TUGAS
I ANATOMI
(
Postur, kelainan morfologi dan kesejajaran)
I. CARA MENILAI POSTUR.
1)
Pada suatu dinding, digantungkan
tali yang telah diberi pemberat untuk mengetahui kelurusannya terhadap permukaan lantai.
Permukaan lantai harus datar.
2)
Orang percobaan berdiri dalam
posisi anatomis. Postur dinilai dari 2 sisi yaitu anteroposterior dan lateral.
3)
Cara penilaian.
a)
Cara penilaian mengacu pada “New
York State Posture Rating Position and Scale”(NYSPRPS)
b)
.NYSPRPS telah membuat suatu form
yang berisikan bagian-bagian tubuh yang dinilai dan skor penilaian
c)
Pada form tersebut terdapat 3kolom
.
Kolom kiri menggambarkan postur tubuh yang normal.
Skor 5.
Kolom tengah menggambarkan postur tubuh yang agak abnormal. Skor 3
Kolom kanan menggambarkan postur tubuh yang paling abnormal. Skor 1
d)
Deskripsi postur yang normal
A. Dari sisi
anteroposterior.
1)
Kepala tegak lurus terhadap sumbu
horisontal tubuh.
2)
Kepala tegak dalam keadaan seimbang/stabil sejajar/segaris vertikal dengan bahu.
3)
Leher sejajar dagu tidak menjorok
kedepan
4)
Dada tegap tidak cekung.
5)
Bahu tegap, tidak cembung/bungkuk.
6)
Punggung (belakang atas) tegap,tidak cembung ke belakang.
7)
Batang badan berdiri tegak.
8)
Perut datar
9)
Lengkung pinggang (belakang
bawah),cekungan normal.
B. Dari sisi lateral
1)
Kepala tegak lurus terhadap sumbu
horisontal
2)
Kedua bahu sejajar horisontal
3)
Tulang belakang lurus
4)
Pinggul simetris horisontal
5)
Kedua tumit menempel,lurus vertikal.
6)
Lengkung telapak kaki tinggi/tidak
datar
II. KELAINAN MORFOLOGI.
A. LEHER
Torticolli : Pemendekan abnormal satu sisi
m.sternocleidomastoideus
B. TULANG BELAKANG
1.
Skoliosis
non struktural terjadi akibat paralisis otot,histerikal dan
perkembangan.
2.
skoliosis
struktural : terjadi kerusakan diskus dengan ciri terjadi rotasi 1
atau beberapa korpus vertebra yang disertai hilangnya hubungan antara gerak
tulang belakang dan toraks.
3.
Sakralisasi:
penyatuan korpus vertebra sakaral 5 dan lumbal 1
4.
Tropisme
: persendian sacrolumbar junction yang tidak simetris.
5.
Spina
bifida occulta: celah pada garis tengah korpus vertebra.
6.
Cleft(celah)
dan pseudoarthrosis : Penutupan inkomplit lengkung
vertebra lumbal 5 dan sakral 1
7.
Spondilosis:
prosessus artikularis terpisah oleh celah sehingga menjadi
pseudoarthrosis/sindesmosis.
8.
Sakrum
horizontal: bagian atas sakrum berbentuk horizontal. biasanya
ditemukan bersama vertebra lumbal 5 berbentuk baji dengan komponen posterior
terkompressi.
9.
Retrospondylolysthesis:
vertebra lumbal 5 berpindah kebelakang terhadap sakrum.
C. TORAKS.
1.
Funnel
chest
2.
Pigeon
chest
3.
Barrel
chest
4.
Ricketts thorax
5.
Harrison
s groove
6.
Scapula
alata.
D. PELVIS
1.
Anterior
cleft : diastase cincin anterior pelvis sehingga terjadi
pemisahan simfisis. Sering disertai vesica urinaria ektopik.
2.
Posterior
cleft : celah pada lengkung vertebra lumbal 5 - vertebra
sakaral 1.
3.
Spondilolysthetic
pelvis : pergeseran ke depan
vertebra lumbal 5
4.
Asimilasi
pelvis :vertebra lumbal 5 mengalami transisi sehingga
terdapat 6 vertebra sakral
5.
Chondrodystrophic
pelvis: pelvis gepeng ,acetabulum mendatar dan
menebal,promontorium menonjol,sakrum horisontal,sudut inklinasi pelvis
bertambah.
6.
Osteomalacia
pelvis : deformitas bentuk paruh bebek.
7.
Kypotic
pelvis: tidak terdapat promontorium,pelvis berbentuk corong
8.
Dysplasia
sendi panggul: keadaan kelainan perkembangan acetabulum dan kaput
femoris.
9.
Paralisis
gluteal dan tensor : m.gluteus maximus,medius et
minimus dan m.tensor fasciae.
10. Paralisis gluteal dan tensor :
m.iliopsoas,m.tensor fasciae,m.rectus femoris dan m.sartorius.
E. TUNGKAI DAN KAKI.
1.
Coxa
Vara : sudut
inklinasi collum femoris < 122
( < normal
)
2.
Coxa valga :
sudut inklinasi collum femoris
> 139 (> normal
)
3.
Genu
recurvatum :
hiperekstensi sendi lutut
> 5
4.
Frog
s eye patella
: patella bergerak ke lateral krn
m.vastus medialis lemah.
5.
Genu
Valgum ( kaki O ): derajatnya dilihat dari jarak
sfirion-sfirion. Condylus medialis membesar,condylus lateralis menghilang dan
rata akibat weight bearing melalui b
bagian lateral lutut.Meniscus
interna atrofi,meniscus lateralis hipertrofi akibat tekanan
statik.
6.
Genu
varum (kaki X) : derajatnya
dilihat dari jarak kedua epicondylus medialis femoris.
Tidak terdapat eksorotasi tibia.
Kaki berada pada posisi adduksi
7. Pronated foot
: pertumbuhan asimetris akibat kerusakan epifisa tibia bagian bawah. Sumbu
transversa tallocruralis oblik.
III.
KESEJAJARAN ( alignment)
a)
Lutut.
·
Posisi bayi normal waktu lahir
anteversi 39
·
Genu recurvatum menghilang pada
usia 9
·
Genu varum menghilang pada usia 2
tahun.
·
Genu valga menghilang setelah 7 tahun
b)
Tibia fibula.
·
Dalam kandungan : sumbu malleolus medialis lebih posterior dari
pada fibularis.
·
Saat lahir: sumbu malleolus medialis - lateralis berada
dalam bidang frontal.
·
Usia 3 bulan eksorotasi dimulai.
·
Usia 6 tahun
eksorotasi 18 - 23 sampai
dewasa.
c)
Pronasi calcaneus
·
Saat lahir :
8 - 10
varus
·
Usia 9 tahun :
5 varus
·
Lebih 9 tahun
: 3 varus.
TUGAS II
ANATOMI
( Range of motion
& Antropometri )
I. Pemeriksaan Range of motion
Degree of freedom of movement : merupakan
penggabungan derajat kebebasan sendi
pada saat melakukan gerakan. Makin distal segmen (dari tumpuan) makin tinggi
derajat kebebasan gerak
Cincin / rantai kinematik : kombinasi beberapa sendi yang menyatukan
bagian-bagian yang berurutan / saling menyambung sehingga terjadi hubungan antar tulang dalam
satu rangkaian gerak.
Cincin kinematik terbuka : segmen distal bebas.
contoh pada saat melakukan gerakan melambai.
Cincin kinematik tertutup : Ujung semen
menyatu membentuk lingkaran/cincin tertutup. Dalam cincin terdapat gerakan
memutar dan saling meniadakan. Contoh
mendorong tembok, pelvic girdle.
Derajad kebebasan gerak
1 deajat
kebebasan gerak : gerakan sendi hanya pada 1 sumbu
2 derajat
kebebasan gerak : gerakan sendi pada 2
sumbu
3 derajat
kebebasan gerak ; gerakan sendi pada 3
sumbu
II. Gerakan -gerakan pada sendi.
Nama
Sendi
|
Jenis
gerakan
|
derajat
kebebasan gerak
|
Articulatio atlanto occipitale
|
fleksi
|
|
|
ekstensi
|
|
|
rotasi
|
|
Articulatio intervertebrae cervicalis
|
fleksi
|
|
|
ekstensi
|
|
|
latefleksi/abduksi
|
|
|
torsi/rotasi
|
|
Articulatio intervertebrales trunci
|
ekstensi
|
|
Articulatio sacrolumbal
|
fleksi/antefleksi
|
|
|
ekstensi/retrofleksi
|
|
Nama
sendi
|
Jenis gerakan
|
Derajat
kebebasan gerak
|
Junctura intercostals
|
pengangkat iga/inspirator
|
|
|
penurun iga/ekspirator
|
|
Articulatio humeri
|
antefleksi
|
|
|
retrofleksi
|
|
|
abduksi
|
|
|
adduksi
|
|
|
endorotasi
|
|
|
eksorotasi
|
|
Articulatio
acromioclavi cularis
|
penggerak skapula ke atas
|
|
|
penggerak skapula ke bawah
|
|
|
penggerak skapula ke depan
|
|
Articulatio cubiti
|
fleksi
|
|
|
ekstensi
|
|
|
pronasi
dan supinasi
|
|
Articulatio radiocarpea
|
fleksi
|
|
|
adduksi
|
|
|
abduksi
|
|
|
adduksi
|
|
Articulatio metacarpophalangea II- IV
|
fleksi
|
|
|
ekstensi
|
|
|
abduksi
|
|
|
adduksi
|
|
Articulatio metacarphophalangea I (pangkal ibu jari)
|
sirkumdiksi
|
|
|
rotasi
|
|
|
fleksi
|
|
Nama
sendi
|
Jenis gerakan
|
Derajat
kebebasan gerak
|
Articulatio interphalangea proximal
|
fleksi
|
|
|
ekstensi
|
|
Articulatio interphalangea distalis
|
fleksi
|
|
|
ekstensi
|
|
Articulatio sacroiliaca (panggul)
|
putaran ke depan
|
|
|
putaran ke belakang
|
|
Articulatio coxae (pangkal paha)
|
antefleksi
|
|
|
retrofleksi
|
|
|
abduksi
|
|
|
adduksi
|
|
|
eksorotasi
|
|
|
endorotasi
|
|
Articulatio genu
|
fleksi
|
|
|
ekstensi
|
|
Articulatio talocruralis
|
dorsofleksi / ekstensi
|
|
|
plantofleksi / fleksi
|
|
Articulatio talotarsalis
|
supinasi-adduksi
|
|
|
pronasi-abduksi
|
|
II. Titik-titik antropometri
Titik antropometri
: titik-titik tetap pada tubuh ( dalam
posisi anatomis )
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7
.
8
9.
.
10.
11.
12.
13
14
15.
16
17
18.
.19.
20.
21.
22.
23.
24.
25
27.
28
.
29.
30.
.
31
.
32.
33
34.
35
.
.
36.
37
38.
.
39
40.
41
42.
|
Vertex
Trichion
Glabella
Frontoporale
Nasion
Zigion
Frostion
Gonion
Gnathion
Suprastenale
Acromiale
Mesosternale
Telion
Omphalion
Ilio kristale
Ilio spinale
anterior
Simfision
Radiale
Stylion
Dactylion
Metacarpale
radiale
Metacarpale
ulnare
Tibiale
Sphyrion
Pternion
Akropodion
Metatarsale
medial (tibiale)
Metatarsale
lateral (fibulare)
Cervicale
Lumbale
Caudale
Trochanterion
Phalangion
Metopion
Labiale
superior
Labiale
inferior
Stomion
Opisthocranion
Xinion
Ectocanthion
Endocanthion
|
Perpotongan
bidang medial sagital, merupakan titik tertinggi puncak kepala pada sikap
/bidang jerman (bidang datar yang melalui lekuk bawah orbita - atap m a e)
Perpotongan
bidang medial sagital-perbatasan dahi rambut.
Perpotongan
bidang medial -sagital garis yang menghubungkan kedua ujung medial alis.
Titik paling
lateral linea temporalis.
Perpotongan
bidang medial sagital-sutura nasofrontalis.
Titik paling
lateral pada zygomatikus
Perpotongan
bidang medial sagital-peralihan gigi-gusi pada incisivus I-II
Titik paling
lateral bawah angulus mandibulae.
Perpotongan
bidang medial sagital -titik paling inferior dagu
Perpotongan
bidang median sagital-incisura jugularis sterni
Ujung paling
lateral acromion
Perpotongan
bidang median sagital-art. sternocostale IV kanan kiri.
Titik puting
susu (laki-laki)
Perpotongan
bidang median sagital-pusar.
Titik paling
lateral labium externum crista iliaca.
Titik paling
bawah SIAS
Perpotongan
bidang median sagital-simfisis os. pubis atas.
Titik tertinggi
pada capitulum radii, paling lateral pada lengan tergantung.
Titik paling
bawah proc. styloideus radii.
Titik paling
bawah ujung jari III pada lengan tergantung.
Titik paling
radial pada articulatio metacarpal palangeus II
Titik paling
ulnare pada articulatio methacarpal palangeus V
Titik tertinggi
pada condylus medialis tibiae
Titik paling
medial bawah dari maleolus medialis
Titik paling
belakang kaki (pada tumit)
Titik paling
depan kaki (jari II / tergantung jari)
Titik terjauh
dan paling medial dari metatarsal I
jari I
Titik terlebar
(paling lateral) metatarsal I jari V
Perpotongan
bidang median sagital-prog. spinosus cervical VII
Perpotongan
bidang median sagital-ujung proc. spinosus V
Perpotongan
bidang median sagital-ujung coccigis
Titik paling
tinggi dan lateral dari trokhanter mayor
Titik ujung
paling proksimal basis falanx I jari II
Perpotongan
bidang median sagital-garis penghubung tonjolan kedua tulang dari (tuber
frontale)
Perpotongan
bidang median sagital-garis bibir atas
Perpotongan
bidang medain sagital-garis bibir bawah
Perpotongan
bidang median sagital-garis bibir tengah pada
bibir yang mengatup
Titik terjauh
belakang kepala
Titik sudut
mata luar
Titik sudut
mata dalam
|
III . Ukuran-ukuran anatomis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
|
Tinggi badan
Tinggi mata
Tinggi dagu
Tinggi bahu
Tinggi pangkal lengan
atas
Tinggi sendi
siku
Tinggi
pergelangan tangan
Tinggi ujung
jari III
Tinggi pangkal
paha
Tinggi sendi
lutut
Tinggi mata
kaki tengah
Lebar bahu
Lebar depa
Lebar dada
Lebar pinggang
Lebar panggul
Lebar pangkal
paha
Lebar kaki
Dalam dada
Dalam perut
Lingkar kepala
Lingkar dada
Lingkar
pinggang
Lingkar panggul
Lingkar pangkal
paha
Lengan atas
Lengan bawah
Panjang tangan
Panjang kaki
Panjang kaki
|
Tinggi vertex -
lantai
Tinggi
ectocanthion - lantai
Tinggi gnathion
- lantai
Tinggi
acromiale - lantai
Tinggi radial /
olecranon - lantai
Tinggi stylion
- lantai
Tinggi
dactylion - lantai
Tinggi
trochanterion - lantai
Tinggi tibiae -
lantai
Tinggi sphyrion
- lantai
Jarak acromiale
- acromiale
Jarak dactilion
- dactilion
Jangka lebar -
mesoternale 3 posisi (expirasi maxsimal, expirasi minimal, napas biasa)
Jarak pinggang
melalui omphalion
Jarak bicrista
iliocristale
Jarak kedua
trochanterior
Jarak antara
metatarsal madial - lateral
Jarak antara
mesosternale - garis horizontal proc. spinososus Vertebrae thoracalis (pada 3
posisi)
Jarak melalui
asephalion
Lingkaran
glabella - opistocranion
Melalui thelion
Melalui
omphalion
Melalui
bicrista
Melalui
trochanter mayor
Acromiale -
radial
Radiale -
stylion
Stylion -
dactilion
Pternion -
acropodion
Metatarsal
lateral - mediale
|
Bagaimana sifat dan
karakteristik jaringan sistim saraf saraf niken, sehingga memungkinkan
terjadinya komunikasi antara lingkungan dengan tubuh niken ?
No. 3
Proses pengindraan
Pengenalan terhadap rangsangan dimulai dari adanya
stimulus di ujung saraf perifer sampai berubah menjadi potensial aksi (
transduksi ) dan dihantarkan melalui akson-akson aferen yang bersinap di neuron
I, II, dst, ke sistim saraf pusat yaitu Sensorik korteks serebri
yang menerima terhadap
rangsang yang disadari. Pengenalan rangsang disebut Sensasi, dan Interpretasi
suatu sesnsasi disebut Persepsi.
Rangsang
Millie interior/eksteror
Aferen
Tak Disadari Disadari
Aferen Viseral Aferen Sensorik
Somatosensorik Indra
Somastetik
Propioseptik Penglihatan
Nyeri
otot
Penghidu
Kulit
tulang Pendengaran
Alat dalam
Ortikulus
Pengecap
Sakulus
Semisirkularis
Pengindraan Niken di dalam Bis :
1.
Indera
Penghidu : pada indera
ini terdapat 3 macam sel :
·
Sel penunjang
·
Sel Basal
·
Sel Saraf berpolar
Sel saraf bipolar merupakan sel
reseptor penghidu yang akson sel sarafnya berpolar setelah bergabung dengan
akson lain yang berdekatan membentuk Filaolfaktoria atau saraf penghidu. Berkas
ini berjalan keatas pada alur di dalam tulang limoid menembus tulang tengkorak
melalui lubang-lubang pada lempeng kiri biformis dan berahir di
Bulbusolfaktorius dan bersinap pada dendrit sel mitral. Sinap antara saraf
penghidu dan sel mitral membentuk bulatan-bulatan yang disebut Glomerolus
Olfaktorius , jadi sel saraf penghidu bersinap di salah satu sel mitral.
Proses penghidu :
Udara masuk dalam epitel penghidu
yang terdapat di puncak rongga hidung dengan cara : difusi, Konveksi, Aliran
turbulen. Rangsang bau ( bau asap rokok, keringat, dll ) akan merengsang
reseptor bau yang akan merangsang menimbulkan sekresi air liur dan sekresi asam
lambung sampai timbul rasa mual dan ingin muntah, proses adaptasi berlangsung
mula-mula bau terasa, ambang pembauan sedikit demi sedikit meningkat sehingga
peka dan bau tidak dirasakan lagi.
Reseptor
Bau
Sekresi Saliva
Asam
lambung
Rasa mual
ingin
muntah
Proses Adaptasi
Ambang
pembauan meningkat
Bau tidak dirasakan lagi
2.
Adaptasi
kulit Terhadap Suhu
Dalam Bis berdesakan sehingga
terasa pengap dan suhu meningkat, sumasi ruang pada kulit terangsang oleh
timbulnya rasa panas atau dingin. Dari reseptor rasa suhu melalui serat aferen
rasa panas yaitu serat golongan IV ( serat C ) . Adanya rangsang panas tubuh
berusaha beradaptasi sehingga mengeluarkan keringat.
Mekanisme Suhu :
Rasa
Panas/Dingin
Reseptor
Panas/Dingin
Pengindraan
Reflek
Pengaturan Suhu Tubuh
Reseptor adaptasi di Kulit
( dari Reseptor SSP )
3. Sikap dan keseimbangan tubuh
Keseimbangan tubuh dipertahankan
karena adanya interaksi antara berbagai reflek yang kompleks. Jalur aferen
dalam lengkung reflek ini adalah Neuron Motorik Alfa yang menuju ke otot
rangka. Jalur aferennya berasal dari mata ( reseptor penglihatan ) dan
Propioreseptor ( Reseptor yang mengindrai posisi bagian tubuh yang satu dengan
yang lain yang terdapat di otot, tendo, sendi, kulit dan alat vestibuler
telinga dalam ).
Sikap Berdiri Tegak melalui 3 Proses :
·
Sikap Statik/Sikap Tonik ( Static
Posture/Tonic Posture )
·
Koreksi terhadap perubahan pada
possisi tubuh ( Righting Reflexes )
·
Pemeliharaan saat melakukan gerakan
( Statikinetik Reflexes )
Sikap tegak berdiri diatas kedua
kaki :
Impuls Propioseptik
dari otot-otot interosius
telapak kaki
Negative Supporting Reaction
bila terjadi fleksi ditungkai
(
Menimbulkan regangan pada otot ekstensor yt.
otot plantar dan volar )
Korteks serebri dan ganglia basal
refleks
medula spinalis
Sikap Berdiri
Righting Reflexes merupakan
rentetan respon yang timbul akibat perubahan posisi tubuh. Integrassinya
terjadi di Midbrain yang berguna untuk mempertahankan posisi berdiri yang
normal dengan kepala tetap tegak. Reseptor yang mendeteksi perubahan tubuh
adalah :
·
Reseptor Penglihatan
·
Alat Vestibuler
·
Propioseptor pada otot, tendo dan
sendi leher
·
Propioseptor diseluruh tubuh
Reseptor Penglihatan :
Rangsang
perubahan posisi bayangan di retina
Otot mata berkontraksi mempertahankan
posisi
bola mata
Otot
leher menyesuaikan posisi kepala
Gerakan tubuh mendukung kepala
Alat Vestibuler :
Alat ini terletak di telinga bagian
dalam yang berperan penting dalam mempertahankan sikap. Ada dua jenis organ
yang fungsinya berbeda :
·
Organ Otolit ( Utrikilus dan
Sakulus ) untuk mendeteksi kepala terhadap tarikan gravitasi
·
Kanalis Semisirkularis yang penting
untuk mendeteksi adanya percepatan yang mempengaruhi posisi kepala, dan
membantu mengotrol arah gerakan bola mata, nukleus vestibuler berhubungan
dengan nukleus II yang mengontrol gerakan bola mata dengan serebelum serta
neuron motorik spinal. Ada tiga pasang saluran setengah lingkaran yang salah
satu ujungnya membetuk ampula yang didalamnya terdapat Krista Ampularis yang mengandung
reseptor berupa sel rambut dalam kupula dan terdapat cairan endolimp. Ketiga
pasang saluran ini membentuk posisi yang saling tegak lurus
Proses Kerja Kanalis :
Rangsang
(
percepatan sudut )
Reseptor
ujung krista Ampularis
Kupula
membengkok
Sel
Depolarisasi
Sensasi
Karena terdorongnya kupula
Rasa jatuh ke depan/kebelakang
samping kiri/kanan
No. 1 DASAR DASAR :
Aktifitas Motorik Somatik :
Neuron terahir di serat otot
(perifer) menerima reseptor/impuls dari berbagai arah (dari modula spinalis
yang bersegmen sama/lebih tinggi, batang otak juga dari kortek serebri).
Penerimaan impuls ada yang langsung, ada juga yang tidak langsung yaitu:
melalui interneuron atau neuron motor gama sehingga membuat aktivitas yang
terencana dalam mengatur sikap tubuh dan gerakan yang terkoordinir.
Pusat
Pusat Motorik :
Impuls yang langsung maupun
yang tidak langsung dari pusat motorik ( Korteks serebri, ganglia basal,
formatio retikularis di batang otak, serebelum dan medula spinalis ) akan
memberikan impuls ke neuron motor ( Korteks Motorik ).
Perencanaan di otak akan
melibatkan : Korteks serebri, ganglia
basal/serebelum bagian lateral dan intermediet serebelum. Timbulnya ide-ide
perintah gerakan volunter itu berasal dari daerah asosiasi korteks serebri,
dari sini diteruskan ke ganglia basal , serebelum bagian lateral ke korteks
motorik dan premotorik untuk menghasilkan rencana yang baik. Pelaksanaan gerak
ini diteruskan ke traktus kortikospinal
yang berhubungan dengan otot-otot ekstremitas dan traktus kortikobulber yang berhubungan dengan otot-otot daerah
kepala, sebagian lagi melalui jaras yang berasal dari berbagi nukleus batang
otak atau ada yang langsung ke korteks serebri.
Hasil gerakan menjadi
perubahan input (masukan) ke Propioseptik
( sensorik dari otot, tendo, sendi dan kulit ), imformasi ini merupakan umpan
balik yang menyesuaikan dan menhaluskan gerakan yang di pancarkan kembali
(relai) langsung ke kortek motorik
dan ke spinoserebelum. Dari spinoserebelum diproyeksikan lagi ke
batang otak membentuk traktus-traktus rubrospinal,
retrikulospinal, tektospinal , vestibulospinal dan serabut yang sesuai dengan
proyeksi neuron motor dibatang otak yang berhubungan dengan pengaturan sikap
dan koordinasi gerakan.
Ganglia
Basal
Area
Perencanaan
Ide Pusat
di
Gerakan
Motorik Korteks
Motorik
Intermediet
serebelum
Serebelum
lateral
Korteks Serebri :
Dalamperencanaan pengaturan
dan penghalusan gerakan berada di :
1.
Traktus Kortikospinal Lateral yang merupakan 80%
serat dari kortek yang turun langsung ke Medula spinalis berahir di neuron
motor alfa.
2.
Traktus Kortikobulber untuk untuk otot-otot daerah
kepala hanya sampai di batang otak juga berahir neuron motor alfa.
Kedua jaras ini berasal dari
kortek motorik (daerah 4 Brodman ) yang terdiri dari :
·
30% Korteks Motorik
·
30% Korteks Premotorik
·
40% Somato Sensorik
Daerah Motor Suplemen
seratnya berhubungan dengan Kortek Motorik yang terlibat dalam perencanaan
urutan gerakan. Di Korteks Premotorik proyeksinya ke batang otak yang
berhubungan dengan fungsi pengaturan sukap tubuh, bersama-sama korteks motorik
membentuk Traktus Kortikospinal (fungsi belum jelas ). Korteks Perientalis
Posterior : daerah ini berhuibungan erat dengan daerah Somatosensorik Primer
(3,1,2 Brodman) yang bersama-sama membentuk Traktus Kortikospinal/Kortikobulber
yang keduanya berhubungan dengan kortek premotorik.
Ganglia Basal :
Ganglia basal bersama
Neoserebelum (Lateral Cerebellum ) merupakan bagian dari terminal (sirkuit)
umpan balik ke kortek Premotorik dan Motorik yang berhubungan dengan
perencanaan dan pengaturan gerakan , mewujutkan pikiran /memori gerakan yang terencana.
Serebelum :
Fisiologi
serebelum dibagi menjadi 3 bagian :
·
Vestibuloserebelum (Flukolonolobularis) :
berhubungan dengan fungsi Vestibuler yaitu: keseimbangan tubuh.
·
Spinoserebelum
( bagian besar Vermis dan bagian
medial Hemifer) : menerima impuls propioseptik dari tubuh dan mencopy rencana
motorik dari korteks serebri dengan membandingkan rencana dan hasil yang
dikerjakan, mulai dengan menghaluskan dan mengkoordinasikan gerakan yang sedang
berlangsung. Proyeksi Vermis ke batang otak yang mengontrol otot-otot aksial
dan Hemisfer medial berhubungan dengan otot-otot ekstremitas. Gerakan langsung
di hantarkan kembali (relai) ke korteks motorik dan spinoserebelum.
·
Neoserebelum (lateral) bagian sisa yang terbesar
dari serebelum yang berinteraksi dengan Kortek serebri motorik dalam
perencanaan dan program gerakan.
Secara
umum fungsi serebelum :
1. Pengendalian
kesalahan : bila gerakan terlalu cepat akan dihambat, bila terlalu lambat akan
dipercepat. Proses membandingkan rencana gerakan dengan pelaksanaan gerakan di
korteks serebri.
2. Fungsi peredam :
untuk meredam gerakan-gerakan yang berlebihan/berlawanan.
3. Fungsi peramal :
untuk mengetehui kecepatan, lama, waktu gerakan.
Formatio
Retikularis :
Ini dibentuk dari neuron
neuron kecil yang saling berhubungan
menbentuk suatu anyaman yang terletak dibagian ventral tengah modula
oblongata dan mesensefalon, yang betukas sebagai pusat Eksitasi dan pusat
inhibisi ( pengaturan pernafasan, tekanan darah, denyut jangtung, pusat
sadar/jaga dan tidur.
Modula Spinalis
Impuls sensorik dari bagian
tubuh lain disalurkan melalui serat-serat aferen sensorik dan masuk ke medula
spinalis, pengaruh neuron motorik yang langsung/tidal langsung atau lewat
interneuron di medula spinalis dikendalikan melalui terminal refleks-refleks
sederhana (refleks fleksor) membentuk pola yang diperlukan untuk gerakan yang
terkoodinasi.
KASUS
Ketika bis tiba, Ahmad yang
semula duduk diruang tunggu terminal segera berdiri dan lari mengejar bis.
Pembahasan
:
Dari Reseptor mata meberikan
imformasi ke kortek serebri motorik membentuk ide yang berupa impuls yang
dilanjutkan ke pusat motorik . di pusat motorik akan menyusun perencanaan mulai dari melihat Bis masuk terminal, dari
duduk ke berdiri, dari berdiri langsung lari.
Korteks serebri terlibat
dalam perncanaan pengaturan /penghalusan gerakan sampai di traktus
kortikospinal. Di ganglia basal merencanakan dan memogram gerakan dan
mewujutkan pikiran serta memori gerakan. Selanjutnya di Serebelum melibatkan :
Vestibuloserebelum (Keseimbangan tubuh), Spinoserebelum (menghaluskan,
mengkoordinasikan gerakan), Neoserebelum (merencanakan dan memogram
gerakan).
Ganglia basal Traktus Otot Kepala
Kortikobulber
Reseptor Ide di
Dari Mata Korteks Rencana Traktus Otot badan
Serebri Kortikospinalis Ekstremitas
Serebelum Lateral
Masukan Perencanaan Medula Spinalis
Sensorik Gerakan
Refleks
Perifer
Memori
Pemantauan
Pelaksanaan
Penyesuaian
Gerakan
Gerakan
Masukan
Sensorik
Hasil perencanaan
gerakan akan menjadi lebih baik, maka diolah kembali (masukan) ke Propioseptik imformasi ini merupakan
umpanbalik yang menyesuaikan dan menghaluskan gerakan yang dipadukan dengan
memori gerakan yang sudah ada (berdiri dan lari) dari duduk langsung berdiri,
lari yang bagaimana yang cocok karena sambil membawa tas dan berebutan
menyesuaikan dengan kecepatan bis yang sedang berjalan. Dari perencanaan
program ini di pancarkan kembali (direlai) langsung ke kortek motorik dan ke spinoserebelum.
Dari spinoserebelum diproyeksikan
lagi ke batang otak membentuk traktus-traktus rubrospinal, retrikulospinal, tektospinal, vestibulospinal dan
serabut yang sesuai dengan proyeksi neuron motor dibatang otak yang berhubungan
dengan pengaturan sikap dan koordinasi gerakan yang diharapkan. Sekali dalam
melaksanakan gerakan mulai dari duduk ke berdiri langsung mengejar bis dan
tidak berhasil terangkut, kegiatan ini sudah termemori dengan baik. Untuk
gerakan selanjutnya sudah menjadi gerakan reflek, misal : begitu Bis terlihat
reflek langsung berdiri dan lari megejar prosesnya sudah cepat sekali (seperti
proses reflek perifer melalui jalur yang
langsung di Medula spinalis).
Korteks Motorik
T. Rubospinal
Umpan balik T. Retikolospinal Pengatur
Gerakan Perub. input Batang Otak
Sikap &
Propioseptik
T. Testospinal
Koordinasi
gerak
Spinosrebelum T. Vestibulospinal
MASALAH
ANJING
MENGGONGGONG KAFIL TERJATUH
Kafil mahsiswa PSIK tingkat
II sedang menunggu bis di depan sebuah rumah mewah. Tiba-tiba dari balik pagar
seekor anjing emnggonggong sehingga kafil terjatuh , ternyata pintu pagar tidak
tertutup rapat sehingga anjing menyelinap keluar dan mengejar Kafil . Kafil
berlari sampai terkencing-kencing tetapi
anjing berhasil menggigit betis kirinya. Setelah menggigit Kafil, anjing
berlalu menjauhi karena dihalau oleh orang dijalan. Kafil berkeringat, nafasnya
terengah-engah. pucat, lemah dan dari betisnya metetes darah. Kafil digotong
kerumah sakit terdekat ternyata :
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Frekuensi Pernafasan : 24 x
/ menit
Denyut Nadi : 120 x/menit
Hb : 14 gr % Ht : 50 %
Pertanyaan dan Jawaban
I. Uraikan secara sistematis mekanisme yang
mendasarai pengaturan pernafasan serta faktor-faktor yang mempengaruhi
pengaturan pernafasan pada keadaan normal. Terangkan terjadinya peningkatan
frekuensi pernafasan pada Kafil.
Pengaturan
Pernafasan
Pernafasan spontan berirama
dihasilkan oleh pelepasan listrik motor neuron berirama (rhytmic discharge )
dari pusat pernafasan di batang otak. Samai batas tertentu , aktifitas
pernafasan dapat dimodifikasi dan diatur secara volunter (dibawah kemauan)
sepreti berbicara , bernyanyi, teriak, atau menahan nafas waktu berenang.
Pusat pengaturan pernafasan
ada 2 yaitu :
·
Pusat pernafasan volunter (di bawah kemauan),
terletak dikorteks serebri. Umpulsnya disalurkan melalui traktus kortiko spinalis menuju motor neuron
saraf -saraf pernafasan.
·
Pusat pernafasan otomatis, terletak dipons dan
medula oblongata , jarasnya berjalan dibagian ventral dan lateral medula
spinalis.
Pusat pernafasan dibatang
otak (otomatis) bertanggung jawab
membentuk pola pernafasan ritmik , terdiri atas tiga bagian :
1. Pusat
respirasi (inspirasi dan ekspirasi)
2. Teletak di
formatio retikularis medula oblongata, secara anatomis dibagi mejadi dua
·
Kelompok dorsal ; terdiri dari neuron I secara
periodik melepas impuls dengan frekuensi 12 - 15 x /menit . Serat aferen keluar
dari neuron I sebagian besar berakhir pada motor neuron dio medula spinalis
yang mempersarafi otot-otot inspirasi sehingga lepas motor neuron I akan
menimbulkan gerak inspirasi.
·
Kelompok ventral; terdiri dari neuron I dan neuron E
, keduanya tidak aktif pada pernafasan tenang, tidak ada impuls yang
dihantarkan melalui serat saraf yang keluar dari neuron E.
Bila kebutuhan ventilasi meningkat , neuron I
kelompok ventral diaktifkan melalui rangsang dari kelompok dorsal . Impuls yang
keluar dari neuron I bagian ventral akan mrangsang neuron yang mempersarafi
otot-otot inspirasi tambahan melalui N IX dan
N X. Demikian neuron E akan
dirangsang untuk mengeluarkan impiuls yang menyebabkan kontrakso otot-otot
ekspirasi aktif. Terdapat pula mkanisme feedback negatif antara neuron I
kelompok Dorsal dan neuron E kelomok ventral. Impuls dari keompok dorsal
neuron I selain merangsang motor neuron
otot inspirasi , juga merangsang kelompok E dari kelompok ventral dan sebaliknya
neuron E ventral akan mengeluarkan impuls yang menghambat neuron I kelompok
dorsal. Dengan demikian neuron I
kelompok dorsal akan menghentaikan aktifitasnya
sendiri melalui penglepasan rangsang inhibisi. Pusat respirasi ini
dipengaruhi impuls dari berbagai bagian yaitu impils aferen dari jaringan
parenkim paru melalui n. vagus , kortek
serebri , pusat apneustik, dan pusat pneumotaksik
Pusat
Apneustik
Terletak di formatioretikularis pons bagian
bawah, mempuntai pengaruh tonik terhadap respirasi. Dihambat oleh impuls aferen
melalui n. Vagus.
Pusat
Pneumoaksik
Terletak di pons bagian atas . Impuls dari sini akan
menghambat aktifitas neuron I sehingga rangsang inspirasi dihentikan.
Pusat apnustik dan
pneumotaksik menyebabkan impuls spotan dan berirama pada pusat respirasi
menjadi halus dan teratur. Dengan
demikian proses inspirasi dan kspirasi berjalan dengan mulus.
PENGATURAN
PUSAT PERNAFASAN
Pusat pernafasan dibatang otak dipengaruhi oleh berbagai rangsang yang dapt
digolongkan dalam rangsang kimia dan rangsang non kimia.
Rangsang
Kimia
Pusat pernafasan menerima input yang
memberikan informasi tentang kebutuhan tubuh akan pertukaran gas selanjutnya
akan mengirmkan impuls yang sesuai untuk menyelaraskan frekuensi dan kedalaman
ventilasi dengan kebutuhan jaringan.
Rangsang yang meningkatkan
ventilasi : penurunan PO2, peningkatan PCO2, dan peningkatan ion H darah
arteri.
erubahan O2, CO2, dan ion H
akan mempegaruhi pusat respirasi melalui perangsangan reseptor kimia di perifer
dan pusat.
Kemoreseptor Perifer
Yaitu glomus karotikus yang terleak di
percabangan arteri karotis komunis dan
glomus aortikum yang terletak di arkus aorta.
Kemoreseptor perifer peka
terhadap peningkatan PCO2 dan penurunan
PO2/pH darah.
Rangsang pada glomus
karotikum diteruskan ke pusat respirasi melalui cabang n. glosoparingeus,
perangsangan pada glomus aortikum diteruskan ke pusat melalui cabang asenden n.
Vagus.
Akibat perangsangan reseptor
kimia ini ventilasi akan meningkat.
Penurunan PCO2 dan peningkatan
PO2 /PH darah menyebabkan kemoreseptor kurang terangsang sehingga impuls ke
pusat respirasi berkurang dan ventilasi menurun .
Kemoreseptor
Pusat:
Terletak dibagian ventral
medula oblongata;
·
CO2 dan mudah menembus membran abar darah,
·
otak dan abar darah cairan otak. Sedangkan ion H dan
ion HCO3 sukar menembus.
·
Co2 yang masuk ke otak dan cairan otak segera
berubah menjadi H2CO3 dan kemudian terurai kembali menjadi ion H dan ion HCO3.
Maka kadar ion H di cairan otak meningkat, hal ini merangsang reseptor kimia di
medula oblongata sehingga ventilasi meningkat.
Respon ventilasi terhadap
penurunan PO2 arteri : ventilasi meningkat bila PCO2 arteri turun < 60 mmHg
Respon ventilasi terhadap
peningkatan PCO2 arteri :
·
Ventilasi meningkat bila PCO2 meningkat
·
Ventilasi menurun bila PCO2 arteri menurun
·
Bila PCO2 arteri terus turun, ventilasi tidak akan
turun sampai nol
Respon ventilasi terhadap
peningkatan ion H arteri : Kemoreseptor perifer lebih sensitif terhadap
perubahan kadar ion H.
Hiperventilasi akan
menurunkan PCO2 arteri, sehingga konsentrasi ion H arteri turun pada asidosis
metabolik.
Pada alkalosis metabolik,
ventilasi dihambat sehingga PCO2 arteri meningkat dan kadar ion H meningkat
menuju normal.
Rangsang non kimia
Sewaktu
berbicara, mandi air dingin, tertusuk jarum atau stressor lain yang
datang tiba-tiba akan terjadi perubahan irama pernapasan sebagai akibat
perangsangan pusat respirasi dari berbagai tempat .
Berbagai rangsang tersebut
dapat berasal dari :
·
Korteks serebri ,
·
Langsung : adanya serat saraf dari korteks serebri menuju neuron motorik
otot pernafasan memungkinkan seseorang menyendakkan pernafasan secara sengaja
misal menahan nafas, atau melakukan hiperventilasi .
·
Tidak langsung : Sebagian impuls yang disalurkan
dari korteks serebri ke otot rangka (mis : waktu olah raga) akan disalurkan ke
formatio retikularis dan menggiatkan pusat respirasi sehingga ventilasi
diaktifkan.
·
Sistim limbik dan Hipotalamus : Rangsang nyeri dan
emosi mempengaruhi pola pernapasan.
·
Propioseptor di otot, sendi dan tendo : Gerakan
sendi back aktif di perut akan
meningkatkan ventilasi.
·
Baroreseptor di sinus karotilus, arkus aorta,
atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar; peningkatan tekanan darah akan
menurunkan frekuensidenyut jantung, penurunan ventilasi dan vasodilatasi
pembuluh darah.
·
Suhu : peningkatan suhu (demam atau berolahraga)
akan merangsang ventilasi sebagai upaya
untuk mengeluarkan panas yang berlebihan .
·
Peningkatan hormon epinefrin/rangsang simpatis :
mreangsang pusat respirasi sehingga ventilasi meningkat.
·
Iritasi mukosa saluran napas: refleks bersin, batuk,
menelan, muntah akan mengubah pola pernapasan.
·
Refleks Hering-Brearer yaitu refleks hambatan
inspirasi-ekspirasi
Terjadinya
peningkatan frekuensi pernapasan pada Kafil:
Karena adanya rangsang non
kimia pada pusat pernafasan yaitu yang berasal dari:
·
Sistim limbik dan hipotalamus : rangsang nyeri,
karena betisnya digigit anjing
·
Suhu : suhu meningkat karena lari-lari , sehingga
meningkatkan ventilasi sebagai upaya mengeluarkan panas.
·
Propioseptor
di otot, tendo, sendi : lari meningkatkan ventilasi .
II. Jelaskan secara
sistematik mekanisme pengaturan denyut jantung serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya, sehingga dapat meneranmgklan terjadinya peningkatan frekuensi
denyut nadi pada kafil.
MEKANISME
PENGATURAN KERJA JANTUNG
Curah jantung adalah jumlah
darah yang dipompa oleh setiap ventrikel dalam waktu satu menit, dinyatakan
dalam ml/menit. jumlah darah yang mengalir dalam sirkulasi pulmonal pada suatu
periode tertentu adalah sama dengan jumlah darah yang terdapat di dalam
sirkukasi sistemik . Oleh karena itu curah jantung kanan sama dengan curah
jantung kiri.
Besar curah jantung
ditentukan oleh hasil perkalian frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup.
Seseorang yang memiliki frekuensi denyut jantung per menit rata-rata 70 x/menit
dengan isi sekuncup sebesar 70 ml/denyut mempunyai jumlah curah jantung
sebesar 4900 ml/menit atau rata-rata 5 liter/menit. Pada keadaan istirahat besar
jumlah curah jantung diperkirakan atau dipertahankan konstan. Perubahan salah
satu faktor penerus curah jantung, isi sekuncup akan meningkat. Sebaliknya
apabila terjadi penurunan jumlah darah yang dipompa oleh ventrikel, maka curah
jantung dipertahankan dengan cara meningkatkan frekuensi denyut jantung.
Bila kebutuhan jaringan akan
oksigen meningkat misalnya pada waktu olah raga curah jantung juga meningkat.
Pada olah raga berat curah jantung dapat mencapai 20-25 l/menit, bahkan pada
atlit terlatih dapat mencapai 40
l/menit. Selisih antara curah jantung istirahat dengan jumalah darah maksimum
yang dipompa oleh jantung sewaktu kerja fisik berat disebut daya cadang
jantung.
Frekuensi Denyut jantung.
Frekuensi denyut jantung
pada keadaan normal ditentukan oleh kecepatan pelepasan impuls spontan dari
simopul SA, yang besarnya 70 x/m. Di dalam tubuh , jantung dipengaruhi oleh
persarafan otonom yang dapat mengubah baik frekuensi denyut jantung maupun
kekuatan kontraksinya. Persarafan parasimpatis (N.Vagus) ke janutng terutama
akan menutju ke simpul SA, simpul AV serta atrium, dan hanya beberapa serat
saja yang akan menuju ke ventrikel. Persarafan simpatis ke jantung menuju
simpul SA, simpul AV, atrium dan ventrikel. peningkatan rangsang parasimpatis
akan menurunkan denyut jantung. Asetikolin yang dilepaskan diujung serat saraf
parasimpatis akan meningkatan membran simpun SA terhadap ion K. Akibatnya
potensial membran simpul menjadi lebih negatif (hiperpolarisas) karena efluks
ion K meningkat, dan potensial aksi akan lebih sukar terbentuk. Peningkatan
permeabilitas terhadap ion K ini juga melawan penurunan permeabilitas spontan
ion K yang mendasari terjadinya depolarisasi lambat menjadi berkurang, sehingga
dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai ambang letup.
Sebagai hasil akhir nampak
frekuensi pembentukan potensial aksi oleh simpul SA menurun, sehingga frekuensi
denyut jantungpun berkurang.
Pengaruh perangsangan
parasimpatis pada simpul AV ialah menurunkan eksitabilitas simpul AV serta
m,emperpanjang masa transisi impuls ke ventrikel. Di atrium rangsang
parasimpais akan memperpendek potensial aksi miokardium dengan cara menurunkan
pemasukan ion Ca melalui cenel lambat. Sebagai hasil akhgir terjadi penurunan
kekuatan kontraksi atrium.
Sebaliknya peningkatan
rangsang simpatis akan meningkatkan frekuensi denyut jantung. Norepineprin
menurunkan permeabilitas membran ion K dengan cara mempercepat inaktifasi
cannel K. Menurunnya efgluk K menyebabkan keadaan intrasel menjadi kurang
negatif (terdepolarisasi), sehingga potensial aksi lebih mudah terbentuk.
1. Isi sekuncup
Makin besar volume akhir diastole (EDV) atau makin kecil volume akhior
sistol (ESV), makin besar isi sekuncup. EDV tergantung pada kecepatan aliran
balik vena, edangkan ESV bergantung pada kuat kontraksi ventrikel serta besar
tekanan dalam pembuluh darah yang harus di lawan oleh ventrikel pada wakltu
memompakan darah. Dengan demikian, besar isi sekuncup ditentukan oleh 3
faktor/variabel, yaitu :
2. Preload, yaitu derajat
pengisian. Makin basnyak darah yang kembali ke jantung, makin banyak pula darah
yang diinjeksikan oleh ventrikel. Hubungan langsung antara EDV dan sisi
sekuncup merupakan pengaturan intrisik curah jantung. Yang menggambarkan
kemampuan jantung untuk mengatur besar jumlah curah jantungnya sendiri. Pengaturan
intrisik ini tergantung pada hubungan panjang awal dengan tegangan miokardium,
yaitu penerapan hukum Frank-Starling pada otot jantung (makin besar preload),
makin kuat kontraksi jantung, sehingga isi sekuncup jga meningkat, sampai batas
tertentu.
3. Kontraktilitas, Pengaturan
curah jantung juga dapat dilakukan melalui faktor yang tidak berasal dari
jantung sendiri (pengaturan ekstrinsik), misalnya persarafan otonom. Rangsang
simpatis dan peningkatan epineprin akan meningkatkan kontraktilitas jantung (efek
inotropik positif ). Hal ini terjadi melalui peningkatan influks ion Ca.
Meningkatnya ion Ca dalam sitosol memungkinkan otot jantung untuk memungkinkan
menghimpun kekuatan yang lebih besar saat berkontraksi. Menggunakan contoh pada
uraian sebelumnya,bila pada keadaan normal EDV adalah 135 ml dan ESV 65 ml,
maka isi sekuncup 70 ml. Pada perangsangan simpatis, untuk EDV yang sama, ESV
menjadi 35 ml, sehingga isi sekuncup adalah 100 ml. Efek perangsang simpatis
yang lain ialah meningkatkan arus balik vena melalui efek vasokontriksi
pembuluh darah vena . Peningkatan arus balik vena akan meningkatkan EDV,
sehingga sesuai dengan hukum Sterling, kuat kontraksi jantung akan meningkat.
4. Afterload , yaitu tekanan
rata-rata dalam pembuluh aorta dan pembuluh pulmonal. Pada saat ventrikel
berkntraksi, tekanan di dalam rongga ventrikel harus meningkatkan sedemikian
rupa sehingga melampaui tekanan di dalam aorta atau pembuluh pulmonal, agar
katup semilunaris dapat terbuka. Tekanan di dalam pembuluh arteri dinyatakan sebagai
afterload, karena merupakan bahan yang harus dilawan (tegangan yang harus
dikembangkan) oleh ventrikel pada awal fase sistol. Apabila tekanan di dalam
pembuluh arteri meningkat, atau katup semilunar menyempit (stenosis), ventrikel
harus membangkitkan tekanan yang lebih besar di dalamnya agar dapat
mengejeksikan darah. Sel otot jantung juga memperlihatkan hubungan antara beban
kerja dengan kecepatan kontraksi, seperti halnya otot rangka. Makin besar beban
kerja jantung, makin lama waktu yang dibutuhkan oleh ventikel untuk memompa
darah melawan peningkatan afterload. Bergantung pada frekuensi denyut jantung,
waktu ejeksi ventrikel berkisar antara 100-150 milidetik. Adanya keterbatasan
waktu ejeksi serta hubungan antara beban kerja dan kecepatan kontraksi,
peningkatan afterload menyebabkan penuruna jumlah yang dapat dipompa ventrikel
dalam fase sistol. sebagai hasil akhir tampak bahwa peningkatan afterload
menyebabkan penurunan curah jantung.
Pengukuran
curah jantung.
Curah jantung
adalah salah satu para meter penting yang digunakan untuk menilai fungsi pompa
jantung, karena curah jantunglah yang bertangguna jawab untuk transport
bebrbagai subtansi ke dan dari jaringan. Pada manusia biasanya pengukuran curah
jantung dilakukan secara tidak langsung. Dua metode yang lazim dilakukan adalah
metode oksigen Fick dan metode dilusi zat warna.
Prinsip
Fick, menyatakan bahwa jumlah ambilan suatu substansi oleh sebuah organ per
satuan waktu sama dengan selisih kadar substansi tersebuta dalam darah vena
dikalikan dengan jumlah aliran darah. Prinsip ini dapat
digunakan untuk mengukur curah jantung dengan mengukur jumlah ambilan oksigen
oleh tubuh per satuan waktu dibagi selisih kadar darah sehingga sampel darah
arteri dan vena di paru-paru. Kadar oksigen darah arteri diseluruh tubuh adalah
sama , sehingga sampel darah arteri dapat diambil dari sembarang arteri dalam
tubuh. Sampel darah vena dalam arteri pulmonalis diperoleh dengan cara
kateterisasi jantung. Konsumsi oksigen diukur menggunakn spirometer atau tehnik
kantong Douglas.
Dengan demikian curah
jantung dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut :
Curah jantung = Konsumsi O 2 (ml/menit)
(AO2)-(VO2)
= 250
ml/menit
(190-140)m/l
= 250ml/menit
50 ml/l
= 5
Liter/menit.
Pada metode dilusi zat warna
/bahan radioisotop yang tidak dapat berdifusi disuntikan ke dalam pembuluh
darah vena besar atau jantung sebelah kanan. Dicatat pada saat waktu
penyuntikan zat tersebut. Zat ini segera akan diedarkan melalui jantung kanan,
paru, jantung kiri, dan akhirnya masuk ke aliran sistemik. Kadar zat warna
diukur secara berkala pada salah satu pembuluh arteri perifer, dan dibuat kurva
berdasarkan waktu kapan zat warna mulai terdeteksi serta berapa lama waktu yang
diperlukan mulai zat tercatat sampai konsentrasinya dalam darah menjadi nol
kembali.
Curah jantung = A mg zat
warna yang disuntikan x 60
(Zat) rata-rata/ml darah x lama kurva (detik)
Indeks
Jantung
Dasar curah jantung berkaitan dengan besar
tubuh seseorang. Terdapat korelasi antara curah jantung dengan luas permukaan
tubuh seseorang. Pada keadaan tertentu, besar curah jantung dinyatakan per
satuan luas permukaan tubuh. Parameter ini dikenal sebagai Indeks Jantung.
Sebagai contoh, seorang dengan berat badan 60 kg dan tinggi badan 170 cm
memiliki permukaan tubuh 1,5 m2. Apabila curah jatungnya 4,5 l/menit indeks
jantungnya = 3 liter normal, ineks jantung berkisar antara 3,2-3,8 liter.
Pengaturan
Kerja Jantung
Sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya jantung dapat mengatur curah jantungnya sendiri sesuai dengan
kebutuhan, melalui pengaturan intrisik dan ekstrinsik. Pengaturan intrisik
terjadi melalui mekanisme Frank-Strarling. Pengaturan ini sering dinyatakan
pula sebagai pengaturan heterometrik, karena perubahan curah jantung didasarkan
atas perubahan panjang serat otot jantung. Faktor ekstrinsik yang mengatur
kerja jantung misalnya faktor saraf dan zat kimia. Pengaturan ini merupakan
pengaturan homometrik karena tidak bergantung pada panjang serat otot
miokardium.
Beberapa zat yang dikatakan
mempengaruhi kerja jantung,antara lain: Epineprin,
Zantine, digitalis tiroksin, yang akan meningkatkan kerja jantung, efeknya
dapat berupa peningkatan kontraktilitas
atau penigkatan frekuensi jantung atau keduanya.
Acetikolin dan barbiturat
akan menurunkan kerja jantung.
Refleks
Jantung
Pengaturan kerja jantung
umumnya terjadi secara refleks. Penggiatan atau penghambatan kerja jantung
merupakan jawaban atas rangsang tertentu yang akan diterima oleh reseptor
tertentu. Reseptor-refleks jantung yang spesifik dan penting ialan :
·
Baroreseptor pada dinding sinus carotikus dan arkus
aorta
·
Kemoreseptor pada glomur karotikus dan glomus
aortikus
·
Baroreseptor pada dinding atrium
Baroreseptor peka terhadap
perubahan, tekanan darah, sedangkan kemoreseptor peka terhadap perubahan kadar
zat kimia tertentu dalam darah, misalkan oksigen, karbondioksida, dan ion H.
Penting diingat bahwa respon
tubuh terhadap berbagai rangsang tidak saja menimbulkan respon yang terbatas
pada jantung, namun umumnya juga diikuti oleh respon pada pembuluh darah serta
sistem pernapasan.
Beberapa contoh refleks
jantung pada tubuh antara lain:
1. Refleks
kardivaskuler : yitu refleks pada jantung dan pembuluh darah yang bertujuan
mempertahankan tekanan darah dalam batas normal. Apabila oleh suatu
sebabtekanan darah sistemik meningkaat, baroreseptore pada sinus karotikus dan
arkus aorta akan terangsang dan mengirimkan implus ke pusat jaringan jantung
dan vasomotor. Sebagai jawabab terhadap rangsang tersaebut akan terjadi
penghambatan kerja jantung (penurunan frekuensi denyut jantung dan
kontraktilitas) serta vasodilatasi pembuluh darah oleh peningkatan tonus
parasimpatis dan simpatis. Sebaliknya penurunan tekanan sistemik akan
menimbulkan refleks peningkatan denyut jantung, peningkatan kekuatan kontraksi
jantung serta vasokontriksi pembuluh darah.
2. Refleks
Bainbrige; yaitu refleks meningkatkan denyut jantungapabila volume darah dalam
sistem meningkat. Refleks ini pertama kali dilaporkan oleh Brainbrige yang
menem,ukan adanya peningkatan frekuensi denyut jantung pada pemberian infus
garam fisiologi. Pemberian infus tersebut disebabkan peningkatan tekanan darah
vena sentral yang cukup besar, sehingga atrium kanan meregang. Hal ini akan
merangsang reseptor regang pada muara vena kava dan impul dikirimkan ke pusat
jantung melalui serat eferens (N. Vagus) sebagai respon tampak peningkatan
frekuensi denyut jantung. Refleks ini dapat dihilangkan apabila dilakukan
pemotongan nervus vagus.
3. Refleks
kemoreseptor: yaitu refleks yang timbul apabila terjadi perubahan kadar
substansi kimia tertentu di dalam tubuh. Kemoreseptor spesifik pada glomus
karotikus dasn glomus aortikus peka terhadap perubahan oksigen, kerbondioksida
dan Ph darah. Pengaruh O2 dan CO2
terhadap jantung sukar dinilai melalui percobaan karena zat ini memperngaruhi
sistem kardiovaskuler baik secara langsung maupun tidak langsung (efek lokal)
maupun melalui perangsangan kemoreseptor refleks. Apabila oleh suatu sebab,
kandungan oksigen dalam darah menurun, kemoreseptor dalam pembuluh darah besar
akan mengirimkan inpuls ke pusat pengaturan kerja jantung dan pusat vasomotor.
Sebagai jawaban tampak peningkatan frekuensi denyut jantung disertai
vasokontriksi pembuluh darah. Tetapi apabila O2 dalam darah menurun(hipoksia)
berat terjadi penghambatan kerja jantung. Hiperkapnia (peningkatan kadar CO2
darah) juga akan menggiatkan kerja jantung, disamping itu hiperkapmia secara
langsung mempengaruhi jaras penghantar khusus, menimbulkan efek kronotropik
negatif, dromotropik negatif dan sering akli menimbulkan aritmia jantung.
IV. Jelaskan mekanisme
terjadi penghentikan perdarahan pada kaki kafil !
Hemostasis : Peristiwa
penghentian perdarahan yang dimulai pada waktu pembuluh darah terluka.
Proses :
·
Kontriksi pembuluh darah
·
Pembentukan sumbatan sementara hemostatis tromboosit
·
Perubahan sumbatan menjadi bekuan besar
Kontriksi pembuluh darah
sama denga vasokontriksi lokal yang nyata pada pembuluh darah kecil (arteriol).
Ini disebabkan oleh serotinin dan vasokonstriktor lain yang dilepaskan
trombosit akhirnya melekat pada tdinding pembuluh yang rusak.
Sumbatan sementara
hemostasis : Jika pembuluh darah rusak, endotel rusak, dan lapisan kolagen yang
mendasarinya terbuka, kolagen menarik trombosit-trombosit dan melekat padanya
dan melepaskan serotonin dan ADP. ADP yang cepat menarik trombosit dan
terbentuk sumbatan yang jarang dari masa trombosit. ADP dari sel darah merah
dan jaringa yang rusak dapat juga membantu permulaan masa trombosit.
Reaksi pembekuan darah.
Dasar :
Fibrinogen-------Trombin--------> fibrin.
Mekanisme pembekuan darah
dalam beberapa tahap :
Pembentukan aktifator
protrombin
Konversi protrombin--------
trombin
Konversi fibrinogen
---------fibrin
Reaksi
pembekuan darah :
Sistem intrisik
Inaktif XII
Kolagen
Aktif XII
Inaktif IX
|
Aktif XI
Inaktif X
|
Aktif IX
VIII
Trombosit (Platelet)
Protrombin
|
Aktif X
Ca 2+
Trombosit
Fibrinogen
|
Aktif VII
Trombin
|
Inaktif X
Fibrin (losse)
XIII
Fibrin (Tight)
|
Sistem ekstrinsik
Tissue tromboplastin
Inaktifd VII
|
V. Jelaskan mekanisme
kopensasi sistem cairan tubuh akibat kehilangan sejumlah cairan tubuh pada
waktu berkeringat dan terkencing-kencing, menncakup perpindahan cairan antar
kompartemen !
Ada 3 kompartemen dalam
tubuh yaitu :
1. Plasma darah
(cauran intravaskuler)
2. Cairan
interstisial (bagian cairan ekstrasel yang terdapat diluar sistem vaskuler dan
yang membasahi sel)
3. Cairan intrasel
(cairan sel)
Perpindahan
antar komparetemen (pergerakan cairan) tersebut dipengaruhi oleh berbagai
peroses yaitu : Diffusi, Osmose, Filtrasi, dan Transport aktif.
Mekanisme
kopensasi cairan tubuh pada kasus kafil adalah :
Hipotalamus anterior
ADH meningkat
Rasa haus
|
Terkejut
Pembuluh darah :
Vasokontriksi
Tekanan darah meningkat
Denyut jantung meningkat
|
Medulla oblongata
Sistem saraf simpatis
Medulla adrenal
|
Epineprin
Norepineprin
Kulit
Kel. keringat meningkat
|
1 komentar:
Click here for komentargenu varum bukannya seharusnya kaki o ya?
ConversionConversion EmoticonEmoticon