LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE
1.1 Pengertian
1.1.1 CVA disebut juga stroke adalah suatu gangguan neurologis akut,
yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah ke otak dimana secara
mendadak (dalam beberapa detik), atau secara tepat (dalam beberapa jam) timbul
gejala dan tanda sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu. (Prof. Dr.
dr. B. Chandar, hal 181)
1.1.2 Stroke merupakan cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi
aliran darah otak, (Elisabeth, J, Corian, hak 181)
1.1.3 CVA merupakan gangguan sirkulasi cerebral dan sebagai salah
satu manifestasi neurologi yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat
adanya gangguan suplay dalam ke otak (Depkes RI 1996, hal 149)
1.2 Klasifikasi
CVA pada dasarnya dibagi 2
kelompok besar
1.2.1 Stroke Iskemik
Secara patogenesis dibagi menjadi
1) Stroke trombolik
Yaitu stroke yang disebabkan karena tombosis di
arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri media
Stroke jenis ini sering dijumpai pada kelompok
usia 60 - 90 tahun. Serangan gejala CVA sekunder dari trombosis sering datang
pada waktu tidur atau waktu mulai bangun
2) Stroke
embolik
Yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
emboli yang pada umumnya berasal dari jantung.
Emboli biasanya mengenai pembuluh-pembuluh kecil
dan sering dijumpai pada titik bifurkasi dimana pembuluh darah menyempit.
Stroke iskemik secara lazim dibagi menjadi :
1) TIA
(Transient Iskhemik Attach)
Gangguan neurologik yang timbul secara tiba-tiba
dan menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam (tidak melebihi 24 jam)
Disfungsi neurologi bisa sangat parah disertai
tidak sadar sama sekali dan hilang fungsi sensorik serta fungsi motorik.
2) RIND
(Reversible Iskhemic Neurologic Deficit)
gejala neurologik menghilang dalam waktu lebih 24
jam
3) Progressive
Stroke
Gejala neurologik bertambah lama bertambah berat
4) Completed
Stroke
Gejala neurologik dari permulaan sudah maksimal
(stabil)
1.2.2 Stroke
hemoragik, dibagi menjadi
1) Perdarahan
Intraserebral
yaitu perdarahan di dalam jaringan otak
2) Perdarahan
subaraknoid
Yaitu pendapatan di ruang subaraknoid yang
disebabkan oleh karena pecahnya suatu aneurisma atau arterio - venosus
mallformation (AUM)
1.3 Etiologi
1.3.1 Thrombosis
Otak
Thrombosis merupakan penyebab yang paling umum ari
CVA dan yang paling sering menyebabkan thrombosis otak adalah atherosklerosis.
Penyakit tambahan yang paling sering kali dijumpai pada trombosis hipotensi da
tipe lain-lain cidera vaskuler seperti arteritis.
1.3.2 Emboli
Serebral
Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak, oleh
bekuan darah atau lemak, udara pada umumnya emboli berasal dari trombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem nyeri serebral. Emboli serebral pada
umumnya berlangsung cepat dan gejala yang timbul kurang dari 10 - 30 detik.
1.3.2 Perdarahan
Intraserebral
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak, hal
ini terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Keadaan ini pada umumnya
terjadi pada usia di atas 50 tahun sehingga akibat pecahnya pembuluh darah
arteri otak.
1.3.4 Ruptura
Aneurisma Sekuler (Gerry)
Merupakan lepuhan yang lemah dan berdinding tipis
yang menonjol pada tempat yang lemah.
1.4 Tanda dan Gejala
1.4.1 Serangan
iskemik sepintas
Berlangsung hanya beberapa menit, sembuh dengan
sempurna dan tidak terdapat gangguan neurologis yang menetap
1.4.2 Iskomia
pada hemisfer serebral
- Kelemahan
wajah bagian bawah, jari-jari tangan, lengan dan tungkai, kontralateral dan
singkat.
- Nyeri
pegal pada bagian tubuh kontralateral terhadap tempat iskemia
1.4.3 Iskemia pada batang otak
- Ditandai
dengan vertigo, tinitus, diplopia, disartia, dipsnoe, iskemia arteri, arteri
vertebralis.
- Potensial
untuk terjadinya iskemik reversibel
1.4.4 Gangguan neurologi iskemik reversibel
Berlangsung lebih lama dengan kesembuhan tetapi
dan gangguan minimal
1.4.5 Stroke involution
Gangguan neurologi tambahan yang terjadi secara
berangsur-angsur bisa bertambah buruk atau terbentuknya kelainan baru
1.4.6 Stroke
lengkap
Gangguan neurologi menetap, menentukan infark pada
jaringan otak.
.5 Patofisiologi
Usila
|
Bekuan darah,
Lemak udara
|
Arterosklerosis,
hypertensi
|
|||||
Ô
|
Ô
|
Ô
|
|||||
Penurunan
aktivitas simpatis
|
Penyempitan
pembuluh
|
Tekanan
pembuluh darah
|
|||||
Ô
|
Darah otak
|
Ô
|
|||||
Penurunan
tekanan darah
|
Ô
|
Aneurisma
|
|||||
Ô
|
Emboli
|
Ô
|
|||||
Suplay darah
otak menurun
|
|
Pecahnya
pembuluh darah
|
|||||
Ô
|
|
Ô
|
|||||
Iskhemi jaringan
otak
|
|
Perdarahan
intraserebral
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
|
|
|||||
|
Gangguan
sirkulasi serebral
|
|
|||||
|
Ô
|
|
|||||
|
Perubahan
perfusi jaringan serebral
|
|
|||||
|
Ô
|
|
|||||
|
Gangguan pada
otak sbg pusat koordinasi tubuh
|
|
|||||
|
Ô
|
|
|||||
|
Gangguan
semua sistem
|
|
|||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
N. VII
|
Gangguan
transmisi
|
Gangguan
koordinasi otak
|
N. X
|
||||
Ô
|
Ô
|
Ô
|
Ô
|
||||
Kerusakan komunikasi verbal
|
Persepsi
sensori
|
Kelemahan
|
Kerusakan
menelan
|
||||
|
Ô
|
Ô
|
|
||||
|
Perubahan
persepsi sensori
|
Kerusakan
mobilitas fisik
|
|
||||
|
|
Ô
|
|
||||
|
|
Kurang
perawatan
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
||||
|
- Gangguan harga diri
- Kurang pengetahuan
|
|
|||||
.6 Prognosa
1.6.1 Tergantung
pada luas jaringan yang mengalami infark
1.6.2 30 - 40% penderita pada TIA lebih dari satu kali mengalami
infark serebral dalam 5 tahun
1.6.3 TIA yang amat sering, seringkali jinak
1.7 Komplikasi
1.7.1 Dini (0-48 jan pertama)
Odema serebri, defisit neorologis memperberat,
mengakibatkan peningkatan TIK, herniasi dan akhirnya kematian
1.7.2 Jangka
pendek
Pnemonia (akibat imobilisasi) infark miokard,
emboli paru (cenderung terjadi 7-14 hari paska stroke)
1.8 Pemeriksaan Penunjang
1.8.1 CT-Scan
Akan dapat menemukan daerah yang kepadatannya
menurun, digunakan untuk membedakan adanya perdarahan infark, iskemia, hematom,
odema.
1.8.2 Angiografi
Gunakan mencari penyumbatan darah dan menentukan
penyebab stroke
1.8.3 Position
Scanning
Untuk memberikan gambaran metabolisme cerebral
1.8.4 Pungsi
Lumbal
Menunjukkan adanya tekanan normal
1.8.5 EEG
Untuk melihat area yang spesifik dari lesi otak
1.8.6 Ultra
Sonografi
Mengidentifikasi penyakit arterio vena, arterio
sklerosis
1.8.7 Sinar
- X Tengkorak
Klasifikasi partial penyakit arterio vena, arterio
sklerosis
1.8.8 Teknik
Doppler
Untuk mengetahui arteri sklerosis yang rusak
1.9 Penatalaksanaan
1.9.1 Empat tujuan pengobatan, menyelamatkan jiwa, membatasi kerusakan
otak, mengurangi ketergantungan dan deformitas, mencegah terjadinya penyakit.
1.9.2 Pertahankan agar jalan nafas selalu bebas, pemberian cairan
elektrolit dan kalori adekuat, hindari ulcus decubitus
1.9.3 Larutan urea hipertonik 1 - 1,5 9 /Kg, IV
1.9.4 Rehabilitasi dan latihan termasuk fisioterapi, tetapi pekerjaan
dan terapi biara
1.9.5 Obat dari koagulan
1.9.6 Tirah baring dan penurunan rangsangan eksternal
2. ASUHAN
KEPERAWATAN STROKE
2.1 Pengkajian
Data yang dikumpulkan akan bergantung pada letak,
keparahan, durasi patologi.
2.1.1 Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan faktor resiko,
keadaan biopsiko-sosio-spiritual
2.1.2 Aktivitas / istirahat
Gejala : Kesulitan
untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralisis
Tanda : gangguan
tonus otot dan kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran
2.1.3 Sirkulasi
Gejala : adanya
penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural,
Tanda : Hipertensi,
frekuensi nadi bervariasi disritmia
2.1.4 Integritas Ego
Gejala : perasaan
tidak berdaya, putus asa
Tanda : emosi
yang labil, kesulitan untuk mengekspresikan diri
2.1.5 Eliminasi
Gejala : perubahan
pola berkemih, distensi abdomen
2.1.6 Makanan / Cairan
Gejala : nafsu
makan hilang, mual muntah, kehilangan sensasi, adanya riwayat diabetes,
peningkatan lemak dalam darah
Tanda : kesulitan
menelan, obesitas
2.1.7 Neurosensori
Gejala : pusing,
nyeri kepala, penglihatan menurun, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda : status
mental / tingkat kesadaran : coma ekstremitas lemah, paralise wajah, aphasia,
pendengaran, reflek pupil dilatasi
2.1.8 Nyeri / kenyamanan
Gejala : sakit
kepala
Tanda : tingkah
laku yang tidak stabil, gelisah
2.1.9 Pernafasan
Gejala : merokok
(faktor risiko)
Tanda : batuk,
ketidakmampuan menelan, hambatan jalan nafas, ronki
2.1.10 Keamanan
Gejala : gangguan
dalam penglihatan perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, gangguan
berespon terhadap panas dan dingin.
2.1.11 Interaksi Sosial
Tanda : gangguan
dalam berbicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
2.1.12 Penyuluhan
Gejala : adanya
riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi
2.2 Diagnosa dan intervensi keperawatan
2.2.1 Perubahan
perfusi jaringan
1) Dapat dihubungkan dengan : interupsi aliran darah, vasospasme
serebral, edema serebral
2) Kemungkinan dibuktikan oleh : perubahan tingkat kesadaran,
perubahan dalam respon motorik/sensorik; gelisah, perubahan tanda-tanda vital.
3) Kriteria Evaluasi
- Mempertahankan
tingkat kesadaran fungsi kognitif dan motorik / sensori
- Mendemontrasikan
tanda-tanda vital stabil.
4) Intervensi keperawatan
(1) kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab
terjadinya koma atau menurunnya perfusi jaringan otak
R/
mempengaruhi intervensi
(2) Catat status neurologis dan bandingkan dengan keadaan normal
R/
mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi luas dan kemajuan kerusakan SSP
(3) Pantau tanda-tanda vital
R/ reaksi mungkin terjadi oleh karena tekanan /
trauma serebral pada daerah vasomotor otak
(4) Evaluasi pupil : ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi
terhadap cahaya
R/ reaksi pupil berguna dalam
menentukan apakah batang otak tersebut masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil
ditentukan oleh keseimbangan antara persyaratan simpatis dan parasimpatis yang
mempersarafinya
(5) Catat perubahan dalam penglihatan : kebutuhan, gangguan
lapang pandang
R/
gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena dan
mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan
(6) Kaji fungsi bicara jika pasien sadar
R/
perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi
(7) Letakkan kepala engan posisi agak ditinggikan dan dalam
posisi anatomis
R/
menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi
(8) Pertahankan keadaan tirah baring : ciptakan lingkungan yan
tenang
R/
aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK, istirahat dan ketenangan
diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik
(9) Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang
memaksa
R/
manuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko terjadinya
perdarahan
(10) Kaji adanya kedutan, kegelisahan yang meningkat, peka rangsang
dan serangan kejang
R/
merupakan indikasi adanya meningeal kejang dapat mencerminkan adanya
peningkatan TIK /trauma serebral yang memerlukan perhatian dan intervensi
selanjutnya.
Kolaborasi
- Beri
oksigen sesuai indikasi
- Beri
obat sesuai indikasi anti koagulasi, antifibrolitik, antihipertensi
- Pantau
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
2.2.2 Kerusakan mobilitas fisik
1) Dapat dihubungkan dengan : keterlibatan neuromuskuler kelemahan,
parestesia, kerusakan perseptual/kognitif
2) Kemungkinan dibuktikan oleh : ketidakmampuan bergerak dengan
tujuan dalam lingkungan fisik, kerusakan koordinasi
3) Kriteria evaluasi
- Mempertahankan
posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tak adanya kontraktur
- Meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena
- Mendemonstrasikan
teknik yang memungkinkan melakukan aktivitas
- Mempertahankan
integritas kulit
4) Intervensi keperawatan
(1) kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas secara
fungsional / luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur
R/
mengidentifikasi kekuatan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan
(2) Ubah posisi pasien etiap 2 jam
R/
menurunkan risiko terjadinya trauma / iskemia jaringan
(3) Letakkan pasien pada posisi telungkup satu kali atau dua
kali sehari jika pasien dapat mentoleransinya
R/
membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional
(4) Latih pasien untuk melakukan pergerakan ROM atif dan pasif
untuk semua ekstremitas
R/ : Meminimalkan
atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur
(5) Gunakan penyangga dengan ketika pasien berada dalam posisi
tegak, sesuai indikasi
R/
: penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko terjadinya subluksasi lengan
(6) Evaluasi penggunaan dari / kebutuhan alat bantu untuk
pengaturan posisi
R/
: kontraktur fleksi dapat terjadi akibat dari otot fleksor lebih kuat
dibandingkan dengan otot ekstensor
Tindakan Kolaborasi
- berikan
tempat tidur khusus sesuai indikasi
- Konsultasikan
dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, ambulan pasien
- Berikan
obat relaksan otot, antispasmodik, sesuai indikasi
2.2.3 Kerusakan komunikasi Verbal
1) Dapat dihubungkan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan
beuromuskuler, kehilanga tonus
2) Kemungkinan dibuktikan oleh kerusakan artikulasi, ketidakmampuan
untuk bicara, ketidakmampuan menghasilkan komunikasi tertulis
3) Kriteria Evaluasi
- Mengindikasikan
pemahaman tentang masalah komunikasi
- Membuat
metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
- menggunakan
sumber dengan tepat
4) Intervensi keperawatan
(1) Kaji derajat disfungsi
R/
: membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan
kesulitan pasien dalam beberapa proses komunikasi
(2) berikan metode komunikasi alternatif
R/
: memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan yang mendasarinya
(3) Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien
R/
: bermanfaat dalam menurunkan frustasi bila tergantung pada orang lain
(4) Diskusikan mengenal hal-hal yang dikenal pasien, pekerjaan,,
keluarga, hobi
R/
: meningkatkan percakapan yang bermakna dan memberikan kesempatan untuk
keterampilan praktis
Kolaborasi
- Konsultasikan
dengan /rujuk kepada ahli terapi wisata
R/
: pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik, dan
kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangan kebutuhan terapi.
2.2.4 Perubahan Persepsi
Sensori
1) Dapat dihubungkan dengan perubahan persepsi sensori transmisi,
integrasi, stres psikologis.
2) Kemungkinan dibuktikan oleh disorientasi terhadap waktu, tempat,
orang, perubahan dalam pola perilaku, konsentrasi buruk, perubahan pola komunikasi,
inkoordinasi motor.
3) Kriteria evaluasi
- memulai
/ mempertahankan tingkat kesadaran
- mengakui
perubahan dalam kemampuan
4) Intervensi keperawatan
(1) Evaluasi adanya gangguan penglihatan
R/
: munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak negatif terhadap kemampuan
pasien untuk menerima lingkungan
(2) Kaji kesadaran sensorik
R/
: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan berpengaruh
buruk terhadap keseimbangan posisi tubuh
(3) Berikan stimulasi terhadap rasa suntikan
R/
: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi
(4) Observasi respon perilaku pasien seperti rasa bermusuhan,
menangis, afek tidak sesuai halusinasi
R/ : respon individu dapat
bervariasi tetapi umumnya yang terlihat seperti emosi labil, apatis
(5) Lakukan validasi terhadap persepsi pasien
R/
: membantu pasien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan
integrasi stimulus
2.2.5 Kurang perawatan diri
1) Dapat dihubungkan dengan : kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan
dan ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi
2) Kemungkinan dibuktikan leh : kerusakan kemampuan melakukan ADL
3) Kriteria evaluasi
- mendemonstrasikan
teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
- melakukan
aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
- mengidentifikasi
sumber pribadi
4) Intervensi Keperawatan
(1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan
kebutuhan sehari-hari
R/
: membantu dalam mengantisipasi pemenuhan kebutuhan secara individual
(2) Pertahankan dukungan sikap, yang tegas , beri pasien waktu
ya cukup untuk mengerjakan tugasnya
R/
: Pasien akan memerlukan empati tetap perlu untuk mengetahui pemberi asuhan
yang akan membantu pasien secara konsisten
(3) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang
keutuhannya
R/
: tidak dapat mengatakan kebutuhannya pada fase pemulihan akut tetapi biasanya
dapat mengontrol kembali fungsi sesuai perkembangan proses penyembuhan.
(4) Buat rencana terhadap gangguan penglihatan yang ada
Kolaborasi
- Berikan
obat suppositori dan pelunak feces
R/
: dibutuhkan pada awal untuk membantu menciptakan . merangsang fungsi defekasi
teratur
- Konsultasikan
dengan ahli fisioterapi
R/
: memberikan bantuan untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasikan
kebutuhan alat penyokong khusus
Daftar
Pustaka
1.
Soeparman. 1990. Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta
: Balai penerbit FKUI
2.
Heru . 1995.
Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
: EGC
3.
Mansjoer, Arief.
1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta
: Media Aesculapius
ConversionConversion EmoticonEmoticon