Pengaruh
Faktor Politik Terhadap Bisnis
Dalam berbisnis
sangatlah penting mempertimbangkan risiko politik dan pengaruhnya terhadap
organisasi. Hal ini patut dipertimbangkan karena perubahan dalam suatu tindakan
maupun kebijakan politik di suatu negara dapat menimbulkan dampak besar pada
sektor keuangan dan perekonomian negara tersebut. Risiko politik umumnya
berkaitan erat dengan pemerintahan serta situasi politik dan keamanan di suatu
negara.
Setiap
tindakan dalam organisasi bisnis adalah politik, kecuali organisasi charity atau
sosial. Faktor-faktor tersebut menentukan kelancaran berlangsungnya suatu
bisnis. Oleh karena itu, jika situasi politik mendukung, maka bisnis secara
umum akan berjalan dengan lancar. Dari segi pasar saham, situasi politik yang
kondusif akan membuat harga saham naik. Sebaliknya, jika situasi politik tidak
menentu, maka akan menimbulkan unsur ketidakpastian dalam bisnis.
Dalam konteks ini,
kinerja sistem ekonomi-politik sudah berinteraksi satu sama lain, yang
menyebabkan setiap peristiwa ekonomi-politik tidak lagi dibatasi oleh
batas-batas tertentu Sebagai contoh, IMF, atau Bank Dunia, atau bahkan para
investor asing mempertimbangkan peristiwa politik nasional dan lebih
merefleksikan kompromi-kompromi antara kekuatan politik nasional dan
kekuatan-kekuatan internasional.
Tiap pembentukan
pola bisnis juga senantiasa berkait erat dengan politik. Budaya politik
merupakan serangkaian keyakinan atau sikap yang memberikan pengaruh terhadap
kebijakan dan administrasi publik di suatu negara, termasuk di dalamnya pola
yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi atau perilaku bisnis.
Terdapat politik
yang dirancang untuk menjauhkan campur tangan pemerintah dalam bidang
perekonomian/bisnis. Sistemnya disebut sistem liberal dan politiknya
demokratis. Ada politik yang bersifat intervensionis secara penuh dengan
dukungan pemerintahan yang bersih. Ada pula politik yang cenderung mengarahkan
agar pemerintah terlibat/ ikut campur tangan dalam bidang ekonomi bisnis.
Indonesia lebih
mengacu pada pola terakhir, yakni pemerintah terlibat atau turut campur tangan
dalam bisnis. Hal ini dapat dilihat dalam hukum maupun kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah untuk menunjang perekonomian dan bisnis.
Pengaruh Politik terhadap Ekonomi dan Bisnis di Indoenesia Era Orde Baru
Pada awal pemerintahan
Orde Baru, pemerintah mencanangkan pembangunan ekonomi dan industri. Pada waktu
itu posisi pengusaha dalam negeri masih dalam keadaan yang tidak kuat untuk
berdiri sendiri.. Akibatnya, pemerintah (negara) menjadi dominan dalam
perekonomian. Pengusaha menggantungkan diri kepada pemerintah. Hal ini
menimbulakan konsekuensi yaitu pemerintah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi
atau dengan kata lain pemerintah menjadi sumber penggerak investasi dan
pengalokasian kekayaan nasional. Dalam hal ini pemerintah tidak hanya
menyediakan proyek, kontrak, konsesi pengeboran minyak dan eksploitasi hutan,
serta lisensi agen tunggal, melainkan juga kredit besar dan subsidi. Pemerintah
juga menunjang dengan kebijakan proteksi serta pemberian hak monopoli impor dan
pasar.
Pada masa
tersebut, pemerintah cenderung menghasilkan dua lapisan ekonomi-politik utama,
yaitu birokrat-politik yang melibatkan lingkup keluarganya dalam bisnis, serta
pengusaha yang dapat berkembang berkat dukungan khusus dari pemerintah (mulai
berkembangnya KKN). Kedua lapisan ini mendominasi perekonomian dan politik.
Dalam perkembangan sistem ekonomi tersebut, pemerintah sebagai sumber penggerak
investasi dan pengalokasian kekayaan nasional hanyalah bersifat jangka pendek.
Kemampuan pemerintah menyediakan segalanya dibatasi oleh gerak sistem ekonomi.
Indonesia menjadi rawan akan krisis. Pola bisnis tersebut memerlukan sebuah
rezim politik yang mampu mengendalikan reaksi kaum buruh dan gerakan
demokratisasi. Untuk keperluan ini rakyat berhasil dijauhkan dari partisipasi
politik. Pembangunan ekonomi dijaga dengan kekuatan militer yang kuat sehingga
terlihat stabil. Pertumbuhan partai politik dan pengekpresian politik dilarang
dalam upaya menciptakan kestabilan untuk pertumbuhan ekonomi. Rakyat seakan dibungkam
untuk menuntut hak-haknya atas nama pembangunan ekonomi. Pada masa Orde baru,
bentuk partisipasi rakyat diatur agar hanya terlibat pada pemilihan umum
anggota DPR dan DPRD. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya kaitan politik dan
birokratik dalam pola bisnis. Pemerintah sudah sejak awal jadi mesin
pertumbuhan ekonomi, yang menyebabkan para birokrat-politik terlibat bisnis
yang bersifat jangka pendek. Pola ini tidak mendorong tumbuhnya kepercayaan
dunia usaha untuk jangka panjang..
Sistem politik
Indonesia pada masa itu mempunyai kelemahan, salah satu diantaranya adalah
sedikitnya sumber-sumber yang dapat menjadi penekan dan penyeimbang atas
kekuatan pemerintah, di tingkat nasional atau daerah. Padahal, kekuatan penekan
sangat diperlukan untuk melakukan kontrol, maupun sumbangan-sumbangan gagasan
dan pemikiran untuk membentuk bangunan sosial politik yang lebih aspiratif.
Pengaruh kalangan
non-pemerintah, termasuk dari pengusaha dan profesional sangat terbatas dan
acap diabaikan. Kecuali para pengusaha tertentu yang mempunyai koneksi langsung
dengan penguasa. Ketergantungan ekonomi swasta pada pemerintah menimbulkan
hubungan yang sangat tidak sehat di antara keduanya, yang jika dipandang dari
sudut politik, bisnis, dan masyarakat luas sangatlah merugikan. Konsekuensi
dari hubungan yang tidak sehat tampak nyata ketika Indonesia diterpa krisis
ekonomi, sosial dan politik sekaligus, yang mengalami kesulitan untuk
diperbaiki.
Kalangan bisnis
dan profesi swasta yang merupakan unsur krusial dalam pembentukan kelas
menengah, selama zaman Orde Baru tidak memiliki kesempatan untuk membentuk
asosiasi maupun organisasi yang mampu berfungsi sebagai sumber kritik,
pengaruh, dan sumbangan ide pada perencanaan politik, ekonomi dan sosial.
Unsur-unsur baru dari kalangan profesional maupun kalangan bisnis cenderung
menghindarkan diri dari politik dan berkonsentrasi pada bidangnya sendiri yang
sempit.
Semua hal tersebut
membuat sistem ekonomi Indonesia menjadi cukup rawan krisis, terutama krisis
fiskal dan krisis keuangan. Terjadinya krisis rupiah dan berbagai dampaknya
membuat pemerintah terpaksa harus mengeluarkan sejumlah kebijakan deregulasi di
bidang ekonomi. Secara politik, kebijakan ini memacu pertumbuhan sektor swasta,
termasuk swastanisasi BUMN. Hal ini menuntut pemerintah untuk melakukan
pembenahan besar-besaran. Pemerintah terpaksa menerima tawaran IMF untuk menyetujui Nota Kesepakatan
menuju reformasi ekonomi. Krisis ekonomi memang menimbulkan dampak politik yang
lebih kuat. pemerintah semakin didesak untuk melepaskan keterlibatannya dari
bisnis dan untuk lebih menjalankan fungsi sebagai perlengkapan politik supaya
dapat bertugas menyehatkan sistem ekonomi.
Sistem peraturan
hukum yang kuat sangat dibutuhkan untuk menopang kinerja reformasi ekonomi.
Kalangan dunia usaha semakin menuntut kepastian hukum. Krisis rupiah yang
semakin parah sampai menggerogoti sistem ekonomi, telah memperlemah posisi
birokrat-politik. Banyak dari mereka yang mulai terbuka terhadap reformasi
politik. Banyak telah menyatakan perlunya reformasi. Hasil kemajuan ekonomi
secara internal telah menghasilkan sebagian lapisan yang menghendaki reformasi
politik. Kalangan bisnis menghendaki tumbuhnya kepercayaan dunia usaha untuk
jangka panjang. Semua ini hanya dapat dicapai dengan program reformasi ekonomi
dan diperkuat dengan reformasi politik.
Pengaruh Politik terhadap Ekonomi dan Bisnis di Indonesia pada Era Reformasi
Struktur dan
pandangan rezim Orde Baru telah menjadikan kalangan bisnis dan profesional
merasa lebih mudah dan aman untuk mengikuti keadaan daripada mencoba
mendorongnya ke arah lain yang lebih sehat. Kecenderungan ini dengan sendirinya
memperluaskan korupsi, kolusi, dan penyalahgunaan kekuasaan pada zaman Orde
Baru. Pada era reformasi, gejala-gejala itu sulit dihilangkan karena telah mengakar
di setiap lembaga negara, maupun di kalangan bisnis dan profesional. Masalahnya
bukan hanya korupsi yang sulit diatasi, tetapi juga hilangnya orientasi
terhadap kepentingan masyarakat luas dan lemahnya kemauan untuk merombak sistem
politik, termasuk lembaga-lembaga negara yang amat perlu diperbaiki, struktur
ekonomi, dan hubungan antara warga negara dan negara.
Di dalam negeri,
perubahan di bidang politik dan pemerintahan yang diwarnai dengan adanya
perubahan signifikan dalam sistem politik (terjadi proses demokratisasi)
membuka suatu peluang baru dan juga ancaman baru bagi dunia usaha di Indonesia.
Keputusan-keputusan politik atau hukum perlu juga selalu dicermati.
Perubahan-perubahan kepemimpinan seringkali berakibat terjadinya perubahan
dalam keputusan politik dan yang akhirnya berdampak secara langsung terhadap
kondisi bisnis. Sebagai contoh. Pada saat Orde baru, perdagangan Bahan Pangan
Pokok selalu dikendalikan oleh Pemerintah melalui BULOG, sehingga ada kondisi
yang stabil dalam perdagangan Bahan Pangan Pokok tersebut. Tetapi, setelah
reformasi peran BULOG diredefinisi sehingga tidak menjadi pemain sentral dan
akhirnya seringkali berdampak terhadap terjadinya fluktuasi harga dan
kelangkaan barang yang disebabkan permainan spekulan, sehingga yang terkena
dampak/pengaruhnya adalah rakyat miskin yang semakin menderita untuk mendapakan
kebutuhan pangan mereka.
Di tahun 2007 yang
lalu kondisi perpolitikan nasional relatif stabil, walaupun banyak unjuk rasa
diberbagai daerah terutama menyangkut kekisruhan hasil Pilkada dan di tingkat
nasional menyangkut kebijakan pemerintah tentang UU PA, UU PMA, UU Pornografi
dan UU Politik yang banyak menimbulkan kontroversi dari masyarakat. Dari
kondisi politik yang demikian ternyata pengaruh terhadap sektor ekonomi tidak
begitu signifikan. Tercatat kondisi pertumbuhan ekonomi di tahun 2007 merupakan
kondisi terbaik sejak krisis ekonomi 1998. Berbagai sektor ekonomi mengalami
peningkatan, di sektor properti, nilai kredit properti yang dirilis Bank
Indonesia (BI) per Juni 2007 sebesar Rp130,93 Trilyun naik 7-8% dibandingkan
tahun sebelumnya. (1)
Di tahun 2008 ini
perilaku ekonomi menjadi sering kali sulit diprediksi. Bahkan oleh Pemerintah
sekalipun yang memiliki ekonom-ekonom yang sangat pakar di bidangnya. Sebagai
contoh yang nyata adalah dalam penyusunan APBN 2008 prediksi harga minyak 80 US
$ per barel, tapi pada awal tahun perekonomian nasional dikejutkan dengan
kenaikan harga minyak dunia yang menembus batas sampai 100 US $ per barel
bahkan melewati 110 US $ per barel sampai akhir kuartal pertama 2008. Kenaikan
ini tentunya berpengaruh terhadap asumsi APBN tahun 2008 sehingga pemerintah
mau tidak mau dihadapkan pada pilihan sulit antara tetap mempertahankan subsidi
BBM dengan harga yang ada atau menaikkan harga BBM untuk mengurangi defisit
APBN yang terlalu berat. Selain itu dari sektor perbankan, pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan menurunkan BI rate menjadi 8% per Januari 2008. (2)
Dengan dikeluarkan kebijakan ini memberikan peluang bagi sektor properti untuk
bisa berkembang. Namun dari bidang politik kemungkinan-kemungkinan negatif bisa
terjadi mengingat kondisi tahun 2008 masih rawan karena semua partai politik
akan bekerja keras untuk meraih dukungan massa, gesekan-gesekan politik
kemungkinan akan mudah terjadi. Tentunya kondisi serupa dihadapi oleh para
pebisnis, sulit sekali untuk secara akurat memprediksi kondisi ekonomi. Hal ini
antara lain juga dampak globalisasi yang menyebabkan kondisi ekonomi di suatu
negara dapat berpengaruh besar terhadap kondisi ekonomi negara lainnya. Bahkan
ketika ramalan tentang kondisi ekonomi akurat, masih belum jelas dampak ekonomi
terhadap industri tertentu. Sebagai contoh nyata, seperti yang telah diketahui
bersama saat ini beberapa sektor industri sedang digoncang krisis akibat
pengaruh krisis global yang tengah melanda dunia. Beberapa perusahaan telah
berencana merumahkan bahkan memPHK karyawan-karyawannya.
Dalam sektor
perbankan, kalangan perbankan mengkhawatirkan gejolak ekonomi global akan
menggerus kinerja perbankan di tengah situasi politik yang mulai menghangat
menjelang pemilihan umum 2009. Di sisi lain, Bank Indonesia meyakini
fundamental industri perbankan dalam negeri cukup kuat, sehingga bank sentral
meminta sejumlah kalangan agar tetap optimistis. Direktur Bank NISP Rudy
Hamdani menyatakan pihaknya mulai 'mencium' gelagat dampak dari gejolak
perekonomian dunia terhadap perekonomian dalam negeri, disusul peningkatan suhu
politik menjelang 2009. Akan tetapi di sisi lain, di tengah indikator ekonomi
akabibat kenaikan harga bahan bakar minyak, yang berpengaruh besar dan
cenderung negatif terhadap perilaku bisnis, kalangan perbankan merasa optimis
dapat meningkatkan pertumbuhan kredit. Suhu politik Pemilu 2009 yang sudah
mulai terasa, diharapkan dapat mendorong gairah perekonomian. Dana-dana politik
dan perputaran uang untuk tujuan politik dan kampanye semakin lancar sehingga
diharapakan terjadi pertumbuhan dana ekonomi pihak ketiga dan pertumbuhan
bisnis yang berkaitan dengan politik, sebagai contoh bisnis percetakan dan
bisnis sablon bendera dan sebagainya.
Proyeksi semua
sektor ekonomi pada tahun 2008 selalu dikaitkan dengan variabel politik. Hal
ini disebabkan suhu politik di tahun 2008 diprediksi akan meningkat karena
persiapan Pemilu 2009. Faktor politik pasti berdampak pada perekonomian,
terutama pada investasi. Situasi politik menjelang pemilu dan Sidang Umum MPR,
melahirkan iklim ketidakpastian bagi investor, terutama investor asing. Adapun
pengaruh politik menjelang Pemilihan Presiden 2009 diyakini akan memengaruhi
uang beredar. Di satu sisi, aktivitas ekonomi akan menurun seiring dengan
keterlibatan pelaku ekonomi dalam pemilu.
Hubungan sektor
bisnis dengan politik lebih mengacu pada konteks ekonomi yang dipengaruhi oleh
kebijakan politik, apabila kondisi politik tidak menentu atau mengalami
kekacauan (chaos) akan berdampak kepada perekonomian terutama menyangkut sektor
industri; permintaan dan penawaran tidak seimbang dan distribusi barang akan
terganggu. Apabila ini berlanjut maka akan terjadi inflasi tinggi yang ditandai
dengan kenaikan harga akibat permintaan yang menurun drastis atau bajhkan tidak
adanya permintaan. Di sisi lain,pengaruh gejolak politik pada kegiatan ekonomi,
tidak dapat diukur dengan eksak dan laporan angka-angka. Para pengamat hanya
dapat menganalisa kualitas dampaknya.
Peluang mengatasai dampak negatif pengaruh politik terhadap bisnis
Dalam suasana
sekarang yang penuh ketidakpastian politik dan ekonomi, ada semacam peluang
untuk mengatasi hubungan antara pemerintah dan bisnis melalui pembagian
kekuasaan, strategi pembangunan menurut sektor-sektor yang sebaiknya diurus
para pengusaha swasta atau negara, dan seterusnya. Selain itu, diperlukan juga
semacam ideologi dan program tentang peranan bisnis, harapannya, dan tanggung
jawabnya pada masyarakat, tentang hak dan kewajiban yang bersangkutan dengan
penegakkan etika bisnis, tanggung jawab sosial perusahaan dan sejenisnya.
Hal ini tentu saja
bukan pekerjaan yang mudah. Berbagai masalah yang sedang melilit negeri ini
seperti stabilitas politik, kesulitan ekonomi, peninggalan masa lalu terhadap
buruknya praktik bisnis, serta ketegangan dalam hubungan antara pemerintah dan
perusahaan swasta sangat mempengaruhi proses tersebut. Memperbaiki pandangan umum
terhadap dunia usaha sangat penting sekaligus sangat sukar, dan menghilangkan
kecurigaan rakyat terhadap kalangan bisnis membutuhkan waktu. Tetapi semua harus dilakukan
secara terencana dan terorganisir. Sebuah harapan terwujudnya trias etika:
etika pemerintahan, etika profesi, dan etika bisnis. ICW mengambil posisi untuk
bersama-sama rakyat membangun gerakan sosial memberantas korupsi dan berupaya
mengimbangi persekongkolan kekuatan birokrasi pemerintah dan bisnis. Dengan
demikian reformasi di bidang hukum, politik, ekonomi dan sosial untuk
menciptakan tata kelola pemerintahan yang demokratis dan berkeadilan sosial
serta berekonomi baik dapat diwujudkan.
Pada akhirnya
kondisi perekonomian akan bisa tumbuh apabila pemerintah tetap berperan sebagai
partner yang menguntungkan bagi berkembangnya perilaku bisnis yang dipengaruhi
oleh kondisi politik dalam negeri. Instrumen-intrumen investasi perlu
diinovasi, birokrasi perijinan dan sektor perbankan diharapkan mampu mendukung
sektor bisnis dalam menghadapai pengaruh situasi dan kondisi politik.
ConversionConversion EmoticonEmoticon