BAB
I
P E N D A H U L U A N
A. LATAR BELAKANG
Menarik
diri (withdrawal) adalah suatu
tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan
sosial secara langsung (isolasi diri). Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa
tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain.
Pada
klien dengan menarik diri diperlukan rangsangan/stimulus yang adequat untuk
memulihkan keadaan yang stabil. Stimulus yang positip dan terus menerus dapat
dilakukan oleh perawat. Apabila stimulus tidak dilakukan/diberikan klien tetap
menarik diri yang akhirnya mengalami halusinasi, kebersihan diri kurang dan
kegiatan hidup sehari-hari (ADL) tidak adequat.
Selama
kelompok praktek dari tanggal 19 Maret - 9 April 1999 di Ruang Cendrawasih Rumah
Sakit Jiwa Pusat Jakarta terdapat 8 klien dari 16 klien mengalami masalah utama
menarik diri (50%). Melihat kondisi tersebut diatas kelompok terdorong
mengambil topik “ Asuhan Keperawatan Pada Klien Bp. OTB Dengan Masalah Utama
Menarik Diri” dengan harapan bersama tim keperawatan Ruang Cendrawasih dapat
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan pedoman asuhan keperawatan
jiwa.
B. TUJUAN
Tujuan
Kelompok VIII mengambil kasus Bpk. OTB dengan masalah utama menarik diri adalah
:
1.
Mempelajari kasus menarik diri
disesuaikan dengan teori dan konsep yang telah diterima.
2.
Memberikan asuhan keperawatan pada
klien menarik diri dengan pendekatan proses keperawatan.
3.
Mendesiminasikan asuhan keperawatan
klien menarik diri.
C. PROSES PENULISAN MAKALAH.
Dalam
menuliskan laporan kasus ini, kelompok mahasiswa mendiskusikan kasus-kasus
diruang Cendrawasih kemudian memutuskan untuk mengambil salah satu kasus untuk
seminar yaitu menarik diri. Selanjutnya kelompok melakukan studi literatur yang terkait dengan kasus dan melakukan
asuhan keperawatan pada klien yang dimaksud. Kelompok juga melakukan diskusi
dengan pembimbing dan perawat ruangan tentang asuhan keperawatan pada Bp. OTB.
Asuhan keperawatan dilakukan mulai minggu ke tiga (9 April 1999) sampai dengan
minggu ke tujuh (7 Mei 1999) dan akhirnya disusun secara tertulis dalam bentuk
makalah untuk diseminarkan.
BAB II
GAMBARAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Bpk.
OTB, 64 tahun, agama Kristen Katolik, status belum kawin, pendidikan Fakultas
Hukum (drop out semester I). Pertama
kali masuk rumah sakit pada tahun 1986 dan sampai sekarang masih dirawat di RS
Jiwa Pusat Jakarta. Berdasarkan pengkajian pada klien sendiri klien mengatakan
bahwa alasan utama masuk rumah sakit adalah karena sakit syaraf. Adapun faktor
predisposisi dari klien adalah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
yaitu klien mengatakan ibu tirinya jahat dan klien sering dipukuli sampai
kepalanya sakit. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa tidak ada.
Sedangkan menurut keluarganya klien mulai sakit jiwa sejak klien drop out dari Fakultas Hukum Unpad dan
kemudian selalu dibanding-bandingkan dengan adik-adiknya yang sukses. Saat itu
klien mulai suka mengurung diri di kamar, kurang memperhatikan perawatan diri,
suka keluyuran dan jarang berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Dari
riwayat psikososial didapatkan data bahwa ideal diri klien terlalu tinggi
dimana klien bercita-cita menjadi seorang profesor, sehingga merasa harus rajin
membaca buku. Masalah berhubungan dengan pendidikan, klien mengatakan ia kuliah
di berbagai negara sehingga layak disebut profesor. Klien merasa bahwa
cita-citanya sudah tercapai. Harga diri klien rendah dan mengulang-ulang
kalimat bahwa saudaranya sukses dan dirinya tidak. Orang yang berarti bagi
klien adalah adiknya yang ada di Bandung. Masalah psikososial dan lingkungan,
klien jarang bergaul dengan sesama klien dan lebih suka menyendiri. Teman-teman
klien malas ngobrol dengan klien karena merasa dicuekin. Klien mengalami
hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, tidak mau ngobrol dengan sesama
klien atau dengan perawat dan suka menyendiri.
Saat
wawancara, klien mengatakan bahwa ia sering melihat kakaknya yang sudah mati
tetapi kemudian hidup lagi lalu mereka ngobrol berdua. Proses pikir klien
mengalami flight of ideas dan persevarasi dimana pembicaraan klien
tidak terarah dengan ide yang tidak nyambung satu sama lain dan klien sering
mengulang pernyataan bahwa kakaknya hidup kembali. Klien mengaku dirinya sudah
menjadi seorang profesor dan guru besar. Klien juga mengatakan bila menghadapi
masalah ia suka menghindari masalah dan suka menyendiri.
Saat
kunjungan rumah keluarga mengatakan tidak tahu bagaimana cara memperlakukan
klien. Saat klien berlaku negatif biasanya keluarga langsung memarahi. Keluarga
mengatakan kasihan bila dirawat di rumah karena tidak ada yang mengurus
sehingga lebih baik dirawat di rumah sakit. Keluarga merasa sudah cukup
memberikan perawatan pada klien dengan mengunjungi klien secara teratur dan
mengajak klien pulang ke rumah selama satu hari atau jalan-jalan.
B. MASALAH KEPERAWATAN
1.
Menarik Diri
Data
Subyektif :
-
Klien mengatakan pekerjaannya hanya
duduk melamun
-
Klien mengatakan malas ngobrol
dengan teman-temannya yang lain
-
Klien mengatakan suka menghindar
bila menghadapi suatu masalah
-
Klien mengatakan lebih suka menyendiri
Data
Obyektif :
-
Klien tidak mau ngobrol dengan
sesama klien atau dengan perawat
-
Selama wawancara kontak mata
kurang, afek klien selama wawancara tampak datar
-
Klien jarang bergaul dengan klien
lain
-
Klien suka menyendiri dan menjauh
dari rekan-rekannya sesama klien
2.
Harga diri rendah
Data
Subyektif :
-
Klien mengatakan bahwa kakaknya
sangat sukses dan dirinya tidak bisa seperti kakaknya
-
Keluarga mengatakan bahwa klien
mulai ada keluhan sejak drop out
kuliah di Fakultas Hukum Unpad
Data
Obyektif :
-
Respon klien terhadap sapaan
perawat kurang
-
Klien sering menunduk dan kontak
mata kurang
3.
Waham Kebesaran
Data
Subyektif :
-
Klien mengaku bahwa dirinya
profesor
-
Klien mengatakan setiap pagi pergi
ke observatorium untuk mengajar
-
Klien mengatakan banyak punya teman
profesor
-
Klien mengatakan kuliah di berbagai
negara
Data
Obyektif :
-
Klien menuliskan bahwa dirinya
profesor dan tiap pagi ke observatorium
-
Klien menuliskan bahwa pagi-pagi
dirinya harus pergi mengajar
-
Klien tampak bangga saat mengaku
profesor
4.
Perubahan Persepsi Sensori :
Halusinasi
Data
Subyektif :
-
Klien mengatakan bahwa ia sering
ngobrol dengan kakaknya yang sudah mati tetapi hidup kembali
-
Klien mengatakan senang bisa
ngobrol dengan kakaknya
Data
Obyektif :
-
Saat wawancara klien sering melihat
ke satu arah dan komat-kamit sendiri
-
Klien melaporkan adanya halusinasi
pada perawat yang biasanya terjadi pada petang hari
5.
Koping keluarga tidak efektif :
Ketidakmampuan dalam merawat klien
Data
Subyektif :
-
Keluarga mengatakan tidak tahu
bagaimana cara memperlakukan klien.
-
Saat klien berlaku negatif biasanya
keluarga langsung memarahi.
-
Keluarga mengatakan kasihan bila
dirawat di rumah karena tidak ada yang mengurus sehingga lebih baik dirawat di
rumah sakit.
-
Keluarga merasa sudah cukup
memberikan perawatan pada klien dengan mengunjungi klien secara teratur dan
mengajak klien pulang ke rumah selama satu hari atau jalan-jalan.
Data
Obyektif :
-
Klien belum dikunjungi keluarga
selama sebulan terakhir
6.
Resiko tinggi menciderai orang lain
Data
subyektif :
-
Keluarga mengatakan bahwa klien
pernah marah-marah di rumah
-
Biasanya klien marah jika
halusinasinya dibantah
Data
Obyektif :
-
Klien pernah marah saat
halusinasinya ditentang perawat
7.
Kerusakan komunikasi verbal
Data
Subyektif :
-
Keluarga mengatakan bahwa kalau
ngomong klien suka tidak nyambung
-
Keluarga mengatakan sulit memahami
kata-kata klien
-
Keluarga mengatakan kalau bicara
klien suka bercerita tentang dirinya yang profesor
Data
Obyektif :
-
Klien mengalami flight of ideas
-
Klien mengalami presevarasi
-
Saat wawancara dengan klien, klien
sering sulit berkonsentrasi dan jawabannya menyimpang dari pertanyaan yang
diberikan
-
Saat wawancara klien sering
membicarakan wahamnya
C. POHON MASALAH
RESIKO TINGGI
MENCIDERAI ORANG LAIN
HALUSINASI LIHAT KERUSAKAN KOMUNIKASI VERBAL
ISOLASI SOSIAL : WAHAM KEBESARAN
MENARIK DIRI
Core Problem
HARGA DIRI RENDAH : Kronis
PENATALAKSANAAN
REGIMEN TERAPEUTIK INEFEKTIF
IDEAL DIRI TINGGI KOPING KELUARGA INEFEKTIF:
Ketidakmampuan dalam merawat klien
D. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Isolasi sosial : menarik diri
berhubungan dengan harga diri rendah kronik
2.
Perubahan persepsi sensori : halusinasi lihat
berhubungan dengan menarik diri
3.
Resiko tinggi menciderai orang lain
berhubungan dengan halusinasi lihat
4.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham kebesaran
5.
Penatalaksanaan regimen terapeutik
inefektif berhubungan dengan ketidakmampuan dalam merawat klien
BAB III
T I N J A U A N
T E O R I
A. PROSES TERJADINYA MASALAH
KEPERAWATAN.
Gangguan
hubungan sosial adalah keadaan dimana individu kurang berpartisipasi dalam
jumlah berlebihan atau hubungan sosial yang tidak efektif (Rawlins, 1993).
Sedangkan definisi dari isolasi sosial adalah keadaan dimana individu/kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatannya dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak
(Carpenito, 1998). Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa individu menarik
diri mengalami gangguan dan kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
Salah satu
gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi yang
disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang biasanya dialami klien dengan
latar belakang lingkungan yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,
kekecewaan dan kecemasan.
Menurut
Stuart & Sundeen (1995), faktor predisposisi dari gangguan hubungan sosial
adalah 1) Faktor perkembangan dimana setiap gangguan dalam pencapaian tugas
perkembangan akan menyebabkan seseorang mempunyai masalah respon sosial yang
maladaptif. Untuk faktor perkembangan, setiap tahap tumbuh kembang memiliki
tugas yang harus dilalui individu dengan baik. Bila tugas perkembangan ini
tidak dapat dilalui dengan baik maka akan menghambat tahap perkembangan
selanjutnya. 2)Faktor
genetik dimana salah satu faktor yang menunjang adalah adanya respon sosial
yang maladaptif dari orangtua atau garis keturunan dari atas. 3) Faktor
komunikasi dalam keluarga dimana masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi
kontributor untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Masalah komunikasi
tersebut antara lain sikap bermusuhan, selalu mengkritik, menyalahkan, kurang
kehangatan, kurang memperhatikan anak, emosi yang tinggi dan double bind. Komunikasi dalam keluarga
amatlah penting dengan memberikan perhatian yang cukup, kesempatan untuk
mengemukakan pendapat, memberikan pujian, adanya tegur sapa dan komunikasi
terbuka. Kurangnya stimulasi, kasih sayang dan perhatian dari ibu/pengasuh pada
bayi akan memberikan rasa tidak aman yang akan menghambat terbentuknya rasa
percaya. Pada klien Bpk. OTB kemungkinan tidak mendapatkan stimulus yang baik
karena diperlakukan secara keras oleh ibu tirinya dan selalu dibandingkan
dengan saudara-saudaranya. 4)Faktor sosio kultural yaitu norma yang tidak
mendukung terhadap pendekatan orang lain atau norma yang salah yang dianut oleh
keluarga, seperti anggota keluarga yang gagal atau tidak produktif akan
diasingkan dari lingkungan sosial.
Perasaan
tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan hubungan
dengan orang lain, akibatnya klien menjadi regresi, mengalami penurunan dalam
aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin tenggelam dalam pengalaman
dan pola tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitif antara lain
pembicaran yang autistik dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan
kenyataan sehingga dapat berakibat
lanjut terjadinya halusinasi dan gangguan komunikasi verbal karena klien tidak
mau berinteraksi secara verbal dengan orang lain. Halusinasi pada klien dapat
menimbulkan resiko menciderai orang lain apabila halusinasi menyuruh klien
untuk melakukan kekerasan pada diri maupun orang dan lingkungan sekitarnya.
Klien
dengan harga diri rendah akan membuat dirinya enggan berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Tidak adanya dukungan untuk interaksi membuat klien semakin
menarik diri dari lingkungan. Akibat menarik diri, klien akan mengalami
halusinasi. Halusinasi pada akhirnya akan menguasai klien pada tahapan lebih
lanjut sehingga memunculkan resiko prilaku kekerasan. Harga diri rendah juga
akan menimbulkan koping mekanisme pada klien dimana ia mengkompensasikan
perasaannya dengan waham kebesaran untuk mengatasi harga dirinya yang rendah.
Waham akan mempengaruhi komunikasi klien dimana setiap berkomunikasi klien
selalu terarah pada wahamnya sendiri sehingga terjadi gangguan komunikasi
verbal. Menurut Mary C.Towsend (1998) waham merupakan suatu istilah yang
menunjukkan adanya ide-ide atau keyakinan-keyakinan yang salah.
Pada
kasus Bpk. OTB, awal kejadiannya disebabkan oleh ideal diri yang terlalu tinggi
sehingga ketidak mampuan menggapai cita-cita (drop out kuliah) mengakibatkan perasaan kecewa terhadap kegagalan
sehingga membuat klien merasa rendah
diri, lalu menutup diri/menarik diri dan isolasi diri dari lingkungan. Ditambah
dengan koping keluarga yang tidak efektif yakni selalu membanding-bandingkan
dengan saudara-saudaranya yang sukses serta perlakuan masa kecil yang keras
oleh ibu tiri maka klien mulai menampakkan gangguan jiwa. Klien menjadi suka
menyendiri, melamun dan keluyuran seorang diri tanpa berinteraksi dengan
lingkungan. Semakin lama klien menarik diri, muncul halusinasi. Akibat harga
diri rendah pada klien, maka klien akan mengkompensasikan pikiran-pikirannya
menjadi suatu keyakinan bahwa dirinya seorang yang besar, pintar dan berkuasa
sehingga timbullah waham kebesaran. Waham ini akan selalu dikomunikasikan oleh
klien pada setiap kesempatan interaksi dengan orang lain dan akhirnya terjadi
gangguan komunikasi verbal.
Masalah
keperawatan yang biasa muncul pada klien menarik diri adalah koping individu
yang tidak efektif, koping keluarga yang tidak efektif, harga diri rendah,
isolasi sosial menarik diri, resiko tinggi halusinasi, kerusakan interaksi sosial,
intoleransi aktifitas, defisit perawatan diri (Depkes, 1995).
Sedangkan
masalah keperawatan yang terjadi pada klien Bpk. OTB adalah menarik diri, harga
diri rendah, koping keluarga tidak efektif, halusinasi, waham kebesaran,
gangguan komunikasi verbal, resiko tinggi menciderai orang lain
B. TINDAKAN KEPERAWATAN
Dalam menyusun tindakan keperawatan
untuk mengatasi masalah keperawatan diatas, perlu diperhatikan prinsip-prinsip
intervensi sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul pada klien.
1.
Isolasi sosial : menarik diri
Prinsip tindakan :
- Bina hubungan saling percaya
- Interaksi sering dan singkat
- Dengarkan dengan sikap empati
- Beri umpan balik positif
- Ciptakan suasana yang ramah dan bersahabat
- Jujur dan menepati semua janji
- Susun dan tulis daftar kegiatan harian bersama klien sesuai dengan jadwal ruangan, minat serta kemampuan klien
- Bimbing klien untuk meningkatkan hubungan sosial secara bertahap mulai dari klien-perawat, klien-dua orang perawat, klien-dua perawat dan klien lain, klien dengan kelompok kecil, klien dengan kelompok besar
- Bimbing klien untuk ikut ambil bagian dalam aktifitas kelompok seperti dalam terapi aktifitas kelompok : sosialisasi
- Berikan pujian saat klien mampu berinteraksi dengan orang lain
- Diskusikan dengan keluarga untuk mengaktifkan support system yang ada
- Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat anti depresan
2.
Gangguan konsep diri : harga diri
rendah kronik
Prinsip tindakan :
- Perluas kesadaran diri klien
-
Bina hubungan saling percaya
-
Berikan pekerjaan pada klien pada
tingkat kemampuan yang dimiliki
-
Maksimalkan peran serta klien dalam
hubungan terapeutik
- Dukung ekplorasi diri klien
-
Bantu klien untuk menerima perasaan
dan pikiran-pikirannya
-
Bantu mengklarifikasi konsep diri
dan hubungan dengan orang lain melalui keterbukaan
-
Berikan respon empati bukan simpati
dan tekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada diri klien
- Evaluasi diri klien
-
Bantu klien untuk menjabarkan
masalahnya secara jelas
-
Gali respon adaptif dan maladaptif
klien terhadap masalah yang dihadapi
- Bantu klien merumuskan perencanaan yang realistik
-
Bantu klien mengidentifikasi
alternatif pemecahan masalah
-
Bantu mengkonseptualkan tujuan yang
realistik
3.
Perubahan persepsi sensori :
halusinasi lihat
Prinsip tindakan :
- Tetapkan hubungan saling percaya dan lakukan dengan kontak sering dan singkat
- Kaji gejala halusinasi
- Fokus pada gejala dan minta klien untuk menjelaskan apa yang terjadi
- Tidak mendukung atau menentang halusinasi
- Bantu klien menjelaskan dan membandingkan halusinasi saat ini dan yang baru saja dialami
- Dorong klien untuk mengobservasi dan menjelaskan pikiran, perasaan dan tindakan yang berhubungan dengan halusinasi (saat ini maupun yang lalu)
- Bantu klien menjelaskan kebutuhan yang mungkin direfleksikan dalam isi halusinasi
- Hadirkan realitas
- Gunakan bahasa yang jelas dan komunikasi secara langsung serta pertahankan kontak mata
- Diskusikan penyebab, isi, waktu terjadi dan cara untuk memutus halusinasi
- Berikan tugas dan aktifitas yang dapat dilakukan
- Diskusikan manfaat dari terapi medis dengan klien
4.
Perubahan proses pikir : waham
kebesaran
Prinsip tindakan :
- Bina hubungan saling percaya
- Berbicara dengan klien dalam konteks realitas
- Jangan membantah atau mendukung dan tidak membicarakan waham klien
- Sertakan klien dalam terapi aktifitas kelompok : orientasi realitas
- Diskusikan apakah waham klien mengganggu aktivitas sehari-hari
- Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan timbulnya waham
- Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis
- Diskusikan dengan keluarga tentang gejala waham, cara merawatnya, lingkungan keluarga, follow up dan pengobatan
5.
Koping keluarga tidak efektif :
ketidakmampuan keluarga merawat klien
Prinsip tindakan :
- Bina hubungan saling percaya dengan keluarga
- Kaji persepsi keluarga tentang prilaku maladaptif klien
- Tingkatkan pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatan serta terapi yang harus dijalani oleh klien
- Libatkan keluarga dalam perencanaan keperawatan klien
- Optimalkan penggunaan sumber dan sistem pendukung dalam keluarga
BAB IV
PELAKSANAAN PROSES KEPERAWATAN
Selama
enam minggu kelompok telah melakukan beberapa tindakan keperawatan sesuai
dengan diagnosa yang ada pada klien. Berikut akan diuraikan tindakan
keperawatan yang telah dilakukan untuk tiap diagnosa, evaluasi serta tindak
lanjutnya. Sedangkan proses keperawatan secara lengkap dapat dilihat dalam
lampiran.
1.
Diagnosa keperawatan 1 : Gangguan
persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan perilaku menarik diri.
Tujuan Umum :
Klien mampu
mengontrol halusinasinya
Tindakan :
Membina
hubungan saling percaya, melakukan interaksi singkat dan sering, membantu
mengenal perasaan yang menyebabkan menarik diri, membantu klien untuk
berinteraksi dengan perawat dan klien lain, mendorong klien untuk melibatkan
diri dalam kegiatan ruangan.
Evaluasi :
Klien mau
berkomunikasi dan mau berinteraksi dengan perawat, perawat lain serta klien
lain. Klien sudah tidak sering menyendiri lagi dan mau bergabung dengan
teman-temannya saat makan.
Tindak
lanjut :
Pertahankan
hubungan saling percaya, tingkatkan stimulus secara terus menerus, ingatkan
setiap ada kegiatan dan beri reinforcement saat klien mau berhubungan dengan
orang lain.
2.
Diagnosa Keperawatan 2 : Isolasi
sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah kronik
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan lingkungannya
Intervensi :
Memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya, memberi
respon yang tidak menghakimi, menciptakan lingkungan yang tenang, memotivasi
klien untuk mengungkapkan perasaannya, membimbing klien dalam menghadapi
stressor dalam interaksi, mengkaji koping klien dalam menghadapi masalah,
menginformasikan koping yang konstruktif, membimbing klien untuk beraktivitas,
memberi kesempatan klien untuk berhasil, memberikan reinforcement pada klien
untuk prilaku positif.
Evaluasi :
Klien sudah mulai berani kontak mata saat wawancara, klien
mau bergaul dengan teman-temannya yang lain dan mau melaksanakan tugas-tugas
sederhana seperti merapikan tempat tidur.
Tindak lanjut :
Lanjutkan tindakan dan upayakan klien untuk dapat menyusun
jadwal kegiatan hariannya dan evaluasi pelaksanaan kegiatan oleh klien serta
berikan reinforcement terus menerus.
3.
Diagnosa keperawatan 3 : Resiko
tinggi menciderai orang lain berhubungan dengan halusinasi lihat
Tujuan Umum :
Prilaku menciderai orang lain tidak terjadi
Tindakan :
Mengadakan kontak sering dan singkat dengan klien,
mengobservasi tingkah laku verbal dan non verbal menyangkut halusinasi,
menerima halusinasi klien sebagai suatu yang tidak nyata, identifikasi
halusinasi, mendorong klien melaporkan halusinasinya pada perawat, meningkatkan
stimulus pada realitas, melibatkan klien pada kegiatan di bangsal.
Evaluasi :
Klien tidak menunjukkan perilaku halusinasi lagi, menurut
klien ia sudah tidak melihat bayangan saudaranya lagi dan berjanji akan
melaporkan bila halusinasinya muncul.
Tindak lanjut :
Jika halusinasi muncul lagi, segera laksanakan tindakan untuk
menanggulangi halusinasi klien sehingga tidak bertambah parah. Tindakan yang
bisa dilakukan adalah memotivasi klien untuk melakukan kegiatan yang dapat
menghilangkan halusinasinya seperti ngobrol dan jalan-jalan di halaman.
4.
Diagnosa Keperawatan 4 : Kerusakan
komunikasi verbal berhubungan dengan waham kebesaran
Tujuan Umum :
Klien dapat berkomunikasi secara verbal dengan baik
Tindakan :
Membina hubungan saling percaya dengan klien, tidak membantah
atau mendukung waham klien, observasi apakah waham mengganggu kegiatan
sehari-hari, mengorientasikan klien pada realitas, meningkatkan aktivitas untuk
memenuhi kebutuhan klien.
Evaluasi :
Komunikasi klien masih diwarnai oleh waham, klien tidak mau
ikut TAK karena merasa seorang profesor tidak pantas untuk berfoya-foya, klien
merasa setiap hari mengajar di observatorium.
Tindak lanjut :
Intervensi memerlukan kesabaran karena sulit untuk mengubah
waham klien. Selalu orientasikan klien bahwa ia ada di rumah sakit dan libatkan
klien pada kegiatan sederhana.
5.
Diagnosa Keperawatan 5 :
Penatalaksanaan regimen terapi inefektif berhubungan dengan koping keluarga
inefektif
Tujuan Umum
:
Penatalaksanaan regimen terapeutik efektif
Tindakan :
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang prilaku menarik
diri, waham, halusinasi serta cara merawat klien di rumah. Menjelaskan pada
keluarga bahwa kehadiran keluarga amat berarti bagi klien dan meminta keluarga
lebih sering datang berkunjung ke rumah sakit.
Evaluasi :
Keluarga mengatakan mengerti tentang perawatan klien dan
mengusahakan lebih sering datang ke rumah sakit.
Tindak lanjut :
Berikan gambaran tentang kemajuan klien saat keluarga datang
berkunjung ke rumah sakit, berikan pujian saat keluarga berkunjung ke rumah
sakit, libatkan keluarga untuk berinteraksi dengan klien selama di rumah sakit.
BAB V
P E M B A H A S A N
Dalam
Bab pembahasan ini akan dijelaskan sejauh mana keberhasilan tindakan
keperawatan secara teoritis yang telah diaplikasikan pada kasus Bpk. OTB,
dimana proses terjadinya menarik diri pada klien hampir sama dengan teori yang
ada yakni disebabkan oleh harga diri yang rendah. Harga diri rendah disebabkan
beberapa kegagalan dan kekecewaan yang
pernah dialami pada masa lalu hingga
menyebabkan klien mengisolasi diri dari lingkungan, tidak mau bergaul
sesamanya, tidak peduli dengan aktivitas, tidak memperhatikan penampilan dan
terjadi waham untuk mengkompensasikan perasaan rendah dirinya.
Untuk
diagnosa perubahan persepsi sensori : halusinasi lihat berhubungan dengan
menarik diri sesuai dengan teori, tindakan keperawatan yang paling utama dan
pertama adalah membina hubungan saling percaya, meskipun tidak ada respon dari
klien. Tindakan yang dilakukan perawat antara lain : kontak sering dan singkat,
memberi dukungan, mendengarkan ungkapan klien. Kontak sering dan singkat pada
klien dapat diterima oleh klien dan tindakan tersebut berhasil dengan baik.
Kemudian dilaksanakan aplikasi teori yaitu mendiskusikan dengan klien penyebab
menarik diri, mendiskusikan akibat dari menarik diri, melibatkan klien untuk
beinteraksi dengan perawat dan klien lain serta memberikan pujian atas
kemampuan klien. Untuk melibatkan klien pada kegiatan terapi aktivitas kelompok
tidak dapat dilakukan karena klien mengalami waham kebesaran. Ternyata dengan
penerapan teori tersebut, klien mulai mau berinteraksi dengan perawat atau
klien lain dan sudah mampu bertahan untuk duduk dengan kelompok perawat serta
mau berkomunikasi dengan perawat.
Untuk
diagnosa keperawatan menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah telah
diaplikasikan teori tindakan keperawatan. Klien sudah mampu berinteraksi dengan
lingkungannya tetapi klien belum mampu membuat jadwal kegiatan sesuai dengan
kemampuannya. Hal ini terjadi karena kebiasaan di RSJ, dimana masing-masing
klien sudah memiliki tugas masing-masing dan klien tidak mendapatkan tugas
khusus sehingga klien merasa enggan untuk melaksanakan kegiatan ruangan.
Modifikasi yang dilakukan adalah dengan menganjurkan klien melakukan kegiatan
yang berguna untuk dirinya sendiri seperti merapikan tempat tidur, membersihkan
lemari pakaiannya, mencuci bajunya sendiri.
Untuk
diagnosa resiko prilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi telah
dilaksanakan aplikasi tindakan keperawatan sesuai teori. Menurut teori, langkah
pertama dalam berinteraksi dengan klien halusinasi adalah membina hubungan
saling percaya dengan tidakm menyangkal atau mendukung halusinasi klien.
Setelah diterapkan pada klien Bpk. OTB ternyata dapat berhasil baik. Kemudian
baru dilaksanakan tindakan memotivasi klien untuk menetapkan cara-cara
mengontrol halusinasinya. Dengan kesabaran dan konsistensi perawat, klien dapat
mengenal halusinasinya dan mampu mengontrol halusinasinya. Sekarang klien
mengatakan sudah tidak pernah mengalami halusinasi lagi.
Untuk
diagnosa kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham kebesaran
dilaksanakan program orientasi realitas dan tidak mendukung atau menyalahkan
waham klien. Setelah diadakan secara konsisten ternyata belum bisa mengatasi
waham klien. Komunikasi klien masih diwarnai waham kebesaran dan klien tidak
mau mengikuti terapi aktivitas kelompok karena merasa dirinya profesor. Sesuai
teori, memang untuk klien waham diperlukan orientasi realitas dalam jangka
waktu panjang dan diberikan secara konsisten.
Sedangkan
untuk diagnosa terakhir yaitu regimen terapi inefektif berhubungan dengan
koping keluarga yang tidak efektif telah dilaksanakan home visite untuk
memberikan penyuluhan kepada keluarga sesuai dengan teori tindakan keperawatan.
Respon keluarga bersifat agresif pasif, dimana keluarga menerima perawat dan
mau mendengarkan perawat tetapi sampai sekarang belum menepati janji dengan
perawat. Keluarga mengatakan lebih baik mempertahankan klien di rumah sakit
daripada tidak ada yang mengurus di rumah. Menurut teori, kunjungan rumah harus
dilakukan secara berkesinambungan sehingga keluarga siap menerima klien kembali
di rumah serta terlibat aktif dalam perawatan klien.
Keberhasilan
asuhan keperawatan pada klien Bpk. OTB ditunjang oleh beberapa faktor pendukung
antara lain kerjasama yang baik antar mahasiswa dan perawat ruangan dalam
memberikan asuhan keperawatan, obat yang teratur diberikan dan sumber dana
keluarga yang mencukupi. Sedangkan hambatan yang ditemui adalah asuhan
keperawatan yang diberikan tidak secara kontinyu (hanya setiap mahasiswa
praktek di ruangan) serta keluarga yang menyerahkan secara penuh perawatan pada
pihak rumah sakit karena merasa tidak mampu merawat klien di rumah. Dengan
demikian perlu dilaksanakan pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan bagi
perawat ruangan serta pengalihan tugas yang mengacu pada catatan keperawatan
klien. Sedangkan untuk keluarga tetap harus diberikan penyuluhan dan motivasi
tentang peranan keluarga dalam memberikan perawatan pada klien.
BAB VI
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Gangguan hubungan sosial : menarik diri pada klien kelolaan
Bpk. OTB, mempunyai beberapa masalah keperawatan yaitu gangguan persepsi
sensori : halusinasi, harga diri rendah, waham kebesaran, kerusakan komunikasi
verbal dan koping keluarga inefektif : ketidakmampuan dalam merawat klien
Pada setiap diagnosa keperawatan, perihal tindakan
keperawatan kelompok mencoba melakukan implementasi sesuai dengan standar
asuhan keperawatan. Ternyata banyak hal yang dapat diterapkan dalam kasus ini.
Setiap intervensi keperawatan, perawat selalu membina
hubungan saling percaya sebab merupakan awal untuk dapat melakukan
intervensi yang lain. Intervensi
dilakukan sesuai dengan teori panduan asuhan keperawatan jiwa. Intervensi yang
dilakukan juga melibatkan keluarga sebagai suatu sistem keluarga dan staf
ruangan sebagai team kerja kelompok. Sedangkan evaluasi dilakukan setiap saat
interaksi guna memperoleh respon verbal dan non verbal.
B. SARAN
1.
Setiap melakukan hubungan interaksi
dengan klien gangguan hubungan sosial menarik hendaknya perawat menciptakan
hubungan saling percaya dengan cara kontak singkat dan sering, bersikap empati,
dan selalu jujur dan terbuka pada klien.
2.
Keluarga merupakan suatu sistem,
perlu dilibatkan dalam setiap intervensi keperawatan sehingga keluarga mampu
memberikan dukungan yang positif pada klien.
3.
Standar asuhan keperawatan jiwa
merupakan panduan bagi perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan jiwa dan mengevaluasi proses tindakan
keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa
Keperawatan, Alih Bahasa : Yasmin Asih, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 1998
Fortinash, Holiday W., Psychiatric Nursing Care Plans,
Mosby Year Book, St. Louis Baltimore, 1995
Keliat, B.A., Proses Keperawatan Klien Gangguan
Jiwa, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1994
Keliat, B.A., Peran Serta Keluarga Klien Gangguan
Jiwa, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995
Rawlins, R.P. & Patricia Evans Heacock, Clinical
Manual of Psychiatric Nursing, 2 nd Edition, Mosby Year Book, St. Louis,
1993
Stuart, G.W. & Michele T. Laraia, Principles
and Practice of Psychiatric Nursing, 6 th Edition, Mosby Company, St.
Louis, 1998
Stuart, G.W. & Sandra J. Sundeen, Principles
and Practice of Psychiatric Nursing, 1 st Edition, Mosby Company, St.
Louis, 1995
Stuart, G.W. & Sandra J. Sundeen, Buku Saku
Keperawatan Jiwa, Alih Bahasa : Achir Yani S. Hamid, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1998
Towsend, Mary C., Buku Saku Diagnosa Keperawatan
Psikiatri Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan, Alih Bahasa : Novy Helena
C.D., Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1998
ConversionConversion EmoticonEmoticon