ASUHAN
KEPERAWATAN DIABETES MELITUS
A. Konsep Dasar Diabetes Melitus
1.
Definisi
Diabetes
Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin di dalam tubuh. Gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati
atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang
disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001
).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah
kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah
sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).
2.
Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya
kira – kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata
lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang
terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala )
kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian
pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini
merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat
ini. Dari segi perkembangan embriologis,
kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1).
Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan
sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang
menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan
berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau
langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar
pulau langerhans yang terkecil adalah 50
m, sedangkan yang terbesar 300
m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225
m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau
langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel
– sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20
– 40 % ;
memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang
mempunyai “ anti insulin like activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut,
dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop
pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh
darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel
beta yang normal dimana sel beta tidak
menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin
merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri
dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai
ini dihubungkan oleh dua jembatan (
perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri
dari 30 asam amino.
Insulin dapat larut pada pH 4
– 7 dengan titik
isoelektrik pada 5,3.
Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor
yang besar di dalam membrana sel.
Insulin
di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin
dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar
glukosa darah meningkat diatas 100
mg/100ml darah, sekresi
insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi
insulin akan menurun.
Selain
kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon
gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi
metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa
melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel
lemak.
Etiologi
a.
Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang
heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi
determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor
lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1.
Kelainan sel beta pankreas,
berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
2.
Faktor – faktor lingkungan yang
mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet
dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas
dan kehamilan.
3.
Gangguan sistem imunitas.
Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel –
sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi
insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4.
Kelainan insulin. Pada pasien
obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya
reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap
insulin.
b.
Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas
terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen : a. Genetik, Metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen : a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
4. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM
dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin
berikut:
1.
Berkurangnya pemakaian glukosa
oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah
setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2.
Peningkatan mobilisasi lemak
dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak
yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3.
Berkurangnya protein dalam
jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami
defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang
normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang
melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus –
tubulus renalis tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat.
Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang
keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif
dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain
adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan
mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan
juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama
mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori
sorbitol dan teori glikosilasi.
1.
Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan
penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport
glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi
habis secara normal melalui glikolisis,
tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi
sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia
akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang
mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran
basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki
Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam
etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati
dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya
neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik.
Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada
kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya
ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot
kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien.
Angiopati akan menyebabkan terganggunya
aliran darah ke kaki. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah
yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari,
denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat
asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan
komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati,
sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau
pengobatan dari KD.
5.
Klasifikasi
Wagner ( 1983
) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih
utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk
kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa
osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki
dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian
tungkai.
Sedangkan Brand (1986)
dan Ward (1987)
membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
1.
Kaki Diabetik akibat Iskemia (
KDI )
Disebabkan
penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati (
arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah
betis.
Gambaran klinis KDI :
-
Penderita mengeluh nyeri waktu
istirahat.
-
Pada perabaan terasa dingin.
-
Pulsasi pembuluh darah kurang
kuat.
-
Didapatkan ulkus sampai
gangren.
2.
Kaki Diabetik akibat Neuropati
( KDN )
Terjadi
kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi.
Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki,
dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
B. Asuhan keperawatan
Dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya
dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses
keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia
terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat
berhubungan dengan klien keluarga juga
orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan
kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Proses
keperawatan terdiri dari lima
tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi.
1.
Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a.
Pengumpulan data
Pengumpulan
data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan
dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan
fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1.
Anamnese
a.
Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit dan diagnosa medis.
b.
Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada
luka.
c.
Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d.
Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi
insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan
oleh penderita.
e.
Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f.
Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
2.
Pemeriksaan fisik
a.
Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
b.
Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering
terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak
dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c.
Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah
sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur
rambut dan kuku.
d.
Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
e.
Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f.
Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g.
Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
h.
Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i.
Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
3.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a.
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post
prandial > 200
mg/dl.
b.
Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
c.
Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
b.
Analisa Data
Data yang sudah terkumpul
selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam
mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan
berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :
1.
Kebutuhan dasar atau fisiologis
2.
Kebutuhan rasa aman
3.
Kebutuhan cinta dan kasih
sayang
4.
Kebutuhan harga diri
5.
Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah
dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang masalah
keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk
diagnosa keperawatan meliputi aktual,
potensial, dan kemungkinan.
2.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan.
Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah
tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki
diabetik adalah sebagai berikut :
1.
Gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2.
Gangguan integritas jaringan
berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3.
Gangguan rasa nyaman ( nyeri )
berhubungan dengan iskemik jaringan.
4.
Keterbatasan mobilitas fisik
berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5.
Gangguan pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
6.
Potensial terjadinya penyebaran
infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
7.
Cemas berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
8.
Kurangnya pengetahuan tentang
proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi.
9.
Gangguan gambaran diri
berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
10.
Ganguan pola tidur berhubungan
dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
3.
Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan
aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan
mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan
keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan
sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan
aktivitas keperawatan.
a.
Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi
perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak
pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak
bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1.
Ajarkan pasien untuk melakukan
mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi
meningkatkan sirkulasi darah.
2.
Ajarkan tentang faktor-faktor
yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah
dari jantung ( posisi elevasi
pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga
tidak terjadi oedema.
3.
Ajarkan tentang modifikasi
faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan
kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya
arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk
mengurangi efek dari stres.
4.
Kerja sama dengan tim kesehatan
lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan
terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula
darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
b.
Diagnosa no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan
berkurang
3. Adanya jaringan
granulasi.
4. Bau busuk luka
berkurang.
Rencana tindakan :
1.
Kaji luas dan keadaan luka
serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2.
Rawat luka dengan baik dan
benar : membersihkan luka secara
abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel
pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi
tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3.
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian insulin, pemeriksaan kultur
pus pemeriksaan gula darah pemberian
anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan
kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
c.
Diagnosa no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : 1.Penderita
secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
2. Penderita dapat
melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita
bertambah luas.
4. Tidak ada keringat
dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5
0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20
x /menit ).
Rencana tindakan :
1.
Kaji tingkat, frekuensi, dan
reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui
berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2.
Jelaskan pada pasien tentang
sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama
dalam melakukan tindakan.
3.
Ciptakan lingkungan yang
tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri.
4.
Ajarkan teknik distraksi dan
relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan pasien.
5.
Atur posisi pasien senyaman
mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan
pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6.
Lakukan massage dan kompres
luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat
meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan
yang dapat memberikan rasa nyaman.
7.
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri
pasien.
d.
Diagnosa no. 4
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka
di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang
optimal.
Kriteria Hasil : 1. Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat
melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi
kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1.
Kaji dan identifikasi tingkat
kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat
kekuatan otot-otot kaki pasien.
2.
Beri penjelasan tentang pentingnya
melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
3.
Anjurkan pasien untuk
menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan
baik.
4.
Bantu pasien dalam memenuhi
kebutuhannya.
Rasional : Agar
kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5.
Kerja sama dengan tim kesehatan
lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri,
fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
e.
Diagnosa no. 5
Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan
ideal.
2. Pasien
mematuhi dietnya.
3. Kadar
gula darah dalam batas normal.
4. Tidak
ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1.
Kaji status nutrisi dan
kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi
pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2.
Anjurkan pasien untuk mematuhi
diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi
terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
3.
Timbang berat badan setiap
seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4.
Identifikasi perubahan pola
makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet
yang ditetapkan.
5.
Kerja sama dengan tim kesehatan
lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat
mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
f.
Diagnosa no. 6
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan
tinggi kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2.
Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 – 37,5
0C )
3.
Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1.
Kaji adanya tanda-tanda
penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran
infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
2.
Anjurkan kepada pasien dan
keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk
mencegah infeksi kuman.
3.
Lakukan perawatan luka secara
aseptik.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan
penyebaran infeksi.
4.
Anjurkan pada pasien agar
menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat
meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan
sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
5.
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
g.
Diagnosa no. 7
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan
sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
1.
Kaji tingkat kecemasan yang
dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien
sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2.
Beri kesempatan pada pasien
untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3.
Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien
sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4.
Beri informasi yang akurat
tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan
keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan
keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran
pasien.
5.
Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat,
dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang
terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan
kecemasan yang dirasakan pasien.
6.
Berikan kesempatan pada keluarga untuk
mendampingi pasien secara bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga
yang menunggu.
7.
Ciptakan lingkungan yang tenang
dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi
rasa cemas pasien.
h.
Diagnosa no. 8
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan :
Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria
Hasil : 1. Pasien
mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat
menjelaskan kembali bila ditanya.
2.
Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang
diperoleh.
Rencana
Tindakan :
1.
Kaji tingkat pengetahuan
pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat
perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui
pasien/keluarga.
2.
Kaji latar belakang pendidikan
pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan
menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat
pendidikan pasien.
3.
Jelaskan tentang proses
penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan
kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat
sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
4.
Jelasakan prosedur yang kan dilakukan,
manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam
tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5.
Gunakan gambar-gambar dalam memberikan
penjelasan ( jika ada / memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang
telah diberikan.
i.
Diagnosa no. 9
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah
satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota
tubuhnya secar positif.
Kriteria
Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan
beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
- Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1.
Kaji perasaan/persepsi pasien
tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya
yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional :
Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2.
Lakukan pendekatan dan bina
hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional :
Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3.
Tunjukkan rasa empati,
perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional :
Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4.
Bantu pasien untuk mengadakan
hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan
dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5.
Beri kesempatan kepada pasien
untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang
normal.
6.
Beri dorongan pasien untuk
berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang
konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk
meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
j.
Diagnosa no.10
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : 1.
Pasien mudah tidur dalam waktu 30
– 40 menit.
2. Pasien
tenang dan wajah segar.
3. Pasien
mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1.
Ciptakan lingkungan yang nyaman
dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
2.
Kaji tentang kebiasaan tidur
pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan
kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3.
Kaji adanya faktor penyebab
gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana
ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
dialami dan dirasakan pasien.
4.
Anjurkan pasien untuk menggunakan
pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam
tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5.
Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur
pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
ConversionConversion EmoticonEmoticon