LAPORAN PENDAHULUAN
MORBUS HANSEN
A. KONSEP DASAR
I. Pengertian
Morbus
Hansen adalah penyakit kronis yang disebabkan infeksi Mycobocterium Leprae. (M.
Leprae). (Arief Mansjor, 1999)
Morbus Hansen (kusta, lepra) adalah
penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya adalah Mycobocterium Leprae yang
intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan
mokusa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali
susunan saraf pusat. (FKUI)
II. Etiologi
Kuman penyebabnya adalah Mycobocterium
Leprae yang ditemukan oleh G. A. HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia, yang
sampai sekarang belum juga dapat dibiakkan dalam media artifisial. M. Leprae
berbentuk basil dengan ukuran 3 – 8 Um x 0,5 Um, tahan asam dan alkohol, serta
positif – gram.
III. Gejala Klinis
1.
Kelainan syaraf tepi
Kerusakan syaraf tepi bisa bersifat sensorik, motorik
dan autonomik. Sensorik biasanya berupa hipoestesi ataupun anestesi pada lesi
kulit yang terserang. Motorik berua kelemahan otot, biasanya didaerah
ekstremitas atas, bawah, muka dan otot mata. Autonomik menyerang persyarafan
kelenjar keringat sehingga lesi terserang tampak lebih kering. Gejala lain
adalah adanya pembesaran syaraf tepi terutama yang dekat dengan permukaan kulit
antaralain : n. ulnaris, n. aubikulasi magnus, n. peroneus komunis, n. tibialis
posterior dan beberapa syaraf tepi lain.
2.
Adanya lesi kulit yang khas dan
kehilangan sensinilitas. Lesi kulit dapat tinggal atau multipel, biasanya
hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga.lesi
dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula,papul atau nodula.
3.
BTA Positif
Pada beberapa kasus ditemukan hadil basil tanah assam
dari kerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus
dicurigai dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta
atau penyakit lain.
IV. Patofisiologi
V. Pemeriksaan
1.
Pemeriksaan Klinis
-
Kulit
Dicari adanya gangguan sensibilitas terhadap suhu, nyeri
dan rasa raba pada lesi yang dicurigai :
a).
Pemeriksaan sensibilitas suhu
(terpenting) dilakukan dengan cara tes panas dingin
b).
Terhadap rasa nyeri digunakan
jarum pentul
c).
Terhadap rasa raba digunakan
kapas
d).
Gangguan autonomik terhadap
kelenjar keringat dilakukan guratan tes (lesi digores dengan tinta) penderita
exercire, bila tinta masih jelas berarti tes (+) (Gunawan test)
-
Syaraf tepi
Dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan syaraf tepi yang
berjalan didekat permukaan kulit. Cara pemeriksaan :
a.
N. Aurikularis magnos
Kepala
menoleh kearah yang berlawanan, maka teraba syaraf menyilang.
b.
N. Ulnaris
Posisi tangan dalam keadaan sendi siku fleksi, jabat
tangan penderita, raba epikondilus medialis humerus, dibelakang dan atas sulkus
ulanaris, urut kearah proksimal untuk membedakan dengan tendon.
c.
N. Peroneus komunis
Penderita duduk dalam keadaan lutut fleksi 900,
raba kapitilum fibulae kearah bagian atas dan belakang.
d.
N. Tibialis posterior
Raba maleolus medialir kaki, raba bagian posterior dan
urutkan ke bawah kearah tumit.
Pemeriksaan
harus dibandingkan kiri dan kanan dalam hal size (besar), shape (bentuk),
texture (seratnya) dan tenderness (lunaknya).
-
Infeksi
Penderita diminta memejamkan mata, menggerakkan mulut,
bersiul dan tertawa untuk mengetahui fungsi daraf wajah.
2.
Pemeriksaan Bakteriologi
-
Sediaan diambil dari kelainan
kulit yang paling aktif
-
Pemeriksaan bakteriologis
dilakukan dengan pewarnaan tahan asam yaitu Zieal Neelse atau kinyoon – Gabett.
-
Cara menghitung BTA dalam
lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig-zag, huruf z dan setengah atau
seperempat lingkaran.
3.
Pemeriksaan Sesologi
-
Lepromin test : untuk
mengetahui imunitas seluler dan membantu menentukan tipe kusta.
-
MLPA (Mycobacterium Lepra
Particle Agglutination) : untuk mengetahui imunitas humoral terhadap antigen
yang berasal dari M. Leprae.
-
PCR (Polimerase Chain Reaction)
Sangat sensitif
Dapat mendeteksi 1 – 10 kuman
Seiaan diambil biasanya pada jaringan
4.
Pemeriksaan Histopatologi
Sebagai pemeriksa penunjang untuk diagnosis dan
menentukan tipe kusta.
VI. Klasifikasi Penderita Kusta
Klasifikasi Pbdan MB menurut Depkes RI, 1999
Kelainan kulit dan hasil pemeriksaan bakteriologis
|
Tipe PB
|
Tipe MB
|
1.
Bercak (Makula)
A.
Jumlah
B.
Ukuran
C.
Distribusi
D.
Permukaan
E.
Batas
F.
Gangguan sinsibilitas
G.
Kehilangan kemampuan
nerkeringat, bulu rontok pada bercak
2.
Infiltrat
A.
Kulit
B.
Membran Mukosa (hidung
tersumbat, perdrahan dihidung)
3.
Nodulus
4.
Penebalan syaraf
5.
Deformatis (cacat)
6.
Sediaan apus
7.
Ciri-ciri khusus
|
1 – 5
kecil dan besar
onilateran atau bilateral asimetris
kering dan kasar
Tegas
Selalu ada dan jelas
Bercak tidak berkeringat, ada bulu rontok pada bercak
Tidak ada
Tidak pernah ada
Tidak ada
> sering terjadfi dini asimetris
Biasanya asimetris terjadi dini
BTA Negatif (-)
Cental healing penyembuhan ditengah
|
Banyak
Kecil
Bilateral, simetri
Halus, berkilat
Kurang tegas
Biasanya tidak jelas, jika tidak terjadi pada yag sudah lanjut
Bercak masih berkeringat bulu tidak rontok
Ada kadang / tidak
Kadang ada
Kadang ada
Terjadi pada yang lanjut biasanya lebih dari satu dan simetris
Terjadi pada stadium lanjut
BTA positif (+)
Punched out lesion (lesi seperti kue donat), nadarosis,
ginekomastia, hidung pelana, suara sengau.
|
Klasifikasi PB dan MB menurut WHO (1995)
|
Tipe PB
|
Tipe MB
|
1.
Lesi kulit
2.
kerusakan syaraf (menyebabkan hilangnya sensasi atau
kelemahan otot yang dipersyarafi oleh saraf yeng terkena)
|
-
1 – 5 lesi
-
hipopigmentasi / eritema
-
distribusi tidak simentris
-
hilangnya sensari yang jelas
-
Harga satu cabang saraf
|
-
> 5 lesi
-
distribusi lebih simetris
-
Hilangnya sensai
-
Banyak cabang saraf
|
VII.
Penatalaksaan
Diberikan berdasarkan segimen MDT (Multi Drug Theraphy)
1.
Pausibasiler
-
Rifampisin 600 mg / bulan,
diminum didepan petugas (dosis supervisi)
-
DDS (Distil Diamino Sulfat) 100
mg / hari
Pengobatan diberikan secara teratur
selama 6 bulan dan diselesaikan dalam waktu maksimal 9 bulan.
Setelah selesai minum 6 dosis
dinyatakan RFT (Relaie From Treatment)
2.
Muti basiler
-
Rifampisin 600 mg / bulan,
dosis pervisi
-
DDS 100 mg / hari
Pengobatan dilakukan secara teratur sebanyak 12 dosis /
bulan dan diselesaikan dalam waktu maksimal 18 bulan. Setelah selesai 12 dosis
dinyatakan RFT, meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan BTA positif.
VIII. Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang
dapat terjadi pada Px kusta baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun
karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
Pengkajian merupakan pemikiran dasar
dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi, atau data
tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenai masalah kebutuhan
kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
(nasrul Effendi, 1995)
a.
Pengumpulan Data
1.
Identitas klien
Penyakit kusta (MH) dapat menyerang semua umur,
anak-anak lebih rentan dari pada orang dewasa frekuensi tertinggi pada kelompok
dewasa (umur 25 – 35 tahun), sedangkan pada kelompok anak umur 10 – 12 tahun,
dan biasanya pada keluarga yang sosial ekonomi rendah dan berpendidikan rendah.
2.
Keluhan utama
Biasanya Kx dengan penyakit kusta mengeluh ada
bercak-bercah merah pada kulit di tangan, kaki, atau diseluruh badan dan wajah
kadang disertai dengan tangan (jari-jari) dan kaki kaku dan bengkak
kadang-kadang disertai nyeri atau mati rasa, kadang juga disertai suhu tubuh
meningkat.
3.
Riwayat penyakit sekarang
Adanya keluhan kaku pada jari-jari tangan dan kaki,
nyeri pada pergelangantangan, tangan dan kaki bengkak disertai dengan suhu
tubuh meningkat. Ada juga Kx kusta dengan ulkus yang sudah membesar dan dalam
baru. Biasanya klien dengan penyakit kusta tidak dapat mengeluarkan keringat
dan mati rasa.
4.
Riwayat penyakit dahulu
Biasanya pada Kx kusta sudah menjalankan pengobatan
tetapi berhenti dengan sendirinya maka dari banyak penderita kusta yang
mengalami pengobatan ulang.
5.
Riwayat penyakit keluarga
Kusta merupakan penyakit menular maka dari itu
kemungkinan ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan
penderita.
6.
Pola-pola kesehatan
a.
Pola persepsi dan tata laksana
hidup sehat
Penderita pada umumnya personal hygienenya kurang dengan
tata laksana hidup yang tidak sehat karena keadaan ekonomi yag sosial rendah.
Kadang-kadang Kx yang menjalankan pengobatan yang tidak teratur maka penderita
akan kambuh lagi.
b.
Pola nutirsi dan metabolisme
Pada umumnya Kx dengan kusta (MH) tidak mengalami
gangguan kebutuhan nutrisi dan metabolisme.
c.
Pola eliminasi
Pada pola ini biasanya tidak terjadi perubahan karena
biasanya Kx dapat Eliminasi Alvi dan urin secara normal seperti sehari-harinya.
d.
Pola istirahat dan tidur
Kx dengan kusta (MH) biasanya tidak mengalami
gangguandalam instirahat dan tidur namun kadang-kadang ada rasa nyeri dan kaku
pada jari-jari tangan dan kaki, kadang-kadang Kxapabila pada waktu sore atau
malam hari Kx panas sampai menggigil dan istarahat dan tidurnya jadi terganggu.
e.
Pola aktivitas dan latihan
Pada umumnya Kx dengan kusta megalamiperubaha pada pola
altivitas dan latihan karena Kx mengalami kaku dan bengkak pada kaki dan
tangannya. Kadang-kadang ada Kx sampai terjadi ulks dan metilasi.
f.
Pola persepsi diri
Adanya kecemasan, menyangkal, perasaan tidak berdaya dan
tidak punya harapan sehingga terjadi perubahan mekanisme dap perubahan dini
yang terpenting.
g.
Pola persepsi dan pengetahuan
Biasanya Kx dengan kusta dengan pendidikan yang rendah
jadi terjadi kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita oleh Kx, Kx
tidak tahu tentang cara hidup dan pengetahuan perawatan dini.
h.
Pola penanggulangan stress
Adanya ketidakefektifan dalam mengatasi masalah individu
dan keluarga. Biasanya Kx dengan kusta tingkat stersnya tinggi (cemas).
i.
Pol areproduksi sexual
Pada umumnya Kx terjadi penurunan disfungsi sexual atau
kadang-kadang tidak terjadi gangguan pada pola lain.
j.
Pola hubungan dan peran
Terjadi gangguan yang sagat menganggu hubungan
interpersonal karena kusta (MH) di kenal sebagai penyakit yang menular atau ada
juga yang menyebut dengan penyakit kutukan.
k.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada umumnya terjadi distress spiritual pada penderita
namun kadang-kadang ada penderita yang lebih takun dalam beribadah setelah
mendapatkan penyakit kusta.
7.
Pemeriksaan
a.
Pemeriksaan integumen
Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas,
lesi kulit dapat tinggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi
kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga, lesi dapat bervariasi
tetapi umumnya berupa makula, papul atau nodul.
Dicarai adanya gangguan sensibilitas terhadap suhu,
nyeri dan rasa raba pada lesi yang dicurigai :
-
Pemeriksaan sensibilitas suhu
(terpenting) dilakukan dengan cara tes panas dingin
-
Pemeriksaan terhadap nyeri
digunakan jarum pentul
-
Terhadap rasa raba digunakan
kapas
-
Gangguan autonomik pada
kelenjar keringat dilakukan guratan tes (lesi digores dengan tinta) penderita
exercise, bila tinta masih jelas berarti tes (+) (Gunawan test)
Pada pemeriksaan inspeksi dilihat
kulit yang keriput, penebalan kulit, dan kehilangan rambut tubuh, terjadi mati
rasa pada Kx, kadang-kadang terjadi ulkus dan biasanya Kx datang sudah terjadi
mutilasi tetapi ada juga yang belum terjadi mutilasi.
Dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
syaraf tepi yang berjalan didekat permukaan kulit didapat (biasanya) terjadi
gangguan pada N. Ausikularis Magnus, N. Ulnaris, N. Pareneus lateralis hamunis
dan N. Tibialis posterior.
b.
Pemeriksaan bakteriologi
BTA positif
c.
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital terjadi peningkatan
suhu tubuh.
II. Diagnosa Keperawatan
1.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan proses penyebaran penyakit.
2.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan otot, kaku.
3.
Cemas berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya.
4.
Resti infeksi berhubungan
dengan pertahanan tubuh yang lemah.
5.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan
dengan proses infeksi.
6.
Gangguan konsep diri
berhubungan dengan perubahan pada tubuh atau perasaan merasa ditinggalkan.
III. Intervensi dan Rasional
1.
Diagnosa : Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan proses penyebaran, ulkus akibat M. Leprae.
Tujuan : Menunjukkan tingkah laku
atau tehnik mencegah kerusakan kulit atau menigkatkan penyembuhan.
Kriteria Hasil : - Mencapai kesembuhan luka
- Menunjukkan
penyembuhan pada lesi
- Tidak terjadi
komplikasi dan proses penyebaran tidak terlalu banyak
Intervensi dan Rasional :
1.
Gunakan tehnik aseptik dalam
perawatan luka
R/ Mencegah luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi.
2.
Kaji kulit tiap hari dan
warnanya turgor sirkulasi dan sensori
R/ Menentukan garis dasar bila ada
terdapat perubahan dan dapat melakukan intervensi yang tepat.
3.
Instruksikan untuk melaksanakan
hygiene kulit dan melakukan masase dengan lotion / krim
R/ Mempertahankan kebersihan kulit
dan menurunkan resiko trauma dermal kulit yang kering dan rapuh massase.
Meningkatkan sirkulasi kulit dan meningkatkan kenyamanan.
4.
Tingkatkan masukan protein dan
karbohidrat
R/ Mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.
5.
Pertahankan sprei bersih atau
ganti sprei dengan kebutuhan kering dan tidak berkerut
R/ Freksi kulit disebabkan oleh kain
yang berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi dan potensial terhadap
infeksi.
6.
Kolaborasi dengan tim medis
lainnya
R/ Melaksanakan fungsi interdependent.
2.
Diagnosa : Peningkatan suhu
tubuh berhubungan dengan proses infeksi dari M. leprae.
Tujuan : 2 x 24 jam suhu tubuh
kembali normal.
Kriteria Hasil : - Suhu 36,5 – 37,5 oC
- Nadi 60 – 100
x / m
-
Palpasi kulit hangat
- Mukosa bibir lembab
Intervensi dan Rasional :
1.
Jelaskan pada Kx tentang sebab
dan akibat terjadinya panas
R/ Kx mengarti dan dapat kooperatif.
2.
Beri kompres basah pada ketiak
dan lipatan paha
R/ Pemindahan panas secara konduksi.
3.
Beri pakaian yang tipis dan
menyerap keringat
R/ Pemindahan panas secara ovaporasi.
4.
Lakukan observasi tanda-tanda
vital tiap 6 jam (suhu, nadi, respivasi, mukosa bibir dan akral)
R/ Deteksi dini adanya perubahan.
5.
Jaga sirkulasi ruangan
R/ Pemindahan panas secara radiasi.
6.
Lakukan kolaborasi dengan tim
dokter dalam pemberian antipiuretik
R/ Antipiuretik dapat menurunkan panas.
3.
Diagnosa : Cemas berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita.
Tujuan : Setelah dilakukan
penjelasan Kx dapat mengerti dan cemas berkurang
Kriteria Hasil : - Kx mau bekerja
sama dengan tim medis dalam tindakan keperawatan, dan Kx dapat mengungkapkan
ketenangannya, tidak gelisah dan expresi wajah tenang
Intervensi dan Rasional :
1.
Ketahui persepsi Kx terhadap
penyakitnya
R/ Setiap orang memiliki pengetahuan yang berbeda
2.
Berikan informasi mengenai
penyebab penyakitnya
R/ Informasi merupakan suatu
komunikasi yang penting dalam hubungan transaksimal.
3.
Beri pengetahuan tentang
enyakit kusta sesuai pendidikan
R/ Penanaman dapat memudahkan kerja
sama dalam mempercepat proses penyembuhan.
4.
Bantu klien untuk
mengidentifikasi reaksi yang timbul
R/ Melaksanakan hubungan perawat dan
Kx dalam rangka memberikan bantuan.
IV. Implementasi
Pada tahap ini pengolahan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perawatan
yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi secara optimal.
V. Evaluasi
Adalah langkah terakhir dalam proses keperawatan yaitu
kegiatan yang disengaja dan terus menerus melibatkan Kx, perawat dan anggota
kesehatan lain. Tujuan evaluasi yaitu untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
tindakan keperawatan tercapai atau tidak atau bahkan timbul masalah baru serta
untuk melaksanakan pengkajian ulang.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Mansjoer Arif, ddk, Kapita
Selekta Kedokteran, Jilid Ketiga Edisi Kedua, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2000.
2.
Adhi Juandha, Prof. Dr, Ilmu
Penyakit Kulid dan Kelamin, Edisi Ketiga, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 1999.
3.
Standar Asuhan Keperawatan
Interna RS Siti Khadijah, Sepanjang, 2004.
4.
Pedoman Diagnosis dan Terapi
Lab / UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
RSUD Soetomo, Surabaya, 2000.
5.
Marilyn E. Dongoes.2000. Rencana
Asuhan Keperawatan, edisi 3. Jakarta : EGC.
6.
Lynda Juall Carpenito.2000. Buku
Diagnosa Keperawatan, edisi 8. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
DIAGNOSA MORBUS HANSEN DIRUNAG KULIT LAKI
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
Oleh :
EKA PREHATINI S.F
02.110.016
AKADEMI
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURABAYA
2005
ConversionConversion EmoticonEmoticon