PENGARUH PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN
TERHADAP KEBERHASILAN PENGELOLAAN KLIEN
DI IRNA B LT IV KANAN RSCM
KELOMPOK
III
BAB
I : PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
1.2.
Tujuan Penulisan
1.3.
Ruang Lingkup Penulisan
1.4.
Metode Penulisan dan Teknik
Pengumpulan Data
1.5.
Sistematika Penulisan
BAB
II : TINJAUAN
TEORITIS
2.1. Konsep Dasar Pendokumentasian
2.2. Faktor Penghambat Pelaksanaan Pendokumentasian
2.3. Pengaruh pendokumentasian terhadap keberhasilan terapi
BAB
III : TINJAUAN
LAPANGAN
1.1.
Gambaran Situasi Ruang Kelolaan
1.2.
Gambaran Klien Kelolaan
1.3.
Deskripsi Kasus
1.4.
Deskripsi Dokumentasi Pada
Ruangan
BAB
IV : PEMBAHASAN
BAB
V : KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
…………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI
…………………………………………………………………………… ii
BAB
I : PENDAHULUAN
…………………………………………………1
1.1.Latar Belakang Masalah …………………………………………1
1.2.Tujuan Penulisan ………………………………………………1
1.3.Ruang Lingkup Penulisan ………………………………………2
1.4.Metode Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data ………………2
1.5.Sistematika Penulisan ……………………………………………2
BAB II : TINJAUAN TEORITIS ……………………………………………3
2.1. Konsep Dasar Pendokumentasian ………………………………3
2.2. Faktor Penghambat Pelaksanaan Pendokumentasian …………4
2.3. Pengaruh pendokumentasian terhadap keberhasilan terapi ……5
BAB III : TINJAUAN LAPANGAN …………………………………………6
3.1.Gambaran Situasi Ruang Kelolaan ………………………………6
3.2.Gambaran Klien Kelolaan ………………………………………6
3.3.Deskripsi Kasus …………………………………………………6
3.4.Deskripsi Dokumentasi Pada Ruangan …………………………7
BAB IV : PEMBAHASAN ……………………………………………………..8
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………9
5.1 Kesimpulan ………………………………………………………9
5.2 Saran ……………………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………………10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG MASALAH
Perawat sebagai seorang anggota tim
kesehatan, haruslah dapat memberikan informasi tentang klien yang dirawatnya
secara akurat dan komplit dan dalam
waktu dan cara yang memungkinkan. Seorang klien tergantung pada pemberi
perawatan untuk mengkomunikasikan kepada yang lainnya untuk memastikan mutu
terbaik dari perawatan.
Pendokumentasian sangat penting dalam
perawatan kesehatan saat ini. Edelstein (1990) mendefinisikan dokumentasi
sebagai segala sesuatu yang ditulis atau dicetak yang dipercaya sebagai data
untuk disahkan orang. Rekam medis haruslah menggambarkan secara komprehensif
dari status kesehatan dan kebutuhan klien, boleh dikatakan seluruh tindakan
yang diberikan untuk perawatan klien. Pendokumentasian yang baik harus
menggambarkan tidak hanya kualitas dari perawatan tetapi juga data dari setiap
pertanggung jawaban anggota tim kesehatan lain dalam pemberian perawatan.
Dokumentasi keperawatan adalah informasi
tertulis tentang status dan perkembangan kondisi kesehatan pasien serta semua
kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Fischbach, 1991)
Dari uraian tadi di atas maka jelas sekali
pendokumentasian itu sangatlah penting untuk dilakukan, karena hal itu nantinya
akan menjadikan suatu bukti segala pemberian tindakan kita terhadap pasien.
Dari pengalaman praktek di Ruang IRNA B
Lantai iv kanan RSCM, didapatkan bahwa pendokumentasian itu pada akhirnya dapat
meningkatkan status kesehatan dari klien yang dirawat terutama pada Box II yang
dirawat oleh penyusun, dimana kami mendapatkan tidak adanya pasien yang
mengalami komplikasi penyakit yang lebih berat selama kami rawat dan berhasil
teratasinya keadaan yang mungkin dapat terjadi dengan tindakan yang dikokumentasikan
kurang yaitu tidak terjadinya suatu penyakit luka akibat tekanan (ulkus
dekubitus) dimana kami sebagai perawat mempergunakan suatu protap dalam
melaksanakan tindakan mobilisasi pasien miring kiri/miring kanan.
1.2.
TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah
seminar ini adalah :
menggali permalasahan yang dihadapi perawat baik
perawat ruangan maupun penyusun sebagai perawat dalam mendokumentasikan proses
keperawatan.
menawarkan alternatif pemecahan masalah agar
pendokumentasian yang dilaksanakan di IRNA B Lantai iv kanan khususnya tentang
pendokumentasian tentang tindakan perubahan posisi agar lebih efektif dan
efisien.
1.3.
RUANG LINGKUP PENULISAN
Dikarenakan luasnya masalah mengenai
pendokumentasian, maka kami akan membatasi pembahasan hanya dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan di IRNA B Lantai iv kanan pada Box II
terutama pendokumentasian tentang tindakan perubahan posisi tidur untuk
mencegah luka akibat tekanan.
1.4.
METODE PENULISAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN
DATA
Metode penulisan yang digunakan dalam
pembuatan makalah ini adalah deskriptif analitik, sedangkan teknik yang
digunakan dalam pengumpulan data, yaitu :
1.
Studi kepustakaan melalui
bahan-bahan bacaan yang terkait dengan judul dari makalah.
2.
Obyektif praktis melalui
observasi terhadap keadaan-keadaan yang ditemukan selama praktek manajemen dan
kepemimpinan dalam keperawatan di IRNA B Lantai iv kanan RSCM dan dari
pengalaman-pengalaman yang ditemui di lahan kerja yang kemudian dibandingkan
dengan teori yang ada.
1.5.
SISTIMATIKA PENULISAN
Adapun sistimatika dari penulisan makalah
ini adalah :
Bab satu yang merupakan bab pendahuluan
berisikan latar belakang masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan,
metode dan teknik pengumpulan data dan sistimatika penulisan.
Bab dua merupakan tinjauan teoritis yang
berisikan teori-teori yang berhubungan dengan materi penulisan yaitu
pendokumentasian asuhan keperawatan.
Bab tiga merupakan tinjauan lapangan yang
membahas mengenai kenyataan yang ditemui di lahan praktek.
Bab empat berisikan pembahasan yang
menguraikan perbandingan antara tinjauan teoritis dan tinjauan lapangan dan
menentukan alternatif pemecahan masalah.
Bab lima merupakan bab penutup yang
berisikan kesimpulan dan saran yang dapat diambil oleh penyusun.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.
KONSEP DASAR PENDOKUMENTASIAN
Sebagai suatu
informasi yang tertulis, dokumentasi keperawatan merupakan media komunikasi
yang efektif antar profesi dalam suatu tim pelayanan kesehatan pasien.
Disamping itu dokumentasi keperawatan bertujuan untuk perencanaan perawatan
pasien sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan, sumber data untuk
penelitian bagi pengembangan ilmu keperawatan, sebagai bahan bukti pertanggung
jawaban dan pertanggunggugatan pelaksanaan asuhan keperawatan serta sebagai
sarana pendidikan bagi para mahasiswa.
Dokumentasi dan
pelaporan merupakan suatu metode untuk mengkomunikasikan suatu informasi yang
berhubungan dengan manajemen pemeliharaan kesehatan. Dalam beberapa hal
kesuksesan dari pelaksanaan proses keperawatan tergantung dari keakuratan dan
komplitnya pelaporan dan ketepatan dalam penulisan pendokumentasian.
Beberapa jenis
catatan digunakan sebagai alat komunikasi untuk menginformasikan keadaan klien.
Meskipun setiap perusahaan menggunakan format yang berbeda, seluruh catatan
mengandung informasi yang mendasar, yaitu :
1.
Identifikasi klien dan data
demografis
2.
Informed Consent untuk tindakan
3.
Riwayat keperawatan
4.
Diagnosa atau masalah
keperawatan
5.
Rencana keperawatan (Nursing
Care Plan)
6.
Catatan tindakan keperawatan
dan evaluasi
7.
Riwayat medis
8.
Diagnosa medis
9.
Pesanan terapi
10. Catatan perkembangan medis dan kesehatan
11. Laporan pengkajian fisik
12. Laporan diagnostik studi
13. Rangkuman prosedur operasi
14. Rencana pulang dan rangkuman
Dalam penulisan
dokumentasi keperawatan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.
Isi, Informasi yang ditulis harus
lengkap , akurat, jelas, mengandung fakta (obyektif) dan tidak menggunakan
istilah atau singkatan yang tidak umum. Benar,
dimana informasi mengenai klien dan tindakan yang diberikan haruslah faktual.
Catatan harus berisi deskripsi, informasi yang objektif dari apa-apa yang
perawat lihat, dengar, rasa dan cium (Begerson, 1988)
2.
Waktu, Dokumentasikan waktu setiap
melakukan intervensi keperawatan. Up to
Date, laporan yang terlambat merupakan suatu kelalaian yang serius dan
menyebab kelambatan untuk memberikan suatu tindakan. Misalnya kesalahan dalam
melaporkan penurunan tekanan darah dapat memperlambat pemberian obat yang
diperlukan. Secara legal, kelambatan dari pelaporan dapat diinterpretasikan
sebagai kelalaian.kegiatan untuk mengkomunikasikan hal ini mencakup :
a.
vital sign
b.
penatalaksanaan medis
c.
persiapan dilakukan diagnostic
test dan pembedahan
d.
perubahan status
e.
waktu masuk, pindah, pulang
atau kematian klien
f.
penatalaksanaan untuk perubahan
status yang tiba-tiba.
3.
Format , Gunakan format yang telah
adasesuai dengan kebijaksanaan institusi pelayanan kesehatan
4.
Kerahasiaan, komunikasi yang rahasia
adalah informasi yang diberikan oleh seseorang
kepada orang lain yang dipercaya dan merahasiakan bahwa beberapa
informasi itu tidak akan diungkapkan. Pasien mempunyai hak moral dan legal
untuk memastikan bahwa informasi yang ada dalam catatan kesehatannya terjaga
kerahasiaannya.
5.
Akontabilitas, Berikan nama dan tanda
tangan setiap melakukan intervensi keperawatan. jangan menggunakan penghapus
atau tip-ex bila melakukan kesalahan dalam penulisan.
Catatan adalah
sumber data yang bernilai dan digunakan
oleh seluruh anggota tim kesehatan. Maksud dari catatan ini termasuk
komunikasi, kemampuan finansial, pendidikan, pengkajian, riset, auditing dan
aspek legal dokumentasi.
2.2.
FAKTOR PENGHAMBAT PELAKSANAAN
PENDOKUMENTASIAN
Banyak faktor
yang merupakan hambatan dalam melaksanakan dokumentasi keperawatan, meskipun
pada dasarnya proses keperawatan telah diterapkan. Berbagai hambatan tersebut
meliputi :
a.
Kurangnya pemahaman dasar-dasar
dokumentasi keperawatan. hal ini bisa terjadi karena latar belakang pendidikan
yang berbeda-beda, sehingga tidak adanya keseragaman pelaksanaan dokumentasi
keperawatan.
b.
Kurangnya kesadaran akan pentingnya
dokumentasi keperawatan. Penulisan dokumentasi keperawatan tidak mengacu pada
standar yang sudah ditetapkan, sehingga terkadang tidak lengkap dan akurat.
c.
Dokumentasi keperawatan
dianggap beban. Banyaknya lembar format yang harus diisi untuk mencatat data
dan intervensi keperawatan pada pasien membuat perawat terbebani.
d.
Keterbatasan tenaga. Kurangnya
tenaga perawat yang ada dalam suatu tatanan pelayanan kesehatan memungkinkan
perawat bekerja hanya berorientasi pada tindakan saja. Tidak cukup waktu untuk
menuliskan setiap tindakan yang telah diberikan pada lembar format dokumentasi
keperawatan.
e.
Ketiadaan pengadaan lembar
format dokumentasi keperawatan oleh institusi
f.
Tidak semua tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasien dapat didokumentasikan dengan baik.
Karena lembar format yang ada tidak menyediakan tempat (kolom untuk
menuliskannya).
Disamping hal
tersebut di atas adalah sikap perawat yang dalam melakukan dokumentasi saat ini
hanya berorientasi pada kepentingan pribadi semata. Hal ini tidak hanya
merugikan kepada pasien sebagai penerima jasa pelayanan keperawatan, tetapi
juga perawat sebagai pelaksana pelayanan keperawatan.
2.3.
PENGARUH PENDOKUMENTASIAN TERHADAP
KEBERHASILAN TERAPI
Dokumentasi
keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan kesehatan, karena
adanya dokumentasi yang baik, informasi mengenai keadaan kesehatan pasien dapat
diketahui secara berkesinambungan. Disamping itu dokumentasi merupakan dokumen
yang legal tentang pemberian asuhan keperawatan. dokumentasi dibuat berdasarkan
pemecahan masalah pasien. Dokumentasi berdasarkan masalah terdiri dari format
pengkajian, rencana keperawatan, catatan tindakan keperawatan dan catatan
perkembangan pasien.
Sesuai dengan
hal tersebut di atas, maka jikalau dalam pendokumentasian itu dilakukan dengan
baik dan benar maka segala tindakan yang memerlukan tindak lanjut dan
berkelanjutan akan dapat terobservasi sehingga hasil yang dicapai akan lebih
baik dan program terapi akan dapat berhasil.
Dalam hal
pencegahan terjadinya gangguan integritas kulit dan jaringan seorang perawat
profesional pasti akan memberikan suatu intervensi latih mobilisasi, rubah
posisi tidur tiap 2 jam sekali. Hal ini akan dapat lebih terlaksana dengan baik
jikalau terdapatnya suatu format yang khusus dan berlangsung selama 24 jam,
tidak hanya berbentuk tindakan yang dilakukan oleh per-shift.
Jadi sangat
jelas sekali bahwa dengan adanya pendokumentasian yang nantinya akan menjadi
suatu alat komunikasi antar perawat pada khususnya pada tiap pergantian shift,
maka program terapi akan menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan.
BAB III
TINJAUAN LAPANGAN
3.1.
GAMBARAN SITUASI RUANG KELOLAAN
Kelompok III
mahasiswa manajemen dan kepemimpinan dalam keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia Program B Extensi 1997 mendapatkan ruang
kelolaan di IRNA B Lantai iv kanan RSCM dengan gambaran situasi ruangan sebagai
berikut :
- Box 2 dengan kapasitas maksimal pasien 6 orang dengan 6 tempat tidur
- Kebersihan cukup
- Tempat sampah tersedia pada masing-masing tempat tidur
- Penerangan cukup
- Ventilasi cukup
- Ruang perawat yang strategis berhadapan langsung dengan tempat tidur pasien
- Instrumen yang sudah tersedia baik itu instrumen pengganti balutan maupun instrumen lainnya misalnya alat tenun, sehingga mudah untuk melakukan intervensi kepada pasien, hanya di ruangan tidak terdapat termometer.
- Kardeks di setiap tempat tidur pasien yang memudahkan pendokumentasian.
- Format pengkajian dan pendokumentasian yang lengkap sudah tersedia di ruangan
3.2.
GAMBARAN KLIEN KELOLAAN
Pada Box 2 yang
kami kelola dikhususkan untuk klien dengan masalah medis :
- Gangguan Saluran Perkemihan (CRF, PNA)
- Penyakit Endemis (DHF)
- Penyakit Hepatologi (CH, Hematemisis Melena)
3.3.
DESKRIPSI KASUS
Deskripsi kasus
yang kami ambil adalah contoh dari beberapa pasien yang mengalami risiko tinggi
gangguan integritas kulit akibat penekanan yang lama, yaitu pada klien yang
kami rawat dalam rentang waktu 20 Desember 1998 sampai dengan 11 Januari 1999
- Tn. K : CRF
Datang dengan keadaan penurunan kesadaran,
lemah, kotor. Saat datang ke ruangan klien belum ada tanda-tanda munculnya
dekubitus. Dalam 4 hari perawatan dengan menggunakan format pendokumentasian
yang ada di ruangan muncul masalah keperawatan risiko tinggi terjadinya
gangguan integritas kulit pada daerah lumbo sakral, yaitu dengan adanya kulit
yang kemerahan akibat penekanan yang lama, sehingga sejak saat itu muncul
diagnosa keperawatan seperti yang di atas.
Salah satu intervensi yang direncanakan adalah perubahan posisi tidur
tiap 2 jam. Risiko semakin tinggi pada 2 hari selanjutnya, hal ini dipengaruhi
juga oleh banyak hal yang diantaranya adalah kelupaan dari perawat untuk
melakukan perubahan pada klien ini, juga tidak adanya lembaran pendokumentasian
yang khusus untuk tindakan ini yang mana seperti kita ketahui perlu suatu
lembaran khusus karena tindakannya dilakukan secara kontinyu setiap 2 jam.
- Tn. S. : Chirrosis hepatis
Datang dengan keadaan umum lemah, asites,
terpasang infus, bedrest total. Pada awalnya pasien mampu melakukan mobilisasi
aktif sendiri namun dikarenakan keadaan umum pasien mulai menurun ditambah
asites semakin masif maka mobilisasi pasien menjadi berkurang sehingga perlunya
bantuan dan motivasi dari perawat untuk melakukan mobilisasi. Masalah risiko
tinggi gangguan integritas kulit muncul pada hari ke 7. Setelah dilakukan
tindakan perubahan posisi dan perawatan kulit maka gangguan integritas kulit
tidak terjadi.
- Tn. J : CRF + Hematemisis
Datang dengan keadaan umum lemah, bedrest
total, terpasang infus, pasien merupakan pindahan dari rumah sakit PMI Bogor,
dirawat selama 10 hari, datang ke RSCM sudah terdapat gangguan integritas
kulit. Klien terpasang NGT dan kateter yang telah dipasang selama 15 hari di RS
PMI Bogor, dan selama disana dia tidak dianjurkan untuk merubah posisi tidur
sehingga ketika datang di Ruang IRNA B Lantai iv kanan sudah terdapat luka di
daerah lumbo sakral dengan diameter 2x2 cm. Setelah dilakukan tindakan
perubahan posisi tiap 2 jam dengan menggunakan format yang disusun oleh
kelompok dan juga perawatan kulit, maka keadaan kulit yang luka pada klien
mulai mengering dan menuju kearah kesembuhan.
3.4.
DESKRIPSI DOKUMENTASI PADA RUANGAN
Sistem
Pencatatan dokumentasi pada ruang IRNA B Lantai iv kanan bentuk format yang
digunakan adalah format pengkajian keperawatan, format observasi tindakan
keperawatan, format catatan perkembangan pasien, kardeks obat, format
komunikasi dokter-perawat dan resume pasien.
Dari format yang
ada tadi tidak ada format yang khusus untuk tindakan perubahan posisi,
Sedangkan format untuk observasi tanda vital tiap 15 menit terdapat, untuk
format perubahan posisi hanya terdapat pada format tindakan keperawatan dimana
dalam pemberian waktu tindakannya hanya berbentuk P-S-S-M
(Pagi-Siang-Sore-Malam), hal ini tidak efektif untuk pasien yang mengalami risiko
tinggi gangguan integritas kulit dan jaringan dan hanya dapat digunakan pada
pasien yang dilakukan perubahan posisi bukan untuk 2 jam sekali yang berbentuk
miring kanan, terlentang dan miring kiri tetapi pada pasien dengan tindakan
rubah posisi tidur misalnya dari terlentang menjadi semi fowler, dan lain
sebagainya.
BAB IV
P E M B A H A S A N
Pendokumentasian merupakan suatu hal yang
penting dilakukan, jika kita melihat tinjauan teoritis pada bab II dan tinjauan
lapangan pada bab III terdapat suatu kesenjangan dimana pada kenyataan yang
kita hadapi di ruangan, banyak sekali timbul suatu komplikasi yang tidak
diinginkan yang terjadi pada pasien yang kita rawat yang mana hal ini
dikarenakan kurang efektifnya cara pendokumentasian yang ada di ruangan tersebut.
Seperti pada kasus yang terjadi kita lihat
banyak sekali terjadinya suatu komplikasi luka akibat tekanan yang disebut juga
dekubitus pada klien yang mendapatkan terapi bedrest ataupun karena
ketidakmampuan klien untuk melakukan mobilisasi. Dekubitus ini terjadi akibat
dari penekanan yang terlalu lama pada daerah tertentu sehingga terjadi gangguan
sirkulasi pada daerah tersebut dan lama kelamaan akan terjadi kematian
jaringan.
Masalah ini sebenarnya bisa kita cegah
apabila klien yang mendapat terapi bedrest ataupun klien yang tidak mampu untuk
melakukanmobilisasi kita bantu dan kelola dengan baik dengan cara memberikan
suatu perubahan posisi tiap 2 jam. Namun hal yang lebih penting dalam masalah
ini adalah pendokumentasian dari tindakan tersebut dimana seperti yang kita
tahu jikalau tindakan ini dilakukan setiap 2 jam sekali maka perlulah kita
membuat suatu alat pendokumentasian yang
dapat mencakup tindakan tersebut selama pasien tidak melakukan mobilisasi, karena
dengan adanya sistem pendokumentasian yang baik dan kontinyu akan berperanan
dalam keberhasilan tindakan kita terutama mobilisasi tersebut untuk pada
akhirnya dapat mencegah timbulnya suatu komplikasi yang lebih serius pada
pasien.
Pentingnya pendokumentasian untuk menunjang
keberhasilan terapi ini terbukti selama Kelompok III B Ekstensi 1997 mata
kuliah manajemen dan kepemimpinan dalam keperawatan dinas di IRNA B Lantai iv
kanan yang merawat pada box 2 selama 18 hari telah merawat 20 orang pasien
dengan risiko gangguan integritas kulit (luka akibat tekanan) sebanyak 3 orang
seperti yang disebutkan pada bab dua, ketiganya dapat terbebas dari gangguan
tersebut dan masalah tidak terjadi sampai dengan klien pulang dari perawatan.
Jadi angka keberhasilannya adalah 100 %.
Untuk hal ini maka kami menyodorkan suatu
bentuk (lampiran) yang mungkin dapat
menjadi panduan bagi ruangan dalam hal pelaksanaan tindakan rubah posisi yang
dilakukan secara intensif, yang mana akan membantu dalam pelaksanaan tindakan
secara berkesinambungan yang nantinya akan mencegah terjadinya luka akibat
tekanan yang lama.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang
dapat diambil dari makalah ini adalah :
a.
Dokumentasi keperawatan
merupakan suatu unsur penting dalam suatu institusi pelayanan kesehatan. Karena
dengan adanya dokumentasi keperawatan yang baik, informasi tentang keadaan
kesehatan klien dapat diketahui secara berkesinambungan.
b.
Perawat sebagai seorang yang
berperanan penting dalam perawatan pasien selama 24 jam sering kali mengabaikan
pentingnya pendokumentasian semua tindakan yang dilakukan terhadap pasien.
c.
Tidak adanya/kurangnya suatu
format yang spesifik yang diperlukan oleh seorang perawat untuk melakukan
tindakan keperawatan kepada klien sehingga risiko yang masih mungkin dapat
dicegah dengan tindakan yang tepat, benar dan berkesinambungan akhirnya menjadi
timbul dikarenakan terlupanya perawat untuk melakukan tindakan yang memerlukan
tindakan kontinyu tersebut.
5.2.
SARAN
Untuk dapat
memberikan kenyamanan dan meningkatkan serta mencegah terjadinya komplikasi
yang berat pada pasien maka kami memberikan suatu solusi pemecahan masalahnya,
terutama pada masalah pendokumentasian rubah posisi, yaitu dengan membuat suatu
format yang diperlukan dalam suatu lembar tertentu dimana format itu dapat
mencakup waktu beberapa hari dalam satu lembar, dan format itupun hanya
digunakan kepada pasien yang benar-benar dilakukan tindakan tersebut.
Untuk format
perubahan posisi tidur kami memberikan suatu solusi seperti yang terlampir
didalam lampiran makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Fiscbach, Documentating Care : Communication, The
Nursing Process and Documentation Standards, F A Davis Company,
Philadelphia, 1991
Gilles, Dee
Ann, Manajemen Keperawatan Suatu
Pendekatan Sistem, Edisi Kedua, (Alih Bahasa : Drs. Dika Sukmana dkk),
W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1989.
Potter,
Patricia A., RN. MSN et al, Fundamental
of Nursing, Concept, Process & Practice, Third Edition, Mosby Year
Book, St. Louis, 1993
Terry, George
R., Prinsip-prinsip Manajemen,
(Penerjemah J. Smith D.F.M.), Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
BAB I
P E N D A H U L U A N
1.1.LATAR BELAKANG MASALAH
Ruang rawat
merupakan pusat kegiatan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan
yang dilakukan oleh semua tim kesehatan, dimana semua tenaga termasuk perawat
bertanggung jawab menyelesaikan masalah kesehatan pasien. Pengorganisasian
pelayanan keperawatan secara optimal akan menentukan mutu pelayanan keperawatan
yang diberikan.
Pengorganisasian
ini termasuk fungsi manajemen yang penting dilakukan oleh setiap unit kerja
sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berdaya guna dan berhasil guna.
Dalam hal ini tujuan ruang rawat sebagai suatu organisasi adalah memberikan
pelayanan keperawatan yang komperehensif sehingga tercapai kesembuhan yang
optimal dari pasien.
Untuk
mencapai tujuan tersebut, kepala ruangan sebagai penanggung jawab ruang rawat
bertanggung jawab untuk mengorganisasi kegiatan asuhan keperawatan di unit
kerjanya dengan menetapkan aspek-aspek seperti struktur organisasi, pengelompokan kegiatan, koordinasi kegiatan
dan evaluasi kegiatan.
Aspek
pengelompokan kegiatan merupakan salah satu aspek terpenting dalam
pengorganisasian ruang rawat. Dalam pengelompokan kegiatan, kepala ruangan
bertanggung jawab menetapkan metode penyusunan keperawatan apa yang tepat
digunakan di unit kerjanya untuk mencapai tujuan sesuai dengan jumlah kategori
tenaga yang ada di ruangan serta jumlah klien yang menjadi tanggung jawabnya.
Ada
berbagai macam metoda penugasan keperawatan yang dapat dipakai dalam
pengelolaan ruang rawat tentunya dengan kelebihan dan kerugian masing-masing.
Diantaranya adalah metode fungsional, metode alokasi klien/keperawatan total,
metode tim keperawatan/keperawatan kelompok, metode keperawatan primer/utama
(primary nursing) dan metode modular. Semua metode yang disebutkan tadi dapat
digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi ruangan, jumlah staf yang ada harus
berimbang serta kategori pendidikan tenaga harus diperhatikan.
Di
Indonesia umumnya dan RSCM khususnya, metode tim lebih memungkinkan untuk dilaksanakan
mengingat kategori tenaga yang masih amat beragam dan kurangnya tenaga
keperawatan dengan kategori pendidikan tinggi. Selain itu menurut survey pada
organisasi rumah sakit di Amerika Serikat didapatkan data bahwa 33% rumah sakit
menggunakan metode tim, 25% perawatan total/alokasi klien, 15% perawatan primer
dan 12% metode fungsional (Kron & Gray, 1987)
Pada metode
tim disini, ketua tim memegang peranan penting dalam memberikan pelayanan
keperawatan kepada pasien sehingg perlu dipahami tanggung jawab ketua tim dalam
pengorganisasian secara tim.
Dari uraian
tersebut maka jelaslah bahwa tanggung jawab ketua tim sangat besar. Dapat
dibayangkan bila seorang ketua tim harus menangani sekian banyak pasien
kelolaan dengan jumlah tenaga yang sedikit seperti kondisi yang ada di
Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa sementara ini peran ketua tim dalam
organisasi ruang rawat di Indonesia belumlah maksimal. Kategori pendidikan yang
relatif rendah membuat tanggung jawab seperti uraian diatas menjadi begitu berat.
Dari beberapa observasi yang dilakukan ternyata ketua tim lebih cenderung pada
pengarahan kepada anggota tim sedangkan tanggung jawab seperti pembuatan
rencana asuhan keperawatan sering dialalaikan.
Dari
pengalaman praktek di Ruang IRNA B-Lt.IV Kanan RSCM, dengan menjalankan peran
sebagai Ketua Tim didalam mengemban tanggung jawab menyusun rencana asuhan
keperawatan ditemukan banyak kesulitan. Pasien kelolaan pada Box 2 berjumlah
maksimal enam orang dengan dua orang ketua tim serta 1 – 2 orang perawat pelaksana.
Dengan tingkat pendidikan sedang mendalami study S-1 serta dengan jumlah pasien
sedikit ternyata masih ditemukan banyak kesulitan dalam menyusun rencana asuhan
keperawatan yang akan didelegasikan kepada perawat pelaksana. Jika dideduksikan
secara perbandingan, bagaimana seorang ketua tim dapat menyusun rencana asuhan
keperawatan dengan jumlah klien yang banyak dan tingkat pendidikan yang relatif
kurang memadai.
1.2.TUJUAN PENULISAN
Adapun
tujuan dari penulisan makalah seminar ini adalah :
- Menggali permasalahan yang dihadapi ketua tim dalam menyusun rencana asuhan keperawatan klien kelolaan
- Menawarkan alternatif pemecahan masalah agar ketua tim dapat melaksanakan perannnya sebagai penyusun asuhan keperawatan sehingga pelayanan keperawatan yang diberikan dapat maksimal.
- Mendeseminasikan hasil diskusi kepada pihak terkait dalam hal ini perawat ruangan baik pelaksana maupun ketua tim dan kepala ruangan sebagai bahan pertimbangan perbaikan kondisi pelayanan keperawatan
1.3.RUANG LINGKUP PENULISAN
Penulisan
dibatasi membahas peran dan fungsi ketua tim sebagai penyusun rencana asuhan
keperawatan kepada pasien.
1.4.METODE PENULISAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Metode yang
digunakan dalam pembuatan makalah seminar ini adalah deskriptif analitik,
sedangkan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah :
- Study kepustakaan melalui bahan-bahan bacaan yang terkait dengan judul dari makalah.
- Obyektif praktis melalui observasi terhadap keadaan-keadaan yang ditemukan selama praktek manajemen keperawatan di IRNA B-Lt.IV Kanan RSCM dan dari pengalaman-pengalaman di lahan kerja kemudian dibandingkan dengan teori yang ada.
1.5.SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun
sistematika penulisan makalah seminar ini adalah sebagai berikut :
- BAB I Pendahuluan mengungkap mengenai latar belakang masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode pendekatan dan sistematika penulisan.
- BAB II Tinjauan Teoritis berisikan teori-teori yang berhubungan dengan materi penulisan yaitu peran dan fungsi ketua tim sebagai pembuat rencana asuhan keperawatan.
- BAB III Tinjauan Lapangan membahas mengenai kenyataan yang ditemukan di lapangan menyangkut materi yang dibahas.
- BAB IV Pembahasan menguraikan perbandingan antara tinjauan teoritis dan tinjauan kasus dan menentukan alternatif pemecahan masalah.
- BAB V Penutup berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 KONSEP DASAR PERENCANAAN
Perencanaan
(Planning) ialah menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok
untuk mencapai tujuan yang digariskan, mencakup kegiatan pengambilan keputusan
karena termasuk pemilihan alternatif-alternatif keputusan. (George R. Terry ;
1993 : 17).
Ketua tim
yang juga merupakan suatu manajer dalam bidang keperawatan haruslah dapat
membuat suatu perencanaan yang matang yang nantinya dapat dijalankan oleh
perawat pelaksana dengan baik.
Ada
beberapa fihak yang menyatakan bahwa perencanaan merupakan suatu pendekatan
yang terorganisir untuk menghadapi problema-problema di masa yang akan datang
dan mereka memberi uraian bahwa planning mengembangkan rancangan kegiatan hari
ini untuk tindakan-tindakan di masa yang akan datang.
Perencanaan
(planning) yang efektif didasarkan pada fakta dan informasi, bukan atas dasar
emosi atau keinginan. Fakta-fakta yang relevan dengan situasi yang sedang
dihadapi berhubungan erat dengan pengalaman dan pengetahuan seorang manajer.
Dibutuhkan cara berfikir yang berefleksi dan juga dapat dibantu oleh imajinasi
dan forecast.
Seorang
perencana harus mampu untuk menggambarkan (visualisasi) pola kegiatan yang
diusulkan itu secara jelas dan gamblang.Planning sesungguhnya merupakan suatu
proses intelektual. Dengan planning para manajer berusaha untuk melihat
kedepan, memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan, menyiapkan alat-alat darurat,
menjabarkan kegiatan dan membuat urutan prioritas untuk mencapai sasaran.
Salah satu
produk dari komponen perencanaan adalah rencana keperawatan (Nursing Care Plan)
yang mana berdasarkan kepada pengkajian dan diagnosa keperawatan, prioritas dan
tujuan dan kriteria hasil. Umumnya rencana keperawatan meliputi : diagnosa
keperawatan, tujuan, tindakan keperawatan spesifik dan strategi dan kriteria
hasil yang diharapkan.
2.2 FUNGSI UTAMA KETUA TIM
Konsep-konsep
yang sebaiknya dilakukan dalam melaksanakan Praktek Keperawatan Tim adalah
sebagai berikut :
1.
Dalam menjalankan tugasnya,
seorang ketua tim mempunyai suatu kompetensi yaitu ketua tim sebaiknya perawat
yang berpendidikan/berpengalaman , terampil dan memiliki kemampuan
kepemimpinan. Jika hanya seorang “registered
Nurse” yang bertugas dia harus menjadi ketua tim. Ketua tim juga harus mampu
menentukan prioritas kebutuhan asuhan keperawatan klien, merencanakan,
melakukan supervisi dan evaluasi pelayanan keperawatan. Selain itu harus mampu
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan filosofi keperawatan. Uraian tugas
untuk ketua tim dan anggota tim harus jelas dan spesifik.
2.
Komunikasi yang efektif
diperlukan untuk kelanjutan asuhan keperawatan. Dengan demikian pencatatan,
rencana keperawatan untuk tiap klien harus selalu tepat waktu dan asuhan
keperawatan selalu dinilai kembali untuk validitasnya.
3.
Ketua tim harus menggunakan
semua teknik manajemen dan kepemimpinan,
4.
Pelaksanaan keperawatan tim
sebaiknya fleksibel atau tidak kaku. Metode tim dapat dilakukan pada shift
pagi, sore maupun malam di unit manapun. Sejumlah tenaga dapat terlibat dalam
tim, minimal dua sampai tiga tim. Jumlah atau besarnya tim tergantung dari
banyaknya staf. Dua orang perawat dapat dikatakan tim, terutama untuk shift
sore dan malam, dimana jumlah tenaga terbatas.
Dalam
menjalankan kompetensinya tadi seorang ketua tim mempunyai tanggung jawab yaitu
:
1.
mengkaji setiap klien dan
menerapkan tindakan keperawatan yang tepat. Pengkajian merupakan proses yang
berlanjut dan berkesinambungan. Dapat dilakukan serah terima tugas
2.
mengkoordinasikan rencana
pengobatan dan perawatan
3.
menyusun rencana keperawatan
yang tepat waktu, membimbing anggota tim untuk mencatat tindak kepemimpinan
yang telah dilakukan.
4.
Meyakinkan semua hasil evaluasi
berupa respon klien terhadap tindakan
keperawatan tercatat.
5.
Menilai kemajuan semua klien
dari hasil pengamatan langsung atau laporan anggota tim.
Dari semua hal
yang tersebut di atas maka seorang ketua tim berfungsi :
1.
Membuat perencanaan
(berdasarkan tugas dan kewenangannya yang didelegasikan oleh kepala ruangan).
2.
Membuat penugasan, supervisi
dan evaluasi
3.
Mengetahui kondisi pasien dan
dapat menilai kebutuhan pasien
4.
Mengembangkan kemampuan anggota
5.
Menyelenggarakan konferensi
2.3.PERAN KETUA TIM SEBAGAI
PEMBUAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Seiring dengan
adanya proses keperawatan dimana perawat menyediakan keperawatan, pengobatan
dan kenyamanan untuk pasien juga terdapat suatu proses manajemen dimana manajer
keperawatan bekerja melalui orang lain untuk mencapai tujuan organisasi
keperawatan. Dalam lingkup kecil seorang ketua tim merupakan seorang manajer
keperawatan.
Didalam
melaksanakan perannya sebagai pembuat asuhan keperawatan, ketua tim seharusnya
memahami istilah proses keperawatan. Mereka yang membuat istilah proses
keperawatan percaya bahwa asuhan keperawatan sebaiknya tidak tercampur aduk
dengan tugas-tugas yang tidak ada hubungannya dengan keperawatan. Namun
sebaliknya asuhan keperawatan seharusnya membawa suatu rangkaian progresif dari
aktifitas yang saling berhubungan dimana secara logis peristiwa sebelumnya
berkaitan dengan peristiwa selanjutnya.
Tahapan proses
keperawatan : menilai, mendiagnosa, merencanakan, menerapkan, mengevaluasi,
menilai kembali, mendiagnosa kembali dan mendiagnosa kembali (prosesnya
berputar dan memperbaiki sendiri) sejajar dengan tahapan metode ilmiah.
Planning
(perencanaan) adalah merupakan kategori tindakan keperawatan yang mana berfokus
pada tujuan klien dan strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan. Selama dalam
perencanaan, prioritas dibuat, tujuan ditentukan, kriteria hasil dibangun dan
rencana keperawatan dirumuskan. Disamping
kolaborasi dengan pasien dan keluarganya, perawat berkonsultasi dengan anggota
tim kesehatan yang lainnya, mengkaji kembali literatur yang berhubungan,
memodifikasi perawatan dan dokumentasi yang relevan dengan kebutuhan perawatan
dan pengaturan klinis.
Seorang ketua
tim yang diberikan tugas untuk merencanakan tindakan keperawatan, maka haruslah
juga dia itu dapat membuat suatu diagnosa keperawatan yang muncul dan
merencanakan tindakan keperawatan yang tepat untuk pasien.
Nursing
intervention (rencana tindakan keperawatan) dipilih setelah tujuan dan kriteria
hasil dibuat. Bagaimanapun, tindakan pada strategi ini dilakukan selama tahapan
implementasi dari proses keperawatan. Setiap kriteria hasil mempunyai rencana
tindakan. Metode pemilihan rencana tindakan adalah selalu sama, tetapi bentuk
dari rencana tindakan adalah berbeda-beda pada setiap individu sesuai dengan
kebutuhan klien.
Ada tiga buah
kategori dari rencana tindakan keperawatan yaitu :
- Independen,meliputi aspek profesional praktek keperawatan yang meliputi pemakaian izin dan hukum. Intervensi ini memerlukan supervisi atau pengawasan dari yang lain. Misalnya, pembuatan intervensi untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang keadekuatan nutrisi atau aktifitas sehari-hari yang berhubungan dengan hygiene merupakan rencana tindakan keperawatan independen.
Rencana tindakan Independen dapat mengatasi
masalah pasien tanpa konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim
kesehatan lain. Contoh umum dari rencana tindakan ini adalah mencakup latihan
relaksasi, sentuhan terapeutik dan massage.
- Interdependen, dibuat oleh perawat dengan perawatan profesional lainnya. Contoh pembuatan protokol hipertensi yang mana seorang perawat mempunyai kriteria untuk merubah obat dan terapi diet. Rencana ini dibuat juga sebagai solusi dari masalah klien dalam cara berkolaborasi langsung dan rekomendasi dari interdisiplin tim perawatan kesehatan.
- Dependen, merupakan dasar dari instuksi tulisan permintaan dari profesional lainnya. Pemberian pengobatan, tindakan invasif, perubahan dalam balutan, dan persiapan klien untuk dilakukan diagnostik test merupakan rencana tindakan keperawatan dependen. Setiap rencana tindakan dependen dibuat tanggung jawab spesifik seorang perawat dan pengetahuan teknis perawat.
ConversionConversion EmoticonEmoticon