
Gangren
Gangren adalah keadaan yang berawal dari
infeksi bakteri yang mengakibatkan iskemik (gangguan sirkulasi) karena bakteri
saprofit sehingga jaringan mengalami nekrosa koagulatifa .
Tanda dan gejalanya didasarkan pada
jenisnya.
Gangren Kering :
·
Daerah nekrotik kering dan
hitam
·
Batasnya jelas
·
Sering terjadi di ekstremitas
·
Tempat-tempat yang mudah
terjadi penguapan
·
Penyempitan lumen-lumen arteri
Gangren Basah :
·
Jaringan nekrotik mencair,
bengkak dan berwarna hitam kemerahan.
·
Disertai dengan infeksi bakteri
yang menghasilkan gas berbau busuk.
·
Sering pada komplikasi DM, dan
terjadi pada alat-alat tubuh yang banyak mengandung cairan karena obstruksi
vena dan tempat yang tidak memungkinkan terjadinya penguapan, misalnya pada
lambung, paru-paru, tungkai bawah ada obstruksi vena.
D.
Nekrosis jaringan pada pasien TBC
Nekrosis
jaringan yang ditemukan pada penderita TBC dikenal dengan nama nekrosis kaseosa
(Nekrosis Perkijuan).
Infeksi bakteri TBC dapat menimbulkan
sarang-sarang nekrosis dengan membentuk suatu masa yang rapuh, berbutir,
berlemak, putihkuning seperti keju.
Mikroskopik :
Nampak
sebagai masa eosinofilik amorf, tanpa sisa struktur sama sekali.Tempat
implantasi basil tuberkel yang paling sering adalah di permukaan alveolar dari
parenkhim paru-paru bagian bawah lobus atas atau bagian atas lobus bawah.
Reaksi yang ditimbulkan berupa peradangan yang dapat sembuh atau peradangan
berlanjut. Peradangan lanjut menyebar melalui getah bening menuju kelenjar
getah bening regional yang dapat memanjang sehingga membentuk sel tuberkel
epitheloid dan terjadi nekrosis bagian sentral lesi yang mengakibatkan terbentuknya suatu bentuk yang relatif padat
seperti keju yang disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa disertai dengan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel
epitheloid dan fibroblas yang akan menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa,
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis
yaitu pencairan menuju ke bronchus dan akan menimbulkan rongga, masuk ke
percabangan tracheobronchial dan dapat terbawa ke paru-paru bagian lain,
laryng, telinga tengah, dan usus.
E.
Icterus Neonatorum
Pada dasarnya icterus dapat terjadi baik
secara fisiologis maupun secara patologis. Icterus fisiologis adalah ikterus
yang timbul pada hari ke 2 atau ke 3 kelahiran yang tidak mempunyai dasar
patologis, kadar billirubinnya tidak melampaui kadar membahayakan serta tidak
menyebabkan kesakitan pada bayi. Sedangkan ikterus patologis mempunyai dasar
patologis atau kadar billirubinnya mempunyai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia.
Jenis
Ikterus :
·
Ikterus Hemolitik: Ditemukan
pada penyakit yang disertai hemolisis eritrosit, misalnya anemi hemolitik
didapat, sferositosis heriter,sickle cell anemia, malaria, thalasemia,
bakteremia, dan lain-lain.
·
Ikterus Hepatoseluler :
Ditemukan pada penyakit yang disertai kerusakan hati, misalnya hepatitis virus,
penyakit Weill, keracunan, dll.
Ikterus Obstruktif : Biasanya disebabkan
oleh batu, radang, neoplasma.
Selain
yang sudah disebutkan diatas masih ada satu jenis ikterus yang digolongkan
kedalam ikterus non hemolitik (nonhemolytic jaundice). Yang termasuk dalam
kelompok jenis ini adalah ikterus
fisiologik pada nonatus terutama pada prematuritas, sindrom Lucey-Driscoll,
penyakit Gilbert, dll. Jadi jelaslah bahwa ikterus neonatorum digolongkan
sebagai ikterus fisiologik dalam jenis nonhemolytic.
Mekanisme
terjadinya meliputi :
·
Peningkatan normal destruksi
eritrosit yang menyebabkan produksi bilirubin meningkat.
·
Kemungkinan penurunan
pengambilan bilirubin oleh sel-sel hepar karena kadar Y & Z
anion protein yang rendah.
·
Penurunan kecepatan konyugasi
bilirubin di hati.
·
Penurunan konversi bilirubin
menjadi urobilinogen oleh bakteri dalam usus yang akan menyebabkan reabsorbsi
bilirubin yang diekskresi lebih banyak (sirkulasi enterohepatik).
Kemungkinan
Penyebab
Ikterus timbul pada 24 jam pertama:
·
Ketidak-cocokan darah rhesus,
ABO atau lainnya.
Infeksi.
Ikterus timbul pada 24 - 72 jam :
·
Umumnya ikterus fisiologis.
·
Polisitemia
·
Hemolisis dari perdarahan
tertutup
·
Hipoksia
·
Dehidrasi asidosis
Ikterus timbul pada > 72 jam sampai
akhir minggu I :
·
Umumnya infeksi
·
Dehidrasi asidosis
·
Pengaruh obat-obatan
·
Sindroma Criggler-Najjar
kterus timbul pada satu minggu atau lebih :
·
Umumnya karena obstruksi
·
Hipotiroid
·
Breast milk jaundice
·
Infeksi
·
Hepatitis neonatal
·
Galaktosemia
Penanganan
·
Periksa kadar bilirubin
·
K/P periksa inkompabilitas ABO
1.
antagonis Rh
2.
test combs
3.
darah tepi
·
Bayi ditelanjangi
·
Mata ditutup dengan kain yang
tidak tembus cahaya untuk menghindari kerusakan retina.
·
Posisi bayi diubah-ubah;
telentang, miring, tengkurap tiap 6 jam bila mungkin (untuk penyinaran yang
merata).
·
Bayi dengan IVFD, cukup dalam 2
posisi.
·
Temperatur badan dipertahankan
36,5 -
37 derajat C.
·
Pemasukan cairan diperhatikan
sehingga tidak terjadi dehidrasi, bila perlu jumlah ditambah.
·
Mata dibuka dan diperiksa di
luar cahaya foto terapi (mis. waktu minum).
·
Periksa kadar Hb.
·
Cek bilirubin tiap 1 - 2 hari
selama 3 hari sesudah foto terapi. Lama penyinaran 100 jam.(bila bilirubin
serum sudah mencapai 7,5 mg % foto terapi dihentikan).
F.
Kasus
Kelainan pada otot penderita merupakan
pertanda “Disuse Atrofi” dimana
terjadi pengecilan dari jaringan otot yang telah mencapai normal akibat dari
tidak digunakan dalam waktu lama. Sedangkan kelainan pada kulit merupakan
pertanda adanya terputus perbekalan suplai darah yang tertekan dalam waktu yang
lama, sehingga daerah yang terkena menjadi padat/pucat dikelilingi oleh daerah
yang Hemorhagik. Nekrosisi ini termasuk Nekrosis Koagulativa (coagulation necrosis).
Upaya preventif kelainan pada otot :
·
Dilakukan latihan peregangan
otot dan sendi (range of mation) secara teratur baik pasif maupun aktif.
berikan penyangga untuk mencegah kontraktur pada telapak kaki, tungkai dan
langan.
·
Kolaborasi dengan bagian
fisioterapi.
Upaya preventif pada kelainan kulit:
·
Dilakukan massage pada daerah
yang tertekan untuk membantu memperbaiki sirkulasinya dan berikan minyak
pelumas/cream.
·
Personal hygiene terutama pada
daerah kulit yang tertekan harus diperhatikan.
·
Merubah posisi tidur secara
teratur tiap dua jam sekali.
·
Diberikan cicin penyangga anti
dikubitus pada kedua tumit, bantal angin pada bokong.
·
Perhatikan intake nutrisi yang
adekuat.
Prediksi atas pemulihan vitalitas
fungsional organ terkait pada penderita :
Bila terapi dan perawatan dilakukan dengan
baik maka kemungkinan komplikasi yang timbul dapat dihindari. Komplikasi
tersebut antara lain : pneumonia, decubitus, atrofi otot, kontraktur, dll.
Imformasi tambahan yang ingin didapatkan
untuk dasar pengelolaan lebih lanjut adalah :
·
Data-data laboratorium lengkap
(yang menunjang) baik urine, darah.
·
Foto rongen
·
EMG
Manfaatnya untuk
mengetahui kondisi-kondisi organ vital pasien dengan seksama sebagai acuan
dalam pelaksanaan terapi dan perawatan pasien lebih lanjut.
G.
Penentuan waktu/jam kematian pada kasus
Kasus :
Ditemukan mayat dengan tanda-tanda :
·
Tidak ada tanda luka atau
kekerasan
·
Ditemukan warna merah tua
dipunggung
·
Anggota badan lemas
·
Di daerah perut kanan tampak
warna hijau kebiruan
Dalam kasus diatas kita harus mengenal
tanda-tanda perubahan-perubahan yang terjadi pada kematian (perubahan post
morten). Seorang dikatakan mati apabila jantung tidak berdenyut lagi dan
pernafasan juga terhenti. Namun pada akhir-akhir ini dengan kemajuan tehnologi
seperti dalam transplantasi berbagai alat tubuh, timbul pertentangan pendapat
mengenai saat yang tepat seseorang dapat dinyatakan mati.
Perubahan-perubahan yang terjadi post
morten :
1.
Algor Mortis : Perubahan suhu
badan sehungga suhu badan kurang lebih sama dengan suhu lingkungan . Disebabkan
karena metabolisme yang terhenti.
2.
Rigor Mortis : Sesudah dua
sampai tiga jam akan terjadi kaku mayat akibat terjadi kaku otot karena
aglutinasi dan presipitasi protein pada otot. Kaku Mayat biasa menetap
2 - 3 hari dan keudian menghilang (melemas).
3.
Liver Mortis : Perubahan warna
yang terjadi karena sel-sel darah mengalami hemolisis dan darah turun ke tempat
yang lebih rendah (bagian bawah) sehingga mengakibatkan lebam-lebam mayat pada
bagian-bagian tersebut.
4.
Pembekuan Darah : Terjadi
setelah penderita meninggal. Bekuan darah yang terjadi setelah orang meninggal
disebut Post Mortem Clot, warnanya merah, elastik/seperti agar-agar (Colour
Clot). Bila bekuan darah terbentuknya lambat, maka bekuan darah napak
berlapis-lapis, sel darah merah karena lebih berat menjadi lapisan terbawah.
5.
Pembusukan (Putrefation) dan
autolisis : Jaringan mengalami autodigestion akibat pengaruh fermen-fermen pada
tubuh. Pada jaringan tertentu seperti pada mukosa lambung, kandung empedu,
autolisis cepat terjadi. Pada umumnya makin tinggi diferensiasi jaringan makin
cepat autolisis dibandingkan dengan jaringan penyokong. Pembusukan terjadi
akibat masuknya kuman saprofitik. Biasanya kuman ini berasal dari usus. Akibat
pembentukan gas H2Z maka jaringan sekitar usus tampak kehijauan.
Pada kasus di atas, berdasarkan
data yang ada dapat disimpulkan bahwa mayat tersebut saat ditemukan
sudah meninggal lebih dari tiga hari. Hal ini dapat dibuktikan oleh adanya data
“mayat sudah dalam kondisi lemas”.
II.
PATOGENESIS PENYAKIT DEFISIENSI PROTEIN, KARBOHIDRAT, DAN VITAMIN A.
a.
Defisiensi Protein dan Karbohidrat
Defisiensi
protein dan karbohidrat dapat mengakibatkan marasmus dan kwashiorkor.
Pada
Marasmus :
·
Terjadi katabolisme otot dan
lemak untuk memlihara metabolisme sehingga pasien nampak hanya kulit pembalut
tulang (nampak sangat kurus).
·
Albumin serum masih normal maka
tidak terjadi oedema.
·
Enzim usus normal maka masih
dapat mengabsorbsi makanan, sehingga pengobatan relatif lebih mudah.
Pada
Kwashiorkor :
·
Defisiensi protein kalori
terjadi lebih berat.
·
Albumin serum menurun sehingga
terjadi oedema dan asites.
·
Sintesis enzim menurun menyebabkan
filli usus atropi sehingga absorbsi makanan sukar.
·
Metabolisme terganggu sehingga
timbul somnolen, apatis, lesu.
·
Terjadi perlemakan hati.
b. Defisiensi Vitamin A
Fungsi fisiologis
Vitamin A mempunyai fungsi penting dalam sejumlah jaringan tubuh
manusia. Meliputi adaptasi penglihatan gelap dan terang. Dari beberapa
penelitian membuktikan bahwa vitamin mempunyai fungsi lain yang
mempengaruhi integritas jaringan kulit,
pertumbuhan dan fungsi reproduksi.
Penglihatan
Kemampuan
mata untuk beradaptasi terhadap perubahaan cahaya tergantung pada adanya pigmen
yang sensitif terhadap cahaya, rhodopsin pada sel batang di retina.
Substansi pembentuk retinal bercampur engan
protein opsin membentuk pigmen penglihatan rhodopsin.
Ketika
cahaya mengenai retina, rhodopsin terpecah menjadi 2 bagian, opsin dan retinal.
Dalam kegelapan komponen-komponen ini bercampur kembali membentuk rhodopsin.
Pada keadaan norrmal tersedia lebih dari cukup dalam lapisan pigmen. Disamping
sel batang dan sel kerucut untuk penyesuaian yang konstan terhadap berbagai
cahaya.
Tetapi
bila tubuh kekurang vitamin A, ada sedikit retinal yang mampu membentuk visual
purple (rhodopsin).Sel batang dan kerucut menjadi lebih sensitif terhadap
perubahaan cahaya, hal ini dapat menyebabkan buta senja.
Kondisi ini dapat disembuhkan dalam waktu
setengah jam atau dengan pemberian suntikan vitamin A (retinol) yang siap
diubah menjadi retinal dan selanjutnya dapat menjadi rhodopsin.
Sel
klerucut pada retinal mengandung pigmen lain ; visual violet yang mempengaruhi
penglihatan terhadap warna dan kemampuan untuk melihat dalam cahaya yang
terang. Vitamin A juga dibutuhkan sebagai komponen dalam pigmen, tetapi tidak
ada fakta yang mendukung bahwa vitamin A dapat menyembuhkan buta senja.
Jaringan Epitel.
Vitamin A mempunyai peranan penting dalam
menunjang dan mempertahankan kesehatan, fungsi jaringan epitel yang membentuk
pertahanan tubuh primer terhadap infeksi. Jaringan epitel tidak hanya meliputi
kulit, tetapi juga meliputi mukosa membran mata, rongga mata, saluran
pencernaan dan saluran perkemihan. Fungsi fisiologi Vitamin A dalam
mempertahankan integritas jaringan epitel menjadi dasar penelitian yang
berhubungan dengan vitamin A ; retenoids dan karotin menjadi awal kanker
jaringan epitel. Tampa vitamin A sel-sel menjadi kering, kehitaman secara
perlahan mengeras membentuk keratin, prosesnya disebut keratinisasi. Keratin
adalah protein yang membentuk jaringan kera dan kering seperti kuku dan rambut.
Bila tubuh kekurangan Vitamin a banyak jaringan epitel mengalami keratinisasi.
1.
Mata; Kornea menjadi kering dan
mengeras, keadaan ini disebut Xeropthalmia. Pada kekurangan vitamin A yang
ekstrim akan mempercepat kebutaan. Saluran air mata kering yang menghilangkan
fungsi sebagai pembersih dan pelumas yang memungkinkan infeksi mudah terjadi.
2.
Saluran Pernafasan; Epitel
rambut di rongga hidung menjadi kering, rambut/bulu-bulu menjadi rontok.
Pertahanan untuk mencegah masuknya infeksi menjadi kurang. Kelenjar ludah
kering dan mulut menjadi kering dan pecah-pecah dan memudahkan organisme masuk.
3.
Saluran Pencernaan; Fungsi
secresi mukosa membran berkurang, dan jaringan menjadi lepas yang mempengaruhi
pencernaan dan absorbsi.
4.
Saluran Perkemihan; Jaringan
epitelnya rusak timbul masalah-masalah seperti infeksi saluran perkemihan, batu
saluran kemih, dan inveksi vagina yang menjadi hal umum.
5.
Kulit; Menjadi kering dan
bersisik, pustula-pustula kecil/besar, hiperpigmentasi, erupsi papila mungkin
terjadi disekitar folikel rambut, keadaan ini disebut hiperkeratosis folliculer.
6.
Pembentukan Gigi; Hanya sel-sel
epitel tertentu disekitar gigi anak yang tertanam dalam gusi yang masih mudah
akan membentuk menjadi organ yang istimewa yang disebut ameloblas. Organ
tersebut membentuk email tempat tumbuhnya gigi. Masing-masing sel mengeluarkan
produksi dan timbunan substansi pembentuk email yang ahirnya membentuk gigi
Pertumbuhan
Telah
diobservasi bahwa defisiensi Vitamin A berhubungan dengan keterlambatan
pertumbuhan, tetapi bagaimana mekanisme tersebut belum jelas. Defisiensi
biasanya melibatkan banyak faktor, oleh karenanya sulit memisahkan pengaruh
spesifik dari nutrisi ini. Untuk alasan tersebut banyak penelitian mangenai
vitamin A pada pertumbuhan dilakukan pada hewan-hewan dimana
fariabel-fariabelnya dapat dikontrol. kontribusi vitamin A memegang peran yang
esensial dalam pertumbuhan tulang dan jaringan lunak, kemungkinannya terjadi
melalui efek sintesis protein, mitosis atau stabilitas membran sel.
Reproduksi
Bahan
pembentuk retina kecuali asam retinoid dibutuhkan untuk menunjang fungsi normal
sistim reproduksi baik pada pria/wanita. Tes pada pemberian makanan binatang,
hanya asam retinoid sebagai sumber vitamin A; Kekurangan retinol dan retinoid
menyebabkan sterilitas, degenerasi testikuler pada pria, dan absorbsi atau
kelainan pembentukan janin pada wanita. Tindakan preventif terhadap timbulnya
defisiensi protein karbohidrat dan vitamin A adalah :
·
Intake nitrisi yang seimbang
sesuai dengan kebutuhan .
·
Pemberian Vitamin A dosis
tinggi pada balita enam bulan sekali
ConversionConversion EmoticonEmoticon