Salam Sehat dan Harmonis

-----

PEMBERIAN ORAL HYGIENE PADA PENDERITA HEPATITIS



BAB I

PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Oral hygiene(perawatan mulut) yang baik dapat mencegah penyakit gigidan mulut, yaitu antara lain membersihkan penyakit gigi dan mulut dari sisa-sisa makanan yang tertingga diantara gigi dan fisur gigi harus diperhatikan kebersihannya. Mulut sebenarnya sudah mempunyai sistem pmbersihan sendiri yaitu air ludah, tapi dengan makanan modern kita sekarang, pembersih alam ini tidak lagi dapat berfungsi dengan baik.
Anoreksia nervosa adalah hilangnya nafsu makan atau terganggunya pusat nafsu makan ini disebabkan konsep yang terputar balikmengenai penampilan tubuh hingga penderita mempunyai rasa takut yang berlebihan terhadap kegemukan. Karena ketakutannya itu, penderita anoreksia nervosa melakukan diet yang sangat ketat sehoingga berat badannya turun secara drastis dalam waktu yang singkat.
Hepatitis merupakan penyakit infeksi yang penyebaranya luas dalam tubuh walaupun efek yang menonjol terjadi pada hati (sylvia A.price dan lorraine M. Wilson,1995). Dalam buku kapita selekta kedokteran jilid 1 edisi 3 menyebutkan bahwa hepatitis akut adalah penyakit infeksi akut dengan gejala utama berhubungan dengan Nekrosis pada hati yang di sebabkan oleh virus hepatitis baik HAV,HBV,HCV,HEV,HDV,HGV).
Pada penderita hepatitis sering mengalami beberapa keluhan seperti mersakan tidak fit seperti biasanya produktiitas kerja menurun, nafsu makan berkurang dan berat badan menjadi sangat turun(anoreksia), dan mengalami dispepsia atau keluhan saluran pencernaan seperti perasaan kembung dan mual yang kadang kala di sertai diare bahkan gejala konstipasi .
untuk meningkatkan nafsu makan dan mecegaah anoreksia dpat melalui berbagai cara salah satunya adalah meningkatkan kenyamanan pada mulut dengan melaksanakan oral hygiene yang bertujuan membersihkan sisa-sisa makanan yang ada pada mulut dan menyegarkan lingkungan sekitar mulut gigi yang sehat bermula dengan kebersihan oral yang bagus dalam hal ini adalah penjagaan gigi dan perawatan gigi secara profesional.
Dinegara yang sedang berkembang hepatitis banyak menyerang penduduk dunia ketiga seperti india, Filipina, Pakistan, Kamboja, Afrika termauk, Malaysia, Indonesia dan Thailand. Penyakit ini bersifat kronik dan endemik. Boleh menyerang semua peringkat umur.Penyakit ini bersifat kronok di mana 5 hingga 10% mereka yang di jangkit virus ini adalah pembawa penyakit tanpa di sadari atau di kenal.
Dengan insiden 70% bayi yang baru lahir kerap menderita penyakit ini.Ini di akibatkan dengan fungsi hati bayi yang belum berfungsi dengan sempurna.Keadaan ini berpunca dari penimbunan bilirirubun(pigmen empedu) yang berlebihan dalam darah dan tisu-tisu. Wanita lebih sering terkena dari pada pria(70-80%) pendeita adalah wanita terjadi pada deasa dan anak-anak dengan pucak insiden pada usia 10-30 tahun dan pada usia 45-70 tahun.
         Sedangkan di Rumah Sakit Siti Khotijah Sepanjang  total hipatitis pada tahun 2001 mencapai 0,6% yang menyerang pada usia 15-24 tahun, 11,4% menyerang pada usia 25- 44 tahun, 49,3% menyerang pada usia 45-64 tahun, 39,1% menyerang pada usia 65 tahun.  
      Pada penderita hepatitis sering terjadi masalah-masalah keperawatan seperti intoleransi aktifitas, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, peningkatan suhu tubuh, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagai salah satu masalah yang sering menyertai hepatitis masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh memerlukan intervensi yang tepat untuk membantu proses penyelesaian masalah yang dihadapi oleh penderita. Salah satu intervensi yang sering terdapat dalam literature adalah dengan pemberian oral hygiene untuk mengurangi rasa tidak enak pada mulut dan mengurangi anoreksia (Doengoes, Marillyn E. Dkk 2000).
         Melihat masalah-masalah diatas maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui hubungan antara oral hygiene dengan berkurangnya anoreksia pada pendeita hepatitis.Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfat sebagai pedomn untuk melakukan intervensi keperawatan pada pasien yang mengalami masalah tersebut.Hal ini juga sebagai sarana untuk
meningkatkan mutu keperawatan di indonesia. Dalam salah satu intervensi keperawatan dapat berupa tindakan oral hygiene dapat bermnfaat dalam mengurangi anoreksia akan tetapi kenyataan di lapangan tindakan tersebut jarang dilakukan. Oleh karena itu maka peneliti tertarik ingin meneliti sejauh mana pengaruh tindakan oral hygiene dalam mengurangi anoreksia pada penderita hepatitis. 

1.2  Rumusan  Masalah
Apakah terdapat hubungan antara pemberian oral hygiene dengan berkurangnya anoreksia  pada penderita hepatitis?

1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Mengidentifikasi hubungan antara oral hygiene dengan berkurangnya anoreksia pada penderita hepatitis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1)      Mengidentifikasi pemberian oral hygiene pada penderita hepatitis
2)      Mengidentifikasi berkurangnya anoreksia pada penderita hepatitis
3)      Mengidentifikasi hubungan antara oral hygiene dengan berkurangya anoreksia pada penderita hepatitis.

1.4         Manfaat Penelitian
1.      Bagi peneliti
Menambah pengetahuan tentang manfaat oral hygiene pada penderita hepatitis
2.      Bgi penderita
Dengan intervensi pelaksanaan oral higiene yang tepat dapat mengurangi onaroksia sehingga memperpendek hari rawat inap
3.      Bagi perawat
1).   Meningkatkan kemampuan perawat dalam melakukan oral higiene yang tepat
2).   Manfaat bagi ilmu keperawatan tentang manfaat oral higiene dalam mengurangi anaroksia
4.      Bagi Rumah sakit
Petugas kesehatan dapat lebih meningkatkan oral higiene pada penderita hipatitis supaya dapat meminimalkan penyulit-penyulit yang akan timbul akibat kurangnnya oral higiene.

1.5  Relevansi
Masalah nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh yang di akibatkan oleh anoreksia, penurunan nafsu makan, mual dan muntah sering terjadi pada penderita hepatitis.Untuk menyeleseikan masalah tersebut di perlukan intervensi keperawatan yang tepat. Salah satu upaya penanganan masalah tersebut adalah dengan pemberian tindakan oral hygiene dengan alasan pemberian tinndakan ini bermanfaat dalam mengurangi anoreksia dan rasa tidak enak pada mulut. Oleh karena itu perawat dapat melaksanakan intervensi tersebut untuk mnyeleseikan  masalah yang terjadi pada pasien. Karena semakin cepat masalah klien teratasi. merupakan tanda dari keberhasilan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasie













3.1 Konsep Hepatitis Virus
           Hepatitis virus merupakan penyakit yang sering terjadi terutama di negara-negara berkembang. Hepatitis dapat dibedakan menjadi beberapa golongan antara lain hepatitis A, B, C, D, G. dalam sup bab berikut akan di jelaskan beberapa pengertian menurut para ahli dan penggolongan virus akut.

 3.1.1 Pengertian
Hepatitis virus akut merupakan penyakit infeksi yang penyebabnya luas dalam tubuh, walaupun efek yang menonjol terjadi pada hati (Syilvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1999).Telah di temukan 5 katagori virus agen penyebab antara lain : Virus Hepatitis A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus Hepatitis D (HDV), Virus Hepatitis E (HEV).Kelima  agen ini dapat dibedakan melalui petanda antigeniknya, tetapi kesemuanya memberikan gambaran klinis yang mirip, dapat bervariasi dari keadaan sub klinis tanpa gejala hingga keadaan infeksi akut yang fatal.
Bentuk hepatitis yang paling dikenal adalah HAV (Hepatitis A) dan HBV (Hepatitis B). Hepatitis yang tidak dapat di golongkan sebagai hepatitis A dan hepatitis B melalui pemeriksan serologidisebut sebagai hepatitis non A non B (NANBH) dan pada saat ini disebut hepatitis C (Syilvia A. Price dan Lorraine M,Wilson dikutp dari Dienstag,1995). Selanjutnya ditemukan dua jenis hepatitis ini ada dua macam, yang pertama dapat ditularkan secara parenteral (Parenterally transmited) dan disebut PT- NANBH dan yang kedua dapat ditularkan melalui enteral (enterally transmited) disebut ET-NANBH (Sylvia A Price Dkk dikutip dari: Bradley,1990;Center For disease Control, 1990). Tata nama terbaru menyebutkan PT-NANBH sebagai hepatitis C dan ET-NANBH sebagai hepatitis E (Sylvia A. Price Dkk dikutip dari:Bradley, 1990: Purcel 1990). Virus delta yang disebut juga virus hepatitis D (hdv) merupakan suatu partikel virus yang menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada infeksi hepatitis B.




         Tabel 2-1: perbedaan HBV dan HAV menurut (Syilvia A. Price dan Lorraine M.Wilson, 1995).
Kategori perbedaan
HAV
HBV
Virus penyebab
Virus hepatitis A (HAV) Virus RNA. 
Virus hepatitis B (HBV) Virus DNA cabang ganda.
Sinonim
Hepatitis inveksiosa
Hepatitis serum
 Cara penularan
Fekal – oral, parenteral (jarang)
Parenteral, seksual, perinatal. 
Masa inkubasi
15 sampai 50 hari (lebih pendek)
45 sampai 160 hari (lebih panjang).
Resiko penularan
Sanitasi buruk, intitusi yang ramai seperti rumah perawatan, rumah sakit jiwa, jasa boga terinfeksi. 
Aktivitas homoseksual, memiliki banyak pasangan seksual, memakai obat – obat melalui    suntikan intravena, hemodialisiskronik, pekerjaan sosial di bidang kesehatan, transfusi darah (sekarang sudah jarang karena ada pemeriksaan rutin).
Keadaan pembawa kronik
Tidak ada
Ada
Tes laboratorium
IgM anti HAV,infeksi akut IgG anti HAV, infeksi, kebal terhadap hepatitis A  
HbsAg, infeksi akut, infeksi kronik bila kadar 6 mos Anti HBs, kebal terhadap hepatitis B. HbcAg (dalam hipotesis) tidak ada tesnya. IgM anti HBc infeksi yang baru terjadi IgG anti Hbe resolusi dari infeksi akut. 
Profilaksis
Globulim Imun (Ig)
Globulin imun (IG) Globulin imun hepatitis B (HBIG)
Perbedaan hepatitis A,  B, C, D, E, G menurut Zuraidah Zulkarnain Dkk : 2000
Tabel 2.2: Hepatitis Virus  A, B, C, D, E, G

Hepatitis A
Hepatitis B
Hepatitis C
Hepatitis D
Hepatitis E
Hepatitis G
Famili
Picorna-virus
Hepadna-virus
Flavivirus
Viroid
Calicivirus
Flavivirus
Diameter
27-32 nm
42 nm
?
36 nm
27-32 nm
?
Asam Nukleat
RNA singlestrand, linear
DNA doublestrand, sirkular
RNA singlestrand, linear
RNA singlestrand, sirkular
RNA singlestrand, linear
RNA singlestrand, linear
Masa inkubasi
14-45 hari (30 hari)
30-180 hari (50 hari)
14-180 hari (50 hari)
?
14-60 hari (40 hari)
?
Trasmisi fekal-oral
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Darah
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak

Vertikal
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak
?
Seksual
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak
?
Antigen
HAAg
HbsAg, HBeAg
HCAg
HDAg
HEAg
____
Antibodi
Anti-HAV, ANTI hav, IgM
Anti-HBs Anti-Hbe Anti-HBc
Anti HCV Anti-HCV IgM
Anti HDV Anti –HDV IgM
AntiHEV
------
Hepatitis fulminan
0.001 %-0,5%
0.5%-1,0%
0,5%-1.0%
1-3-25%
2% (25%-?)

Hepatitis akut (sembuh)
>99%
>90%
10-40%
50-80%
>95%
?
Hepatitis kronis aktif
0%
<10%
30-90%
20-50%
?(<5%)
?
Sirosis
<0.1%
1%
5-30%(?)
10%
?
Ya (?)
Imunisasi aktif
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Imunisasi pasif
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak

3.1.2  Etiologi dan Manifestasi Klinis
Etiologi penyakit hepatitis dapat digolongkan sesuai dengan jenis hepatitis yang terjadi secara lebih jelas dapat diterangkan dalam sub bab berikut (Sylvia A. Price dan Lorraine M, Wilson).

2.1.2.1                                                                                               3.1.2.1 Hepatitis A
               Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV) yang merupakan virus    RNA kecil yang berdiameter 27 nm, virus ini dapat dideteksi dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase pra ikterik. Sewaktu timbul ikterus, maka timbul antibody terhadap HAV (anti HAV) yang dapat diukur didalam serum. Mula-mula kadar antibody IgM anti HAV meningkat dengan tajam, sehingga memudahkan untuk mendiagnosis secara tepat adanya suatu infeksi HAV. Setelah masalah akut, antibody IgG anti HAV menjadi dominan dan bertahan untuk seterusnya keadaan ini menunjukkan bahwa penderita pernah mengalami infeksi HAV dimasa lampau dan saat ini telah kebal. Keadaan pembawa tidak pernah ditemukan (sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995).
              Gambaran klinik hepatitis A akut sangat beragam berupa bentuk yang asimtomatik atau yang simtomatik, tanpa ikterus atau dengan ikterus. Bentuk yang anikterik merupakan gambaran klinik yang lebih ringan dibandingkan dengan yang ikterik. Bentuk anikterik dapat berupa demam ringan yang tidak diketahui penyebabnya, gejala saluran pernafasan dan saluran cerna. Sedangkan yang ikterik dapat menjadi fulminan yang dapat berakibat fatal dalam beberapa hari (Noer Saifullah, 1996).
                 Pada penderita hepatitis A yang asimtomatik menunjukkan gejala yang tidak nyata   (inapparent). Gejala-gejala ditandai adanya kelainan fungsi hati, yaitu peningkatan aminotransferase serum (Noer Saifullah, 1996).
                 Pada penderita hepatitis A yang simtomatik dapat dibedakan dalam empat stadium yaitu masa inkubasi, masa praikterik, ikterik, dan fase penyembuhan. Masa inkubasi adalah waktu antara terpapar virus dengan peningkatan amintransferase, yang rata-rata berlangsung selama 28 hari. Pada masa prodromal (praikterik) dapat berlangsung antara empat hari sampai satu minggu ditandai dengan gejala klinik lesu, lelah, anoreksia, nausea, muntah, rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, demam (biasanya kurang dari 39oC), merasa dingin, sakit kepala, gejala seperti flu, sakit tenggorokan dan batuk. Intensitas anoreksia makin bertambah dari hari ke hari, terutama pada pagi dan siang hari. Muntah dapat menjadi lebih berat tetapi tidak berlangsung lama. Gejala mialgia, artralgia, mungkin juga ditemukan pada fase ini. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hepatomegali ringan dan splenomegali ringan (Noer Saifullah, 1996).
             Pada masa ikterik dan penyembuhan ditandai dengan adanya warna urine yang lebih gelap seperti the yang dapat terjadi sebelum ikterus timbul yang diakibatkan dengan adanya sekresi bilirubin ke dalam urine, dan warna tinja mungkin menjadi lebih pucat akibat berkurangnya sekresi bilirubin ke dalam saluran cerna yang diikuti dengan adanya ikterus. Gejala-gejala tersebut diikuti dengan gejala –gejala pada masa stadium praikterik seperti anoreksia, lesu, lelah, nausea, muntah yang bertambah berat selam beberapa waktu akan tetapi dengan semakin bertambhanya ikterus gejala-gejala tersebut mulai berkurang. Ikterus kemudian menghilang secara bertahap dalam 2 minggu. Aminotransferase serum meningkat mencapai puncaknya pada masa setelah timbul ikterus diikuti dengan peningkatan kadar bilirubin serum, aminotransferase dan bilirubin menurun setelah memasuki masa penyembuhan dan mencapai normal setelah 4-6 minggu dalam fae ikterik ini masih terdapat hepatomegali dengan nyeri tekan dan splenomegali (Noer Saifullah, 1996).
                           Kelelahan dan lesu mungkin masih terjadi selama masa penyembuhan sampai beberapa bulan yang biasa disebut sebagai post hepatitis syndrome. Sedngkan penyembuhan secara klinis dan biokimia terjadi dalam 6 bulan (noer Saifullah, 1996).

3.1.2.2    Hepatitis B
             Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang merupakan virus DNA bercabang ganda yang memiliki ukuran 42 nm, virus ini memiliki lapisan permukaan dan bagian inti. Petanda serologic yang pertama dipakai untuk identifikasi HBV adalah antigen permukaan (HbsAg, dahulu disebut antigen Australia (HAA), yang positif kira-kira 2 minggu sebelum timbulnya gejala klinis, dan biasanya menghilang pada masa konvalesensi dini tetapi dapat pula bertahan selama empat sampai enam bulan adanya HbsAg menandakan penderita adapat menularkan HBV ke orang lain (Sylvia A Price).
               Tanda –tanda yang muncul setelah tanda pertama biasanya merupakan antibody terhadap antigen inti yaitu antigen HBc. Antigen inti sendiri (HbcAg) tidak terdeteksi secara rutin dalam penderita infeksi HBV karena terletak dalam kulit luar HbsAg. Antibody anti Bc dapat terdeteksi setelah gambaran klinis hepatitis muncul dan menetap untuk seterusnya yang merupakan kekebalan dari infeksi HBV yang bukan merupakan vaksinasi. Antibody anti HBc selanjutnya dapat dipilah menjadi fragment IgM dan IgG (Sylvia A Price).
            Antibody yang muncul berikutnya merupakan antibody terhadap antigen permukaan anti-HBs. Antibody HBs timbul setelah infeksi membaik dan berguna untuk memberikan kekebalan jangka panjang (Sylvia A Price).
            Antigen e, HBeAg, merupakan bagian HBV yang larut antigen ini timbul bersamaan atau segera setelah HBsAg dan menghilang setelah beberapa minggu sebelum HBsAg menghilang. HbeAg selalu ditemukan pada semua infeksi akut (Sylvia A Price).
            Gejala klinis yang dapat ditemukan dalam penderita hepatitis B dapat berupa gejal-gejala yang ringan dan hanya berupa hepatomegali ringan tetapi kadang-kadang juga menampakkan gejala klinis yang berat. Pada kasus-kasus tertentu dapat ditemukan adanya malaise, anoreksia, rasa tidak enak diperut yang biasanya mendahului terjadinya ikterus dan timbul setelah beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah terpapar HBV. Enzim transaminase serum juga meningkat (Sylvia A Price).




3.1.2.3        Hepatitis NANB
            Penyebab dari hepatitis NANB dapat dibedakan dalam 2 bentuk yaitu yang dibawa meleui darah dan melalui enterik yang kemudian disebut HCV dan HEV.
            HCV merupakan virus RNA kecil terbungkus lemak, diameternya antara 30 sampai 60 nm, seperti pada HBV, HCV terutama ditularkan melalui jalan parenteral dan kemungkinan melalui jalan hubungan Seksual. Virus ini dapat menyerang semua kelompok usia, tetapi lebih sering menyerang pada orang dewasa. Masa inkubasi antara 15-160 hari, rata-rata 50 hari (Zuraida Zulkarnain dkk 2000).
             HEV merupakan virus RNA kecil diameternya kurang lebih 32-34 nm infeksi HEV ditularkan melalui fekal oral seperti pada HAV. Ering menyerang pada usia dewasa muda, pada wanita hamil didapatkan mortalitas yang sangat tinggi. Masa inkubasi HEV sekitar 6 minggu.
             HDV merupakan penyebab hepatitis delta yang merupakan virus RNA berukuran 35nm, virus ini membutuhkan HBsAg untuk berperan sebagai lapisan luar patikel yang menular. Sehingga hanya penderita yang positif HBsAg dapat tertular HDV. Penularan terutama melalui serum dan terutama sering menyerang pada pengguna obat terlarang melalui suntikan. Masa inkubasi menyerupai HBV yaitu sekitar 2 bulan. HDV timbul dengan gejala klinis yaitu: koinfeksi dengan HBV, superinfeksi pembawa HBV, dan sebagai hepatitis fulminan.
                              Dalam hepatitis NANB juga dikenal hepatitis G yang disebabkan adanya virus hepatitis G (HGV) yang merupakan virus RNA dengan rantai tunggal positif. Tetapi virus ini jarang menimbulkan hepatitis karena virus ini jarang sekali menimbulkan dampak fisik dan kelainan hati yang fatal. Peran VHG (HGV) sendiri pada manusia masih dalam penelitian.
       Pada tahun 1997 ditemukan jenis virus baru yang diisolasi dari penderita hepatitis oleh seorang ahli Nishizawa Dkk, virus ini diberi nama virus TT yang merupakan virus untai tunggal DNA sirkular yang pertama didapatkan pada manusia. Namun sampai saat ini peranan pada manusia belum diketahui dengan pasti baik pada induvidu sehat maupun dalam keadaan patologis seperti pada hepatitis akut maupun hepatitis kronik
                  Manifestasi klinis pada hepatitis NANB, menyerupai dengan gejala-gejala yang ada pada hepatitis A dan hepatitis B antara lain nause, rasa lelah, anoreksia, nyeri perut kanan atas, urine yang berwarna tua an feces yang berwana lebih pucat.

3.1.2.4  Patologi dan patofisiologi
            Virus hepatitis dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara HVA masuk dalam tubuh manusia terutama melalui transmisi parenteral antara lain melalui daerah, tranfusi, penularan melalui plasenta ibu ke anak, dan tranmisi melalui hubungan seksual. Pada hepatitis NANB terdapat beberapa perbedaan diantaranya HCV dan HDV menyerupai transmisipada HVB sedangkan pada HEV menular melalui oralfekal seperti halnya pada HAV. Virus yang masuk kedalam tubuh menyebar melalui darah dan dapat menimbulkan gejala-gejala viremia yaitu: sakit kepala, peningkatan suhu tubuh, malaise, anoreksia, mual, muntah, artralgia. Gejala-gejala tersebut diikuti gejala-gejala yang spesifik akibat kerusakan hati misalnya: ikterus akibat terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah warna urine berubah menjadi seperti the dan feses menjadi lebih pucat.
            Akibat dari kerusakan hati dapat menunjukkan gejala-gejala asites, hidrotorik, splenomegali, edema akibat tekanan portal yang meningkat. Tekanan portal (vena porta) yang meningkat juga menyebabkan tekanan vena pada esophagus, lambung dan usus halus dan usus besar juga meaningkat yang menyebabkan varises esophagus, hemorrhoid dan perdarahan pada organ-organ dalam. Secara skema dapat dituliskan sebagai berikut.





3.1.2.5  Pencegahan Hepatitis Virus
          Pencegahan virus hepatitis dapat diberikan menurut penyebabnya seperti yang akan dijelaskan berikut:
1.      Pencegahan penyakit hepatitis A
                     Upaya preventif bersifat untuk memotong rantai penularan dan memberikan kekebalan terhadap virus Hepatitis A dengan upaya imunisasi. Upaya-upaya pencegahan tersebut antara lain:
1)      Pebaikan higiene makanan dan minuman. Kegiatan yang dapat dilakukan dapat berupa memasak air dan makanan sampai mendidih selama 10 menit karena virus penyebab hepatitis A merupakan virus yang tahan terhadap panas. Kegiatan lain berupa mencuci dan mengupas makanan yang tidak dimasak.
2)  Perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan dan higiene perseorangan. Hal tersebut berdasarkan pada peran transmisi oralfekal penyebab penyakit hepatitis A. Faktor yang berperan adalah perumahan, kepadatan, kualitas air minum, sistem pembuangan limbah tinja, dan semua aspek higiene lingkungan secara keseluruhan.
3)  Pencegahan dengan imunisasi
           Imunisasi dapat berupa imunisasi aktif dan imunisasi pasif pemberian imunisasi pasif dengan pemberian normal human immune globulin (NHG) pada keadaan pra dan pasca paparan. Upaya-apaya pencegahan dengan pemberian imunisasi aktif  diberikan pada usia lebih dari 2 tahun. Imunisasi dilakukan dengan pemberian vaksin HVA yang merupakan vaksin inaktivasi yang di indonesia terdpat beberapa vaksin dengan nama dagan Havrix, produksi Smith Kline Beecham. Upaya ini bertujuan untuk melindungi pasien terhadap infeksi HVA dan kemungkinan timbulnya komplikasi HVA. Dosis dan jadwal pemberian vaksin hepatitis A inaktivasi havrix seperti tercatum dalam tabel 2.5 



2.      Pencegahan penyakit hepatitis B
Upaya-upaya pencegahan hepatitis dapat dibagi dalam pencegahan umum terhadap tranmisi horizontal, transmisi vertikal dan pencegahan khusus dengan imunisasi. Upaya-upaya tersebut antara lain:
1) Pencegahan umum terhadap transmisi horizontal
a. Pemeriksaan donor darah dengan uji diagnostik yang sensitif dan akurat.
b. Sterilisasi alat-alat kedokteran dengan sterilisasi yang baik sedapat mungkin menggunakan alat-alat yang disposibel yang habis pakai dibuang ketempat khusus dan dimusnahkan.
c.       Tenaga medis dan perawat selalu menggunakan sarung tangan (handscoon) pada saat melakukan tindakan terapi maupun tindakan keperawatan.
d.      Mencegah kontak dengan mikrolesi seperti yang dapat terjadi melalui pemakaian sikat gigi, sisir, dan penanganan luka yang baik dan steril.
2) Pencegahan umum terhadap transmisi vertical
a.       Pemeriksaan terhadap ibu hamil. Pemeriksaan dilakukan pada awal dan pada trimester ke tiga kehamilan terutama pada bayi yang beresiko terinfeksi HVB.
b.      Segera setelah bayi lahir diberikan imunisasi hepatitis B.
3) Pencegahan dengan imunisasi
a.       Imunisasi aktif
Imunisasi aktif dapat dilakukan dengan pemberian vaksin hepatitis B rekombinan yang dibuat dengan mengekspresikan antigen HBs pada sel ragi. Sel ragi membentuk HbsAgyang identik dengan HBsAg plasma pengidap HVB. Imunisasi HVB dengan vaksin yang mengandung HBsAg berdasarkan perannya dalam menimbulkan respon imun protektif terhadap infeksi.


b.      Imunisasi pasif
Imunisasi pasif dengan pemberian Hepatitis B Immune Globulin (HBIg) untuk proteksi cepat, jangka pendek. HBIg dibuat dari kumpulan plasma donor yang mengandung anti-HBs titer tinggi serta BAB HIV dan atau HCV.
3. Pencegahan hepatitis NANB
Upata pencegahan hepatitis NANB dilakukan sesuai dengan transmisi masing-masing virus penyebab dan sesuai dengan upaya preventif HVB dan HVA namun pada hepatitis NANB belum ditemukan vaksin untuk imunisasi.

3.1.2.6              Penatalaksanaan
                    Pada periode akut dan lemah klien harus cukup istirahat (bedrest) selain itu hepatitis diberikan diet dengan kalori dan protein yang cukup. Penatalaksanaan dengan medikamentosa yang diberikan antara lain:
1.      Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestasis yang berkepanjangan, dimana tinggi, dapat diberikan prednisosn 3 x 10 mg selama 7 hari kemudian dilakukan tapering Off.
2.      Berikan obat-aobatan yang melindungi hati.
3.      Pemberianvitamin K untuk kasus dengan kecenderungan terjadi perdarahan.

3.1.2.7  Pasien HepatiDiet Patis
                      Penderita hepatitis sering mengalami penurunan nafsu makan akibat mual dan muntah. Apabila muntah tidak dapat ditolerir diperlukan pemberian nutrisi parenteral sebagai salah satu terapi. Selain hal tersebut penderita juga perlu diberikan makanan yang cukup kalori dan protein untuk mencukupi kebutuhan nutrisi pada fase akut karena salah satu fungsi hepar adalah sebagai tempat metabolisme karbohidrat sebagai penghasil kalori utama dalam tubuh selain lemak dan protein, hal ini dilihat dari fungsi dari karbohidrat yaitu menghasilkan energi bagi semua bentuk aktifitas tubuh. Oleh sebab itu maka diperlukan masukan karbohidrat sebagai penghasil kalori utama dalam tubuh yang adekuat (Uripi, Vera:2001).
             Dalam keadaan akut hepar akan menjadi intolerir terhadap lemak karena lemak mengalami pencernaan pada duodenum dimana lemak mengalami hidrilisis dengan bantuan getah empedu dan enzim lipase pankreas yangdihasilkan hepar, sehingga pada penderita hepatitis dimana produksi getah empedu berkurang sehingga lemak tidak dapat mengalami pencernaan secara maksimal dan meningkat kan kerja dari hati yang dapat menyebabkan beban hati meningkat dan dapat memperberat kondisi hati. Sehingga pada fase ini diperlukan pembatasan lemak dalam diet (Uripi, vera:2000).
                           Masukan protein yang adekuat bertujuan untuk memperbaiki hati yang telah rusak oleh virus hepatitis karena salah satu fungsi dari protein adalah menghasilkan jaringan baru pada masa pertumbuhan, penyembuhan dari luka / cedera sehingga sangat diperlukan dalam masa penyembuhan dari peradangan hati akibat virus hepatitis (Uripi, Vera:.2000).


















3.2            Konsep Anoreksia
            Perjalanan sejarah konsep penyakit ini dapat dibagi atas empat tahap. Tahap pertama orang menghubungkan penyakit ini dengan berbagai proses sugestif. Pada tahap kedua gejala dan patogenesis sindrome ini sudah lebih jelas didefinisikan. Pada tahap ketiga, yaitu pada tahun 1914, Simmonds menemukan apa yang disebutnya hypophyseal kakeksia, sedangkan pada tahap keempat dimulailah penjelasannya melalui teori psikoanalitik dan penyelidikan – penyelidikan fenomenologi.

2.2.1        Pengertian
                      Anoreksia nervosa merupakan salah satu sindrom yang amat khas mengenai gangguan somatikyang penyebabnya berasal dari faktor psikis. Anoreksia adalah gangguan perilaku yang berkaitan dengan penolakan makan. Ia dapat merupakan penyerta gangguan neurotik atau psikotik ataupun sebagai sindrom tersendiri yang disebut dengan istilah anoreksia idiopatik atau anoreksia esensial (Suyono dkk, 2001).
                      Anoreksia nervosa adalah hilangnya nafsu makan atau terganggunya pusat nafsu makan. Ini di sebabkan oleh konsep yang terputar. Ini di sebabkan oleh konsep yang terputar balik yang mengenei penampilan tubuh hingga penderita merasa takut yang berlebihan terhadap kegemukan. Karena ketakutanya itu, penderita anoreksia nervosa melakukan sangat diet yang sangat ketat sehingga berat badanya turun secara drastis dalam waktu yang singkat(http:// www.google.com).
                       Faktor-faktor yang mempengaruhi sebab timbulnya anoreksia nervosa adalah bisa karena sakit seperti demam, pilek, malaria, tipus, dan peradangan. Selain itu penyakit ini muncul karena emosi, gelisah dan kebingingan. Bila disebabkan demam, pilek, dan penyakit lain biasanya bila sudah selera makan normal kembali. Ada juga dugaan yang menyebutkan bahwa kelainan ini disebabkan oleh kekurangan mineral seng (Zn). Umumnya para ahli sepakat bahwa kelainan ini bukan disebabkan oleh kelainan organ tubuh, tetapi disebabkan oleh gangguan kejiwaan. Biasanya berat badan penderita dapat turun hingga setengah dari berat badan normal. Ini karena diet ketat  atau makan banyak, tapi kemudian dimuntahkan dengan sengaja. Keadaan yang terakhir ini disebut dengan bilimia. Akibat berat badan yang turun jauh di bawah batas normal, fungsi normal tubuh akan terganggu. Pertumbuhan akan terhambat,rambut rontok, siklus haid terganggu,dan tubuh mudah terserang penyakit, misalnya anemia, kekurangan vitamin, dan penyakit infeksi.
                      Sebab timbulnya penyakit ini juga bisa karena sakit seperti demam, pilek, malaria, tipus, dan peradanga. Selain itu penyakit ini muncul karana emosi, gelisah, dan kebingungan. Bila disebabakan demam, pilek, dan penyakit lain biasanya bila sudah sembuh selera makan normal kembali. Berbeda dengan korban kelaparan, penderita kelainan ini mampu menjaga kekuatan dan kegiatan sehari-hari mendekati normal. Ia tidak merasa lapar dan tidak cemas terhadap kondisinya. Penyakit ini menyebabkan kematian pada 10 persen penderitanya.
                 Istilah anoreksia sebenarnya beluaskan banyak penulis, karena ia berarti “ kurangnya nafsu makan “. Dalam kepustakaan dutemui banyak istilah untuk menyatakan anoreksia in, seperti pubertal emaciation untuk gangguan yang timbul pada usia remaja. (Suyono dkk, 2001)
                      Dewasa ini pengertian anoreksia lebih banyak diartikan sebagai peristiwa penolakan makan seseorang, yang biasanya oleh gadis remaja, karena ia takut menjadi gemuk atau oleh karena sebab histerik lainnya (Suyono dkk, 2001).
                    Dalam gangguan psikosomatik, yang akan banyak dibahas dalam tulisan berikut adalah anoreksia nervosa sebagai sindrom tersendiri  (Suyono dkk, 2001).

2.2.2        Etiologi dan patogenesis
                        Mengenai patogenesis anoreksia nervosa ini muncul berbagai pendapat, ada yang berorientasi pada pendekatan secara somatik, sedangkan lainnya pada pendekatan secara psikis.Pendekatan somatik berpendapat bahwa sikap patologis mengenai penolakan makan ini merupakan sesuatu yang terjadi oleh krisis endokrin pada masa pubertas.
                         Menurut Belloni pasien anoreksia mempunyai konstitusi kejiwaan yang merintangi adaptasi yang cepat serta efisien dan menghasilkan sikap bertahan terhadap berbagai sensasi tubuhnya, dan mereka terutama sulit bertoleransi.
                         Teori psikoanaliais menerangkan bahwa anoreksia nervosa adalah pernyataan terhenti atau mundurnya perkembangan kepribadian seseorang pada fase oral. Keadaan ini dapat disertai oleh gejalah-gejalah lain, dan hal ini ada hubungannya dengan kegagalan integrasi sensasi tubuh yang normal sebagai akibat trauma psikis pada masa kanak-kanak.
                         Pada anoreksia nervosa yang terpenting bukanlah keadaan hilangnya rasa lapar, tetapi adalah dorongan spontan untuk menurunkan berat badan dan kehendak paksa untuk menjadi kurus. Anoreksia nervosa dapat dipandang sebagai reaksi pertahanan terhadap super ego, yang dapat menyebabkan perasaan tak berdaya pada tuntutan kenyataan.

2.2.3        Gambaran Klinis
                         Karakteristik gambaran klinis anoreksia nervosa adalah sitofobia, turunnya berat badan dan amenoreae. Ketiga gejala utama ini akan disertai pula oleh gejala-gejala lainnya seperti gangguan endokrin sebagai akibat gangguan gizinya.
                         Secara somatik gangguan ini dapat pula berupa tubuh menjadi kurus (emasiasi), amenorea dan gangguan pencernaan. Gangguan emasiasi tahap pertama biasanya menurunkan berat badan sampai 20-40 %. Emasiasi pada gadis remaja yang disertai amenorea, menurut beberapa penulis disebabkan oleh berkurangnya kalori dalam makanan sehari-hari dan bukan oleh karena insufisiensi kelenjar pituitarinya. Gejalah lain adalah rambut kering, kuku menjadi rapuh, tidak tahan terhadap udara dingin, badan mungkin bertambah lemah, tetapi kadang-kadang masih tetap kuat. Gangguan saluran cerna terlihat pada adanya lidah yang kotor, perasaan pahit dimulut, selalu adanya hipoasiditas, menurunya motilitas, perut gembung, konstipasi dan lain-lain. Denyut nadi lambat serta tekanan darah menurun. Terlihat adanya  halitosis(keadaan bau pernafasan yang ofensif0.
                           Pasien memperlihatkan pula basal metabolic rate yang rendah. Kurva gula darah menjadi abnormal, yaitu jadi mendatar tetapi bukan seperti kurva pada pasien diabetes melitus. Dalam urin terlihat menurunya steroid yang dapat pula disertai hipokalamia dan hiponatremia, yang selalu disebabkan oleh penggunaan laksansia yang tidak wajar oleh pasien anoreksia nervosa.



2.2.4        Diagnosis Banding
                        Walaupun diagnosis anoreksia nervosa pada saat ini dapat ditegakkan setelah melalui sejumlah pemeriksaan klinis dan berbagai bentuk pengobatan yang diberikan, tetapi pemberian terapi dipandang dari segi efektifitasnya belum memuaskan.
                         Pada tahap pertama dalam menghadapi penyakit ini kita harus yakin bahwa tidak ada sesuatu penyebab organik. Selanjutnya harus pula kita pikirkan adanya penyakit kronik, seperti tuberkulosis paru, tumor ganas, hipertiroidisme, enteritis kronik, dan diabetes juvenil yang mungkin menjadi penyebab keluhan anoreksia nervosa.

2.2.5        Terapi
                          Banyak penulis menganjurkan berbagai terapi untuk anoreksia nervosa. Tetapi anoreksia nervosa tetap merupakan permasalahan yang meminta banyak kesabaran dan perhatian.
                          Secara umum, terapi pokoknya adalah psikoterapi ditambah dengan terapi simtomatik untuk gangguan sekunder yang timbul serta pemberian diet yang tertentu. Terapi hormonal kadang-kadang juga dibutuhkan.
                        Psikoterapi yang di berikan jarang di perlukan psikoterapi mayor, lebih tepat di berikan psikoterapi minor secara tetap dan teratur.Terapi suportif yang sederhana tidak akan memperbaiki kepribadian pasien anoreksia nervosa yang berada dalam kondisi serius. Mereka beranggapan lebih tepat menggunakan psikoterapi intensif dengan waktu konsultasi tiga kali seminggu.








BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Konsep Oral hygiene(perawatan mulut)
                  Kesehatan pergigian bermula denga kebersihan oral yang bagus. Ini memerlukan penjagaan profesional dan arahan-arahan yang diberikan oleh dokter gigi dan pakar pergigian kesehatan serta bergabung dengan penjagaan yang betul dirumah. Apabila mengikuti rotin penjagaan di rumah dan selalu ada penjagaan profesional, maka boleh mengekalkan gigi-gigi dan gusi yang lebih sehat.

2.1.1  Pengertian
                          Oral Hygiene(perawatan mulut) merupakan tindakan keperawatan yang di lakukan pada klien yang tidak mampu mempertahankan kebersuhan mulut dan gigi dengan cara membersihkan dan menyikat gigi dan mulut secara teratur dengan tujuan mencegah infeksipada mulut akibat kerusakan pada daerah gigi dan mulut, membantu menambah nafsu makan dan menjaga kebersihan gigi dan mulut(A.aziz alimul H 2002).
                                Perawatan mulut dapat didefinisikan sebagai berikut: perawatan mulut adalah perawatan yang di berikan dengan tujuan membersihkan gigi dan mulut dari sisa-sisa makanan yang biasanya yang tertinggal diantara gigi atau pada fisur gigi(Tarigan rasinta 1995).Dngan mulut yang bersih seeorang akan merasa segar dan merasa nyaman untuk makan maupun bercakap-cakap.
                               Dalam melaksanakan perawatan mulut hal-hal yang perlu di perhatikan khusus dalam keadaan-keadaan tertentu yaitu apabila pada pemeriksaan di temukan darah dalam kotoran(juga perdarahan yang terjadi akibat perdarahan pada gusi, akibat menggosok gigi). Peradangan pada selaput ledir mulut(Tarigan rasinta 1995).
                               Peralatan yang diperlukan dalam perawatan mulut antra lain: kain kasa, segelas air, sikat gigi (sebaiknya digunakan sikat gigi yang agak kasar), pasta gigi, obat untukpengobatan dan perawatan mulut, handuk untuk melindungi pakaian penderita. Benkok (A. Azia alimul H 2002).
                                     Pelaksanaan perawaratan mulut pada penderita yang tidak mampu melakukan perawatan mulut: pada pasien yang tidak dapat berkumur sendiri dibantu dengan cara perawatan dengan mempergunakan kasa yang telah dililitkan pada spatel kemudian spatel yang telah dibalut dengan kasa tersebut digunakan untuk membersihkan mulut dan gigi pasien (A. Azis amilul H 2002).
                                      Pada pasien yang dapat melaksanakan perawatan mulut sendiri dapat dilakukan dorongan agar pasien melaksanakan perawatan gigi dan mulut baik dengan menyikat gigi setelah makan dan sebelum tidur yang bertujuan untuk membersikan semua sisa-sisa makanan dari permukaan gigi serta memasase gusi. Pelaksanaan menyikat gigi menurut arah dari gusi ke arah permukaan gigi sehingga selain membersihkan gigi juga memasase gusi. Penggunaan bahan desinfekta sebaiknya tidak digunakan karena dapat mengitrasi gusi (Tarigan Rasinta 1995).
Cara menggosok gigi yang lebih baik baik adalah dengan:
a.       Guna berus yang lembut untuk pencucian yang lengkap
b.      Pegang berus pada sudut 45o.Mula memberus dari luar gigi depan. Gunakan langkah lembut selebar separuh gigi ke depan dan ke belakang
c.       Kemudian berus dikawasan luar gigi belakang bermula di sepanjang garis gusi
d.      Guna langkah-langkah berus yang singkat serta bersudut pada kawasan dalam gigi belakang
e.       Gerak berus gigi supaya tegak lurus dan gunakan langkah-langkah berus atas dan bawah pada gigi depan.
Cara menyerat gigi yang lebih baik adalah dengan:
a.Balut benang serat sepanjang 18 diantara dua jari tengah
b.      Masuk benang serat dengan perlahan-lahan diantara dua batang gigi
c.Gerak benang serat dengan perlhan-lahan mengeluarkan sisa-sisa makanan
d.      Gunakan kawasan benang serat bila berpindah dari suatu batang gigi kepada batang gigi yang lain.
                 Pada penderita penyakit hepatitis terdapat diagnosa keperwatan yang sering timbul. Salah satu diagnosa tersebut adalah perubahan kebutuhan nutrisi(kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan anoreksia , mual-muntah, peningkatan kebutuhan tubuh akan kalori dan protein. Dalam menyeleseikan masalah tersebut banyak intvensi pada masalah tersebut berupa perawatan mulut yang bertujuan mengurangi rasa nyaman pada mulut yang dapat mempengaruhi nafsu makan pada penderita hepatitis(Doenges maryllin2000).
                            Tidaklah muda untuk melakukan pencegahan penyakit gigi, mulut dan rahang. Mungkin kelainan gigi yang diderita pasien, bersifat keturunan sehingga dengan sendirinya pencegahan yang dilakukan menjadi lebih sukar. Pencegahan terhadap kerusakan atau kelainan gigi harus dimulai sejak anak masih dalam kandungan. Pada masa hamil da ibu hendaknya memperhatikan kesehatan giginya semaksimal mungkin. Untuk ini, ia harus memperhatikan makanan yang dimakan, seperti misalnya penggunaan vitamin serta unsur- unsur Flour yang dapat memperkuat gigi si anak yang akan lahir nantinya.
                             Dengan oral hygiene yang baik dapat mengurangi bakteri penyebab bau mulut sehingga dapat meningkatkan kenyamanan pada mulut dan dapat meningkatkan kenyamanan pada saat makan sehingga rasa tidak enak pada waktu makan dapat berkurang dan meningkatkan keinginan untuk makan.Dengan meningkatkannya nafsu makan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada pasien hepatitis.


                :  tidak diteliti

2.2  Hipotesis
Ho: tidak terdapat hubungan antara pelaksanaan oral hygiene dengan peningkatkan    nafsu makan dan penurunan anoreksia.
Hi : terdapat hubungan antara pelaksanaan oral hygiene dengan peningkatan nafsu makan dan mengurangi anoreksia.




BAB III

METODOLOGI  PENELITIHAN


Desain Penelitihan
                  Penelitihan yang peneliti lakukan menggunakan metode penelitihan studi korelasional yaitu salah satu rancangan penelitihan yang digunakan untuk mencari hubungan antara variabel (Nursalam 2003). Untuk mengetahui hubungan antara variabel dilakukan analisa data menggunakan uji statistik Chi Square karena data yang diperoleh bersifat data non permanik.

Anoreksia berkurang dan nafsu makan meningkat
 
Frame Work
Penderita penyakit hepatitis virus yang mengalami anoreksia dan penurunan nafsu makan
 
 

Tindakan oral hygiene
 
 
 





 Identifikasi Variabel
         Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki untuk anggota suatu kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Soekidjo notoatmodjo, 2002).
          3.3.1  Variabel independent
Variabel independent  dalam penelitihan ini adalah pemberian oral hygiene.
           3.3.2 Variabel dependent
Variabel dependent dalam penelitihan ini adalah peningkatan nafsu makan berkurangnya anoreksia.
Definisi operasional
Tabel 3.1 Definisi operasional
No
Variabel
Definisi
Parameter
Alatukur
Skala
Skor
1.
Perawatan mulut
Membersikan mulut dengan atau dengan sikat gigi dengan tujuan mengurangi bau mulut, memberikan rasa nyaman pada waktu makan, mengurangi rasa tidak enak pada mulut.  
Dilakukan pengukuran dengan kuesioner yang terbagi dalam 5 soal perawatan mulut dengan penilaian 2-apabila menjawab option A (ya) dan 1-apabila-menjawab option B (tidak). Apabila menjawab pertanyaan no.4 dengan option A berarti melaksanakan perawatan mulut saat sakit. Setelah itu nilai dijumlah apabilah nilai 5 sampai 10 maka perawatan mulut baik, dan nilai kurang dari 4 maka perawatan mulut kurang. 
Kuesioner
Ordinal
Nilai yang tercapai 5 sampai 10 dan menjawab kuesioner no. 4 dengan option A diberikan skor 2 berarti melaksanakan perawaran mulut selama sakit dengan baik, menjawab pertanyaan kuesioner no. 4 dengan option B (tidak) nilai kurang dari 5 berarti kurang atau tidak melaksanakan perawatan mulut dan di berikan skor 1
2.
Nafsu makan
Keinginan untuk makan akibat adanya rangsanagan dari luar maupun dari dalam
Dilakukan 2 kali pengukuran dengan menggunakan kuesioner dengan soal kuesioner sejumlah 10 soal. Dengan penilaian 3-apabila menjawab option C (nilai terbaik), penilaian 2-apabila-menjawab options B (nilai cukup) dan nilai 1 apabila menjawab option A (nilai terendah). Setelah dilakukan pengukuran 2 kali (pre dan post) nilai post > pre maka nafsu makan meningkat, nilai post = pre nafsu makan tetep dan nilai post < pre maka nafsu makan menurun
Kuesioner
Ordinal
3 (meningkat) apabila nilai post lebih besar dari skor pre
2 (tetap) apabila nilai post sama dengan pre
1 (menurun) apabila nilai post kurang dari nilai pre
3
Anoreksia
Rasa sakit pada perut tidak enak di perut.
Dilakukan pengukuran dengan kuesioner sejumlah 3-soal dengan penilaian 2 apabila menjawab B (tidak) dan apabila menjawab option A (ya). Nilai dijumlah apabila nilai 5-6 maka tidak mengalami anoreksia, dan nilai < / = 4 maka mengalami anoreksia.


Kuesioner
Ordinal
Setelah dilakukan penilaian, apabila nilai yang tercapai 4 sampai 6 di berikan skor 2 yaitu tidak mengalami anoreksia dan apabila nilai kurang dari atau sama dengan 4 di berikan skor 1 berarti mengalami anoreksia.

Desain Pengambilan Sampel
            Populasi
                              Populasi adalah keseluruhan dari variabel yang menyangkut masalah yang diteliti ( Nursalam dan Siti Pariyani, 2001 ). Populasi dalam penelitihan ini adalah semua pemderita penyakit hepatitis yang dirawat di Rsu. Dr. Soetomo mulai bulan maret sempai bulan juni 2003.
            Sampel
                              Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan “sampilng” tertentu bisa memenuhi atau mewakili populasi (Nursalam dan Siti Pariani, 2001).  Sampel dalam penelitihan ini adalah yang memenuhi kriteria sampel.
            Kriteria Sampel
1.                  Kriteria inklusi:
a)Penderita yang berusia 10 tahun sampai 60 tahun
b)                  Pasien yang menderita hepatitis dan yang mengalami anoreksia yang dirawat di Rsu. Dr. Soetomo
c)                  Bersedia menjadi responden penelitihan dan menandatangani pernyataan persetujuan peserta penelitihan
d)                 Pasien laki-laki ataupun perempuan
e)                  Dirawat lebih dari 24 jam 
2.                  Kriteria eksklusi:
a)                  Penderita hepatitis yang berusia kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun
b)                  Penderita hepatitis yang tidak mengalami anoreksia
c)                  Tidak bersedia menjadi responden penelitihan
d)                 Dirawat kurang dari 24 jam


Besar Sampel
                        Pengambilan sampel atau sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, Siti Pariani, 2001). Dalam penelitihan ini menggunakan metode Consecutive sampling yaitu: setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitihan dimasukkan dalam penelitihan sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi (Nursalam, Siti Pariani, dikutip dari sastroasmoro dan ismail, 1995).
                          Jumlah sampel dalam penelitihan ini ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
                               n =       N            
                                     1+ N (d2)
                                        Keterangan:
                                         n =  Besar sampel
                                        N = Besar populasi
                                         d =  Tingkat kepercayaan / ketetapan yang diinginkan (0,05 )
         Berdasarkan diatas maka besar sampel yang dapat diambil adalah sebanyak 38 responden dari populasi sejumlah 43 orang dalam penelitihan ini karena keterbatasan waktu maka peneliti mengambil 10 responden sebagai subyek penelitihan dan dilaksanakan dalam waktu 1 bulan.

Pengumpulan dan Analisa Data
            Instrumen
                              Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden dan melalui observasi dari peneliti terhadap respon pasien setelah diberikan tindakan. Pertanyaan dalam quesioner dalam bentuk pertanyaan Dichotomous dan multi couse. Skala yang dipakai dalam pengukuran dengan menggunakan satuan rumah tangga.

Tempat dan waktu
                      Penelitihan dilakukan pada bulan juli 2003 di RSUD Dr. Soetomo
Penyajian dan pengolahan data
                      Data yang terkumpul dilakukan klasifikasi, ditabulasi, dan dikelolah serta disajikan dalam bentuk tabel dan diagram batang
Analisa data
                      Semua data yang terkumpul dalam penelitihan ini disajikan untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian oral higyene dengan peningkatan nafsu makan dan mengurangi anoreksia. Untuk mengetahui hasil dari penelitihan tersebut, maka dilakukan uji statistik berupa uji Chisquare atau X2.

   Etika Penelitihan
                      Dalam melakukan penelitihan,  peneliti mengajukan permohonan izin kepada responden untuk mendapatkan persetujuan. Kemudian pasien, diberikan quesioner yang diperlukan.Dikirim kesubyek yang diteliti dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi :
Lembar persetujuan menjadi responden
                  Lembar persetujuan penelitihn dibeikan pada responden. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitihan yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika responden bersedia diteliti maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika responden menolak diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
Anonimity (tanpa nama )
                  Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.
Confidentiality  
                  Kerahasiaan informasi yang iberikan oleh responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.
Keterbatasan Penelitihan
Instrumen / alat ukur
                  Instrumen pengumpulan data menggunakn satuan rumah tangga dan kuesioner dirancang oleh peneliti sendiri tanpa melakukan uji coba, oleh karena itu validitas dan reabilitasnya perlu diuji coba. Observasi yang dilakukan mungkin dapat bervariasi karena menggunakan satuan rumah tangga dan pengumpulan data dengan kuesioner memungkinkan jawaban kurang valid karena adanya subyektifitas dari responden.
Sampling desain
                  Dalam penelitihan ini menggunakan sampling desain metode Consecutive sampling yaitu : setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitihan dimasukkan dalam penelitihan sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi ( Nursalam, Siti Pariani, dikutip dari Sastroasmoro dan ismail, 1995 ). Sehingga memungkinkan jumlh responden yang kurang dari populasi yang ada di RSU gresik.
Faktor feasibilits
1.       Waktu
            Singkatnya waktu yang ada untuk penelitihan ini yang menyebabkan peneliti jarang berada dilokasi yang dijadikan  tempat penelitihan sehingga tidak dapat menggambarkan responden lain dari responden.
2.      Kemampuan peneliti
            Kemampuan dari peneliti sangat terbatas dan mengingat penelitihan ini pertama dilakukan.



.
                 
    

. 



Previous
Next Post »

Translate