BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Penyakit herpes atau yang paling dikenal masyarakat dengan
penyakit cacar adalah radang kulit dengan tanda-tanda gelembung-gelembung
berisi air secara berkelompok pada permukaan kulit. Penyakit herpes ini dapat digolongkan
menjadi 2 jenis, yaitu : herpes Genetalis dan herpes Zoster.
Herpes Genetalis
terjadi karena infeksi atau peradangan (gelembung lecet) pada kulit terutama
dibagian vagina, penis, pintu dubur/anus, pantat dan pangkal paha/selangkangan.
Penyebabnya adalah virus herpes simplex (VHS), Sedangkan Herpes Zoster
adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh virus varicella-zoster yang
menimbulkan gelembung cairan hampir pada bagian seluruh tubuh.
Herpes zoster (Shingles) adalah suatu penyakit
yang membuat sangat nyeri (rasa sakit yang amat sangat). Penyakit ini juga
disebabkan oleh virus herpes yang juga mengakibatkan
cacar air (virus varisela zoster). Seperti virus herpes yang lain, virus
varisela zoster mempunyai tahapan penularan awal (cacar air) yang diikuti oleh
suatu tahapan tidak aktif. Kemudian, tanpa alasan virus ini jadi aktif kembali,
menjadikan penyakit yang disebut sebagai herpes zoster.
Kurang lebih 20% orang yang pernah cacar
air lambat laun akan mengembangkan herpes zoster. Keaktifan kembali virus ini
kemungkinan akan terjadi pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah. Ini
termasuk orang dengan penyakit HIV, dan orang di atas usia 50 tahun.
Herpes zoster hidup dalam jaringan
saraf. Kejangkitan herpes zoster dimulai dengan gatal, mati rasa, kesemutan
atau rasa nyeri yang berat pada daerah bentuk tali lebar di dada, punggung,
atau hidung dan mata. Walaupun jarang, herpes zoster dapat menular pada saraf
wajah dan mata. Ini dapat menyebabkan jangkitan di sekitar mulut, pada wajah,
leher dan kulit kepala, dalam dan sekitar telinga, atau pada ujung hidung.
I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya
dalam makalah ini adalah :
I.2.1 Bagaimana Infeksi yang menyertai kehamilan
dan persalinan yang dalam hal ini adalah
tentang Herpes
I.3 Tujuan
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
I.3.1 Mahasiswa mengetahui infeksi yang menyertai
kehamilan dan persalinan yang dalam hal ini adalah tentang herpes
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Herpes yang disebabkan oleh virus herpes simplex (HSV) adalah
sejenis penyakit yang menjangkiti mulut, kulit, dan alat kelamin. Penyakit ini
menyebabkan kulit melepuh dan terasa sakit pada otot di sekitar daerah yang
terjangkit. Hingga saat ini, penyakit ini masih belum dapat disembuhkan, tetapi
dapat diperpendek masa kambuhnya.
2.2
Macam – macam Herpes
Penyakit herpes ini dapat digolongkan
menjadi 2 jenis, yaitu : herpes Genetalis dan herpes Zoster. Berikut adalah
penjelasan dari masing – masing tipe Herpes.
a.
HERPES GENITALIS
A. Definisi
Herpes genitalis adalah infeksi pada
genitalia yang ditularkan melalui hubungan seksual, yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks (VHS)-Tipe I dan Tipe II dengan gejala khas berupa vesikel yang
berkelompok dengan dasar eritema dan bersifat rekuren.
Herpes genitalis adalah infeksi virus yang
ditularkan melalui kontak intim dengan lapisan mukosa mulut atau vagina atau
kulit genital yang dikarakteristikkan dengan erupsi berulang vesikel kecil dan
nyeri pada genital, sekitar rektum, atau area yang menutupi perbatasan dengan
kulit.
B. Patofisiologis
Kontak langsung antara seseorang yang
tidak memiliki antigen terhadap HSV-II dengan seseorang yang terinfeksi HSV-II.
Kontak dapat melalui membran mukosa atau kontak langsung kulit dengan lesi.
Transmisi juga dapat terjadi dari seorang pasangan yang tidak memiliki luka
yang tampak. Kontak tidak langsung dapat melalui alat-alat yang dipakai
penderita karena HSV-II memiliki envelope sehingga dapat bertahan hidup
sekitar 30 menit di luar sel.
HSV-II melakukan invasi melalui lapisan
kulit yang tidak intake dan replikasi dalam sel-sel saraf seperti dalam
sel epidermis dan dermis. Virus berjalan dari tempat masuk menuju ke ganglion
dorsalis, dimana virus akan mengalami fase laten. Virus melakukan replikasi di
ganglion sensoris dan menunggu untuk rekuren. Ketika seseorang yang terinfeksi
mengalami jangkitan, virus berjalan turun melalui serabut saraf ke tempat
infeksi asli. Apabila tempat itu adalah kulit, kulit tersebut akan kemerahan
dan terbentuk vesikel. Setelah jangkitan awal, selanjutnya jangkitan cenderung
jarang, dapat terjadi tiap minggu atau tiap tahun. Rekuren ini dapat
dipengaruhi oleh: trauma, radiasi ultraviolet, infeksi, temperatur yang
ekstrim, stres, pengobatan, imunosupresi, atau gangguan hormon. Penyebaran
virus terjadi selama infeksi primer, fase rekuren dan selama episode
asimptomatis. Hampir setiap orang yang memiliki antibodi HSV-II memiliki
simptom dari waktu ke waktu.
Bila seseorang terpajan HSV, maka infeksi
dapat berbentuk episode I infeksi primer (inisial), episode I non infeksi
primer, infeksi rekuren, asimptomatik atau tidak terjadi infeksi sama sekali.
Pada episode I infeksi primer, virus yang berasal dari luar masuk ke dalam
tubuh hospes. Kemudian terjadi penggabungan dengan DNA hospes di dalam tubuh
hospes tersebut dan mengadakan multiplikasi atau replikasi serta menimbulkan
kelainan pada kulit. Pada waktu itu hospes sendiri belum ada antibodi spesifik,
ini bisa mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala
konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke
ganglion saraf regional (ganglion sakralis), dan berdiam di sana serta bersifat
laten.
Pada episode I non infeksi primer, infeksi
sudah lama berlangsung tetapi belum menimbulkan gejala klinis, tubuh sudah
membentuk zat anti sehingga pada waktu terjadinya episode I ini kelainan yang
timbul tidak seberat episode I dengan infeksi primer.
Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus
(trigger factor), virus akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi
kembali sehingga terjadilah infeksi rekuren. Pada saat ini di dalam tubuh
hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala
konstitusinya tidak seberat pada waktu infeksi primer. Trigger factor
tersebut antara lain adalah trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan
pencernaan, stres emosi, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol,
obat-obatan (imunosupresif, kortikosteroid), dan pada beberapa kasus sukar
diketahui dengan jelas penyebabnya. Ada beberapa pendapat mengenai infeksi
rekuren: 1. Faktor pencetus akan mengakibatkan reaktivasi virus dalam ganglion
dan virus akan turun melalui akson saraf perifer ke sel epitel kulit yang
dipersarafinya dan di sana akan mengalami replikasi dan multiplikasi serta
menimbulkan lesi. 2. Virus secara terus-menerus dilepaskan ke sel-sel epitel
dan adanya faktor pencetus ini menyebabkan kelemahan setempat dan menimbulkan
lesi rekuren.
HSV-I bertanggung jawab untuk common
cold sores, dapat ditransmisikan melalui sekresi oral. Ini sering terjadi
selama berciuman, atau dengan memakan atau meminum dari perkakas yang
terkontaminasi.
HSV-I dapat menyebabkan herpes genitalis
melalui transmisi selama seks oral-genital. Infeksi herpes awal, sering terjadi
pada anak-anak, akan tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Karena virus ditransmisikan melalui
sekresi dari oral atau mukosa (kulit) genital, biasanya tempat infeksi pada
laki-laki termasuk batang dan kepala penis, skrotum, paha bagian dalam, anus.
Labia, vagina, serviks, anus, paha bagian dalam adalah tempat yang biasa pada
wanita. Mulut juga dapat menjadi tempat infeksi untuk keduanya.
Penelitian memberi kesan bahwa virus dapat
ditransmisikan ketika tidak muncul simptom, sehingga jika seorang pasangan
seksual tanpa luka herpes genital yang nyata masih dapat mentransmisikan
penyakit. Kenyataannya penyebaran asimptomatis sebenarnya lebih menyebarkan
herpes genital daripada luka yang aktif.
C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik herpes simpleks genitalis
dibagi dalam 3 tingkat, yaitu:
- Infeksi primer
Masa inkubasi dari HSV-II
umumnya berkisar antara 3-7 hari, tetapi dapat lebih lama. Selama masa
inkubasi, tidak terdapat simptom dan virus tidak dapat ditransmisikan kepada
orang lain. Infeksi primer biasa terjadi antara 2 hari sampai 2 minggu setelah
tereksposure virus bahkan dapat berlanjut lebih dari 2 minggu, dan memiliki
gambaran klinis yang paling berat. Rasa terbakar, gatal, geli dan parestesia
mungkin akan muncul sebelum muncul lesi pada kulit.
Setelah lesi timbul dapat
disertai gejala konstitusi atau disebut juga general symptom, seperti
malaise, demam, nyeri otot dan penurunan nafsu makan. Lesi pada kulit dapat
berbentuk vesikel yang berkelompok dengan dasar eritema. Vesikel ini mudah
pecah dan menimbulkan ulkus multipel yang sangat nyeri bila disentuh, yang akan
terasa 7 hari sampai 2 minggu.
Tanpa infeksi sekunder,
penyembuhan terjadi dalam waktu 5 sampai 7 hari dan tidak terjadi jaringan
parut. Tetapi bila ada, penyembuhan memerlukan waktu lebih lama dan
meninggalkan jaringan parut. Pecahnya vesikel diikuti pembesaran limfonodi pada
lipat paha. Pada wanita dapat menghasilkan discharge vagina dan disuria.
Laki-laki dapat menghasilkan discharge pada penis, juga merasakan
disuria jika lesi terletak dekat dengan muara uretra. Kebanyakan orang yang terinfeksi
HSV-II tidak sadar bahwa mereka terinfeksi, simptom yang terjadi selama
perjangkitan pertama dapat pula tidak nyata.
Pada pria: rasa sakit, vesikel
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan
kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang mengalami
ulserasi yang dangkal, dan biasa sembuh tanpa sikatrik, kelainan kulit biasanya
terjadi pada penis, tapi dapat juga terdapat pada anus atau pada perineum.
Gambar 2,3: Gambar herpes genitalis pada pria
(University Erlangen , Department of
Dermatology)
Pada wanita: vesikel atau lesi
ulseratif pada serviks atau vesikel yang sakit pada genital eksterna bilateral,
dapat terjadi pada vagina, perineum, pantat, dan dapat pada tungkai sejalan
dengan distribusi dari saraf sakral. Pada wanita dapat ditemukan retikulopati
lumbosakral, dan 25% wanita yang mendapat infeksi primer HSV-II dapat terjadi
aseptik meningitis.2,10,12
Gambar 4: Gambar herpes genitalis pada wanita
(University Erlangen , Department of
Dermatology)
Kebanyakan individu yang
terinfeksi HSV-II bisa tidak memiliki luka, atau mereka memiliki tanda yang
sangat ringan sehingga mereka keliru seperti gigitan serangga atau kondisi
kulit yang lain.
Pada infeksi inisial gejalanya
lebih berat dan berlangsung lebih lama. Kelenjar limfe regional dapat membesar
dan nyeri pada perabaan. Infeksi pada serviks dapat menimbulkan beberapa
perubahan termasuk peradangan difus, ulkus multipel sampai terjadinya ulkus
yang besar dan nekrotik. Tetapi dapat juga tanpa gejala klinis. Pada saat
pertama kali timbul, penyembuhan memerlukan waktu yang cukup lama, dapat 2
sampai 4 minggu. Sedangkan pada serangan berikutnya penyembuhan akan lebih
cepat. Disamping itu pada infeksi pertama dapat terjadi disuria bila lesi
terletak di daerah uretra dan peri uretra, sehingga dapat menimbulkan retensi
urin. Hal lain yang dapat menimbulkan retensi urin adalah lesi pada daerah
sakral yang menimbulkan mielitis dan radikulitis.
Manifestasi klinis infeksi HSV
pada ODHA (orang hidup dengan HIV atau AIDS) adalah sebagian besar lesi berupa
erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar eritema yang khas di bibir, lidah,
faring, atau genital. Infeksi di daerah orofaring biasanya sangat parah dengan
ulserasi hebat di seluruh mukosa mulut, orofaring, dan esofagus. Sering juga
dijumpai demam, faringitis serta pembengkakan kelenjar limfe leher. Gejala
klinis HSV biasanya akan hilang setelah 7-10 hari. Namun pada AIDS, gejala
klinis dapat menjadi lebih lama serta penyembuhan luka juga lebih lambat. Sebagian
lain gejalanya tidak khas atau mengenai organ lain seperti esofagus, rektum,
paru, hepar, mata, pankreas, ginjal, adrenal, hepar dan otak. Setelah infeksi
primer, ODHA tetap mempunyai kemungkinan terjadinya infeksi rekuren yang dapat
terjadi secara spontan atau dicetuskan keadaan lain seperti demam, stres dan
paparan ultraviolet di tempat lesi.
Tempat predileksi pada
laki-laki biasanya di preputium, glans penis, batang penis, dapat juga di
uretra dan daerah anal (pada homo seks), sedangkan di skrotum jarang terkena.
Lesi pada wanita dapat ditemukan di daerah labia mayor atau minor, klitoris,
introitus vagina, serviks, sedangkan daerah perianal, bokong dan mons pubis
jarang ditemukan.
- Fase laten
Setelah infeksi primer, virus
akan laten dalam beberapa bulan sampai bertahun-tahun, sampai ada suatu trigger
factor. Pada fase laten ini virus dapat bertahan bertahun-tahun bahkan
seumur hidup penderita. Pada fase ini berarti penderita tidak ditemukan gejala
klinis, tetapi HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion
dorsalis, sehingga sistem imun sulit untuk mendeteksi dan merusaknya.
- Infeksi rekuren
Infeksi ini berarti HSV-II
pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak aktif, dengan mekanisme pacu
menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinik. Infeksi
dapat reaktif setiap waktu. Mekanisme pacu dapat berupa trauma fisik (demam,
infeksi, kurang tidur, kelelahan, hubungan seksual atau trauma pada tempat yang
terinfeksi, iritasi mekanik dan sebagainya), trauma psikis (gangguan emosi),
dan dapat pula oleh makanan atau minuman yang merangsang, menstruasi,
imunosupresi (AIDS, pengobatan yang dapat berupa kemoterapi dan terapi
steroid), penyakit yang umum (mulai dari penyakit yang sedang hingga kondisi
yang serius, seperti operasi, serangan jantung, pneumonia dan lain-lain).
Gejala klinis yang timbul
lebih ringan daripada infeksi primer karena telah ada antibodi spesifik,
berlangsung kira-kira 7 sampai 10 hari, serta penyembuhan akan berlangsung
lebih cepat. Serangan berulang sangat jarang terjadi setiap tahunnya. Sering
ditemukan gejala prodromal lokal sebelum vesikel, berupa rasa panas, gatal, dan
nyeri. Rasa nyeri dapat terjadi pada daerah sekitar genital, anus, paha bagian
dalam serta mulut. Infeksi rekuren ini dapat terjadi pada tempat yang sama (loco)
atau tempat yang lain atau tempat sekitarnya (non loco). Infeksi rekuren
pada laki-laki umumnya sedang dan berdurasi pendek dibandingkan infeksi rekuren
pada wanita.
Infeksi inisial dan rekuren
selain disertai gejala klinis dapat juga tanpa gejala. Hal ini dapat dibuktikan
dengan ditemukannya antibodi terhadap HSV-II pada orang yang tidak ada riwayat
penyakit herpes genitalis sebelumnya. Adanya antibodi terhadap HSV-I menyebabkan
infeksi HSV lebih ringan. Hal ini memungkinkan infeksi inisial HSV-II berjalan
asimptomatik pada penderita yang pernah mendapat infeksi HSV-I.
D. Pemeriksaan
Penunjang
Virus herpes dapat ditemukan pada vesikel
dan dapat dibiakkan. Pada keadaan tidak terdapat lesi dapat diperiksa antibodi
HSV. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
pusat-pusat penelitian adalah:
- Mikroskop cahaya: sampel berasal dari
sel-sel di dasar lesi, atau apusan pada permukaan mukosa, atau dari
biopsi, mungkin ditemukan intranuklear inklusi (Lipschutz inclusion
bodies). Sel-sel
yang terinfeksi dapat menunjukkan sel yang membesar menyerupai balon (ballooning)
dan ditemukan fusi.
Gambar 5:
Gambar ballooning cell
(Courtesy of
Linda M. Stannard, University of Cape Town.)
Kultur virus dari cairan vesikel pada lesi
(+) untuk HSV adalah cara yang paling baik karena paling sensitif dan spesifik
dibanding dengan cara-cara lain. HSV dapat berkembang dalam 2 sampai 3 hari.
Jika tes ini (+), hampir 100% akurat, khususnya jika cairan berasal dari
vesikel primer daripada vesikel rekuren. Pertumbuhan virus dalam sel
ditunjukkan dengan terjadinya granulasi sitoplasmik, degenerasi balon dan sel
raksasa berinti banyak. Sejak virus sulit untuk berkembang, hasil tesnya sering
(-). Namun cara ini memiliki kekurangan karena waktu pemeriksaan yang lama dan
biaya yang mahal.
- Mikroskop
elektron: mikroskop elektron tidak sensitif untuk mendeteksi HSV, kecuali
pada kasus dengan cairan pada vesikel mengandung 108 atau lebih
partikel per mililiter.
- Pemeriksaan
antigen langsung: sel-sel dari spesimen dimasukkan dalam aseton yang
dibekukan. Tapi yang lebih sensitif adalah dengan menggunakan cahaya
elektron (90% sensitif, 90% spesifik) tetapi tidak dapat dicocokkan dengan
kultur virus.
Gambar 6: Immunofluorescence
test positif untuk antigen HSV dalam sel epitel (Virology Laboratory, Yale-New Haven Hospital )
Serologi: dengan Enzyme-Linked Immunosorbent Assays (ELISAs)
dan HSV-II serologic assay, imunofluoresensi, imunoperoksidasi dapat
mendeteksi antibodi yang melawan virus. Tes ini dilakukan secara imunologik memakai antibodi poliklonal atau
monoklonal. Deteksi antigen secara langsung dari spesimen sangat potensial,
cepat dan dapat merupakan deteksi paling awal pada infeksi HSV. Pemeriksaan
imunoperoksidase tak langsung dan imunofluoresensi langsung memakai antibodi
poliklonal memberikan kemungkinan hasil positif palsu dan negatif palsu. Dengan
memakai antibodi monoklonal pada pemeriksaan imunofluoresensi, dapat ditentukan
tipe virus. Pemeriksaan imunofluoresensi memerlukan tenaga yang terlatih dan
mikroskop khusus. Pemeriksaan antibodi monoklonal dengan cara mikroskopik
imunofluoresen tidak langsung dari kerokan lesi, sensitifitasnya 78% sampai
88%. Pemeriksaan dengan cara ELISA adalah pemeriksaan untuk
menemukan antigen HSV. Pemeriksaan ini sensitifitasnya 95% dan sangat spesifik,
tapi dapat berkurang jika spesimen tidak segera diperiksa. Tes ini memerlukan
waktu 4,5 jam. Tes ini juga dapat dipakai untuk mendeteksi antibodi terhadap
HSV dalam serum penderita. Tes ELISA ini merupakan tes alternatif yang terbaik
disamping kultur karena mempunyai beberapa keuntungan seperti hasilnya cepat
dibaca, dan tidak memerlukan tenaga terlatih.
- Perkembangan tes
antibodi akhir-akhir ini dapat menentukan jika seseorang memiliki HSV-I
atau HSV-II. Tes ini juga dapat menjelaskan jika individu pernah terpajan
strain lain pada waktu lalu (tes Ig G) atau terpajan strain salah satu di
antaranya baru-baru ini (tes Ig M).7
- Deteksi DNA HSV
dengan PCR dari cairan vesikel. Cairan vesikel mengandung sel manusia dan
partikel virus. PCR adalah teknik yang mendeteksi jumlah kecil dari DNA
dan dapat menginformasikan bahwa virus herpes terdapat pada vesikel.
- Kultur virus: Pada percobaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa atau Wright, dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear. Tes Tzanck dari lesi kulit dapat menunjukkan hasil yang konsisten dengan infeksi herpes virus. Tes ini termasuk sel-sel manusia dalam cairan vesikel dengan celupan. Jika sel-sel dari cairan berisi partikel virus, virus-virus tersebut akan terlihat. Tes ini tidak dapat menentukan strain virus yang muncul pada vesikel. Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan ini umumnya rendah.
E. Diagnosis
Diagnosis dari herpes simpleks genitalis
biasanya dibuat berdasar gejala klinik dan pemeriksaan penunjang. Sebelum
melakukan kemoterapi dengan obat-obatan antivirus yang mahal sebaiknya
dikonfirmasikan dengan hasil laboratorium.
Tanda-tanda dan simptom yang berhubungan
dengan HSV-II dapat sangat berbeda-beda. Ketersediaan pelayanan kesehatan dapat
mendiagnosa herpes genital dengan inspeksi visual jika perjangkitannya khas,
dan dengan mengambil sampel dari luka kemudian mengetesnya di laboratorium. Tes
darah untuk mendeteksi infeksi HSV-I atau HSV-II, meskipun hasil-hasilnya tidak
selalu jelas.
Dicurigai herpes genital ketika vesikel
multipel yang nyeri terjadi pada area yang terpajan seksual. Selama
perjangkitan awal, kultur vesikel adalah (+) untuk virus herpes hanya pada 80%
pasien. Ini artinya pada 20% pasien dengan herpes tesnya akan tidak benar,
mengesankan bahwa mereka tidak memiliki virus herpes. Dengan kata lain, hasil
tes (-) dari vesikel tidak membantu sebagaimana hasil tes (+), karena tes
mungkin negatif palsu. Bagaimanapun juga, jika sebuah sampel vesikel yang
berisi cairan (pada stadium awal sebelum kering dan terbentuk krusta) tesnya
(+) herpes, hasil tesnya sangat dapat dipercaya.
Pada perjangkitan rekuren herpes genital,
kultur cairan vesikel selama deteksi rekuren virus herpes hanya 50% dari kultur.Diagnosa
ensefalitis HSV berdasarkan gambaran klinis, CT-Scan atau MRI, dan PCR HSV di
cairan cerebrospinal.
F. Diagnosis
Banding
Differential diagnosis dapat bermacam-macam, bergantung dari
derajat dari lesi. Diagnosis banding dari HSV-II antara lain:
- Sifilis.
- Ulkus mole.
- Skabies.
- Limfogranuloma venerum.
- Trauma.
- Infeksi bakterial.
- Dermatitis kontak.
- Infeksi virus yang lain.
G. Penatalaksanaan
Sampai sekarang belum ditemukan obat yang
memuaskan untuk terapi herpes genitalis, namun pengobatan secara umum tetap
harus diperhatikan. Obat-obatan topikal sering dipakai seperti: povidon iodine,
idoksuridin (IDU), sitosin arabinosa atau sitarabin, adenine arabinosa atau
vidarabin. Pelarut organik: alkohol 70%, eter, timol 40%, dan klorofom.
Obat-obatan antivirus seperti Acyclovir
diindikasikan dalam manajemen infeksi HSV primer dan pada pasien dengan
imunosupresif. Pengobatan antiviral dapat memperpendek dan mencegah
perjangkitan selama periode waktu seseorang mendapat pengobatan. Untuk episode
I herpes genital dapat diberikan Acyclovir 200 mg oral 5 kali sehari selama
7-10 hari. Untuk rekuren dapat digunakan Acyclovir 200 mg oral 5 kali sehari
selama 5 hari. Untuk mencegah rekuren macam-macam usaha dilakukan dengan tujuan
meningkatkan imunitas seluler, misalnya pemberian lupidon G dalam 1 seri
pengobatan. Sebagai tambahan, terapi supresif sehari-hari untuk herpes
simptomatik dapat menurunkan transmisi kepada pasangan. Pengobatan antiviral
dapat juga digunakan dalam dosis supresif, artinya diberikan tiap hari untuk
mensupresi perjangkitan. Terapi supresi ini dapat menurunkan 80-90%
perjangkitan, memotong perjangkitan simptomatis serta penyebaran virus.
Herpes genital tidak dapat disembuhkan.
Pengobatan dapat mengurangi simptom, mengurangi nyeri dan ketidak nyamanan
secara cepat yang berhubungan dengan perjangkitan, serta dapat mempercepat
waktu penyembuhan. Tiga agen oral yang akhir-akhir ini diresepkan, yaitu
Acyclovir (Zovirax), Famciclovir (Famvir), dan Valacyclovir (Valtrex). Ketiga
obat ini mencegah multiplikasi virus dan memperpendek lama erupsi. Meskipun
terdapat agen topikal, umumnya kurang efektif daripada pengobatan lain. Serta
tidak rutin digunakan. Pengobatan peroral, dan pada kasus berat secara
intravena adalah lebih efektif. Pengobatan hanya untuk menurunkan durasi
perjangkitan.
Pengobatan ini telah menunjukkan kecepatan
dalam penyembuhan dan resolusi simptom pada serangan pertama daripada episode
rekuren infeksi genital HSV-I dan HSV-II. Pengobatan ini tidak dapat
menyembuhkan infeksi herpes. Pengobatan ini menekan simptom nyeri dan
menurunkan waktu penyembuhan ulkus. Tapi pengobatan pada infeksi pertama tidak
menurunkan frekuensi episode rekuren.
Jika perlu, terapi supresi sehari-hari
dapat digunakan, dan telah menunjukkan berkurangnya frekuensi rekuren diantara
pasien-pasien dengan perjangkitan yang frekuen herpes genital lebih dari 6 kali
dalam 1 tahun. Untuk keuntungan maksimal selama rekuren, terapi harus dimulai
seawal mungkin saat mulai rasa geli (tingling), rasa gatal dan rasa
terbakar; atau seawal mungkin setelah timbulnya vesikel. Efek samping dari
pengobatan ini adalah mual, muntah, rash, sakit kepala, kelelahan,
tremor, dan sangat jarang yaitu kejang.
Episode herpes rekuren cenderung menjadi
sedang, dan pengobatan antiviral akan maksimal jika terapi diberikan seawal
mungkin, terutama dalam 24 jam setelah perjangkitan. Pengobatan antiviral harus
disediakan untuk pasien lanjut.
Acyclovir intravena kadang dibutuhkan
untuk infeksi herpes yang berat, yaitu yang dapat melibatkan otak, mata,
paru-paru. Komplikasi ini terdapat pada individu yang imunokompromis. Foscarnet
(Foscavir), adalah agen antivirus yang kuat, yang merupakan pilihan pertama
pengobatan strain herpes yang resisten Acyclovir dan obat-obat yang sama.
Foscavir intravena dapat menyebabkan efek toksik yang berat, seperti pemburukan
fungsi ginjal yang reversibel atau kejang. Karena efek samping yang serius ini,
Foscarnet digunakan hanya untuk infeksi herpes yang berat dan resisten.
Sebagaimana pengobatan anti virus yang lain, Foscarnet tidak dapat mengobati
herpes.
Mandi air hangat dapat menghilangkan nyeri
lesi genital. Membersihkan vesikel atau ulkus dengan halus menggunakan sabun
dan air dianjurkan. Jika terjadi infeksi sekunder pada lesi kulit karena
bakteri, antibiotik topikal atau oral dapat digunakan.
Bergabung dengan kelompok penyokong,
dimana anggota-anggotanya saling bertukar pikiran tentang pengalaman dan
masalah dapat membantu mengurangi stres yang berhubungan dengan penyakit ini.
Acyclovir intravena diberikan secara perlahan-lahan dan perlu pengawasan.
Oleh karena itu sebaiknya diberikan di rumah sakit. Dosis setiap kali pemberian
adalah 5 mg/ kg BB, dengan interval 8 jam. Dosis ini diberikan untuk herpes
genital episode I, yang memerlukan waktu selama 5 sampai 10 hari, ternyata
tidak dapat mengurangi rekurensi, akan tetapi dapat mengurangi viral
shedding.
Acyclovir peroral diberikan dengan dosis
200 mg 5 kali sehari selama 5 sampai 10 hari, dapat mengurangi viral
shedding secara dramatis. Kinghorn dkk (1986) telah membuktikan bahwa
Acyclovir 200 mg 5 kali sehari peroral ditambah Kotrimoksazol (160 mg
Trimetoprim dan 800 mg Sulfametoksazol) 2 kali sehari selama 7 hari
memperpendek waktu penyembuhan lesi secara bermakna dibandingkan dengan
Acyclovir saja.
Penanganan infeksi rekurens menurut
Moreland dkk (1990) dapat ditempuh dengan 4 cara:
- Tidak diberi
terapi spesifik (terutama pada infeksi yang ringan).
- Acyclovir peroral
secara episodik dengan dosis 5 x 200 mg/ hari selama 5 hari. Cara ini
diberikan pada penderita dengan riwayat lesi multipel atau serangan yang
lama (7 hari).
- Supresi kronis
Acyclovir, dapat dipertimbangkan bila mengalami:
a. Rekurensi lebih dari 8 kali pertahun.
b. Rekurensi lebih dari 1 kali dalam sebulan.
c. Rekurensi menimbulkan beban psikologis yang berat.
d. Bila terapi dirasakan lebih bermanfaat dibandingkan biaya untuk
penderita tersebut.
Acyclovir minimal 2 x 200 mg/ hari, dapat ditinggikan
sampai 3-4 x 200 mg sehari tergantung keadaan. Cara ini efektif dan aman untuk
jangka waktu minimal 1 tahun, dengan penilaian ulang setiap 6 bulan.
- Supresi episodik
dengan Acyclovir, diberikan pada individu dengan rekurensi terutama bila
ada stres.
Acyclovir 5% cream bekerja langsung pada sel yang terinfeksi
serta memperpendek viral shedding, mengurangi rasa nyeri dan gatal.
Pemakaian hanya untuk mengurangi keparahan dan lamanya episode rekurens.
Valacyclovir merupakan derivat
ester L-valil dari Acyclovir. Bioavailabilitasnya 3 sampai 5 kali lebih tinggi
daripada yang dapat dicapai oleh Acyclovir oral. Pada uji klinik yang
membandingkan Valacyclovir 2 x 500-1000 mg per hari, dengan Acyclovir 5 x 200
mg/ hari, dan plasebo dalam waktu 24 jam setelah timbulnya keluhan dan gejala
klinis I episode herpes genitalis rekurens menunjukkan bahwa terapi
Valacyclovir secara bermakna mengurangi rasa nyeri dan mempercepat penyembuhan
lesi, serta dengan cepat memperpendek masa viral shedding. Efek samping
adalah nyeri kepala dan mual.
Famcyclovir merupakan obat
antivirus baru yang merupakan derivat diasetil-6-deoksi pensiklovir.
Pensiclovir merupakan golongan antivirus dengan komponen guanin. Cara kerja
Famcyclovir sama dengan Acyclovir, yaitu menghambat sintesis DNA. Pada herpes
genitalis episode I, Famcyclovir 3 x 500 mg/ hari selama 5 hari, ternyata
mempersingkat viral shedding dan waktu penyembuhan, dibanding plasebo.
Acyclovir 5 x 200 mg/ hari selama 5 hari dibanding Famcyclovir 3 x 750 mg/ hari
selama 5 hari, secara statistik tidak menunjukkan perbedaan lamanya viral
shedding, waktu menghilangnya vesikel dan ulkus, serta terjadinya krustasi
dan hilangnya rasa sakit.
Pada pengobatan herpes genital
rekurens, Famcyclovir 3 x 500 mg selama 5 hari dibandingkan Acyclovir 5 x 200
mg/ hari selama 5 hari, tidak berbeda dalam hal mempersingkat viral shedding.
Dari hasil tersebut di atas, pengobatan dengan Famcyclovir ternyata sama
efektifitasnya dengan Acyclovir pada kasus herpes genitalis, namun frekuensi
pemberiannya lebih jarang.
Wanita hamil yang menderita
herpes genitalis primer dengan viral shedding dalam 6 minggu terakhir
masa kehamilan dianjurkan untuk sectio caesaria sebelum atau dalam 4 jam
sesudah pecahnya ketuban. Disarankan melakukan pemeriksaan virologik dan
sitologik sejak kehamilan 32 dan 36 minggu, setelah itu sekurang-kurangnya
setiap minggu dilakukan kultur sekret serviks dan genital eksterna. Bila kultur
virus yang diinkubasi minimal 4 hari, memberikan hasil (-) 2 kali
berturut-turut, serta tidak ada lesi genital saat melahirkan, maka dapat partus
per vaginam. Pada pertemuan Internatinal Herpes Management Forum di San
Francisco AS November 1994, disetujui penatalaksanaan herpes genitalis pada
kehamilan (episode awal, dengan gejala berat): Acyclovir oral 5 x 200 mg/ hari
selama 7 sampai 10 hari. Dosis supresif rutin tidak dianjurkan untuk episode
rekurens selama kehamilan atau dekat akhir kehamilan.
Bila ibu mengidap herpes
genital primer pada saat persalinan per vaginam, harus diberikan profilaksi
Acyclovir intravena kepada bayi selama 5 sampai 7 hari dengan dosis 3 x 10 mg/
kg BB/ hari. Penelitian pengobatan Acyclovir 10 mg/ kg BB tiap 8 jam selama 10
sampai 21 hari, atau Ara-A 30 mg/ kg BB/ hari menurunkan angka kematian
dibandingkan dengan penderita yang tidak mendapat pengobatan. Cara pengobatan
ini dapat mencegah progresifitas penyakit (infeksi pada susunan saraf pusat
atau infeksi diseminata).
Pada penderita immunocompromised
diberikan Acyclovir oral 5 x 200-400 mg/ hari selama 5 sampai 10 hari. Pada
yang beresiko tinggi untuk menjadi diseminata, atau yang tidak dapat menerima
pengobatan oral, diberikan Acyclovir intravena 3 x 5 mg/ kg BB/ hari selama 7
sampai 14 hari. Bila terbukti terjadi infeksi sistemik, diberikan Acyclovir
intravena 3 x 10 mg/ kg BB/ hari selama minimal 10 hari. Pengobatan supresif
untuk mencegah rekurensi, diberikan Acyclovir minimal 2 x 400 mg/ hari hingga
keadaan imunokompromisnya hilang (jika mungkin). Untuk penderita infeksi HIV
simptomatik atau AIDS, diberikan Acyclovir oral 4-5 x 400 mg/ hari hingga lesi
sembuh, setelah itu dapat diberikan terapi supresif.
ConversionConversion EmoticonEmoticon