TINJAUAN KEPUSTAKAAN
ABSES PARU
I. PENDAHULUAN
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material
purulent berisikan sel radang akibat
proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi .
Bila diameter kavitas < 2 cm dan
jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”.
Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun
mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnose sama pula.
Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan
tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus Abses paru ini
berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru
sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol.
Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan
respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi
dari paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn
anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru. (1, 2,
3, 6)
Penelitian
pada penderita Abses paru nosokonial ditemukan kuman aerob seperti golongan enterobacteriaceae
yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi perkutan atau
aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob. (4, 6, 7)
Pada umumnya para klinisi menggunakan
kombinasi antibiotik sebagai terapi seperti penisilin, metronidazole dan
golongan aminoglikosida pada abses paru. Walaupun masih efektif, terapi
kombinasi masih memberikan beberapa permasalahan sebagai berikut : (4)
1. Waktu perawatan di RS yang lama
2. Potensi reaksi keracunan obat tinggi
3. Mendorong terjadinya resistensi antibiotika.
4. Adanya super infeksi bakteri yang mengakibatkan Nosokonial Pneumoni.
Terapi ideal harus berdasarkan penemuan
kuman penyebabnya secara kultur dan sensitivitas. Pada makalah ini akan dibahas
Abses paru mulai patogenesis, terapi dan prognosa sebagai penyegaran teori yang
sudah ada.
II. EPIDEMIOLOGI
1.
Faktor Predisposisi
Ada
bebreapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya abses paru. Janet
et al tahun 1995 melakukan penelitian di rumah perawatan intensive RS di Afrika
Selatan, didapatkan beberapa faktor predisposisi abses paru seperti berikut :
(1, 2, 3, 4, 7)
Tabel
1. Faktor predisposisi Abses paru
No
|
Faktor Predisposisi
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
Alkoholik
Aspirasi benda
asing
Karies gigi
TB paru lama
Epilepsi
Penyalahgunaan
obat
Penyakit paru
obstuktif
SLE
Ca Bronkogenik
Nihil
|
Tabel di kutip dari Chest/108/4/Okt’95 hal 938.
ASHER
DAN BEAUDRY tahun 1992 melaporkan beberapa faktor predisposisi Abses paru yang
terjadi pada anak-anak sebagai berikut :
Tabel
2. Faktor predisposisi abses paru pada anak-anak.
Condition |
Contoh
|
Infeksi berat
Immunodeficiency
atau immunosuppression disorder
Conditiopn
leading to repeated aspiration
Yang
lain {miscellcellaneous jarang)
|
Bronchopneumonia
Meningitis
Osteomyelitis
Septicemia
Infected aczema
Septic arthritis
Abdominal wall abscess
Peritonsillar abscess
Endocarditis
Measles
Burns
Prematurity
Blood dyscrasias
Leukimia
Hepatitis
Dysgammaglobulinemia
Nephrotic syndrome
Chronic granulamatous disease
Steroid therapy
Malnutrition
Seozure disorders
Mental deficiency
Altered consciousness
Dysphagia
Priodonitis, Carries, gingiva
desease
Riley-Day syndrome
Cystic fibrosis
Misplaced central nervouse
catheter
Alpha-antitrypsin deficicency
Foreign body in respiration tract
Eroded foreign body in the
esophagus
|
Tabel 2 dikutip
dari (1)
Tabel
1. Presdeposisi factor dari Abses Paru
No
|
Presdeposisi
factor dari Abses Paru
|
1
2
3
4
5
6
7
|
Aspirasi dari oropring
Obstruksi bronkial
Pneumonia
Blood-borne infection
Infark paru yang
terinfeksi
Ruda paksa
(trauma)
Penyebaran
transdiapragmatika
|
Tabel
2. Diferensial Diagnosis Abses Paru
No
|
Diferensial Diagnosis Abses Paru
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Cavitas Tumor
Bula atau kista
bronkial
Bronkiektasa
seculea
Aspersiloma
Wegener’s
gramulomatasi
Kista hydaditosa
Pneumekoniosis
caplan’s sipidron
Cavitas
rheumatoid nodule
Gas fluid level
in oesopkagus, Stomach or bowel
|
Aspirasi
dari derah orofaring yang paling sering penyebab terjadinya abses. Freton
predesposisi yang menyebabkan aspirasi orofaring seperti tabel III,
kadang-kadang satu orang lebih dari satu faktor.
Tabel
3. Presdeposisi Aspirasi Orofaring
|
Presdeposisi Aspirasi Orofaring
|
ganguan kesadaran
|
-
Alkohol
-
drug abuse
-
epilepsi
-
atuastesi
|
ganguan inervasi otot
|
-
faring
-
laring
-
oesepagos
|
Infeksi nasal
|
-
penyakit sinus
|
Infeksi oral
|
-
dental carries
-
ginigival desease
|
Infeksi farigeal
|
-
pouch
|
Infeksi caryugeal
|
-
tumor
|
Infeksi ocsepekageal
|
-
stricture
-
hiatus kernea
|
obstruksi Bronkus disebabkan oleh tanda
umumnya keganasan, atau benda asing
Tabel 3 dikutip
dari (1)
2.
Etiologi
Kuman
atau bakteri penyebab terjadinya Abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti
dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan fisliman mendapatkan bahwa
organisme penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher dan
Beandry mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak
adalah stapillococous aureus (1).
Dibawah
ini ada 3 tabel kuman penyebab abses dari 3 penelitian yang berbeda.
Tabel
3. Spektrum organisme penyebab Abses paru menurut Asher dan Beaudry
Type of Abscess
|
Organisms
|
Primary
Secondary
|
Staphylococcus aureus
Haemophilus
influenzae types B, C, F, and nontypable
Streptococcus
viridans, pneumoniae
Alpha-hemolytic
streptococci
Neisseria
sp.
Mycoplasma
pneumoniae
Aerobes
All those listed for primary abscess
Haemophilus aphropilus, parainfluenzae
Streptococcus group B, intermedius
Klebsiella penumoniae
Escherichia coli, freundii
Pseudomonas pyocyanea, aeruginosa, denitrificsns
Aerobacter aeruginosa
Candida
Rhizopus sp.
Aspergillus fumigatus
Nocardia sp
Eikenella corrodens
Serratia marcescens
Anaerobes
Peptostreptococcus constellatus, intermedius, saccharolyticusVeillonella sp., alkalenscenensBacteroides melaninogenicus, oralis, fragilis, corrodens, distasonis, vulgatus, ruminicola, asaccharolyticusFusobacterium necrophorum, nucleatumBifidobacterium sp. |
Tabel 3 dikutip
dari (1)
Tabel
4. Spektrum isolasi bakteri Abses paru akut menurut Hammond et al.
|
No. of Isolates
|
%
|
Anaerobs
Provetella sp
Porphyromonas sp
Unspectiated pigmented anaerobs
Bacteroides sp
Fusobacterium sp
Anaerobic cocci
Microaerophilic streptococci
Veilonella sp
Clostridium sp
Nonsporing Gran-positive anaerobes
“Mixed anaerobes”
total
Aerobs
Viridans streptococciStaphylococcus spCorynebacterium sp
Klebsiella sp
Haemophilus sp
Gram-negative cocci
Total
|
17
7
4
4
4
4
7
1
1
9
1
59
7
5
3
2
1
2
20
|
22
9
5
5
5
5
9
1
1
11
1
74
9
6
4
3
1
3
26
|
Tabel 4 dikutip
dari (6)
Tabel
5. Organisme dan kondisi yang berhubungan dengan Abses paru menurut Finegold
dan Fishmans
Infectious
|
Noninfectious and Predisposing Conditions
|
Bacteria
Anaerobes; Staphylococcus aureus,
Enterbacteriaceae, Pseudomanas aeruginosa, streptocicci, Legonella spp,
Nocardia asteroides, Burkholdaria pseudomallei
Mycobacteria
(often multifocal)
M. tuberculosis, M. avium complex, M.
kansasii, other mycobacteria
Fungi
Aspergillus spp, Mucoraceae, Histoplasma
capsulatum, Pneumocystis carinii, Coccidioides immitis, Blastocystis hominis
Parasites
Entamoeba histolytical, Paragonimus
westermani, Stronglyoides stercoralis (post-obstructive)
Empyema
(with air-fluid level)
Septic
embolism (endocarditis)
|
Anatomis
Fluid-filled cysts, bland infraction
Bronchiectasis
Vasculitis
Goodpasture’s syndrome, Wegener’s
granulomatosis, periateritis
Obstruction (neoplasm, foreign body)
Pulmonary sequestration
Pulmonary contusion
Carcinoma
|
Tabel 5 dikutip
dari (4)
3.
Insidens
Angka
kejadian Abses Paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun 1982 adalah 0,7
dari 100.000 penderita yang masuk rumah sakit hampir sama dengan angka yang
dimiliki oleh The Children’s Hospital of eastern ontario Kanada sebesar
0,67 tiap 100.000 penderita anak-anak yang MRS. Dengan rasio jenis kelamin
laki-laki banding wanita adalah 1,6 : 1 (1, 8).
Angka
kematian yang disebabkan oleh Abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era preantibiotika sampai 15
– 20 % pada era sekarang (7).
III. PATHOFISIOLOGI
- PATHOLOGI
Abses paru timbul bila parenkim paru
terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan nekrosis.
Perubahan reaksi radang
pertama dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang
menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi
mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu
saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi
aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya
berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi empyema (2, 3,
10).
- PATHOFISIOLOGI
Garry tahun 1993
mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut : (5)
a.
Merupakan proses lanjut
pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri
mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila
berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria
masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran
hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses
ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar.
b.
Kavitas yang mengalami infeksi.
Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami
proses keradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru
yang mengalami infeksi sekunder.
c.
Obstruksi bronkus dapat
menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru.
Hal ini sering terjadi pada
obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada
aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada
obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial.
d.
Pembentukan kavitas pada kanker
paru.
Pertumbuhan massa kanker
bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah,
sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat
terbentuk abses.
IV. MANIFESTASI KLINIS.
- Gejala klinis : (1, 2, 3, 4, 5, 6)
Gejala klinis yang ada pada
abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu:
a.
Panas badan
Dijumpai berkisar 70% - 80%
penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C.
b.
Batuk, pada stadium awal non
produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi
meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%).
c.
Produksi sputum yang meningkat
dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru.
d.
Nyeri dada (± 50% kasus)
e.
Batuk darah (± 25% kasus)
f.
Gejala tambahan lain seperti
lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Pada pemeriksaan dijumpai
tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang meningkat,
sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.
- Gambaran Radiologis (1, 2, 9)
Pada foto torak terdapat
kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya.
Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran f 2 – 20 cm.
Gambaran ini sering dijumpai
pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus
maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada
hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).
- Pemeriksaan laboratorium (2, 3, 5)
a.
Pada pemeriksaan darah rutin.
Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus)
bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju
endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.
Pada hitung jenis sel darah
putih didapatkan pergeseran shit to the left
b.
Pemeriksaan sputum dengan
pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan
pemilihan antibiotik secara tepat.
c.
Pemeriksaan kultur bakteri dan
test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa
klinis dan etiologis.
V. DIAGNOSA
Diagnosa
abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan gejala seperti
pneumonia dan pemeriksaan phisik saja.
Diagnosa harus ditegakkan
berdasarkan : (1, 2, 3, 4, 5, 6)
- Riwayat penyakit sebelumnya.
Keluhan penderita yang khas
misalnya malaise, penurunan berat badan, panas badan yang ringan, dan batuk
yang produktif.
Adanya riwayat penurunan
kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan epilepsi. Riwayat
penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar atau
adanya emboli kuman diparu akibat suntikan obat.
- Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang mendorong terjadinya abses paru.
- Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah yang dapat mengarah pada organisme penyebab infeksi.
- Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi.
- Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain
diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan
dengan bronkus.
Diagnosa Banding (2) :
1.
Karsimoma bronkogenik yang
mengalami kavitasi, biasanya dinding kavitas tebal dan tidak rata. Diagnosis
pasti dengan pemeriksaan sitologi/patologi.
2.
Tuberkulosis paru atau infeksi
jamur
Gejala klinisnya hampir sama
atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA dan
pada infeksi jamur ditemukan jamur.
3.
Bula yang terinfeksi, tampak air
fluid level. Di sekitar bula tidak ada atau hanya sedikit konsolidasi.
4.
Kista paru yang terinfeksi.
Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di sekitarnya.
5.
Hematom paru. Ada riwayat
trauma. Batuk hanya sedikit.
6.
Pneumokoniosis yang mengalami
kavitasi. Pekerjaan penderita jelas di daerah berdebu dan didapatkan simple
pneumoconiosis pada penderita.
7.
Hiatus hernia. Tidak ada gejala
paru. Nyeri restrosternal dan heart burn bertambah berat pada waktu
membungkuk. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan barium foto.
8.
Sekuester paru. Letak di basal
kiri belakang. Diagnosis pasti dengan bronkografi atau arteriografi retrograd.
VI. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Abses paru harus
berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta
kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas
terapi yang diberikan pada abses paru : (2, 4, 5, 9, 10)
- Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika
tingkat kematian mencapai 33% pada era antibiotika maka tingkat kkematian dan
prognosa abses paru menjadi lebih baik.
Pilihan pertama antibiotika adalah
golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan Abses paru yang
disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob).
Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin
G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan
Cefoxitin.
Alternatif lain adalah
kombinasi Imipenem
dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang
berkembang menjadi Abses paru.
Waktu pemberian antibiotika
tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita
diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas,
jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.
- Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi
dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses
resolusi Abses paru.
Pada penderita Abses paru
yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase
melalui bronkoskopi.
- Bedah
Reseksi segmen paru yang
nekrosis diperlukan bila:
a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.
b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang
d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.
VII. KOMPLIKASI DAN PROGNOSA
1.
Beberapa komplikasi yang timbul
adalah : (4, 5)
a. Empyema
b. Abses otak
c. Atelektasis
d. Sepsis
2.
Prognosa
Abses paru masih marupakan
penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Angka kematian Abses paru
berkisar antara 15-20% merupakan penurunan bila dibandingkan dengan era pre
antibiotika yang berkisar antara 30-40% (7).
Pada penderita dengan
beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosa yang lebih jelek dibandingkan
dengan penderita dengan satu fakktor predisposisi. Perlman et al menemukan
bahwa 2% angka kematian pada penderita dengan satu faktor predisposisi
dibandingkan 75% pada penderita dengan multi predisposisi. Muri et al
melaporkan 2,4% angka kematian Abses paru karena CAP dibanding 66% Abses paru
karena HAP. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru
sebagai berikut : (7)
a. Anemia dan Hipo Albuminemia
b. Abses yang besar (f > 5-6
cm)
c. Lesi obstruksi
d. Bakteri aerob
e. Immune Compromised
f. Usia tua
g. Gangguan intelegensia
h. Perawatan yang terlambat
VIII. RINGKASAN
Abses paru adalah suatu
kavitas dalam jaringan paru yang berisi
material purulent dan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh
proses infeksi. Abses paru timbul karena faktor predisposisi seperti gangguan
fungsi imun karena obat-obatan, gangguan kesadaran (anestesi, epilepsi), oral
higine yang kurang serta obstruksi dan aspirasi benda asing.
Pada abses paru memberikan
gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan berbau, disertai malaise, naspu
makan dan berat badan yang turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia,
tanda-tanda konsolidasi. Pada pemeriksaan foto polos dada didapatkan gambaran
kavitas dengan air fluid level atau proses konsolidasi saja bila kavitas
tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosis pasti bila
didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat dilakukan terapi etiologis.
Pemberian antibiotika
merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan terapi suportif fisio
terapi.
IX. DAFTAR PUSTAKA
1.
Asher MI, Beadry PH ; Lung
Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada ; 1990 : 429 – 34.
2.
Assegaff H. dkk ; Abses Paru
dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ; AUP ; Surabaya ; 136 – 41.
3.
Barlett JG ; Lung Abscess in :
Cecil text book of Medicine 19th ed ; Phildelphia ; 1992 ; 413 – 15.
4.
Finegold SM, Fishman JA ;
Empyema and Lung Abscess ; in Fishman’s pulmonary Diseases and disorders 3rd
ed ; Philadelphia ; 1998 ; 2021 – 32.
5.
Garry et al ; Lung Abscess in a
Lange Clinical Manual : Internal Medicina : Diagnosis and Therapy 3rd
; Oklahoma ; 1993 ; 119 – 120.
6.
Hammond JMJ et al ; The
Ethiology and Anti Microbial Susceptibility Patterns of Microorganism in acute
Commuity – Acquired Lung Abscess ; Chest ; 108 ; 4 ; 1995 ; 937 – 41.
7.
Hirshberg B et al ; Factors
predicting mortality of patients with lung Abscsess ; Chest ; 115 ; 3 ; 1999 ;
746 – 52.
8.
Johnson KM, Huseby JS ; Lung
Abscess Caused by Legionella micdadei ; Chest 111 ; 1 ; 1997 ; 109 – 13.
9.
Klein JS et al ; Interventional
Radiology of The Chest : Image Guided Percutaneons Drainage of Pleural
Effusions, Lung Abscess, and Pneumothorax ; AJR ; 1995 ; 164 ; 581 – 88.
10.
Ricaurte KK et al ; Allergic
broucho pulumonary aspergillosis with multiple Streptococceus pneumonie Lung
Abscess : an unussual insitial case presentation ; joutnal of allergy
and clinical imonoligy ; 104 ; 1 1999 ; 238 – 40.
Tabel – 1
w Predisposisi Factor dari Abses Paru
1.
Aspirasi dari orofaring
2.
Obstruksi bronkial
3.
Pneumonia
4.
Blood borne infection
5.
Infark paru yang terinfeksi
6.
Ruda paksa (trauma)
7.
Penyebaran transdiapragmatika.
Tabel – 2
w Difernsial Diagnosis Abses Paru
1.
Cavitas tumor
2.
Bula atau kista bronkial
3.
Bronkiektase seculer
4.
Aspergiloma
5.
Wegener’s granulomatosis
6.
Kiska hydaditosa
7.
Pneumochoniosis caplan’s
syndrom
8.
Cavitas rheumatoid nodule
9.
Gas fluid level in oesophgus
stomach or bowel.
Aspirasi dari daerah orofaring yang
paling sering penyebab terjadinya abses. Faktor predisposisi yang menyebabkan
aspirasi orofaring seperti Tabel III, kadang-kadang satu orang lebih dari satu
faktor.
Tabel –3
w Predisposisi Aspirasi Orofaring
1.
Gangguan kesadaran :
- Alkohol
-
Penyalagunaan obat
-
Epilepsi
-
Anastesi
2. Gangguan inervasi otot :
- Faring
-
Laring
-
Oesophagus
3. Infeksi Nasal : - Sinusitis
4. Infeksi Oral : - Dental caries
-
Ginggival desease
5. Infeksi Faringel : - Pouch
6. Infeksi Laringel :
- Tumor
7. Infeksi Oesophangeal : - Stricture
-
Hiatus hernia
Obstruksi Bronchus disebabkan oleh tanda umumnya keganasan atau
benda asing.
ConversionConversion EmoticonEmoticon