Makalah Askeb Neonatus
Sistem Kulit dan Persarafan
Di Susun oleh :
Kelompok 5
Fakultas Ilmu Kesehatan
Prodi D3 Kebidanan
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2011
Nama Anggota Kelompok
Dwi
Novianti 2010.06610.060
Ifa
Nur Farida 2010.0661.066
Lilis
Nurul Husna 2010.0661.074
Nevi
Vilanti 2010.0661.082
Siti
Marliya 2010.0661.093
Venika
Hartono 2010.0661.098
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya, sehingga makalah Askeb Neonatus mengenai
Sistem kulit dan persarafan dapat kami susun.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Askeb Neonatus dengan dosen pembimbing Nova Elok, SST. Selain itu juga diharapkan bisa
memberikan wawasan kepada rekan-rekan mahasiswa khususnya mahasiswa D3 Kebidanan Universitas
Muhammadiyah Surabaya.
Dalam kesempatan ini
kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak
dapat kami sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu memberi bimbingan,
ilmu, dorongan, serta saran-saran kepada penyusun.
Kami selaku penyusun menyadari sepenuhnya
bahwa isi maupun penyajian makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini.
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Amien
Surabaya,18 September 2011
Penyusun
Bab i
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Selama masa janin, plasenta melaksanakan
tugas fisiologis penting berupa pertukaran gas, nutrisi, pembuangan produk
sisa, dan aspek sirkulasi tambahan. Dalam beberapa menit setelah lahir, bantuan
plasenta ini terhenti sehingga sistem kardiovaskuler, pernapasan, pencernaan,
ginjal, dan metabolik bayi harus berfungsi secara indipenden. Transisi dari
kehidupan janin ke neonatus harus mulus, cepat, dan berhasil.
Sistem Persarafan Pada Janin Pembentukan
sistem saraf pada janin Embrio akan terus membesar sehingga pada minggu ke-5
terdapat 3 lapisan yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm. Ektoderm adalah
lapisan yang paling atas dan akan membentuk sistem saraf pada janin tersebut
yang seterusnya membentuk otak, tulang belakang, kulit serta rambut. Setelah
lahir saraf mengalami perkembangan pesat sebagai respons terhadap peningkatan
input sensorik. Refleks mungkin sedkit tertekan padaa 24 jam pertama, terutama
apabila terjadi penyaluran transplasenta analgesia narkotik, tetapi kemudaian
beberapa refleks mulai tampak.
Verniks kaseosa adalah zat lemak
superfisial yang melapisi kulit janin dari peregahan gestasi da jumlahnya
menurn sesuai denga pertambahan usia gestasi. Lanugo adalah generasi pertama
rambut tubuh yang halus dan tidak berpigmen; rambut ini muncul pada minggu
ke-12 dan umumnya rontok sebelum lahir. Kulit neonatus tampak transparan serta
lunak dan seperti beludru. Kulit penting utuk mengatur suhu, sebagai pelindung
dan sebagai organ sensorik. Sebagian penampakan ini disebabkan oleh tidak adanya
lipatan kulit yang tebal dan edema lokal.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dirumuskan
masalah
1. Bagaimana
proses transisi pada sistem saraf dalam kehidupan neonatus?
2.
Bagaimana proses transisi pada sistem
kulit dalam kehidupan neonatus?
1.3
Tujuan
Dari kesimpulan
masalah dapat bertujuan :
1. Mengetahui
proses transi pada sistem saraf dalam kehidupan neonatus baik intra dan ekstra
uteri
2. Memahami
proses transisi pada sistem kulit dalam kehidupan neonatus baik intra dan
ekstra uteri
Bab II
Pembahasan
1. Sistem Saraf
1.1 Sebelum Lahir
Sistem Persarafan Pada Janin
Pembentukan sistem saraf pada janin Embrio akan terus membesar sehingga pada
minggu ke-5 terdapat 3 lapisan yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm. Ektoderm
adalah lapisan yang paling atas dan akan membentuk sistem saraf pada janin
tersebut yang seterusnya membentuk otak, tulang belakang, kulit serta rambut.
Neurulasi adalah pembentukan lempeng neural (neural plate) dan lipatan neural
(neural folds) serta penutupan lipatan ini untuk membentuk neural tube, yang
terbenam dalam dinding tubuh dan berdesiferensiasi menjadi otak dan korda
spinalis
Janin berespon terhadap kebisingan, sinar yang kuat,
stimulasi yang mengganggu pada kulit, dan penurunan suhu degan mengubah respons
otonom, misalnya kecepatan denyut jantung dan dengan bergerak. Gerakan janin
dapat dirasakan sejak usia gestasi 14 minggu; “latihan fisik” diperkirakan
membantu pertumbuhan otot dan ekstermitas. Pada aterm, susunan saraf sudah siap
untuk menerima dan mengolah infomasi. Fungsi korteks serebrum pada manusia
relatif imatur dibandingkan dengan yang di temukan pada spesies mamalia
lainnya. Meilinisasi sepurna jalur motorik ang panjang terjadi setelah lahir,
sehingga gerakan halus jari tangan, misalnya, belum tampak sampai beberapa
bulan setelah lahir.
A.
Perkembangan saraf janin intra uteri
Trimester I (0 – 12 minggu)
·
Pada minggu ke-8,
serabut-serabut saraf tersebar ke seluruh tubuh.
·
Pada usia 10 minggu, rangsangan
lokal dapat memicu gerakan berkedip, gerakan membuka mulut, penutupan jari
tangan yang tidak sempurna, dan fleksi plantar jari kaki.
·
Minggu ke-11 atau ke-12, janin
membuat gerakan nafas, menggerakkan seluruh anggota geraknya dan mengubah
posisi di dalam rahim.
·
Janin dapat menghisap ibu
jarinya dan berenang dalam kolam cairan amnion, bersalto dan mungkin membuat
simpul pada korda umbilikalis.
·
Janin berespons terhadap
kebisingan, sinar yang kuat, stimulasi yang mengganggu pada kulit, dan
penurunan suhu dengan mengubah respons otonom, misalnya kecepatan denyut
jantung dan dengan bergerak.
Trimester II
(12 – 28 minggu)
·
Gerakan janin dapat dirasakan
sejak usia gestasi 14 minggu; “latihan fisik” diperkirakan membantu pertumbuhan
otot dan ekstremitas.
·
Pada minggu ke-16, sistem saraf
janin mulai berfungsi. Stimulasi dari otak sudah di respons oleh otot-otot
sehingga janin bisa mengoordinasikan gerakannya.
·
Janin makin aktif bergerak. Dia
menendang-nendang bahkan melakukan aksi berputar dalam rahim ibu. Apabila
gerakan cukup kuat untuk di rasakan ibu sebagai gerakan bayi maka terjadilah
quickening. Untuk nulipara, perasaan ini biasanya di alami setelah minggu ke-16
gestasi. Pada multipara, quickening dapat dirasakan lebih awal. Pada waktu itu,
ibu menjadi sadar akan siklus tidur dan bangun janin.
Trimester III (28 – 36 minggu)
·
Perkembangan pesat dalam tubuh
janin pada awal bulan ke-7 terjadi pada sistem saraf pusatnya, terutama pada
otaknya. Bagian otak yang mengalami perkembangan paling pesat adalah otak yang
mengelola proses penyampaian informasi kepada organ pendengaran serta organ
penglihatan. Perkembangan ini memungkinkan si kecil mampu mengenali dan
membedakan antara suara sang ibu dan anggota keluarga lainnya, meskipun suara
yang didengar belum sejernih suara aslinya. Kelopak matanya juga telah dapat membuka
dan menutup.
·
Bola matanya telah dapat
digunakan untuk melihat. Bila si ibu berdiri di tempat yang cukup terang, si
kecil dapat melihat siluet benda-benda di sekitar ibunya.
·
Memasuki bulan ke-9, proses
yang terjadi bukanlah proses pembentukan, tetapi lebih bersifat penyempurnaan.
Selama trimester ketiga ini, integrasi fungsi saraf otot berlangsung secara
pesat.
·
Pada aterm, susunan saraf sudah
siap untuk menerima dan mengolah informasi. Fungsi korteks serebrum pada
manusia relatif imatur dibandingkan dengan yang ditemukan pada spesies mamalia
lainnya. Mielinisasi sempurna jalur motorik yang panjang terjadi setelah lahir,
sehingga gerakan halus jari tangan, misalnya, belum tampak sampai beberapa
bulan setelah lahir.
1.3 Setelah Lahir
Setelah lahir saraf mengalami
perkembangan pesat sebagai respons terhadap peningkatan input sensorik. Refleks
mungkin sedkit tertekan padaa 24 jam pertama, terutama apabila terjadi
penyaluran transplasenta analgesia narkotik, tetapi kemudaian beberapa refleks
mulai tampak. Pada kasus aksifia berat, skor apgar yang rendah (lihat
pemeriksaan pada bayi baru lahir), atau kerusakan saraf, refleks tertekan atau
memerlukan waktu lebih lama untuk muncul. Refleks menggenggam atau refleks moro
digunakan untuk menilai refleks bayi baru lahir. Bayi juga memperlihatkan
genggaman palmar yang kuat dan gerakan melangkah yang ritmik. Banyakk refleks
yang terdapat pada neoatus akan menghilang kecuali apabila terjadi poroses
patologis, yaitu refleks tesebut muncul pada masa dewasa. Bayi memperlihatkan
kesadaran umum akan keadaan sekitarnya dan bereaksi terhadap suara dan cahaya.
Bayi lahir dengan jalur
sensorik yang aktif (Haith, 1996). Penelitian membuktikan bahwa neonatus dapat
mengenali bau ASI. Meeka dapat membedakan rasa dan tampaknya lebih menyukai
rasa manis. Walaupun bayi sudah dapat melihat pada saat lahir, terjadi
perkembangan pesat kemampuan visual pada 6 bulan pertama. Neonatus
memperlihatkan ketajaman pengeliatan yang terbatas tetapi tampakya berfokus
pada arak 20 cm. Sejak lahir bayi mengikuti gerakan. Neonatus mampu mendengar
dan membedakan suara, terutama yang berfrekuensi rendah sampai sedang.
Penelitian membuktikan bahwa neonatus dapat membedakan suara ibu mereka dan
lebih menyukai intonasi ritmik mengalun seperti menyanyi (DeCasper & Fifer,
1980). Neonatus terbuai oleh suara ritmik bernafas, denyut jantung, dan
peristaltis usus, yang mereka dengar, misalnya selagi digendong.
2.
Sistem Kulit
2.1 Sebelum Lahir
Verniks kaseosa adalah zat
lemak superfisial yang melapisi kulit janin dari peregahan gestasi da jumlahnya
menurn sesuai denga pertambahan usia gestasi. Lanugo adalah generasi pertama
rambut tubuh yang halus dan tidak berpigmen; rambut ini muncul pada minggu
ke-12 dan umumnya rontok sebelum lahir. Verniks kaseosa cenderung menumpuk di
tempat pertumbuhan lanugo yang padat dan tampak jelas pada bayi prematur di
wajah, teinga, dan bahu serta lipatan-lipatan. Pada aterm, sisa veriks
ditemukan di alir, telinga dan celah kulit. Verniks kaseosa terdiri dari
sekresi kelenjar sebasea dan sel kulit serta kaya trigliserida, kolesterol, dan
lemak. Perannya adalah melindngi dari cairan amion dan mencegah janin
kehilangan air dan elektrolit. Verniks kaseosa membentuk insulasi bagi kulit
dan membantu mengurangi friksi saat persalinan.
2.2
Setelah Lahir
Kulit neonatus tampak
transparan serta lunak dan seperti beludru. Kulit penting utuk mengatur suhu,
sebagai pelindung dan sebagai organ sensorik. Sebagian penampakan ini
disebabkan oleh tidak adanya lipatan kulit yang tebal dan edema lokal. Pada
bayi baru lahir, produksi melanin dan pigmentasi rendah sehingga kulit rentan
terhadap kerusakan oleh sinar ultraviolet. Namun, sisa hormon ibu dan plasenta
dapat menimbulkan pigmentasi transien di bagian kulit tertentu. Selama
persainan, kulit mengalami perubahan aliran arah dan setres mekanis akibat
tekanan kontraksi dan struktur ibu yang dapat menimbulkan abrasi dan iskemia.
Intervensi obstetrik, misalnya pemantauan amion (amnio-hooks), forseps, dan
ekstrasi vakum juga menurunkan intergitas kulit. Segera setelah lahir, sebagian
bayi berkulit terang memperlihatkan warna kulit khas agak merah muda dengan
ekstermitas kebiruan, tetapi hangat.
Epidermis bayi prematur
mungkin memiliki ketebalan hanya lima lapisan dibandingkan dengan 15 lapisan
bayi aterm. Bayi prematur memiliki kulit merah berkilap translusen yang menjadi
lebih merah muda sebelum menajadi putih seperti kulit bayi aterm. Pengeringan
kulit merupakan proses pematangan yang normal. Zat yang menggangu proses
keratinisasi, misalnya emolien, dapat memperlambat perkembangan kulit menjadi
sawar yang efektif. Pengeluaran air transepidermis dapat dibatasi dengan
pemakaian selimut termal, yang mengubah aliran udara dan mempertahankan lapisan
insulator udara jenuh tetap berkontak dengan kulit.
Bab III
Kesimpulan
Daftar pustaka
·
Allen, C.V. 1991. Memahami Proses
Perawatan dengan Pendekatan Latihan. Diterjemahkan oleh Cristantie Effendi.
Jakarta: EGC.
·
Bobak, Irena M. dkk. 2005. Buku Ajar
Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
·
Hamilton, Persis M. 1995. Dasar- dasar
Kerperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
·
Hidayat, A.A. 2008. Pengantar Ilmu
Kesehatan Anak untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Madika.
·
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik Volume 1. Jakarta: EGC.
ConversionConversion EmoticonEmoticon