BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Autisme adalah salah satu epidemik akhir abad 20 yang
belum dapat ditemukan penangkalnya oleh lembaga kesehatan dunia WHO dan lembaga
peduli kesehatan lainnya. Penelitian mengenai kelainan pertumbuhan anaksudah
dilakukan oleh Dr. Longdon Down, hasil penelitiannya dipublikasikan pada tahun
1866 dan tahun 1887, yang memuat gejala umum kelainan pertumbuhan anak atau
sindrom down.
Sebagai orang awam, tidak mudah memahami ciri-ciri penyebab kelainan
pertumbuhan anak tersebut di atas. Yang dapat dilakukan orang tua secara mudah
adalah mengamati pertumbuhan fisik dan tingkat kemampuan gerak anak (merangkak,
berdiri dan berjalan), serta kemampuan anak bercakap-cakap dan berinteraksi
dengan lingkungan terdekat. Pada anak penyandang autsime, umumnya pertumbuhan
fisik anak terlihat wajar dan normal, hanya mengalami beberapa keterbatasan
dalam memfungsikan organ tubuhnya yang secara medis dikenal sebagai:
1.
Anak yang susah berbicara atau
aphasia, umumnya pada usia 14 bulan anak sudah lancar berbicara,
2.
Anak yang tidak dapat atau
sulit menggerakkan badannya karena gangguan saraf motorik atau apraxia,
3.
Anak yang sulit menggerakan
otot-ototnya atau ataxia,
4.
Anak yang tangannya terus
menerus bergerak secara tidak terkendali atau athetoid,
5.
Anak yang mengalami kesulitan
membaca atau dyslexia,
6.
Anak yang mengalami kesulitan
mengucapkan kata yang sulit atau kalimat rumit atau dysphasia,
7.
Anak yang mengalami kesulitan
menggerakkan kaki dan tangan atau dyskinesia,
8.
Anak yang mengalami kelainan
perilaku atau kejiwaan yang berat atau mental psikotik
Ditinjau dari aspek keparahan tingkat kelainannya, dapat disimpulkan
bahwa tingkat kelainan yang paling ringan adalah kelainan perilaku yang umumnya
disandang oleh anak autisme, karena secara kasat mata keadaan pertumbuhan
fisiknya dapat dikatakan normal. Kelainan perilaku seperti suka menyendiri,
selalu menghindar tatap mata, dan terkesan sangat aktif sehingga suka
menyentuh/memegang yang ada disekitarnya. merupakan ciri utama penyandang.
Kesulitan mengembangkan kemampuan berbicara merupakan ciri lain penyandang
autisme yang perlu dicarikan solusi yang tepat.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis merumuskan masalah tentang
autisme pada anak khususnya mengenai interaksi dengan anak autisme termasuk
perawatannya.
C. Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran secara umum tentang anak penyandang
autisme baik tanda maupun gejala – gejalanya.
Tujuan Khusus
- Mengidentifikasi.perilaku anak autisme
- Mengidentifikasi cara berinteraksi anak autisme
- Mengidentifikasi strategi berinteraksi dengan anak autisme
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan pervarsif
yang ditandai dengan gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi,
dan adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku,
minat dan kegiatan, yang terjadi pada anak sebelum berumur tiga tahun.
Autisme
adalah gangguan perkembangan yang kompleks dan disebabkan adanya kelainan otak,
sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku,
kemampuan social, sensoris, dan belajar. Biasanya gejala sudah mulai tampak
pada anak berusia dibawah 3 tahun.(Raharjo, 2002)
Gangguan komunikasi ditandai dengan ketidakmampuan menjalin
interaksi sosial seperti kontak mata sangat kurang ekspresif, muka kurang
hidup, gerak-gerik yang kurang tertuju, tak bisa bermain dengan teman sebaya,
kurangnya empati, serta kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal
balik.
Autisme adalah suatu ketidakmampuan anak
untuk mengerti perilaku, apa yang mereka lihat, dengar yang mengakibatkan
masalah yang cukup berat dalam hubungan sosialnya.
Autisme adalah istilah untuk
sekumpulan gejala/masalah gangguan perkembangan pervasifpada 3 tahun pertama
karena abnormalan pada pusat otak, sehingga terjadi gangguan dalam interaksi
sosial, komunikasi serta prilaku.
B. Penyebab Autisme
Dari penelitian pakar
autisme dapat diklasifikasikan penyebab kelainan pertumbuhan anak kedalam 4
(empat) arus pemikiran, yaitu: kelainan perkembangan otak (brain development
disorder) atau karena kelainan perkembangan saraf (neuro development disorder);
virus, jamur, rubella, herpes toksoplasma dan akibat vaksin MMR, atau
Thimersosal; sistem pencernaan yang kurang baik sehingga rentan terhadap
makanan tertentu; karena faktor keturunan atau genetika misalnya kelainan
kromosom. Selain itu, kelainan perilaku dan kepribadian anak autisme juga dapat
disebabkan oleh kecelakaan, misalnya karena benturan keras (jatuh dan
terpukul), karena demam panas tinggi, atau karena keracunan makanan, minuman
dan atau obat-obatan.
Penyebab autisme belum dapat diketahui secara pasti. Autisme diduga
merupakan gangguan otak karena berbagai sebab, meliputi penyebab genetic atau
biologic dan penyebab lingkungan. Kelainan organik yang terbanyak ditemukan adalah kelainan serebelum
hipokampus, amigdala dan batang otak. Kelainan neuro tyransmiter juga ditemukan
pada penyandang autisme.
C. Gejala Autisme
Gangguan komunikasi ditandai dengan terlambat bicara atau bicara
tetapi tidak digunakan untuk komunikasi, sering menggunakan bahasa yang aneh
dan diulang-ulang, cara bermain yang kurang variatif, kurang imajinatif dan
kurang bisa meniru.
Perilaku autistik ditandai dengan adanya
keterpakuan pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada gunanya,
adanya gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang, dan seringkali sangat
terpukau pada bagian-bagian benda.
Ganguan intelektual diantaranya
adalah IQ di bawa 70%, tapi ada yang IQ di atas 100%(5%).Anak autsme sulit
melakukan tugas yang melibatkan tugas pemikiran simbolis atau empati.
D. Jenis Kelainan Autisme.
a.
Childhood autisme.
a.
Kelianan pertumbuhan anak sejak
lahir sampai 3 tahun.
b.
Atipical autisme.
a.
Kelainan anak mulai 3 tahun.
c.
Rets syndrom.
d.
Childhood disintegratif
disorder
e.
Overaktive disorder assosiated
with mental retardasion and stereotype movement.
f.
Asperger syndrom.
g.
Other pervasif development
disorder.
E. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang bisa di gunakan anak autistik
adalah :
a.
Menarik diri
b.
Regresi
F. Prognosis.
Prognosis pada umumnya buruk,sebagian besar anak akan tidak dapat
berdikari pada usia dewasa. Prognosis berkaaitan dengan intelegensi dan
prilaku
G. Penatalaksanaan atau
Terapi
Untuk melakukan komunikasi dengan anak autisme, kita harus
menggunakan kata yang singkat dan simpel sambil memperlihatkan benda konkrit.
Contoh pada saat anak akan tidur kita katakan "waktunya tidur" sambil
perlihatkan piyama. Contoh lain apabila anak terlalu lama menonton televisi,
kita katakan kalimat yang pendek "Matikan TV", sambil menunjuk televisi.
Ini akan lebih dimengerti dari pada kita katakan "Nak, ibu pikir kamu
terlalu banyak nonton TV".
Kita
harus menggunakan penekanan pada kata kunci, yaitu dengan mengeraskan suara
ketika menggunakan kata kunci, atau dengan menaruh kata kunci di belakang
kalimat. Hal ini karena anak autisme lebih mendengarkan kata-kata terakhir dari
kalimat yang diucapkan.
Kita
juga harus memperlambat ucapan kita supaya anak mengerti. Caranya pertama
ucapkan kalimat dengan suara normal, lalu ulangi dengan lambat dan ada jeda.
Tetapi usahakan ucapan kita terdengar alamiah, jangan terlalu lambat dan jangan
kaku seperti robot, karena nanti anak akan meniru.
Yang
penting apabila kita berkomunikasi dengan anak autisme adalah dengan
memperlihatkan benda konkret, karena anak autisme mengalami kesulitan dalam
memahami konsep abstrak. Contohnya apabila mau naik mobil, perlihatkan kunci
mobil; apabila mau tidur, perlihatkan piyama. Perlihatkan dengan perilaku dan
gerak tubuh, umpamanya menawarkan minum sambil memegang gelas dan mendekatkan
gelas ke mulut seolah-olah sedang minum.
Apabila
sedang membicarakan benda, orang atau tempat, kita tunjuk benda, orang atau
tempat tersebut. Kita dapat memperjelas anak misalnya dengan mengangguk atau
tersenyum waktu mengatakan "ya", menggeleng waktu mengatakan
"tidak".
Kita
juga dapat membantu anak dengan menempel gambar-gambar makanan pada dinding
lemari es atau lemari makan, sehingga anak dapat menunjuk gambar makanan
tersebut bila anak menginginkannya. Kita dapat membuat jadwal kegiatan anak
sehari-hari dengan menempel gambar aktivitas, misalnya gambar orang bangun
tidur, mandi, berpakaian, makan, pergi ke sekolah dengan naik mobil, gambar
sekolah, dan sebagainya.
H. Tahapan komunikasi
Walaupun anak autisme mengalami gangguan dalam berkomunikasi, bukan
berari anak autisme tidak bisa berkomunikasi. Anak autisme tetap melakukan
komunikasi tetapi dengan gaya komunikasi yang berbeda.
Ada
4 tingkatan komunikasi pada anak autisme, yang tergantung dari kemampuan
berinteraksi, cara berkomunikasi, dan pengertian anak itu sendiri. Keempat
tahap tersebut adalah "The Own Agenda Stage", "The Requester
Stage", "The Early Communicator Stage" dan "The Partner
Stage".
Pada tahap pertama (The Own Agenda Stage) anak biasanya merasa tidak
bergantung pada orang lain, ingin melakukan sesuatu sendiri. Anak kurang
berinteraksi dengan orang tua dan hampir tidak pernah berinteraksi dengan anak
lain. Anak juga melihat atau meraih benda yang dia mau. Anak tidak
berkomunikasi dengan orang lain dan bermain dengan cara yang tidak lazim. Anak
juga membuat suara untuk menenangkan diri, menangis atau menjerit untuk
menyatakan protes. Anak suka tersenyum dan tertawa sendiri. Anak pada tahap ini
hampir tidak mengerti kata-kata yang kita ucapkan.
Pada tahap kedua (The Requester Stage), anak mulai dapat
berinteraksi walaupun dengan singkat. Anak menggunakan suara atau mengulang
bebeapa kata untuk menenangkan diri atau memfokuskan diri. Anak meraih yang dia
mau atau menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu. Anak meraih yang
dia mau atau menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu. Apabila anak
diajak bermain yang melibatkan kontak fisik, anak bisa meminta anda untuk
meneruskan permainan fisik dengan melakukan kontak mata, senyum, gerak tubuh
atau suara.Anak kadang-kadang mengerti perintah keluarga dan tahap-tahap
kegiatan rutin di keluarga.
Pada tahap ketiga (The Early Communicator Stage) anak dapat
berinteraksi dengan orang tua dan orang yang dikenal. Anak ingin mengulang
permainan dan bisa bermain dalam jangka waktu lama. Anak meminta anda
meneruskan permainan fisik yang disukai dengan menggunakan gerakan yang sama,
suara, dan kata setiap anda main. Kadang-kadang anak meminta atau merespon
dengan mengulang apa yang anda katakan (echolali).
Anak
juga dapat meminta sesuatu dengan menggunakan gambar, gerak tubuh, atau kata.
Anak mulai dapat memprotes atau menolak sesuatu dengan menggunakan gerak,
suara, kata yang sama. Anak pada tahap ini dapat mengerti kalimat sederhana
atau kalimat yang sering digunakan, mengerti nama benda atau nama orang yang
sehari-hari ditemui, dapat mengatakan "hai" dan "dadah",
dapat menjawab pertanyaan dengan mengatakan ya/tidak, dan dapat menjawab
pertanyaan 'apa itu?"
Pada tahap yang paling tinggi yaitu "The Partner Stage, anak
dapat berinteraksi lebih lama dengan orang lain dan dapat bermain dengan anak
lain. Anak juga sudah dapat menggunakan kata-kata atau metode lain dalam
berkomunikasi untuk meminta protes, setuju, menarik perhatian sesuatu, bertanya
dan menjawab sesuatu. Anak juga dapat mulai menggunakan kata-kata atau metode
lain untuk berbicara mengenai waktu lampau dan yang akan datang, menyatakan
keinginannya dan meminta sesuatu.
Anak
pada tahap ini sudah dapat membuat kalimat sendiri dan melakukan percakapan
pendek. Kadang-kadang anak mengulanginya membetulkan apa yang dikatakannya
ketika orang lain tidak mengerti. Anak pada tahap ini sudah lebih banyak
mengerti perbendaharaan kata-kata.
Tetapi
pada tahap Partner Stage ini, anak masih punya kesulitan dalam
berkomunikasi. Umpamanya anak berhenti bermain dengan anak lain bila tidak
mengetahui apa yang harus dilakukan, seperti dalam pemainan imajiner yang
mengandung banyak pembicaraan atau bermain pura-pura. Anak juga akan
menggunakan echolali (menirukan perkataan orang lain) bila dia tidak
mengerti perkataan orang lain atau bila dia tidak dapat membuat kalimat.
Anak
pada tahap akhir ini masih mengalami kesulitan dalam mengikuti percakapan. Cara
mengatasi kesulitan ini adalah dengan merespon orang dengan berinisiatif
bercakap-cakap sendiri, berusaha bercakap-cakap dengan topik yang disukai. Anak
mungkin melakukan kesalahan tata bahasa terutama kata ganti, sepeti kamu, saya,
dia. Anak akan bingung bila percakapan terlalu rumit atau orang tidak berkata
langsung padanya.
Anak
juga dapat mengalami kesulitan dengan aturan percakapan. Anak tidak tahu
bagaimana memulai dan mengakhiri percakapan, tidak mendengar perkataan orang
lain, tidak bisa fokus pada satu topik, tidak berusaha mengklarifikasi
perkataan yang tidak dimengerti orang dan memberi terlalu sedikit detail atau
terlalu banyak detail. Anak mungkin tidak paham isyarat sosial yang diberikan
orang lain melalui ekspresi wajah atau bahasa tubuh dan tidak mengerti humor
atau permainan kata-kata.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Seorang anak terlihat menarik-narik tangan
ibunya dan menempelkan tangan ibunya ke kaleng biskuit yang terletak di lemari
makanan. Ibunya langsung paham, dengan cepat sang ibu membuka kaleng biskuit
dan memberikannya pada sang anak.
Sepintas tak ada yang aneh, tapi kalau diperhatikan lebih seksama
anak itu tidak pernah melihat pada wajah atau mata ibunya selama dia
menarik-narik tangan. Juga pada waktu kue itu diberikan kepadanya, anak itu
tidak melihat kepada ibunya atau menunjukkan mimik senang sebagai tanda ucapan
terima kasih.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Gangguan kemampuan berkomunikasi pada anak autisme,
biasanya ditunjukkan dengan keterlambatan bicara, tonggak yang biasanya dipakai
para ahli perkembangan anak adalah 1,6 - 2 tahun anak belum mampu mengucapkan
kurang lebih 25 kata atau dia hanya mampu mengucapkan 'bahasa planet' yang
berupa kata-kata atau kalimat yang tidak ada artinya. Mereka seringkali hanya
mampu membeo, menirukan perkataan orang lain tanpa tahu artinya bahkan sering
mampu menghapal lagu atau iklan yang didengarnya, tetapi tidak memahami
maknannya, tidak mampu merangkai kalimat sendiri, tidak mampu memulai
komunikasi, berkomunikasi timbal balik dan sering tidak memahami perintah.
Intonasi dan ritme vokalnya sering terdengar aneh dan kaku, tidak seperti yang
ditunjukkan anak-anak lainnya. Anak akan didiagnosis
autisme bila minimal memiliki satu gejala dari kelompok ini.
Melihat kasus diatas, anak tersebut tergolong sebagai anak
penyandang autisme. Karena perilaku yang dimunculkan oleh anak tersebut
terhadap ibunya merupakan salah satu ciri atau tanda anak yang menyandang
autisme dan ciri diatas menunjukkan salah satu cara interaksi anak autisme
dengan orang lain.
Untuk melakukan komunikasi dengan anak autisme, kita harus
menggunakan kata yang singkat dan simpel sambil memperlihatkan benda konkrit.
Kita harus menggunakan penekanan pada kata kunci, yaitu dengan mengeraskan
suara ketika menggunakan kata kunci, atau dengan menaruh kata kunci di belakang
kalimat. Hal ini karena anak autisme lebih mendengarkan kata-kata terakhir dari
kalimat yang diucapkan. Kita juga harus memperlambat ucapan kita supaya anak
mengerti. Caranya pertama ucapkan kalimat dengan suara normal, lalu ulangi
dengan lambat dan ada jeda. Tetapi usahakan ucapan kita terdengar alamiah,
jangan terlalu lambat dan jangan kaku seperti robot, karena nanti anak akan
meniru. Selain itu kita dapat menggunakan alat bantu visual untuk berkomunikasi
dengan anak autisme, karena alat bantu visual dapat dipakai untuk meningkatkan
cara berkomunikasi anak autisme. Anak yang pasif diharapkan menjadi aktif,
tahap komunikasi anak dapat ditingkatkan. Dan anak yang belum bicara
(nonverbal) dapat dirangsang untuk dapat mengeluarkan suara
(verbal).Bagaimanapun, komunikasi adalah kebutuhan semua orang, tak terkecuali
anak autisme.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Gejala anak autisme antara lain
; terlambat bicara, banyak meniru perkataan yang pernah didengarkan, sering
menggunakan bahasa yang aneh dan diulang – ulang, menolak dan menghindari tatap mata, cara
bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan sukar meniru.
2.
Perilaku autistik ditandai
dengan adanya keterpakuan pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas
yang tak ada gunanya, adanya gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang,
dan seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.
3.
Anak autis berinteraksi dengan
menggunakan gerakan atau tingkah laku yang aneh dan tidak jelas misalnya dengan
menarik – narik baju orang lain atau ibunya atau dengan memukul dan sangat sedikit bicara.
4.
Strategi berkomunikasi dengan
anak autisme adalah
a)
Kita harus menggunakan kata
yang singkat dan simpel sambil memperlihatkan benda konkrit.
b)
Kita harus menggunakan
penekanan pada kata kunci, yaitu dengan mengeraskan suara ketika menggunakan
kata kunci, atau dengan menaruh kata kunci di belakang kalimat.
c)
Kita juga harus memperlambat
ucapan kita supaya anak mengerti.
d)
Kita menggunakan alat bantu
visual untuk berkomunikasi
B. Saran
1.
Komunikasi adalah kebutuhan
semua orang termasuk anak autisme, jadi bantulah mereka dalam berkomunikasi
dengan baik.
2.
Berkomunikasi dengan anak
autisme memang sulit, maka gunakanlah bahasa yang mudah dimengerti oleh mereka.
3.
Sebagai orangtua harus sabar,
jangan pernah menyerah dan terus berusaha.
DAFTAR PUSTAKA
1.
www.Google.com.
Berinteraksi Dengan Anak Autisme oleh dr.
Gemah Nuripah Diakses tanggal 25 Januari 2004.
2.
www.Google.com. Peduli
Autisme.org
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak- rata-rata perkembangan mereka
lebih lambat dari anak yang normal. Kelambatan perkembangan bisa meliputi
kemampuan motorik, berbahasa dan juga kemampuan dalam membina hubungan sosial.
anak yang menderita sindroma Down biasanya cukup mudah dikenali. Mereka
mempunyai berbagai ciri rupa yang berbeda dari orang kebanyakan. Misalnya,
ukuran tubuh mereka biasanya lebih kecil dan mudah menjadi gemuk. Selain itu,
mereka juga memiliki berbagai ciri lain yang cukup mudah dikenali.
Para penderita sindroma Down dapat mengalami berbagai
gangguan pada perkembangan fisik maupun kognisi. Kelainan-kelainan yang
diderita bisa bervariasi antara satu penderita dan penderita lainnya. Tapi
umumnya, kecepatan rata-rata perkembangan mereka lebih lambat dari anak yang
normal. Kelambatan perkembangan bisa meliputi kemampuan motorik, berbahasa dan
juga kemampuan dalam membina hubungan sosial. Seperti halnya dengan anak yang
menderita autisme , anak yang menderita sindrom down juga memerlukan perhatian
khusus dari semua orang.
B. Rumusan Masalah
Dalam laporan ini, penulis meruskan masalah tentang
Asuhan Keperawatan pada anak yang menderita sindrom down.
C. Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran secara umum tentang anak yang
menderita sindrom down.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi gejala anak yang menderita sindrom
down.
2. Mengidentifikasi penyebab anak yang menderita sindrom
down.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. KONSEP DASAR
1.
Definisi
Sindrom down adalah suatu penyakit individu yang dapat dikenali fenotipnya dan
mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom
21 yang berlebih.
2. Epidemologi
Sindrom down merupakan kelainan kromosom autosoma yang paling banyak terjadi
pada manusia. Diperkirakan angka kejadiannya terakhir adalah 1,0 - 1,2 per
seribu kelahiran hidup, dimana 20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6/1000.
Penurunan ini berkaitan dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang berumur.
Diperkirakan anak dengan sindrom down dilahirkan oleh ibu diatas 35 tahun.
Sindrom down biasa
terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa kulit
putih lebih tinggi dari pada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna.
Sedangkan angka kejadian pada berbagai golongan social ekonomi adalah sama.
3. Etiologi
a.
Genetik
Adanya resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak
dengan sindrom down.
b.
Radiasi
Menurut penelitian sekitar 30 %
ibu yang melahirkan anak dengan sindrom down, pernahmengalami radiasai di
daerah perut sebelum tarjadinya konsepsi.
c.
Infeksi
Infeksi merupakan salah
satu factor penyebab sindrom down, tapi belum ada penelitiaan yang mampu
memastikan bahwa virus dapat menyebabkan terjadinya non disjunction.
d.
Autoimun
Menurut salah satu penelitian
autoimun yang berkaitan dengan auto antibody tiroid ibu yang melahirkan anak
dengan sindrom down berbeda dengan ibu kontrol yang umurnya sama.
e.
Umur Ibu
Umur ibu bila diatas 35 tahun,
diperkirakan ada perubahan hormonal yang dapat menyebabkan non disjunction pada
kromosom. Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekrewsi androgen, menurunnya
kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsetrasi estradiol sistemik, perubahan
konsentrasi rese4ptor hormone, dan peningkatan secara tajam kadar LH dan FSH
secara tiba – tiba sebelum dan sesudah menopause, dapat meningkatkan
kemungkinan disjunction.
f.
Umur Ayah
Penelitian sitogenetik pada orang tua dari anak dengan
sindrom down mendapatkan bahwa 20 – 30 % kasus ekstra kromosom 21 bersumber
dari ayahnya, tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.
4. Gejala klinis
Berat badan pada waktu lahir bayi
dengan sindrom down pada umumnya kurang dari normal. Diperkirakan 20 % kasus
mempunyai berat badan lahir 2500 gr atau kurang. Komplikasi pada neonatal lebih
sering dari pada bayi yang normal.dengan bertambahnya umur anak ditemukan
adanya karakteristik yang berubah seperti lekukan epikantus atau jaringan tebal
sekitar leher akan berkutrang dengan bertambahnya umur anak. Sebaliknya celah
lidah yang dalam atau kelainan pada gigi akan nampak jelas dengan bertambahnya
umur anak. Demikian pula dengan retardasi mental ataupun perawakan pendek akan
bertambah jelas dengan bertambahnya umur anak.
5. Tumbuh kembang
anak dengan sindrom down
Pola pertumbuhan fisik anak sindrom
down dapat berkisar dari anak yang sangat pendek sampai yang tinggi diatas rata
– rata. Dari anak yang beratnya kurang sampai yang obesitas. Kemampuan
intelektual anak yaitu dari anak yang retardasi mental sampai yang
intelegensinya normal. Prilaku dan emosi juga bervariasi dapat lemah dan tidak
aktif, sedangkan yang lainnya agresif dan tidak hiperaktif.
Kecepatan pertumbuhan fisik anak dengan sindrom down
lebih rendah dari pada anak yang normal. Perlu dilakukan pemantauan
pertumbuhannya secara berkelanjutan pada anak tersebut, karena sering disertai
juga hipotiroid. Selain itu, anak dengan sindrom down yang disertai masalah
pada saluran pencernaan atau dengan penyakit jantung bawaan yang berat, juga
lebih pendek jika dibandingkan dengan yang tanpa komplikasi.
Ganguan makan dengan kelainan konginetal, berat badan anak
sulit naik pada masa bayi atau prasekolah. Tetapi setelah masa sekolah atau
pada masa remaja lebih sering terjadi obesitas. Perkembangan anak dengan
sindrom down lebih lambat dari anak normal.
6. Diagnosis
Diagnosis pada sindom down
berdasarkan atas adanya gejala – gejala klinis yang khas, serta ditunjang oleh
pemeriksaan kromosom. Pada pemeriksaan radiology, didapatkan brachycephalic, sutura dan fontanela
yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut
asetabular yang lebih lebar, terdapat pada 87% kasus.
Pemeriksaan kariotiping pada semua penderita sindrom down adalah untuk mencari
adanya translokasi kromosom. Kemungkinan terulangnya kejadian sindrom down yang
disebabkan oleh translokasi kromosom adalah 5 – 15 %, sedangkan kalau trisomi hanya 1%.
Diagnosis antenatal dengan
pemeriksaan cairan amnion atau vilicorionik,
dapat dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bualn. Diagnosis antenatal perlu
pada ibu hamil yang berumur lebih dari 35 tahun, atau pada ibu yang sebelumya
melahirkan anak dengan sindrom down. Bila didapatkan janin yang dikandung
mangalami sindrom down maka dapat ditawarkan terminasi kehamilan pada orang
tuanya. Pemeriksaan sindrom down secara klinis pada bayi seringkali meragukan ,
maka pemeriksaan dermatoglifik (sidik
jari, telapak tangan dan kaki) pada sindrom down menunjukkan adanya gambaran
yang khas.
7.
Penatalaksanaan
I.
Medis
a.
Pendengaran
70 – 80 % dilaporkan terdapat
ganguan pendengaran, oleh karenanya diperlukan adanya pemeriksaan telinga sejak
awal kehidupan, serta dilakukan tes pendengaran secara berkala oleh ahli THT.
b.
Penyakit jantung bawaan
30 – 40 % disertai dengan
penyakit jantung bawaan. Mereka memerlukan penanganan jangka panjang oleh ahli
jantung anak.
c.
Nutrisi
Beberapa kasus, terutam
yang disertai kelainan konginetal yang berat lainnya, akan terjadi gangguan
pertumbuhan pada masa bayi atau prasekolah. Ada juga kasus justru terjadi
obesitas pada masa remaja atau setalah dewasa. Serhingga diperlukan kerjasama
dengan ahli gizi.
d.
Penglihatan
Anak dengan kelainan ini
sering disertai gangguan penglihatan atau katarak. Sehingga perlu evaluasi
secara rutin oleh ahli mata.
e.
Kelainan tulang
Kelainan tulang mencakup
dislokasi platela, subluksasio pangkal paha atau ketidakswetabilan
atlantoaksila.bila keadaan yang terakhir ini sampai menimbulkan depresi medulla
spinalis, atu apabila anak memegang kepalanya seperti tortikolis, maka
diperlukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spinaservikalis dan
diperlukan konsultasi neurologist.
f.
Lain – lain
Aspek medis lainnya yang
memerlukan konsultasi dengan ahlinya, meliputi masalah imunologis, gangguan
fungsi metabolisme atau kekacauan biokimiawi.
8. Pendidikan
1.
Intervensi dini
2.
Teman bermain atau taman
3.
kanak – kanak
4.
Pendidikan khusus (SLB-C)
9. Penyuluhan
pada orangtua
Begitu diagnosa ditegakkan, para
dokter harus menyampaikan hal ini secara bijaksana dan jujur. Penjelasan
ppertama sangat menentuikan adaptasi dan sikap orangtua selanjutnya. Dokter
harus menyadari bahwa pada waktu memberi penjelasan, yang pertama kali reaksi
orangtua sangat bervariasi walaupun menyampaikan masalah sindrom down akan
menyakitkan bagi orangtua penderita, tetapi ketidakterbukaan justru akan dapat
meningkatkan isolasi atau harapan – harapan yang tidak mungkin dari
orangtuanya.
10. Prognosis
44 % kasus dengan sindrom down hidup
sampai 60 tahun, dan 14 % sampai umur 68 tahun. Berbagai factor berpengaruh
terahadap harapan hidup penderita. 80 % kejadian penyakit jantung bawaan pada
penderita ini mengakibatkan kematian. Selain itu, pada hal lain yang lebih
sedikit pengaruhnya pada harapan hidup penderita adal;ah leukemia. Timbulnya
penyakit Alzeimer yang lebih dini pada kasus ini akan menurunkan harapan hidup
setelah umur 44 tahun. Selain itu, penderita juga rentan terhadap penyakit
infeksi.
11. Pencegahan
Konseling genetik maupun
amniosintesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat membantu angka kejadian sindrom down. Saat ini dengan
kemajuan teknologi molekular, misalnya dengan gene targeting.
Down syndrom adalah indivdu yang dapat
dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, dimana adanya
kelebihan kromoson yang tiap-tiap pecahan sel dari awal tidak lagi be pasangan
dengan sempurna. Syndrom sering di sebut Down syndrom trisomi 21.
B. PENGKAJIAN
1. Selama masa neonatal yang perlu di kaji :
a.
Setabilitas suhu
b.
Kesulitan pemberian makan .
c.
Penyesuaian orang tua terhadap
diagnosis
d.
Adanya kelainan yang
berhubungan dengan system jantung, pernafasan dan system GI
e.
Kemampuan orang tua untuk
merawat bayi yang baru lahir.
2. Pengkajian
kemampuan kognitif dan perkembangan mental menggunakan standar usia dengan Tes
Pendengaran dan penglihatan
3. Pengkajian terhadap kemampuan anak
berkomunikasi.
4. Pengkajian terhadap kemampuan motorik
5. Penyesuaian terhadap diagnosis dan kemampuan
perkembangan mental anak
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Perubahan termoregulasi
terhadap hipotonik otot dan postur yang melebar.
2.
Perubahan nutrisi : kurang dari
kebutuhan yang berhubungan dengan
kesulitan pemberian makan karena lidah yang menjulur dan langit-langit /
palatum yg tinggi
3.
Tidak efektifnya koping
keluarga yang berhubungan dengan besarnya tekanan emosional dan finansial untuk
merawat anak tidak normal secara kognitif. Kondisi kronis dan kesediaan karena
kehilangan anak yang “sempurna”
4.
Deficit pengetahuan (orangtua )
yang berhubungan dengan perawatan neunatus atau infant di rumah
D. INTERVENSI
1. Anak akan menjaga suhu tubuh
normal dan tidak akan menggalami pernafasan yang membahayakan yang berhubungan dengan
hipothemia
2. Anak akan mengkonsumsi nutrisi
yang memadai yang ditujukan oleh berat normal dan hidrasi yang memadai ganti
popok / hari, turgor baik kelembapan membran mukosa
3. Keluarga turut berperan dalam
perawatan anak, sikap yg santai dan kemampuan untuk mendiskusikan rencana realistis
untuk masa depan anak
3. Keluarga mengerti kebuthuan bayi dengan down syndrom dan
mendemontrasikan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
E. IMPLEMENTASI
1. Menyediakan pengaturan suhu yang memadai
a.
Memonitor suhu tubuh tiap jam
pada 6 jam pertama setelah kelahiran dan sesudahnya 4 jam sekali
b.
Menempatkan bayi yang baru
lahir dalam pemanas sampai suhu tubuh mencapai
36,6 c
c.
Menempatkan bayi dengan selimut
yang hangat dan menempatkan dalam posisi menyamping
d.
Memonitor pertambahan angka respirasi,
indicator trauma dingin lainnya
2. Menyediakan nutrisi
yang memadai .
a.
Menilai kemampuan anak untuk
menelan .
b.
Mengubah kelembutan putting
susu yang di perlukan untuk menelan
c.
Mendudukan bayi dengan tegak di
pangkuan saat memberi makan dan sendawa
yang sering ( kemungkinan meneguk lebih banyak udara di banding bayi
normal)
d.
Tidurkan miring setelah makan
e.
Mengintruksikan pada orang tua
teknik memberi makan yang baik, mendukung mereka saat memberi makan dan
mengevaluasi kemampuan orang tua saat memberi makan kepada bayi
3. Menguatkan Ikatan orang tua
–anak
a.
Mendorong orang tua untuk
mengungkapkan perasaan, rasa takut perhatian dan rasa bersalah
b.
Menilai pengertian orang tua
terhadap kondisi anak .
c.
Menjadi pendengar yang aktif ,
mendorong ortu untk bertanya lalu menjawabnya
d.
Mendorong partisipasi aktif
orangtua dalam perawatan anak semasa di RS dan memberikan dukungan dan bantuan
yang positif .
e.
Memberikan atau membuat
penerimaan masyarakat secara layak
4. Meningkatkan pengertian orangtua
terhadap kebutuhan anak .
BAB III
TNJAUAN KASUS
Satu tahun lamanya Mira mengalami syok karena putri bungsunya
menyandang sindroma down. Bila orang memandang anaknya dengan tatapan
aneh, langsung ia disergap perasaan tak nyaman, bagaimana perjuangan orangtua
mendampingi si kecil dengan kekurangan yang dianggap kutukan itu.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Bagi orang awam
kehadiran anak yang menderita sindrom down memang dirasakan dan dianggap
sebagai anak yang aneh. Bahkan mereka menganggapnya sebagai suatu kutukan. Hal
ini tentunya merupakan suatu beban tersendiri bagi orangtuanya lebih – lebih
bagi anaknya. Kasus diatas menunjukkan bahwa bagaimana stressnya sebagai
orangtua dari anak yang menderita sindrom down, yang dianggap orang – orang sebagai
kutukan.
Berdasarkan teori
yang ada, dikatakan bahwa anak yang menderita sindrom down bukanlah suatu
kutukan melainkan karena adanya kelainan biologis yang terjadi pada anak
tersebut. Jadi anggapan orang – orang terhadap anak yang menderita simdrom down
adalah suatu kutukan adalah tidak dibenarkan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Bahawa kemungkinan penyebab
anak menderita sindrom down adalah Genetik, Radiasi, Infeksi, Autoimun, Umur
Ibu, Umur Ayah.
2.
Bahwa gejala klinis dari anak
yang menderita sindrom down adalah Berat badan pada waktu lahir bayi dengan
sindrom down pada umumnya kurang dari normal. Diperkirakan 20 % kasus mempunyai
berat badan lahir 2500 gr atau kurang. Komplikasi pada neonatal lebih sering
dari pada bayi yang normal.dengan bertambahnya umur anak ditemukan adanya
karakteristik yang berubah seperti lekukan epikantus atau jaringan tebal
sekitar leher akan berkutrang dengan bertambahnya umur anak.
B. Saran
1.
Dalam memberiakan asuhan
keperawatan pada anak sindom down seharusnya disesuaikan dengan kemampuan si
anak.
2.
Sebagai seorang manusia yang
mempunyai hati nurani harus pandai bersyukur.
3.
Sebagai orang tua kita harus
tabah dan sabar dalam menghadapi segala cobaan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
www.Google.com.
Klinikku oleh dr. Iwan S. Handoko. Diakses tanggal 21Januari 2003.
2.
www.Google.com. Diakses tanggal 18 Februari 2003. PT. Kompas
Cyber Media.
ConversionConversion EmoticonEmoticon