MAKALAH
“ PENGARUH KEADAAN FISIK DAN
KIMIAWI PADA VIRUS “
Disusun
Oleh :
RATIH PRATIWI ` (10.049)
SITI LAILATUL MUAWANAH (10.056)
SITI NUR FATIMAH (10.057)
ZAHROTUN NIHAYAH (10.065)
PROGRAM STUDI D3 ANALISIS KESEHATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2011
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb.
Dengan menyebut nama Allah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt,
yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menylesaikan
makalah dengan sebaik-baiknya yang berjudul ”Pengaruh Keadaan Fisik dan Kimiawi
pada Virus ” tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan pada Nabi
Muhammad SAW dan keluarganya serta para sahabat yang telah wafat.
Penulis menyadari bahwasannya
makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, apabila
ada kekurangan dan kelemahan, mohon kritik dan sarannya. Untuk
kesempurnaan dan pengembangan tulis selanjutnya.
Demikian makalah ini kami buat,
semoga makalah ini dapat memberi kemudahan mahasiswa dan mahasiswi Universitas
Muhammadiyah Surabaya
Wassamualaikum
Wr. Wb.
Surabaya, 10 Oktober 2011
Penyusun
Daftar Isi
Kata
Pengatar ………………………………………...............……………. i
Daftar
isi ………………………………………………..............…………. ii
BAB
I PENDAHULUAN ………………………...………………......…… 1
BAB
II PEMBAHASAN ……………………………………….....……..… 2
2.1
Suhu ………………………………………............….............… 2
2.2
Stabilitasi virus dengan Garam-Garam
…….......……........…… 3
2.3 Derajat keasaman ( PH ) ……………………............………… 4
2.4 Radiasi ………………………………………............…………
5
2.5 Pengecatan Vital
……………………………............………… 6
2.6
Kepekaan terhadap Eter ………………………….........………
6
2.7
Pengaruh Obat–obat khemoterapeutika (obat – obat sulfa dan
antibiotika)
dan khemoprofilaksia ………………............………… 8
2.8 Efek terhadap desinfektan …………...………............…………
9
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan ………………………....………………….…….. 11
3.2
Saran ………………………………….…..…......................…. 11
Daftar
Pustaka …………………………………………………..….…….. 12
BAB
I
PENDAHULUAN
Banyak yang Alloh ciptakan di dunia ini
bermacam-macam makhluk hidup , semuanya merupakan manfaat bagi kehidupan ini
dari yang terbesar hingga yang terkecilpun semuanya sudah ada jalan takdirnya
masing-masing. Contoh saja virus, virus adalah makhluk mikroorganisme yang
tidak bisa terlihat oleh mata. Dari adanya virus ini banyak penelitian yang
berkembang, dari virus ini banyak hal yang baru. Bukan hanya hal yang negatif
saja namun ada yang positif juga karena dibalik kelebihan pasti ada kekurangan.
Setiap makhluk ciptaan Alloh, seperti
virus ini pasti akan mengalami pengaruh dari keadaan eksternaldan internal,
seperti pada diri virus sendiri yang berinteraksi dengan makhluk hidup yang
lain akan mengalami kemerosotan seperti mati, hancur atau pun bisa pura-pura
mati dan pada rangsangan luar seperti suhu, sinar ultra violet, kandungan kimia
banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan virus.
Bukan hanya sebagai bahan penelitian
saja namun diharapkan akan menjadi acuan tentang bagaimana perkembangan dan
perkembanganvirus terhadap suhu, kandungan kimia dan menyadarkan akan ciptaan
Alloh yang beraneka ragam akan menjadikan kita untuk menggali dan mencari ilmu
hingga kita tidak pernah puas dengan apa yang kitra dapatkan.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
PENGARUH
PENGARUH KEADAAN FISIK DAN KIMIAWI TERHADAP VIRUS
2.1 Suhu
Bila virus dipanaskan 56 – 60ᵒ C
selama 30 menit ( pasteurisasi ) akan mengalami insktivitas dan virus akan
menurun atau hilang daya infeksinya. Hal ini karena protein (kapsid) mengalami
denaturasi. Ada virus-virus yang tahan panas seperti hepatitis, adenovirus dan
scrapievirus sehingga tidak mengalami inaktivitas. Virus yang dibeku keringkan
( liofilisasi, freze dried ) dan disimpan pada suhu lemari es biasa ( 4-8ᵒ C )
bisa tahan hidup beberapa bulan dan pada suhu -70ᵒ C bisa tahan bertahun –
tahun.Vierus yang mempunyai pembungkus cenderung kehilangan infektivitas
setelah penyimpanan lama meskipun pada suhu -90ᵒ C, terutama peka terhadap
pembekuan dan pencairan yanng berulang- ulang. Namun dengan adanya
dimetilsukfosid (DMSO) dalam konsentrasi kurang dari 5%, virus – virus ini
menjadi stabil ( Depkes RI, 1996 :19 ).
Karena virus hanya terdiri dari asan
nukleat yang dikelilingi oleh protein, virus sangat mudah dipengaruhi faktor –
faktor luar. Pengetahuan tentang faktor fisik dan kimiawi yang menghilangkan
infektivitas virus penting tidak hanya untuk desinfektasi dan antisepsis,
tetapi juga dalam hubungannya dengan pembuatan vaksin, isolasi virus dari bahan
pemerikasaan dan pengawetan virus. Pada umumnya virus sangat labil terhadap
pengaruh panas. Kecuali virus hepatitis B dan virus scrapie, pemaparan virus
pada suhu 55 - 60ᵒC selama beberapa menit menyebabakan denaturasi kapsid dan
hilangnya infektivitas virion akibat ketidakmampuannya melekat pada sel
atau/dan gangguan pada proses pelepasan selubung kapsid ( uncoating ). Bahkan pada suhu tubuhpun, kehilangan infektivitas
terjadi. Beberapa virus lebih stabil terhadap pengaruh panas daripada virus
lainnya. Adenovirus, enterovirus, papovavirus termasuk virus relatif stabil
terhadap pengaruh panas, sedangkan flavirus, Respiratory syncytal virus
termasuk yang relatif labil. Virus berselubung umumnya lebih labil terhadap
pengaruh panas daripada virus ikosahendral telanjang. Dapat dikatakan bahwa
waktu paruh untuk hampir semua virus dapat dihitung dalam detik pada suhu 60ᵒC, menit pada suhu 37ᵒC, jam pada 20ᵒC,
hari pada 4ᵒC, bulan s/d tahun pada suhu lebih rendah atau sama dengan minus 70ᵒC.karena
itu untuk penyimpanan jangka lama, suspensi virus harus disimpan pada suhu
sangat rendah atau dengan cara liofilisasi (freeze-drying)
( Mikrobiologi Kedokteran, 1993 :248-249 ).
Pada suhu 50 – 60 C selam 30 menit maka daya
infeksinya hilang atau berkurang (INAKTIVASI).Virus dapat disimpan dengan
diLiofilisasi (dibekukeringkan) dan masih mempunyai daya infeksi.Virus akan
kehilangan infeksitas setelah penyimpanan tetapi dengan Dimetil Sulfoxida
(DMSO) konsentrasi 5%, virus menjadi lebih stabil.Daya infeksi virus :
-
Pada
suhu kamar à tetap.
-
Pada
suhu ± 4C à tahan selama bertahun-tahun.
-
20
s/d. -70 C à akan tahan lebih lama lagi
(aaknasional.files.wordpress.com)
2.2 Stabilitasi
virus dengan Garam-Garam
Banyak
virus dapat distabilkan dengan garam-garam dalam konsentrasi tertentu (molar
tertentu ). Dengan penambahan garam – garam tersebut virus akan tetap infektif
dan tahan terhadap pemanasan pada suhu 80ᵒC selama 1 jam. Mekanisme stabilisasi
virus dengan cara ini belum diketahui misalnya:
·
Mg
1
mol dapat menstabilkan virus – virus polio, Echo, Coxsackie . Rhinovirus,
Reovirus.
·
Mg
1
mol menstbilkan virus influenza, para influenza, Morbilli dan Mumps.
·
Na2
1
mol terhadap virus herpes Herpes Simplex. Herpes zoster.
Adakalanya
efek stabilisasi dengan garam ini digunakan untuk membunuh virus kontaminan.
Misalnya pada pembuatan vaksin Polio Sabin. Vaksin ini dibuat dengan cara
menanan virus dalam biakan jaringan ginjal kera Rhesus. Kera ini mungkin saja
mengandung virus SV 40 tanpa menunjukkan gejala sakit, sedangkan menurut
penelitian virus SV 40 ini bisa menyebabkan sarkoma pada hamster. Dan suda
dibuktikan pula bahwa virus SV 40 berhasil ditemukan kembali dari tinja orang
yang sudah divaksinasi. Untuk mencegahnya maka virus Polio yang sudah dipanen
dari biakan jaringan ginjal kera tadi diberi Mg
1
mol, panaskan 60ᵒC 1 jam, virus polio tidahk inaktifikasi tetapi virus SV 40
mati (
Depkes RI, 1996 :19 ).
Diketahui pula bahwa beberapa jenis
garam bersifat sebagai stabilisator. Larutan garam Mg
; Mg
; Na2
secara berturut-turut dapat mempertinggi
stabilitas enterovirus, sebagai rhinovirus, reovirus;myxovirus, rubella virus;
dan herpesvirus. Dengan cara menambahkan Mg
misalnya, enterovirus tahan suhu pemanasan 56ᵒC
selam 1 jam (Mikrobiologi Kedokteran, 1993 :248-249).
Banyak virus dapat distabilkan dengan garam-garam pada
konsentrasi tertentu.Senyawa yang dipakai :MgCl2, (Virus Polio,
Echo, Coxsackie, Rhijovirus), MgSO4, (Virus Influenza, Morbili),
Na2SO4.
(Virus Herpes Simplek) (aaknasional.files.wordpress.com)
2.3 Derajat
keasaman ( PH )
Virus
biasanya hidup subur pada PH 5 – 7,5 dan diluar suhu tersebut virus akan mati
atau inaktif, kecuali golongan Arbovirus yang tahan sampai PH 9. Dan yang
paling baik virus biasanya hidup pada PH
7,0 – 7,4 oleh karena itu setiap buffer yang digunakan untuk mengelola
virus serta untuk kepentingan tes serelogis biasanya digunakan PH 7,0 – 7,4 (
Depkes RI, 1996 :19 ).
Suspensi virus
lebih baik bila terdapat dalam larutan isotonik dan PH faali, walaupun
demikian batas toleransinya cukup luas. Dalam hubungannya dengan PH dikenal tes stabilitas terhadap PH rendah dan
yang berguna untuk membedakan Enterovirus dan Rhinovirus. Pada tes ini virus di
suspensikan dalam larutan dengan PH 3,0 dan di eram selama 3 jam, kemudian
infektivitasnya diukur. Enterovirus bersifat stabil, sedangkan Rhinovirus dan rubella virus tidak stabil (
Mikrobiologi Kedokteran, 1993 :248-249 ).
Virus hidup pada pH 5.0 – 9.0.Hidup baik pada pH 7.0 –
7.4.sehingga setiap buffer yang digunakan untuk mengolah virus dan untuk tes
serologis digunakan pH 7.0 – 7.4.Virus yang dapat bertahan pada pH 9.0 sedikit
sekali, hanya golongan Arbovirus (aaknasional.files.wordpress.com).
2.4 Radiasi
Pada
umumnya sinar X ( sinar rontgen ), ultra violet (UV) dan partikel berenergi
tinggi dapat menghilangkan aktivitas virus atau membunuh virus. Dosisnya bervariasi
untuk setiap jenis virus( Depkes RI, 1996 :21 ).
Semua virus dapat diinaktifkan oleh
radiasi elektro magnetik, terutama sinar pengion dan sinar gelombang pendek.
Sinar X menginaktifkan virus dengan cara memecah asam nukleat. Oleh karena itu
inaktivasi oleh sinar X pada virus dengan asam nukleat rantai tunggal lebih
efektif dari pada virus dengan asam nukleat rantai ganda. Sinar ultra ungu juga
merusak asam nukleat yaitu dengan terjadinya ikatan kovalen antara 2 molekul
pirimidin berdekatan membentuk derivat siklobutan, akhirnya mengakibatkan
ketidak mampuan asam nukleat bereplikasi dan juga mungkin translasi . Selain
itu sinar ultra ungu menyebabkan ikatan silang(cross link) antara 2 rantai DNA dan
pembentukan fotohidtrat(derivat 6 hidroksi 5-6 dihidro) yang keduanya berperan
dalam mekanisme inaktivasi. Pada dosis radiasi sangat tinggi, selain asam
nukleat , kapsidpun menjadi rusak sehingga virus kehilangan kemampuan untuk mengadakan interferensi, haemaglutinasi
dan sifat-sifat khas keantigenannya( Mikrobiologi Kedokteran, 1993 :248-249 ).
Sinar X ( Rontgen), Ultraviolet (UV) dan partikel
berenergi tinggi dapat menghilangkan aktivitas virus atau membunuh virus.
Dosisnya bervariasi untuk setiap jenis virus (aaknasional.files.wordpress.com).
2.5 Pengecatan
Vital
Virus
dapat ditembus sampai tingakat tertentu oleh zat warna vital, seperti toluidin
blue, Netral Red, proflavin atau acridin orange. Zat warna ini akan diserap dan
mengikat asam nukleat virus sehingga virus akan menjadi peka terhadap cahaya
biasa dan virus akan diinaktivasi. Cara inaktivasi seperti ini disebut
inaktivasi fotodinamik ( Depkes RI, 1996 :21 ).
Diketahui pula bahwa virion dapat berinteraksi
dengan zat warna seperti biru metilen, merah netral, sedemikian rupa sehingga
iluminasi oleh cahaya akan menginaktifkan virus tersebut. Fenomena tersebut dikenal
sebagai efek fotodinamik ( Mikrobiologi Kedokteran, 1993 :248-249 ).
Virus dapat ditembus sampai tingkat tertentu oleh zat
warna vital (toluidin blue, neutral red, proflavin, acridin orange), zat- ini
akan tetap terikat dengan asam nukleat virus.
Sehingga virus akan peka terhadap cahaya biasa dan akan kehilangan daya
infeksinya. à INAKTIVASI FOTODINAMIK
(aaknasional.files.wordpress.com).
2.6 Kepekaan
terhadap Eter
Kepekaan terhadap eter sangat
penting karena dapat menunjukkan apakah virus di dalam envelopnya mengandung :
1. Lipida
yang larut oleh eter yang menyebabkan virus menjadi inaktif atau mati.
2. Lipida
yang tidak dilarutkan oleh eter
3. Envelopnya
tidak mengandung lipid
Berdasarkan kepekaan terhadap eter
ini maka dapat dilakukan pembagina virus sebagai berikut :
a. Golongan
virus yang sensitif terhadap eter yaitu :
Golongan
Arbovirus, influenza, parainfluenza, herpes simplex, herpes zoster,
pseudorabies, japanese B Encephalitis ( JBE virus ), Cytomegalovirus.
b. Golongan
yang tahan ( resisten ) terhadap eter yaitu :
Golongan
picornavirus, papovavirus, poxvirus, Adenovirus, parvovirus ( Depkes RI, 1996
:21-22 ).
Diantara
berbagai zat kimia,terdapat beberapa zat kimia yang sering dipakai dalam
penelitian virologis,antara lain:polieksietilen eter / sorbitan yang melarutkan
komponen lipid selubung virus sehingga komponen bagian dalam terbuka dan
memungkinkan untuk mempelajari morfologi,aktivitas enzimatik,konstitusi
antigennya;guanidin,urea dan fenol yang bekerja mengurangi ikatan hidrogen sehingga
kapsip terpecah menjadi rantai-rantai polipeptda,formaldehid yang banyak
dipakai untuk membuat vaksin tanpa banyak mengganggu sifat imunogenitasnya,eter
atau natrium dioksikolad pelarut lipid yang dapat digunakan untuk membedakan
enterovirus, rhinovirus, reovirus, adenovirus, poxvirus, papovavirus (kelompok
tahan terhadap eter) dari arbovirus, arenavirus, ruballavirus, coronavirus,
myxovirus, herpesvirus, rhabdovirus (kelompok peka terhadap eter).Disamping zat
kimia yang bersifat inaktivator, terdapat juga zat kimia yang bersifat
stabilisator, misalnya: serum normal, albumin, susu bebas lemak (skimmed milk)
dan gliserol ( Mikrobiologi Kedokteran, 1993 :248-249 ).
Digunakan untuk mengetahui apakah virus berenvelope
atau tidak.Mengandung lipida yang bisa dilarutkan oleh
eter, sehingga virus menjadi tidak infektif.tidak mengandung lipida atau mengandung lipida yang
tidak bisa larut dalam eter, sehingga virusnya tetap infektif meskipun sudah
dioleh dengan eter.
ü Virus yang resisten terhadap eter :
o
Parvovirus.
o
Papopavirus.
o
Poxvirus.
(bervariasi).
o
Adenovirus.
o
Picornavirus.
ü Virus yang Sensitif terhadap eter :
o
Herpesvirus.
o
Orthomyxovirus.
o
Paramyxovirus.
o
Arenavirus.
o
Coronavirus.
o
Oncornavirus.
o
Rhabdovirus.
(aaknasional.files.wordpress.com).
2.7 Pengaruh Obat–obat khemoterapeutika (obat –
obat sulfa dan antibiotika) dan
khemoprofilaksia
Hanya virus tidak sejati yang bisa diobati
dengan khemoterapeutika. Untuk golongan virus sejati harus diuasahakan obat –
obat yang :
1. Dapat
menghambat/mencegah absorbsi virus oleh sel ( Viropeksis )
2. Menghambat/
mencegah penetrasi virus kedalam sel ( pinositosis )
3. Mencegah
pembentukan komponen – komponen virus baru
4. Mencegah/menghambat
pelepasan virus – virus baru dari sel sel asal ke sel lain.
Ini berarti bahwa jenis obat yang dipilih harus :
1. Bereaksi
dengan protain kapsid sehingga asam nukleatnya tidak bisa dilepaskan.
2. Mencegah
terjadinya perubahan metabolisme sel yang dimasuki virus sehingga protein dan
asam nukleat sel yang dimasuki tidak mungkin berubah menjadi protein dan asam
nukleat virus baru.
3. Haya
efektif terhadap sel yang dimasuki virus, tidak terhadap sel – sel hospes yang
lain
Contoh :
Guanidin, mempunyai
efek yang baik sekali terhadap golongan piconarvirus ( Polio, Echo, Coxsackie
).
Efek terjadinya :
a. Mencegah
pelepasan protein kapsid dari virus secara normal menjadi abnormal sehingga
pembentukan kapsid pada sel yang baru dimasuki dapat dicegah.
b. Kapsid
yang baru dibentuk dalam virus yang baru ternyata kosong tidak mengandung
nukleat.
c. Bila
asam nukleat dibentuk, maka asam nukleat tidak mungkin dilepas dari sel yang
dimasuki ke sel lain ( Depkes RI, 1996 :22-23 ).
Obat Chemotherapeutica terbagi menjadi 2 bagian besar
:Obat Sulfa dan Obat
Antibiotika.Antibiotika dan sulfonamid anti kuman tidak memiliki efek terhadap
virus.Rifamin dapat menghambat replikasi
virus antara lain Poxvirus.
Penyakit virus yang bisa diobati hanya golongan virus
tak sejati, yaitu virus yang menggunakan protein + RNA + DNA :
-
Chlamidae
( Bedsonia)
-
Trachoma.
-
Inclution
Conjuctivitis.
-
Psittacosis.
-
Lympho
Granuloma Venereum.
(aaknasional.files.wordpress.com).
2.8 Efek terhadap desinfektan
Desinfektan
adalah zat ( biasanya kimia ) yang dipakai untuk maksud desinfektan ( membunhun
ornganisme- orgenisme patogen). Pengaru desinfekatan ini ternyata berbeda-beda
:
1.
Liso dan Khlor
Dalam
konsentrasi tinggi daapt membunuh virus. Khlor dalam konsentrasi tinggi dipakai
dalam kolam renang untuk membunuh virus polio.
2.
Formalin
Dapan
menginaktivasi virus teruatam virus polio (pembuatan vaksin). Dipakai pada
pembuatan vaksi n polio salk (inactivated vaccine). Sesudah ditambah formalin,
virus polio akan inaktif tetapi daya antigeniknya masih tinggi.
3.
Betapropiolakton
Untuk
menginativasi virus rabies, tetapi daya antigenikanya tetapa tinggi. Juga untuk
menginaktivasi Arbovirus, tetapi hasilnyabelum memuaskan bagi pembuatan vaksin
( Depkes RI, 1996 :22-23 ).
Digunakan untuk membunuh virus pada pekerjaan
sehari-hari, contoh : Lysol, Formalin (merusak virus poliomyelitis),
Propiolacton (efektif untuk membunuh Virus rabies dan Arbovirus).Pengaruh
desinfektan ini bervariasi bagi virus, ada
yang menyebabkan kematian
virus ada yang hanya mengubah daya antigennya.Senyawa Ammonium kuartener,
iodium organik tidak efektif, Klor pada konsentrasi tinggi hanya merusak virus.
Alkohol tidak efktif terhadap virus tertentu (aaknasional.files.wordpress.com).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Virus dapat terpengaruh oleh keadaan
fisik dan kimiawi seperti suhu,garam-garam,eter,radiasi, dan desinfektan dan
lainnya yang menyebabkan virus megalami perubahan menjadi stabil dan perubahan
yang lainnya. Namun, tidak semua jenis virus yang megalami perubahan masih ada
jeis virus tertentu yang tidak mengalami perubahan namun kebanyakan virus
terpengaruh oleh yang tersebut diatas.
Keadaan fisik dan kimiawi dapat berpengaruh dalam bentuk
dan suasana virus itu sendiri oleh karena itu virus dikatakan mahluk hidup
karena mempunyai DNA walaupun tidak bisa berkembang biak sendiri namun ia
parasit ataupun hidup di inang.
3.2
Saran
Diharapkan perhatian
khusus dari masyarakat dan pemerintah, tentang hal – hal pengaruh keadaan
fisik dan kimiawi terhadap virus agar kita dapa meminimalisir perkembangan
virus dalam maupun luar tubuh kita. Tidak
lupa juga mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Daftar
pustaka
Hayati,Eem,s.pd,
dkk.1996.virologi umum.bandung:departemen
pendidikan R.I.
http//www.
aaknasional.files.wordpress.com
staf pengajar fakultas kedokteran
universitas indonesia.1994.buku ajar mikrobiologi kedokteran. Jakarta :
binarupa aksara.
ConversionConversion EmoticonEmoticon