BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga.
Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi
penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan
anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Kejang
demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak.
Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam
terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran
pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).
Insiden
terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4
tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita
kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada
perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi
serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan
insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83
orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan
pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari
data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan
kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya
cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .
Kejang
demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Diagnosa
secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari
cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk
itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi
keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan
penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan
yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada
kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi
pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang
positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit,
prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).
Berdasarkan
hal-hal tersebut di atas, penulis tertarik membuat karya tulis dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Anak “A” dengan Kejang Demam di Ruang Anak RSUD Dr.
Soetomo Surabaya”.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batasan/Pengertian
Batasan/pengetahuan dari karya tulis dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Anak “ A” dengan Kejang Demam meliputi :
2.1.1
Asuhan adalah bantuan yang dilakukan
bidan kepada individu, pasien atau kliennya (Santoso. NI, 1989 : 3)
2.1.2
Keperawatan adalah suatu pelayanan
kesehatan profesional berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosial spiritual yang komprehensip yang ditujukkan kepada individu,
keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat (Santosa. NI, 1989 :
1)
2.1.3
Asuhan keperawatan adalah metode
pemberian pelayanan keperawatan kepada pasien / klien (individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat) yang logis, sistematis, dinamis dan teratur (Santosa.
NI, 1989 : 151)
2.1.4
Kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada saat suhu meningkat
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Darto suharso, 1994: 148).
2.2 Konsep Kejang Demam
2.2.1 Pengertian
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).
2.2.2 Etiologi
Bangkitan kejang pada
bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang
disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis
ostitis media akut, bronchitis, dll
2.2.3 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang
terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+)
dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di
luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan
potensial membran ini dapat diubah oleh :
2.2.3.1
Perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2.2.3.2
Rangsangan
yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya
2.2.3.3
Perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak
meningkat.
2.2.4 Prognosa
Dengan penanggulangan
yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian,
resiko seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung faktor :
2.2.4.1
Riwayat
penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2.2.4.2
Kelainan
dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
2.2.4.3
Kejang
yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila
terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat
satu atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam 2%-3%
saja (“Consensus Statement on Febrile Seizures 1981”).
2.2.5 Manifestasi Klinik
Serangan kejang
biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan
sadar tanpa ada kelainan saraf.
Di Subbagian Anak FKUI
RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis
kejang demam sederhana, yaitu :
2.2.5.1
Umur
anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
2.2.5.2
Kejang
berlangsung tidak lebih dari 15 menit
2.2.5.3
Kejang
bersifat umum
2.2.5.4
Kejang
timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam
2.2.5.5
Pemeriksaan
saraf sebelum dan sesudah kejang normal
2.2.5.6
Pemeriksaan
EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan
kelainan
2.2.5.7
Frekuensi
kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali
2.2.6 Penatalaksanaan Medik
Dalam penaggulangan
kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
2.2.6.1 Pemberantasan kejang secepat
mungkin
Pemberantasan
kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI sebagai
berikut :
Apabila
seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :
1.
Segera
diberikan diazepam intravena ® dosis
rata-rata 0,3 mg/kg
Atau
diazepam rectal dosis £ 10 kg : 5 mg
bila kejang tidak berhenti ≥ 10 kg : 10 mg
tunggu 15 menit
dapat
diulang dengan cara/dosis yang sama
kejang berhenti
berikan
dosis awal fenobarbital
dosis : neonatus : 30 mg I.M
1 bulan – 1 tahun : 50 mg I.M
> 1 tahun : 75 mg I.M
2.
Bila
diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal dan
selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
2.2.6.2 Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang
saat serangan kejang adalah :
1.
Semua
pakaian ketat dibuka
2.
Posisi
kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3.
Usahakan
agar jalan napas bebasuntuk menjamin
kebutuhan oksigen
4.
Pengisapan
lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
2.2.6.3 Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance
: 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB
dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.
2.2.6.4 Mencari dan mengobati
penyebab
Penyebab kejang demam adalah
infeksi respiratorius bagian atas dan astitis media akut. Pemberian antibiotik
yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui
kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium,
magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak,
EEG, ensefalografi, dll.
2.3 Konsep
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kejang Demam
Langkah-langkah dalam
proses keperawatan ini meliputi :
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan
sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui
kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam
pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan
diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah
kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan
pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan
lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan
data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi,
perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang
diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang
lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus
kejang demam ini meliputi :
2.3.1.1 Data subyektif
1.
Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama,
umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu
dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2.
Riwayat
Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita
sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang
?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan
gerakan kejang si anak
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka
diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan
kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung
lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap
prognosa dan pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran
seperti epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan
kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara
tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang
terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa
makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan
bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan
tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit
kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah
kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran
menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya ?
Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada
penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili
dan lain-lain.
3.
Riwayat
Penyakit Dahulu
Sebelum
penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali
?
Apakah
ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
4.
Riwayat
Kehamilan dan Persalinan
Kedaan
ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit
panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil,
penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante
partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas,
diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
5.
Riwayat
Imunisasi
Jenis imunisasi yang
sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan
reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek
sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
6.
Riwayat
Perkembangan
Ditanyakan
kemampuan perkembangan meliputi :
Personal
sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan
mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan
motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan
dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya
menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan
motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Bahasa
: kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara
spontan.
7.
Riwayat
kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 %
penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat
mencetuskan terjadinya kejang demam.
8.
Riwayat
sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu
dikaji siapakah yanh mengasuh anak ?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
9.
Pola
kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit,
penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera
makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara
makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta
ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak
? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang disukai ?
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun
tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
2.3.1.2
Data Obyektif
1. Pemeriksaan
Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali
perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi,
respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi
sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang
tanpa kelainan neurologi.
2.
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Adakah
tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah
tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung,
bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.
Rambut
Dimulai
warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan
malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti
rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Paralisis
fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak
menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda
rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat
serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa
fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah ada
pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar
sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Adakah
tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah
stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah
tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan
eksudat ?
Leher
Adakah
tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena
jugulans ?
Thorax
Pada
infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya,
irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale
? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana
keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah
bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah
distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan
peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana
keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema,
hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah
terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana
suhunya pada daerah akral ?
Genetalia
Adakah
kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?
2.3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Tergantung
sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi
kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan
elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N
3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N
135 – 144 meq/dl )
2.
Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
3.
Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak
ruang dan adanya lesi
4.
Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan
UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
5.
EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak
melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya
normal.
6.
CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik
hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
2.3.2 Analisa dan Sintesa Data
Analisa
data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi,
mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola
data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat
kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang
disebut diagnosa keperawatan.
2.3.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan
pasti tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau
diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan
yang muncul adalah :
2.3.3.1
Potensial
terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
2.3.3.2
Potensial
terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
2.3.3.3
Gangguan
rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi yang ditandai :
1.
Suhu
meningkat
2.
Anak
tampak rewel
2.3.3.4
Kurangnya
pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai :
keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.
2.3.4
Perencanaan
Perencanaan
merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu
dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan
yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
2.3.4.1
Diagnosa
Keperawatan : potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama
berhubungan dengan hiperthermi
Kriteria
hasil :
1.
Tidak
terjadi serangan kejang ulang.
2.
Suhu
36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
3.
Nadi
110 – 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
4.
Respirasi
30 – 40 x/menit (bayi)
24 – 28 x/menit (anak)
5.
Kesadaran
composmentis
Rencana Tindakan :
1.
Longgarkan
pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian
yang ketat dan tidak menyerap keringat.
2.
Berikan
kompres dingin
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
3.
Berikan
ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh
meningkat.
4.
Observasi
kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan
yang akan dilakukan.
5.
Batasi
aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas
dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
6.
Berikan
anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan
sebagai propilaksis
2.3.4.2
Diagnosa
Keperawatan : potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya
koordinasi otot
Tujuan : Tidak
terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria
Hasil :
1.
Tidak
terjadi trauma fisik selama perawatan.
2.
Mempertahankan
tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
3.
Mengidentifikasi
tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Rencana Tindakan :
1.
Beri
pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan
injuri saat kejang
2.
Tinggalah
bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
3.
Berikan
tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
4.
Letakkan
klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas
ketika kontrol otot volunter berkurang.
5.
Catat
tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu
menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
6.
Catat
tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang
abnormal
2.3.4.3
Diagnosa
Keperawatan / Masalah : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
Tujuan
: Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110
x/menit,
RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.
Rencana Tindakan :
1.
Kaji
faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi
karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
2.
Observasi
tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat
menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
3.
Pertahankan
suhu tubuh normal
Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat
aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau
dinginnya tubuh.
4.
Ajarkan
pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu
bahan perantara.
5.
Anjurkan
untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh
pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat.
6.
Atur
sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.
7.
Beri
ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan
tubuh meningkat.
8.
Batasi
aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan
meningkatkan panas.
2.3.4.4
Diagnosa
Keperawatan / Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan
informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit
anaknya.
Kriteria hasil :
1.
Keluarga
tidak sering bertanya tentang penyakit
anaknya.
2.
Keluarga
mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
3.
keluarga
mentaati setiap proses keperawatan.
Rencana Tindakan :
1.
Kaji
tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang
dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.
2.
Beri
penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat
membantu menambah wawasan keluarga
3.
Jelaskan
setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan
perawatan
4.
Berikan
Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam,
antara lain :
1.
Jangan
panik saat kejang
2.
Baringkan
anak ditempat rata dan lembut.
3.
Kepala
dimiringkan.
4.
Pasang
gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
5.
Setelah
kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
6.
Jika
suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum
7.
Segera
bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan
mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi
masalah kesehatan.
5.
Berikan
Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan
serangan kejang ulang.
6.
Jika
anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari
orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan
kenaikan suhu.
Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang
7.
Beritahukan
keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada
petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam.
Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang
dapat menyebabkan kejang demam
2.3.5
Pelaksanaan
Pelaksanaan
keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif.
Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan
klien ( Santosa. NI, 1989;162 )
2.3.6
Evaluasi
Tahap
evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan
obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah
dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari
identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
Tabel 2.2 Evaluasi Pada Kasus
Kejang Demam
NO.
|
Diagnosa/Masalah
|
Evaluasi
|
1.
2
3.
4.
.
|
Potensial kejang berulang berhu-bungan dengan hiperthermi.
Potensial terjadi trauma fisik berhubungan kurangnya koordina-si
otot.
Gangguan rasa nyaman berhu-bungan dengan hiperthermi.
Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan
informasi.
|
Klien tidak mengalami kejang selama 2x24 jam.
Kriteria :
-
Tidak
terjadi serangan ulang
-
Suhu
: 36 – 37,5 º C
-
N : 100 – 110 kali/menit
-
Kesadaran
: composmentis
Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria :
-
Tidak
terjadi traumas fisik selama kejang.
-
Mempertahankan
tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
-
Mengidentifikasi
tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria :
-
Tanda
vital :
Suhu : 36 – 37,5ºC
N : 100 – 110 kali/ menit
RR : 24 – 28 kali/menit
-
Kesadaran
: composmentis
-
Anak
tidak rewel
Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria :
-
Keluarga
tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
-
Keluarga
mampu diikutserta-kan dalam proses perawatan.
-
Keluarga
mentaati setiap proses perawatan.
|
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak,
Gaya Baru, Jakarta
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,
Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan,
Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto: Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6,
Binapura Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan),
Depkes RI, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga,
Depkes RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K.
Universitas Airlangga, Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus
Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak, PERKANI : Surabaya.
Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info
Medika, Jakarta.
ConversionConversion EmoticonEmoticon