Salam Sehat dan Harmonis

-----

TEORI HUMANISTIK


TEORI HUMANISTIK

Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanism biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
Tokoh pencetus aliran humanisme adalah Arthur Combs, Abraham Maslow, Carl Rogers, Erich Fromm daan Viktor Frankl.
  1. A.    Abraham Maslow
Abraham Harold Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tanggal 1 April 1908. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi Rusia dengan orangtua yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Pada masa kecilnya, ia dikenal sebagai anak yang kurang berkembang dibanding anak lain sebayanya. Ia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang anak Yahudi yang tumbuh dalam lingkungan yang mayoritas dihuni oleh non Yahudi.
Ia merasa terisolasi dan tidak bahagia pada masa itu. Ia tumbuh di perpustakaan diantara buku-buku. Ia awalnya berkuliah umum, namun pada akhirnya, ia memilih untuk mempelajari psikologi dan lulus dari Universitas Wisconsin. Pada saat ia berkuliah, ia menikah dengan sepupunya yang bernama Bertha pada bulan Desember 1928 dan bertemu dengan mentor utamanya yaitu Profesor Harry Harlow. Ia memperoleh gelar bachelor pada 1930, master pada 1931, dan Ph.D pada 1934. Maslow kemudian memperdalam riset dan studinya di Universitas Columbia dan masih mendalami subjek yang sama. Di sana ia bertemu dengan mentornya yang lain yaitu Alfred Adler, salah satu kolega awal dari Sigmund Freud.
Pada tahun 1937-1951, Maslow memperdalam ilmunya di Brooklyn College. Di New York, ia bertemu dengan dua mentor lainnya yaitu Ruth Benedict seorang antropologis, dan Max Wertheimer seorang Gestalt psikolog, yang ia kagumi secara profesional maupun personal. Kedua orang inilah yang kemudian menjadi perhatian Maslow dalam mendalami perilaku manusia. Maslow menjadi pelopor aliran humanistik psikologi yang terbentuk pada sekitar tahun 1950 hingga 1960-an. Ia menghabiskan masa pensiunnya di California, sampai akhirnya ia meninggal karena serangan jantung pada 8 Juni 1970. Kemudian ia dianugerahkan gelar Humanist of the Year oleh Asosiasi Humanis Amerika pada tahun 1967.
Asumsi dan Prinsip Dasar Teori
Ahli-ahli teori humanistik menunjukkan bahwa (1) tingkah laku  individu pada mulanya ditentukan oleh bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, dan (2) individu bukanlah satu-satunya hasil dari lingkungan mereka seperti yang dikatakan oleh ahli teori tingkah laku, melainkan langsung dari dalam (internal), bebas memilih, dimotivasi oleh keinginan untuk aktualisasi diri (self-actualization) atau memenuhi potensi keunikan mereka sebagai manusia.
Abraham Maslow mengatakan bahwa di dalam diri individu ada dua hal:
  1. Suatu usaha yang positif untuk berkembang
  2. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan psikologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya.
Maslow Berfokus pada individu secara keseluruhan, bukan hanya satu aspek individu, dan menekankan kesehatan daripada sekedar penyakit dan masalah.
Detail Teori
Teori yang terkenal dari Maslow yang merupakan salah satu tokoh humanistik adalah teori tentang Hirarki Kebutuhan. Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Kebutuhan fisiologis atau dasar
  2. Kebutuhan akan rasa aman
    1. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
    2. Kebutuhan untuk dihargai
    3. Kebutuhan untuk aktualisasi diri

Maslow (1968) berpendapat bahwa ada hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan untuk tingkat yang paling rendah yaitu tingkat untuk bisa survive atau mempertahankan hidup dan rasa aman, dan ini adalah kebutuhan yang paling penting. Tetapi jika manusia secara fisik terpenuhi kebutuhannya dan merasa aman, mereka akan distimuli untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dicintai dan kebutuhan akan harga diri dalam kelompok mereka sendiri. Jika kebutuhan ini terpenuhi orang akan kembali mencari kebutuhan yang lebih tinggi lagi, prestasi intelektual, penghargaan estetis dan akhirnya self-actualization.

Maslow (1954) menyusun hirerarki kebutuhan. Di dalam hirarki ini, ia menggunakan suatu susunan piramida untuk menjelaskan dorongan atau kebutuhan dasar yang memotivasi individu. Kebutuhan yang paling dasar, yakni kebutuhan fisiologis akan makanan, air, tidur, tempat tinggal, ekspresi seksual, dan bebas dari rasa nyeri, harus dipenuhi pertama kali. Tingkat kedua adalah kebutuhan akan keselamatan, keamanan, dan bebas dari bahaya atau ancaman kerugian. Tingkat ketiga ialah kebutuhan akan mencintai dan memiliki, yang mencakup membina keintiman, persahabatan, dan dukungan. Tingkat keempat ialah kebutuhan harga diri, yang mencakup kebutuhan untuk dihormati dan diargai orang lain. Tingkat yang paling tinggi ialah aktualisasi diri, kebutuhan akan kecantikan, kebenaran, dan  keadilan.

Maslow mengajikan hipotesis bahwa kebutuhan dasar di tingkat paling bawah  piramida akan mendominasi perilaku individu sampai kebutuhan tersebut dipenuhi, kemudian kebutuhan tingkat selanjutnya menjadi dominan.

Maslow menggunakan istilah aktualisasi diri untuk menjelaskan individu yang telah mencapai semua kebutuhan hirarki dan mengembangkan potensinya secara keseluruhan dalam hidup.

Teori Maslow menjelaskan bahwa perbedaan individu terletak pada motivasinya, yang tidak selalu stabil seanjang kehidupan. Lingkungan hidup yang traumatic atau kesehatan yang terganggu dapat menyebabkan individu mundur ke tingkat motivasi yang lebih rendah.
Kedudukan Pengasuhan dalam Teori
Dalam pendekatan humanistik, orang tua diajarkan untuk mencerminkan perasaan anak-anak mereka dan membantu mereka tumbuh dalam kesadaran diri dan pemahaman, serta memfasilitasi kematangan psikologis anak-anak mereka.
Abraham Maslow melengkapi pemikiran tersebut dengan teori motivasi. Menurutnya, potensi-potensi unik seorang anak akan muncul apabila diberi motivasi dengan cara penyampaian wawasan, contoh orang tua, pergaulan dengan teman lain, maupun pengalaman langsung.
Dalam praktik pengasuhan, orang tua dianggap sebagai fasilitator yaitu menyediakan lingkungan dan sarana belajar anak untuk mengembangkan potensinya. Semakin dipenuhinya fasilitas yang dibutuhkan anak, akan semakin berkembang potensi-potensi yang dimiliki seorang anak.
Selain itu, orang tua harus berperan sebagai motivator. Peran ini dilakukan dengan memberikan dorongan dan dukungan bagi berbagai hal yang menjadi minat seorang anak. Apabila anak melakukan kekeliruan tidak disalahkan atau disudutkan tetapi diberi berikan bimbingan dengan kalimat-kalimat yang membangkitkan semangat. Sehingga anak terpacu untuk melakukan tugasnya dan semakin tinggi tingkat pengaktualisasiannya.
  1. B.   Carl Roger
Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios, Chicago. Rogers meninggal dunia pada tanggal 4 Februari 1987 karena serangan jantung. Latar belakang: Rogers adalah putra keempat dari enam bersaudara. Rogers dibesarkan dalam keluarga yang berkecukupan dan menganut aliran protestan fundamentalis yang terkenal keras, dan kaku dalam hal agama, moral dan etika. Rogers terkenal sebagai seorang tokoh psikologi humanis, aliran fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan terapis, ide – ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman -pengalaman terapeutiknya.(Schultz 1991)
Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien (client centered) (Clifford 1986). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-tahun. Teori Rogers mirip dengan pendekatan Freud, Namun pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata lain, Rogers memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara , kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah. Teori Rogers didasarkan pada suatu “daya hidup” yang disebut kecenderungan aktualisasi. Kecenderungan aktualisasi tersebut diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap diri makhluk hidup dan bertujuan mengembangkan seluruh potensinya semaksimal mungkin. Jadi, makhluk hidup bukan hanya bertujuan bertahan hidup saja, tetapi ingin memperoleh apa yang terbaik bagi keberadaannya.Dari dorongan tunggal inilah, muncul keinginan-keinginan atau dorongan-dorongan lain yang disebutkan oleh psikolog lain, seperti kebutuhan untuk udara, air, dan makanan, kebutuhan akan rasa aman dan rasa cinta, dan sebagainya.(George 2008)
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered), teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan person to person). Namun istilah person centered yang sering digunakan untuk teori Rogers.
Asumsi dan Prinsip Dasar Teori
  1. Kecenderungan formatif : Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
  2. Kecenderungan aktualisasi: Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
Ide pokok dari teori-teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah-masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri. (Schultz 1991)
Carl Rogers mengembangkan teorinya dari penelitiannya bersama pasien dan klien di klinik. Rogers merasa terkesan dengan apa yang ia lihat saat kecenderungan bawaan individu yang bergerak ke arah pertumbuhan, maturitas, dan perubahan positif. Ia menjadi yakin bahwa kekuatan dasar yang memotivasi organisme manusia adalah kecenderungan beraktualisasi – suatu kecenderungan ke arah pemenuhan atau aktualisasi semua kapasitas organisme. Organisme yang tumbuh mencari cara untuk memenuhi potensinya di dalam batas-batas hereditasnya. Seseorang mungkin tidak selalu dengan jelas merasakan tindakan mana yang menyebabkan pertumbuhan dan tindakan mana yang regresif. Tetapi jika jalan itu jelas, individu memilih untuk tumbuh ketimbang regresi. Rogers tidak menyangkal bahwa terdapat kebutuhan lain, sebagian darinya adalah biologis., tetapi ia memandang semuanya itu sebagai patuh kepada motivasi organisme untuk meningkatkan dirinya. Keyakinan Rogers akan keunggulan aktualisasi membentuk dasar terapi terpusat klien yang bersifat nondirektif. Metoda psikoterapi ini berpendapat bahwa semua individu memiliki motivasi dan kemampuan untuk berubah dan individu adalah orang yang paling berkualifikasi untuk menentukan arah perubahan tersebut. Peran ahli terapi adalah sebagai papan pantul sementara individu mengeksplorasi dan menganalisis masalahnya. Pendekatan ini berbeda dari tipe psikoanalitik, di mana ahli terapi menganalisis pengalaman pasien untuk menentukan masalah dan menyarankan suatu tindakan pengobatan. Inti dari konsep dalam teori kepribadian Rogers adalah diri (self). Diri, atau konsep-diri (Rogers menggunakan keduanya), menjadi inti teotinya. Diri terdiri dari semua ide, persepsi, dan nilai-nilai yang mengkarakterisasi “saya” atau “aku” ; ia mencakup kesadaran “apa saya” dan “ apa yang dapat saya lakukan.” Selanjutnya diri yang dihayati ini mempengaruhi persepsi seseorang tentang dunia dan perilakunya. Sebagai contohnya, wanita yang merasa dirinya kuat dan kompeten akan menghayati dan bertindak di dunia dengan cara yang sangat berbeda dari wanita yang menganggap dirinya lemah dan tidak berguna. Konsep diri tidak selalu mencerminkan realita : seseorang mungkin sangat berhasil dan terhormat tetapi masih memandang dirinya sendiri sebagai orang yang gagal.
Detail Teori
Menurut Rogers, individu menilai setiap pengalaman berkaitan dengan konsep diri. Orang ingin bertindak dalam cara yang konsisten dengan citra-dirinya ; pengalaman dan perasaan yang tidak konsisten adalah mengancam dirinya dan tidak diterima oleh kesadaran. Ini pada dasarnya adalah konsep represi freud, walaupun Rogers menganggap represi tersebut tidak diperlukan atau permanen. (Freud mengatakan bahwa represi tidak dapat dihindari dan sebagian aspek pengalaman individu selalu tetap berada dibawah sadar.
Semakin banyak pengalaman yang disangkal oleh seseorang karena tidak konsisten dengan konsep dirinya, semakin lebar jurang antara dirinya dan realita dan semakin besar kemungkinan timbulnya ketidakmampuan menyesuaikan diri. Seorang individu yang konsep dirinya tidak sejalan dengan perasaan dan pengalaman pribadi harus melindungi dirinya sendiri dari kebenaran karena kebenaran akan menyebabkan kecemasan. Jika ketidaksesuaian itu menjadi terlalu besar, pertahanan mungkin runtuh, menyebabkan kecemasan yang berat atau gangguan emosional lain.

Sebaliknya, orang yang mampu menyesuaikan diri memiliki konsep diri yang konsisten dengan pikiran, pengalaman, dan perilaku ; diri tidak kaku tetapi fleksibel, dan dapat berubah saat ia mengasimilasi pengalaman dan ide baru.
Diri lain dalam teori Rogers adalah diri yang ideal. Kita semua memiliki konsepsi jenis orang yang diri kita inginkan menjadi sepertinya. Semakin dekat diri ideal dengan diri nyata, semakin penuh dan gembira individu yang bersangkutan. Ketidaksesuaian yang besar antara diri ideal dan diri nyata menghasilkan orang yang tidak puas dan tidak gembira.
Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati. Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat). (Schultz 1991)

Jadi dua jenis ketidaksesuaian dapat terjadi : satu, antara diri dan pengalaman realita ; dan yang lain antara diri dan diri ideal. Rogers memiliki beberapa hipotesis tentang bagaimana ketidaksesuaian itu dapat berkembang.
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positip tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan.
Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being):
1.Keterbukaan pada pengalaman
Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan mengalami banyak emosi (emosional) baik yang positip maupun negatip.
2. Kehidupan Eksistensial
Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri sebagai respons atas pengalaman selanjutnya.
3. Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri
Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasanya benar (timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan sangat baik.
4. Perasaan Bebas
Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya paksaan – paksaan atau rintangan – rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau sehingga ia dapat meilhat sangat banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu melakukan apa saja yang ingin dilakukannya.
5. Kreativitas
Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan ciri – ciri bertingkah laku spontan, tidak defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya. (Schultz 1991)
Kedudukan Pengasuhan dalam Teori
Rogers mengatakan bahwa orang-konsep diri sering tidak sama persis dengan kenyataan. Sebagai contoh, seseorang mungkin menganggap dirinya sangat jujur ​​tetapi sering berbohong kepada atasannya tentang mengapa ia terlambat untuk bekerja. Rogers menggunakan istilah ketidaksesuaian untuk mengacu pada kesenjangan antara konsep diri dan realitas. Kesesuaian, di sisi lain, adalah pertandingan yang cukup akurat antara konsep diri dan realitas. Menurut Rogers, orangtua mempromosikan ketidaksesuaian jika mereka memberi anak-anak mereka cinta bersyarat. Jika orang tua menerima anak hanya bila anak berperilaku dengan cara tertentu, anak kemungkinan untuk memblokir pengalaman yang dianggap tidak dapat diterima. Di sisi lain, jika orang tua menunjukkan kasih tanpa syarat, anak dapat mengembangkan kongruensi. Orang dewasa yang orang tuanya dalam pengasuhan memberikan cinta bersyarat, di masa dewasa akan terus mengubah pengalaman mereka dalam rangka agar merasa diterima.
Pengasuhan sangat penting kedudukannya dimana orangtua yang memberikan pengasuhan yang baik dapat memberikan kebutuhan penghargaan positif tanpa syarat dimana dengan terpenuhinya kebutuhan tersebut anak akan menjadi fungsional. Ini berarti mereka merasa dirinya dihargai oleh orangtua dan orang lain walaupun perasaan, sikap, dan perilakunya kurang dari ideal. Jika orangtua hanya memberikan penghargaan positif tanpa syarat, menilai anak hanya jika ia bertindak, berpikir, atau berperasaan dengan benar, anak kemungkinan mengalami distorsi konsep dirinya. Sebagai contohnya, perasaan kompetisi dan permusuhan kepada adik bayi dan biasanya menghukum tindakan tersebut. Anak agaknya harus mengintegrasikan pengalaman ini ke dalam konsep diri mereka.  Mereka mungkin memutuskan bahwa orangtua tidak menyukai mereka dan demikian merasa ditolak. Atau mereka mungkin menyangkal perasaan mereka dan memutuskan mereka tidak ingin memukul adik. Tiap sikap itu mengandung distorsi kebenaran. Alternatif ketiga adalah yang paling mungkin diterima oleh anak-anak, tetapi dalam melakukannya, mereka menyangkal perasaan yang sesungguhnya diri mereka, yang kemudian menjadi tidak disadari. Semakin orang didorong untuk menyangkal perasaannya sendiri dan menerima nilai-nilai orang lain, semakin tidak nyaman perasaan mereka tentang dirinya sendiri. Rogers menyatakan bahwa pendekatan terbaik bagi orangtua adalah mengenali perasaan anak sebagai sesuatu yang nyata sambil menjelaskan alasan mengapa perbuatan memukul tidak dapat diterima.

Implikasi Teori Belajar Humanistik

a. Guru Sebagai Fasilitator
                Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):
1.       Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.       Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.       Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.       Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.       Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.       Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7.       Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8.       Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9.       Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10.   Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.


Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa

                Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
                Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
                Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
  1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
  2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
  3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
  4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
  5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
  6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
  7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
  8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.


Previous
Next Post »

Translate