MAKALAH
KEMUHAMMADIYAHAN
Disusun
oleh:
SITI
NOER FATIMAH
10.057
PRODI
D3 ANALIS
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURABAYA
2011
KATA PENGANTAR
Rasa syukur saya ucapkan kehadiran allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Ucapan
terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan dukungannya,sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan. khususnya
kepada bapak selaku dosen pengajar
Kemuhammadiyahan, Universitas Muhammadiyah Surabaya
yang telah memberikan kepercayaannya kepada saya untuk membuat makalah
ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.
Kami harap makalah
ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan bagi para pembaca. Terima kasih saya ucapkan kepada para
pembaca yang sudah meluangkan waktu
untuk membaca makalah ini. Tak lupa juga kami mohon maaf jika ada
kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Kritik dan saran yang dapat membangun
makah ini menjadi lebih baik lagi.
Semoga bermanfaat.
Surabaya,
november 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
judul......................................................................................................
Kata
pengantar........................................................................................................
Daftar
isi.................................................................................................................
BAB
I Pendahuluan...............................................................................................
1.1 Latar
belakang..........................................................................
BAB II Pembahasan..................................................................................................
2.1 Kebangkitan dunia
islam.....................................................................
2.2 Pribadi dan
pokok – pokok pikiran tokoh
Gerakan
Salafiyah..............................................................................
2.3 Kyai Haji Ahmad Dahlan ..........................................................
2.4 Haji Abdul Malik Karim Amrullah....................................................
BAB III
Penutup.......................................................................................................
3.1
Kesimpulan..........................................................................................
Daftar
pustaka..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad s.a.w.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiayah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.
Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah, Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah.
Terdapat pula organisasi khusus wanita bernama Aisyiyah.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Kyai Haji Ahmad Dahlan
(lahir
di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal
di Yogyakarta,
23
Februari 1923
pada umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah
putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar
adalah seorang ulama
dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta
pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim
yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat pada masa itu.
Kyai Haji Ahmad Dahlan
Latar
belakang keluarga dan pendidikan
Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. Ia merupakan
anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan,
kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang
terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.
Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana
Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad
Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang
Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla,
KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima
tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan
pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad
Abduh, Al-Afghani, Rasyid
Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya
tahun 1888, ia
berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903,
ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia
sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH.
Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah
di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti
Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak
dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya
dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah,
Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.[1]
Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H.
Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH.
Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik
Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan
Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
KH. Ahmad
Dahlan dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.
Pengalaman
organisasi
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah,
ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan
berdagang batik
yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai
gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di
tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di
organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo,
Syarikat
Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah
untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan
ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut
tuntunan agama Islam.
la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an
dan al-Hadits.
Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal
Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi
bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan
resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai
fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak
mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai
palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen, mengajar di
sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan
dari golongan priyayi,
dan bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu Ahmad Dahlan sempat mengajar agama
Islam di sekolah OSVIA
Magelang, yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan
ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk
melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa
mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia
Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu
baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81
tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta
dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah
Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Maka dari
itu kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain
seperti Srandakan,
Wonosari, Imogiri dan
lain-Iain telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan
keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan
menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta
memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan,
Al-Munir di Ujung
Pandang, Ahmadiyah[4]
di Garut.
Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah
Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah.
Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan
perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Berbagai perkumpulan dan jama'ah ini mendapat bimbingan dari
Muhammadiyah, diantaranya ialah Ikhwanul-Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu
wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.
Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti
Pastur van
Lith pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang diajak dialog oleh
Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan
Katolik. Pada saat itu Kiai Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian
hajinya
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan
mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi
dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar
dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah
lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah.
Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh
karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921
Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan
cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh
pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September
1921.
Sebagai
seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses
evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam
aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali
pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah
AIgemeene Vergadering (persidangan umum).
Pahlawan Nasional
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa
Indonesia melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat
Keputusan Presiden
no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
1.
KH. Ahmad Dahlan telah
mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa
terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
2.
Dengan organisasi Muhammadiyah
yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada
bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi
masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
3.
Dengan organisasinya,
Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan
bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam; dan
4.
Dengan organisasinya,
Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori
kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial,
setingkat dengan kaum pria.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Dahlan#Catatan_kaki
Kutojo,
Sutrisno, Mardanas Safwan (1991). K.H. Ahmad Dahlan : riwayat hidup dan
perjuangannya. Bandung: Angkasa.
Ricklefs, M.C. (1994). A History of Modern Indonesia Since c.
1300, 2nd ed. Stanford: Stanford University Press.
Salam, Yunus (1968). Riwayat Hidup KHA. Dahlan. Amal dan
perjuangannya. Jakarta: Depot Pengadjaran Muhammadijah.
Vickers, Adrian (9 November 2005). A History
of Modern Indonesia. New York: Cambridge University Press. ISBN
0-521-54262-2.
ConversionConversion EmoticonEmoticon