“PRE OP CLOSE FRAKTUR FEMUR 1/3 TENGAH “
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Patah
tulang (fraktur) adalah terputusnya atau hilangnya kontinuitas dari struktur
tulang “Epiphysiel Plate” serta “Cartilago” (tulang rawan sendi. Dikatakan
rawan tulang tertutup bila struktur jaringan kulit diatas atau disekitar patah
tulang masih utuh. (Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu Bedah 1994 ; 37).
Fraktur
femur tertutup adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas dari korteks
tulang femur yang berbentuk silindris dan permukaan halus, dapat komplet atau
inkomplet tanpa disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur. (Fakultas
Kedokteran Unair, 1988 ; 194).
2. Anatomi fisiologi
Tulang femur adalah tulang terpanjang dari tubuh, tulang femur
bersendi dengan acetabilum pada formasi persendian panggul, kemudian menjalar
ke medial ke arah lutut dan membentuk sendi dengan tibia. Tulang femur
berbentuk pipa yang mempunyai sebuah batang dan dua ujung, tulang femur dapat
dibagi 3 bagian yaitu :
a.
Bagian proksimal terdiri dari :
1. Caput
Femuris
Berbentuk bulat terletak
agak keatas mengarah ke mediall dan sedikit ke anterior. Caput ini terletak
dalam caput acetabulum dalam tulang pelvis yang mempunyai permukaan yang halus
dan dibagian tengahnya sedikit agak kebawah tampak suatu cekunga yang disebut
Fossa Capitis Femuris.
2.
Colum Femuris
Mempunyai panjang sekitar 5 cm, menghubungkan caput dengan batang.
Colum pada daerah caput berbentuk bulat dan dekat dengan batang caput akan
nampak lebih besar bagian anteriornya akan bertemu dengan Linia
Intertrochanter, sedangkan cekungan yang berbentuk tadi disebut dengan Fossa
Trochanter.
3. Trochanter Mayor dan Trochanter Minor
Trochanter
mayor merupakan suatu tonjolan yang besar, terletak antara batang dan colum
berbentuk persegi, letaknya pada bagian postera superior mengarah ke atas dan
sedikit ke mediall sedemikian rupa sehingga terdapat daerah yang cekung yang
disebut Fossa Trochanter.
b.
Bagian tengah atau batang femur
Bagian tengah merupakan batang
femur yang berbentuk silinder, permukaannya halus dan bundar di bagian depan,
sedangkan pada bagian depan melengkung di belakangnya terdapat Linia Aspira.
c.
Bagian distal
Bagian distal merupakan ujung bawah
yang berbentuk lebar dan mempunyai dua kondil yang keduanya sangat jelas
menonjol dengan mediall lebih rendah daripada bagian lateral yang keduanya
termasuk formasi persendian. Selain itu terdapat cekungan Interkondiler sebuah
permukaan Politeum dan permukaan Patellaris. Dibelakang kondil itu dipisahkan
oleh lekuk Interkondiler yang permukaannya memberi kaitan pada permukaan
ligament sendi lutut. Bagian kondil dipisahkan oleh permukaan Patellaris
terdapat pada Patella bagian bawah kondil tibia terdapat permukaan tibia yang
terbagi menjadi dua daerah oleh Fossa Interkondiler yang merupakan dasar dari
ruang Popliteum yang merupakan bentuk belah ketupat yang diatasnya terdapat
pembuluh Politeum (Evelin C. Pearcee 1993 ; 77 – 80).
3. Patofisiologi
Pada
tulang yang hidup normal, jika mendapat kekerasan akan terjadi patah tulang.
Dan timbul kerusakan pada struktur jaringan lunak yang mengelilinginya.
Dibagian poriostium akan membentuk hematom disekeliling tampak fraktur dan
disertai pembengkakan. Pada fraktur femur tertutup terjadinya kontinuitas
struktur tulang dipengaruhi oleh dua faktor :
a.
Faktor ekstrinsik yaitu gaya dari
luar yang bereaksi pada tulang, tergantung pada besarnya waktu dan arah gaya
tersebut dapat menyebabkan fraktur, sedangkan kekerasan yang menyebabkan
fraktur antara lain kekerasan
langsung dan kekerasan akibat tarikan otot, kekerasan langsung menyebabkan
patah tulang yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Untuk patah tulang
akibat tarikan otot contohnya adalah patah tulang patella dan oleh Ranon karena
otot trisep dan bisep yang mendadak berkontraksi.
b.
Faktor intrinsik yaitu kapasitas
absorpsi dari energi, daya elastis, gaya terhadap kelelahan, densitas atau
kepadatan.
-
Trauma langsung ; kecelakaan.
-
Trauma tidak langsung.; jatuh.
-
Penurunan masa tulang.
-
Metastase kanker tulang.
Kerusakan Fraktur / patah tulang Resti trauma
Integritas kulit
Resti
infeksi Kerusakan Kerusakan
Jaringan pembuluh darah
Spasme otot Perdarahan
Spasme otak Hematom Nyeri
seluruh medulla
Inflamasi Nekrosis
Proses
penyembuhan tulang
(Joyce
M. Black, 1993 ; 191)
4. Penyebab Terjadinya Fraktur
1.
Trauma
a.
Trauma langsung / direct yaitu
fraktur yang terjadinya pada tempat dimana bagian tersebut mendapatkan ruda
paksa, misalnya benturan atau pukulan yang menyebabkan fraktur juga diserta
kerusakan jaringan lunak yang luas dan akibat luka tembak.
b.
Trauma tidak langsung / indirect
biasanya disebabkan gaya rotasi, agulasi dan kompresi atau kombinasi diatas.
c.
Trauma ringan dapat pula
menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh, disebut fraktur
patologi. (Purnawan Junaedi, Atik S. Soemasto, Husna Amelz 1992 ; 384 – 385).
2.
Patologis
Seringkali disebabkan oleh
metastasis dari suatu tumor.
3.
Degenerasi
Terjadi pernafasan proses
kemunduran fisiologis dari jaringan itu sendiri.
4.
Spontan
Terjadi karena tarikan otot yang
sangat kuat (Avul Sifraktur).
5.
Tanda – tanda dari fraktur
1.
Nyeri gerak, nyeri tekan dan
pembengkakan disekitar fraktur.
2.
Deformitas dapat berupa :
a.
Angulasi, tidak hanya disebabkan
oleh kekerasan tetapi juga oleh otot – otot ekstrenitas yang menarik patah
tulang.
b.
Pemendekan, tonus ekrenitas menarik
patah tulang sehingga ujung patah saling menumpuk misalnya otot – otot paha
yang menarik patah tulang pada fraktur tulang femur.
3.
Krepitasi atau gesekan antara kedua
fragmen tulang. Nyeri pada klien pre-operasi disebabkan oleh kerusakan tulang
yang parah dan hilangnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan, sehingga
menyebabkan nyeri pada waktu pergerakan. Disini letak fraktur dan garis fraktur
mempunyai arti dalam penyembuhan sebab caput femoris mendapat darah dari arteri
circumplek femoris sehingga bila ada fraktur intracapsuler maka dari circumplek
femoris tidak dapat menuju ke daerah fraktur, akibatnya daerak proksimal
tersebut hanya mendapat darah dari ligamentum circumplek femoris sehingga bila
ada fraktur intracapsuler maka darah circumplek femoris tidak dapat menuju ke
daerah fraktur, akibatnya daerah proksimal tersebut hanya mendapat darah dari
ligamentum yang minim. Akibatnya terjadi apasculer necrosis pada proksimal
dimana mendekati daerah caput femoris semakin besar pada kemungkinan necrosis
(Fakultas Kedokteran Unair Surabaya, 1998 ; 80 – 81).
5. Dampak
Masalah
1. Pada individu
a. Biologis
Akibat dari
patah tulang akan mengakibatkan nyeri. Dan nyeri tidak diatasi dengan segera
akan berdampak lebih fatal.
b. Psikologis
Klien akan
mengalami goncangan jiwa berupa kecemasan, takut, khawatir karena tidak tahu
tentang prosedur (persiapan) operasi, perubahan cara berjalan dan memerlukan
banyak biaya.
c.
Sosial
Klien ditempatkan bersama
klien lain agar dapat berkomunikasi dan tidak merasa asing di sekitar
lingkungan rumah sakit.
d. Spiritual
Meskipun
klien berbaring di tempat tidur, klien masih tetap melakukan sholat 5 waktu dan
berdoa untuk kesembuhan.
6. Penatalaksanaan
1. Pertolongan darurat
a. Pemasangan
bidai (spunt)
Mencegah kerusakan jaringan lebih
lanjut, mengurangi rasa nyeri, kemungkinan terjadinya emboli lemak dan shock,
memudahkan transpotasi dan pengambilan foti.
2. Pengobatan
definitif
a. Reposisi
Mengembalikan fragmen – fragmen tulang pada posisi anatomi.
b. Imobilisasi
Mempertahankan untuk mempercepat
pengambilan pada tulang dan jaringan lunak.
c.
Rehabilitasi
1.
Menyelamatkan fungsi dari patah
tulang dalam masa atau proses penyembuhan
2.
Menggunakan fungsi se normal
mungkin dan secepat mungkin setelah sembuh.
3.
Mempertahankan kekuatan otot dan
mempercepat pengambilan fungsi penderita.
B. Konsep Keperawatan
Konsep
keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan
yang mempunyai 4 tahap yaitu pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
(H. Lismidar, 1990 ; 8..).
1.
Pengkajian.
Merupakan tahap awal dan landasan prses keperawatan
secara keseluruha,keberhasian proses keperawatan sangat bergatung kecermatan
dan ketelitian dalam tahap pengkajian ada 3 tahap, yaitu pengumpulan
data,pengelompokan data, dan perumusan diagnosa keperawatan. (H. Lismidar, 1990
; 1).
Pengumpulan data meliputi :
a.
Identitas klien
Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal MRS, diagnosa medis, nomer
register.
b.
Keluhan utama
Biasanya pada klien dengan fraktur akan mengalami
nyeri saat beraktifitas atau mobilisasi pada daerah yang fraktur tersebut.
c.
Riwayat kesehatan sekarang
Yaitu penyakit yang dirasakan sejak terjadinya
kecelakaan sampai MRS.
d.
Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang diderita oleh klien
sebelum mengalami kecelakaan.
e.
Riwayat kesehatan keluarga
Ada tidaknya riwayat dari keluarga
yang menderita atau yang pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakit lain
yang sifatnya menurun atau menular.
f.
Pola – pola fungsi kesehatan
1.
Pola resepsi dan tata laksana hidup
sehat
Pada fraktur akan mengalami
perubahan atau gangguan pada personal hiegene misalnya kebiasaan mandi, gosok
gigi, mencuci rambut, ganti pakaian, bak, bab.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami
gangguan penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah misalnya makan dirumah
gizi tetap sama sedangkan di rumah sakit disesuaikan dengan penyakit dan diit
klien.
3. Pola eliminasi
Kebiasaan miksi atau defekasi
sehari – hari, kesulitan waktu defekasi, upaya untuk mengatasi miksi, warna dan
konsistensi miksi dan defikasi
4. Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat
mengalami gangguan yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
5. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami
perubahan atau gangguan akibat dari fraktur (patah tulang) sehingga kebutuhan
klien perlu dibantu baik oleh perawat atau keluarga.
6.
Pola persepsi dan konsep diri
Pada fraktur akan mengalami
gangguan persepsi diri karena terjadi perubahan cara berjalan akibat kecelakaan
mengakibatkan patah tulang dan klien takut cacat seumur hidup atau tidak dapat
kembali bekerja.
7.
Pola sensori dan kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh fraktur
femur oleh kerusakan jaringan lunak serta tulang yang parah dan hilangnya darah
serta cairan seluler ke dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan gangguan
sensori, sedangkan pada pola kognitif atau cara berpikir klien tidak mengalami
gangguan misalnya pada pola kognitif klien mengalami gangguan jiwa.
8.
Pola reproduksi seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan
mempunyai anak maka akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika klien
belum berkeluarga klien tidak akan mengalami gangguan.
9.
Pola hubungan dan peran
Pola hubungan dan peran perlu di
pertanyakan bagaimana hubungan klien dengan orang lain, interaksi klien dengan
orang lain.
10. Pola penaggulangan stres
Cara penangulangan stres perlu di
pertanyakan apa yang membuat klien
menjadi stress dan bagaimana cara klien mengatasinya.
11.Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada fraktur femur tertutup
mengalami perubahan atau gangguan cara dan tempat, misalnya melakukan sholat
dengan cara duduk dan dilakukan diatas tempat tidur.
g.
Pemeriksaan fisik
1.
Keadaan umum
meliputi kesadaran klien, keadaan
klien secara umum, tingkat nyeri dan GCS-nya, serta kesadaran klien pada tensi,
nadi, suhu dan frekuensi, tinggi badan dan berat badan.
2. Sistem respirasi
Ada tidaknya sesak nafas, suara
tambahan, ada tidaknya pernafasan cuping hidung.
3. Sistem kardiovaskuler
Ada tidaknya nyeri dada, berapa
tensi dan nadinya, bagaimana perfusi jaringan.
4. Sistem genitourinaria
Produksi urine, ada tidaknya pada
waktu miksi, terpasang kateter atau tidak, bagaimana warna urinenya.
5. Sistem gastrointestinal
Nafsu makannya, ada tidaknya
kembung dan bagaimana peristaltik ususnya.
6.
Sistem muskuluskeletal
Ada tidaknya nyeri gerak, kekakuan
sendi, bagaimana tonus otot ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak, atau
adanya tanda – tanda fraktur misalnya
odema, nyeri, angulasi, krepitasi dan sebagainya.
7.
Sistem endokrin
Ada tidaknya kelenjar tiroid atau
struma, dan ada tidaknya pembesaran kelenjar limfe.
8.
Sistem persarafan
Ada tidaknya hemiplegi, paraplegi
dan bagaimana reflek patellanya.
h.
Pemeriksaan penunjang
1.
Pemeriksaan laboratorium
2.
Pemeriksaan radiologi
3.
Pemeriksaan lain – lain
2.
Analisa data
Data yang telah dikumpulkan atau dikelompokkan kemudian
dianalisa untuk menentukan masalah klien. Salah satunya adalah cara Abraham
Maslow. Analisa merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokkan data,
yaitu data subyektif dan data obyektif, menyeleksi, mengklasifikasi kemudian
menginterpretasikan serta akhirnya menentukan masalah keperawatan. (H. Lismidar
dkk. 1990 ; 6).
3.
Diagnosa keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa
keperawatan, diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien
yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga
masalah klien dapat diatasi dan dikurangi. (H. Lismidar, 1990).
Dari analisa diatas
dirumuskan suatu diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritasnya yaitu sbb :
1.
Nyeri berhubungan dengan pergerakan
fragmen tulang.
2.
Cemas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakitnya.
3.
Gangguan pemenuhan diri berhubungan dengan pembatasan gerak.
4.
Gangguan pemenuhan kebutuhan
spiritual (Sholat) berhubungan dengan pembatasan gerak.
5.
Ganganguan perubahan peran
berhubungan efek hospitalisasi.
4.
Perencanaan
Perencanaan
merupakan tahap dalam menyusun rencana keperawatan yang dilaksanakan setelah
pengumpulan data, menganalisa data dan menetapkan diagnosa keperawatan dan
selanjutnya menyusun rencana keperawatan dan melakukan pendekatan yang
dilakukan untuk memecahkan masalah klien. (H. Lismidar dkk., 1993 ; 35).
Adapun rencana keperawatan
berdasarkan prioritas masalah yang menggangu fungsi organ dan mengancam jiwa
serta mengganggu kesehatan. (Drs. Nasrul Efendi, 1995 ; 35).
1.
Diagnosa keperawatan pertama
Nyeri berhubungan dengan pergerakan
fragmen tulang
a. Tujuan
Rasa nyeri berkurang atau hilang
dalam waktu 4 jam.
b. Kriteria hasil
- Klien mengatakan nyeri berkurang
- Ekspresi wajah tidak menahan rasa
sakit
- Tanda –
tanda vital normal, tensi 130/80 mmHg,
nadi 80x/menit, suhu 37ºC, RR 20x/menit.
c. Rencana tindakan
-
Kaji tingkat, intensitas dan
lamanya nyeri.
-
Jelaskan tentang proses terjadinya
nyeri
-
Ajarkan teknik relaksasi dan
distraksi
-
Anjurkan Kx untuk mengurangi
pergerakan secara berlebihan
-
Berikan fiksasi pada kaki Kx
misalnya, dengan bantal pasir
-
Observasi TTV
-
Kolaborasi dengan dolter dalam
pemberian terapi, analgetika dan skin traksi
d. Rasional
-
Untuk menentukan kualitas nyeri
-
Klien mengerti tentang proses
terjadinya nyeri
-
Untuk mengurangi rasa nyeri dengan
cara pengalihan
-
Mengurangi rasa nyeri
-
Untuk menghindari pergerakan kaki
sehingga mengurangi gesekan tulang.
-
Untuk mengetahui perkembangan klien
secara dini.
-
Tepat dalam pemberian terapi dan
mengurangi rasa nyeri
2.
Diagnosa keperawatan kedua
Cemas berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya ditandai dengan klien sering melamun,
sering menanyakan tentang penyakitnya.
a.
Tujuan
Kecemasan berkurang dalam waktu 2 jam.
b.
Kriteria hasil
-
Klien mengatakan tidak cemas lagi
-
Klien tidak menanyakan lagi tentang
penyakitnya
-
Klien tidak melamun lagi
c.
Rencana tindakan
-
Kaji tingkat kecemasan.
-
Tunjukan pada Kx orang yang pernah
mengalami sakit yang sama dan akhirnya pulang karena sudah sembuh
-
Motivasi dan libatkan keluarga
untuk mmemberikan dorongan mental
-
Jelaskan pada klien tentang
penyakitnya
-
Beri kesempatan pada klien untuk
bertanya
-
Anjurkan klien untuk selalu berdo’a
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
d.
Rasional
- Untuk mengetahu persepsi klien terhadap
ancaman diri
- Agar klien tahu dan dapat
mengurangi ras cemasnya
- Agar klien tidak mudah putus asa
- Agar klien mengetahui tentang
sakitnya
- Membuka wawasan klien tentang
sakitnya
- Agar klien merasa lebih tenang.
3. Diagnosa
keperawatan ketiga
Gangguan pemenuhan kebutuhan
diri secara mandiri berhubungan dengan pembatasan gerak
a. Tujuan
Klien seminimal mungkin
memerlukan bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya.
b. Kriteria hasil
-
Klien mengatakan tidak memerlukan
bantuan orang lain dalam memenuhi
kebutuhannya.
-
Keadaan umum baik, klien dapat
makan, minum tanpa bantuan orang lain.
c. Rencana
tindakan
-
Bantu k.ien dalam pemenuhan
kebutuhan sebatas ketidak mampuan klien.
-
Dekatkan alat / kebutuhan yang
sekiranya dapat diambil oleh klien secara mandiri.
-
Motivasi klien untuk memenuhi
kebutuhannya semaksimal mungkin.
-
Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuahn
klien sebatas ketidak mampuan klien.
d. Rasional
-
Untuk mengurangi pergerakan kaki
sehingga nyeri berkurang
-
Melatih klien agar tidak selalu
bergantung pada orang lain
-
Agar klien mau dan dapat mengurangi
ketergantungan pada orang lain.
-
Agar klien merasa diperhatikan dan
mengurangi rasa nyeri
4. Diagnosa keperawatan keempat
Gangguan pemenuhan kebutuhan
spiritual (sholat) berhubungan dengan pembatasan gerak
a. Tujuan
terpenuhinya kebutuhan
spiritual (sholat) setelah dilakukan tindakan keperawatan
b. Kriteria hasil
-
Klien mengatakan dapat sholat
dengan posisi terlentang
-
Keadaan umum membaik
c. Rencana
tindakan
-
Beri penjelasan pada klien
pentingnya pendekatan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa
-
Ajarkan cara sholat dengan posisi
terlentang
-
Ajarkan klien mengenai cara
bertayamum.
d. Rasional
-
Untuk memberikan ketenangan hati
-
Agar klien dapat mengerjakan sholat
meskipun dalam keadaan terlentang
-
Agar dapat melaksanakan sholat
meski tidak wudhu.
5. Diagnosa
keperawatan kelima
Gangguan perubahan peran
berhubungan dengan efek dari hospitalisasi
a. Tujuan
Klien kembali pada perannya
seperti semula
b. Kriteria hasil
-
Klien mengatakan dapat mengajar
lagi.
-
Keadaan umum baik.
c. Rencana
tindakan
-
Beri penjelasan tentang pentingnya
kesehatan
-
Yakinkan klien dapat mengajar
kembali.
d. Rasional
-
Agar klien mengerti dan memahami
keadaan dirinya
-
Agar klien merasa tenang dan tidak
punya beban.
ConversionConversion EmoticonEmoticon