Salam Sehat dan Harmonis

-----

MAKALAH PENDIDIKAN DALAM AGAMA ISLAM



PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KATA  PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, dengan rahmat beserta hidayah-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang membahas tentang “Kehidupan sosial beragama: hubungan antar sesama pemeluk agama, hubungan antar pemeluk berbeda agama, hubungan antar pemeluk agama dengan Negara”.

Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah agama islam.

Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik dalam teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan kami masih minim.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Amin.







Surabaya , 22 oktober 2011




                                                                                                Penulis

BAB  I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Di dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah lepas akan kehidupan sosial beragama.
Maka dari itu kita menyusun makalah yang bertemakan kehidupan sosial beragama, agar supaya khususnya kita mahasiswa dan umumnya para pembaca dapat mengerti apa hubungan antar sesama pemeluk agama , antar pemeluk berbeda agama, antar pemeluk agama dengan Negara.

1.2    TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari pembentukan makalah ini adalah :
1.     Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah agama islam
2.     Untuk menambah wawasan khususnya mahasiswa dan umumnya para pembaca.
3.     Menumbuhkan motivasi bagi para pembaca untuk terus mencari informasi tentang agama islam.

1.3    METODE PENULISAN
Metode yang biasa digunakan dalam menyusun makalah ini adalah pustaka dan browsing.
Metode pustaka adalah melihat dan mencari buku-buku yang sesuai dengan pembahasan lalu dijadikan acuan atau referensi.
Metode browsing adalah mencari informasi tentang pembahasan.

1.4    RUMUSAN MASALAH
Masalah yang di bahas di dalam makalah ini antara lain :
1.     Hubungan antar sesama pemeluk agama.
2.     Hubungan antar pemeluk berbeda agama.
3.     Hubungan antar pemeluk agama dengan Negara.






BAB  II
PEMBAHASAN

2.1   HUBUNGAN ANTAR SESAMA PEMELUK AGAMA
Berbagai Perspektif Pluralisme Agama
Berbicara tentang hubungan antar agama, wacana pluralisme agama menjadi perbincangan utama. Pluralisme agama sendiri  dimaknai secara berbeda-beda di kalangan cendekiawan Muslim Indonesia, baik secara sosiologis, teologis maupun etis.
Secara sosiologis, pluralisme agama adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah berbeda-beda, beragam dan plural dalam hal beragama. Ini adalah kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam kenyataan sosial, kita telah memeluk agama yang berbeda-beda. Pengakuan terhadap adanya pluralisme agama secara sosiologis ini merupakan pluralisme yang paling sederhana, karena pengakuan ini tidak berarti mengizinkan pengakuan terhadap kebenaran teologi atau bahkan etika dari agama lain.
agama adalah masalah yang tidak dapat ditawar-tawar, apalagi berganti. Ia mengibaratkan agama bukan sebagai (seperti) rumah atau pakaian yang kalau perlu dapat diganti. Jika seseorang memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat pisah darinya.
Quran dan sunnah menjadi fondasi keberagamaan seorang Muslim, jelas tidak bisa kita sanggah. Kita semua, sebagai anggota dari komunitas beriman yang disebut dengan “ummah”, tunduk pada Quran dan sunnah sebagai sumber otoritatif. . Sumber otoritatif itu bisa dipahami dengan cara yang berbeda-beda. Orang-orang dengan mind-set salafisme kurang menyadari bahwa teks suci mengandung banyak kemungkinan penafsiran. Ataupun kalau mereka menyadari kemungkinan banyak tafsir, mereka berusaha untuk meredam multisiplitas teks suci dengan cara menyederhanakan keragaman tafsirnya agak sederhana dan seragam. Mentalitas penyeragaman inilah yang mendasari cara berpikir kaum salafis di mana-mana
Islam secara tegas memberikan kebebasan sepenuhnya kepada manusia dalam masalah agama dan keberagamaan. Ia merujuk ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwa “tak ada paksaan dalam agama.” Ia juga merujuk ayat yang menunjukkan  bahwa Tuhan mempersilahkan siapa saja yang  mau beriman atau kufur terhadap-Nya.
Islam sama sekali tidak menafikan agama-agama yang ada. Islam mengakui eksistensi agama-agama tersebut dan tidak menolak nilai-nilai ajarannya. Kebebasan beragama dan respek terhadap agama dan kepercayaan orang lain adalah ajaran agama, disamping itu memang merupakan sesuatu yang penting bagi masyarakat majemuk. Dengan demikian, membela kebebasan beragama bagi siapa saja dan menghormati agama dan kepercayaan orang lain dianggap sebagai bagian dari kemusliman.[1]  Ia merujuk ayat al-Qur’an yang menyatakan keharusan membela kebebasan beragama yang disimbolkan dengan sikap mempertahankan rumah-rumah ibadah seperti biara, gereja, sinagog, dan masjid.
orang Islam melakukan penghargaan yang tinggi terhadap Mariam dan Jesus. Hal itu merupakan bagian keimanan orang Islam. Orang Islam sungguh tidak dapat mempercayai (mengimani) ketuhanan Jesus Kristus tetapi mempercayai  kenabiannya sebagaimana Nabi Muhammad. Kemudian, orang Islam juga tidak  hanya memandang al-Qur’an tetapi  juga Torah dan Injil sebagai Kitab Suci (Kitabullah).
Yang paling bisa menjaga keharmonisan kerukunan  agama adalah al-Islam karenanya secara mutlak dan menjadi tuntutan kondisi dan nurani Islam harus menjadi nilai-nilai yang diberpegangi umat manusia. Islam mempersilakan umat lain menjalankan ibadahnya .adapun kalau mereka misalnya minta petunjuk maka ditunjukkan pada jalan yang lurus..tidak ada pemaksaan tidak ada rayuaan materi atau lainnya..yang ada adalah KEBENARAN YANG TERANG BENDERANG di depan mata..yang  diakui oleh mereka yang  berjiwa ILMIAH. semacam DEDAT... yang tidak akan diingkari kecuali oleh jiwa-jiwa yang semestinya disembuhkan.












            2.1  HUBUNGAN ANTAR PEMELUK BERBEDA AGAMA

Jika kita kaji syariat dengan baik, maka kita akan melihat betapa syariat Islam telah memberikan panduan rinci bagaimana menangani urusan kaum Muslim, juga non-Muslim, yang hidup di bawah naungan Negara Khilafah. Penerapan syariat terhadap non-Muslim merupakan metode praktis dakwah Islam kepada non-Muslim. Adakah cara yang lebih baik bagi non-Muslim untuk melihat kebenaran Islam selain dengan hidup berdasarkan sistem Islam itu sendiri, dan mengalami kedamaian dan keadilan hukum Allah Swt?
Dalam hukum Islam, warganegara Khilafah yang non-Muslim disebut sebagai dzimmi. Istilah dzimmi berasal dari kata dzimmah, yang berarti “kewajiban untuk memenuhi perjanjian”. Islam menganggap semua orang yang tinggal di Negara Khilafah sebagai warganegara Negara Islam, dan mereka semua berhak memperoleh perlakuan yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi antara Muslim dan dzimmi. Negara harus menjaga dan melindungi keyakinan, kehormatan, akal, kehidupan, dan harta benda mereka.
Kedudukan ahlu dzimmah diterangkan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:
“Barangsiapa membunuh seorang mu’ahid (kafir yang mendapatkan jaminan keamanan) tanpa alasan yang haq, maka ia tidak akan mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekali pun”. (HR. Ahmad) bagaimana perlakuan yang diterima oleh non-Muslim yang hidup di bawah pemerintahan Daulah Utsmaniyah. Dia menyatakan, “Sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah orang Turki di berbagai provinsi Khilafah yang ada di bagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan pada mereka, dan perlindungan jiwa dan harta yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan Sultan atas seluruh umat Kristen”. “Perlakuan pada warga Kristen oleh pemerintahan Ottoman -selama kurang lebih dua abad setelah penaklukkan Yunani- telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa. Kaum Kalvinis Hungaria dan Transilvania, serta negara Unitaris (kesatuan) yang kemudian menggantikan kedua negara tersebut juga lebih suka tunduk pada pemerintahan Turki daripada berada di bawah pemerintahan Hapsburg yang fanatik; kaum protestan Silesia pun sangat menghormati pemerintah Turki, dan bersedia membayar kemerdekaan mereka dengan tunduk pada hukum Islam… kaum Cossack yang merupakan penganut kepercayaan kuno dan selalu ditindas oleh Gereja Rusia, menghirup suasana toleransi dengan kaum Kristen di bawah pemerintahan Sultan.”
Kategori non-Muslim

Syariat Islam berlaku untuk semua ahlu dzimmah. Ahlu dzimmah mencakup seluruh mu’ahid (orang-orang yang terikat perjanjian dengan Negara Khilafah) dan musta’min (individu yang memasuki wilayah Negara Khilafah dengan ijin), selain dari para diplomat yang diperlakukan berdasarkan perjanjian bersama dengan negara lain.
Ada dua kategori ahlu dzimmah. Pertama adalah Ahli Kitab, dan kategori kedua adalah umat-umat agama lainnya. Ahli Kitab terdiri atas umat Yahudi dan Kristen. Syariat menyatakan bahwa umat Islam diperbolehkan memakan binatang-binatang sembelihan mereka, dan para lelaki Muslim diperbolehkan menikahi perempuan-perempuan Ahli Kitab. Sementara umat agama lainnya memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan Ahli Kitab, namun binatang sembelihan mereka tidak boleh dimakan oleh umat Islam, dan perempuan-perempuan mereka tidak boleh dinikahi oleh lelaki Muslim. Bukti untuk hal ini ialah: Non-Muslim Berhak Menjalankan Kepercayaan Mereka

Allah Swt menyatakan:

لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). (TQS. al-Baqarah [2]: 256)

Ayat tersebut menyatakan bahwa Negara Islam tidak diperbolehkan memaksa orang-orang non-Islam untuk meninggalkan kepercayaan mereka. Namun umat non-Muslim harus menerima Islam bila telah meyakini akidah Islam secara intelektual. Ini terbukti melalui fakta bahwa hingga hari ini masih ada komunitas Yahudi dan Kristen yang tinggal di kawasan Timur Tengah walaupun Negara Islam telah berkuasa di kawasan tersebut selama 1300 tahun.Non-Muslim Mengikuti Aturan Agama Mereka dalam Hal Makanan dan Pakaian
Dalam hal makanan dan pakaian, umat non-Muslim berhak mengikuti aturan agama mereka tentang tata kehidupan publik.
Mazhab Imam Abu Hanifah menyatakan: “Islam membolehkan ahlu dzimmah meminum minuman keras, memakan daging babi, dan menjalankan segala aturan agama mereka dalam wilayah yang diatur oleh syariat.”
Maka, selama hal tersebut dilakukan secara privat dan tidak dilakukan di ruang publik, Negara Islam tidak punya urusan untuk mengusik masalah-masalah pribadi mereka. Namun bila, misalnya seorang ahlu dzimmah membuka toko yang menjual minuman keras, maka dia akan dihukum berdasarkan aturan syariat Islam.
Urusan Pernikahan dan Perceraian Antar Non-Muslim Dilakukan Menurut Aturan Agama Mereka
Umat non-Islam diijinkan untuk saling menikah antar mereka berdasarkan keyakinannya. Mereka dapat dinikahkan di Gereja atau Sinagog oleh Pendeta atau Rabbi. Mereka juga dapat bercerai menurut aturan agama mereka.

Syariat membolehkan seorang lelaki Muslim untuk menikahi perempuan Ahli Kitab. Al-Qur’an menyatakan:

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلاَ مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَن يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman, dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya, dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi. (TQS. al-Maidah [5]: 5 )
Dengan demikian, maka masalah pernikahan, perceraian, dan masalah-masalah keluarga lainnya, termasuk anak-anak, harus diurus berdasarkan syariat Islam. Non-Muslim Wajib Mengikuti Syariat Islam dalam Masalah Hubungan Sosial Kemasyarakatan

Masalah lain dan aturan-aturan lain yang digariskan syariat Islam, seperti sistem sanksi, sistem peradilan, sistem pemerintahan, ekonomi, dan kebijakan luar negeri, diterapkan oleh Negara Islam pada semua orang secara sama, tanpa memandang Muslim atau non-Muslim.

Sistem Sanksi
Muslim dan non-Muslim wajib dikenakan hukuman karena kejahatan yang mereka lakukan berdasarkan hukum Islam. Beberapa contoh di bawah ini jelas menunjukkan hal tersebut.
· Nabi Muhammad saw bersabda: “Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, akan kupotong tangannya.”

· Umar bin Khaththab ra menghukum puteranya sendiri ketika ia menjabat sebagai Khalifah.

· Ibnu Umar meriwayatkan: “Dua orang Yahudi didakwa karena berzina dan dibawa ke hadapan Nabi saw, beliau kemudian memerintahkan agar mereka dirajam.”

· Anas meriwayatkan: “Seorang Yahudi membunuh seorang gadis dengan batu, Rasulullah saw pun kemudian membunuhnya.”

· Mazhab Imam Abu Hanifah menyatakan: “Bila seorang Muslim membunuh siapapun dari kalangan ahlu dzimmah, maka dia wajib dihukum dengan dibunuh pula, ini berlaku baik pada perempuan maupun lelaki.”
Belakangan ini, kita melihat tiga peristiwa penting terkait konflik berlatar agama yang muncul seiring dikeluarkannya 11 fatwa MUI. Dua diantara fatwa itu sangat krusial, karena menyangkut masalah pelabelan dan penilaian ”sesat dan menyesatkan” atas aliran Ahmadiyah dan pelarangan atas faham-faham seperti sekularisme, pluralisme, dan liberalisme. Efek domino dari fatwa itu, pada akhirnya menyulut kerusuhan.
terjadinya konflik dari dua faktor penting. Pertama, faktor dari luar agama. Faktor ini mempunyai relevansi dengan masalah-masalah ekonomi, politik, sosial, ketidakadilan dan kemiskinan. Kedua, faktor dari dalam dalam. Tak dapat disangkal bahwa agama di dalam dirinya sendiri berpotensi memunculkan konflik yang sulit diredam. Karena itu, faktor ini merupakan hal yang paling berpengaruh terhadap terjadinya konflik antar agama, sehingga perlu disikapi secara kritis-radikal akan arti pentingnya agama sebagai pedoman hidup (way of life) bagi ummat manusia.



















2.3  HUBUNGAN ANTAR PEMELUK AGAMA DENGAN NEGARA
Agama di negeri ini diposisikan pada tempat yang sangat strategis. Sekalipun disebutkan bahwa Indonesia bukan sebagai negara yang berdasarkan agama, tetapi pemerintah memberikan perhatian yang sedemikian luas dan besar terhadap kehidupan beragama
Sejak lahir, pemerintah negeri ini menunjuk satu departemen tersendiri yang bertugas melakukan pembinaan dan pelayanan terhadap semua agama yang ada, yaitu Departemen Agama
. pada masa orde baru, Departemen Agama dikenal sebagai instansi pemerintah yang paling cekak anggarannya. Kantor-kantor instansi pemerintah, termasuk lembaga pendidikan yang berada di bawah departemen ini dikenal tampak sederhana dan bahkan tampak kusam, karena kekurangan anggaran. Tetapi akhir-akhir ini sudah menampakkan wajah yang cukup cerah. Anggaran Departemen Agama, masuk kategori papan atas.
Tugas Departemen Agama, sebagaimana nama yang disandangnya adalah melakukan pembinaan dan pelayanan kehidupan umat beragama. Tugas ini cakupannya jika dirinci cukup luas, mulai dari merumuskan kebijakan nasional di bidang keagamaan, melaksanaan pembinaan dan pelayanan, termasuk pembinaan kerukunan umat beragama. Yang tampak menonjol, dalam membina umat beragama selain melalui tempat-tempat ibadah, adalah melalui pendidikan agama.
Dalam melaksanakan kebijakannya, Departemen Agama memiliki beberapa direktorat jendral sesuai dengan jenis tugas dan agama yang hidup dan berkembang di Indonesia. Sementara ini, ada dirjen pendidikan Islam, dirjen haji, dirjen pembinaan masyarakat Islam, dirjen pembinaan agama kristen Kantholik, dirjen pembinaan agama kristen protestan, dirjen pembinaan agama Hidndu, dirjen agama budha. Agama Kong Hu Cu, sementara masih berada di bawah Sekretaris Jendral Departemen Agama.
Sebagaimana disinggung di muka, masing-masing agama mengelola lembaga pendidikan yang tersebar di seluruh tanah air, mulai dari pendidikan yang bersifat formal, maupun yang bersifat non formal dan informal. Pendidikan yang bersifat formal misalnya, masing-masing agama memiliki lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Di antaranya ada yang berstatus negeri dan sebagian lainnya, bahkan justru yang lebih banyak jumlahnya, berstatus swasta.
Semula lembaga pendidikan formal yang berada di bawah pembinaan departemen agama hanya bersifat pendidikan kedinasan, yaitu lembaga pendidikan yang dimasudkan untuk mencukupi kebutuhan tenaga yang diperlukan oleh departemennya sendiri, sehingga bidang-bidang yang dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan instansi itu. Akan tetapi akhir-akhir ini, lembaga pendidikan yang berada di bawah departemen agama, ternyata berkembang lebih luas lagi melampaui wilayahnya semula, hingga akhirnya orientasinya menjadi sama dengan lembaga pendidikan yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional. Dengan mengelola pendidikan hingga dalam jumlah yang besar ini, maka Departemen Agama mendapatkan anggaran yang cukup besar.
betapa indahnya sesungguhnya negeri ini, jika dilihat dari aspek agama. Agama diurus dan disediakan anggaran oleh pemerintah. Pemerintah atau negara tidak saja memberikan perhatian, melainkan juga ikut serta membiayai dan membina kehidupan umat beragama dari berbagai agama yang ada. Oleh karena itu, hubungan negara dan agama di negeri ini, sulit dilihat sebagai dua bagian yang berbeda. Agama dan negara tampak menyatu secara padu. Nilai-nilai agama, seperti konsep tentang ketaqwaan, keimanan, kejujuran, keadilan, kebersamaan, musyawarah dan seterusnya masuk pada relung-relung kehidupan bernegara. Lebih dari itu, di wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam, kantor-kantor pemerintah termasuk lembaga pendidikan, disediakan tempat ibadah. Setiap kantor pemerintah dilengkapi masjid, termasuk juga sekolah-sekolah pemerintah dan juga perguruan tinggi atau universitas.
Lebih dari itu, pelaksanaan ritual agama pun mendapatkan perhatian dan pelayanan dari pemerintah. Seperti misalnya penyelenggaraan ibadah haji, puasa di bulan ramadhan, pemerintah ambil bagian dalam penentuan awal dan akhir bulan ramadhan. Demikian pula pada peringatan hari besar keagamaan, semua agama, dijadikan sebagai hari libur nasional. Lebih dari itu, simbol keagamaan misalnya mulai dari yang paling sederhana, bahwa hampir setiap pejabat pemerintah tatkala memulai pidato memberikan nuansa agama, misalnya mengucapkan salam dan memuji Tuhan, dengan menggunakan cara Islam bagi pejabat muslim, dan begitu pula bagi agama lainnya Ayat-ayat suci al Qur’an. . Agama tidak dijadikan sebagai dasar mengatur negara, tetapi agama diposisikan sebagai pedoman berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Namun nilai-nilai universal agama, seperti keadilan, kejujuran, saling menghormati sesama, kasih sayang, kebersamaan, bermusyawarah, dan lain-lain dijadikan sebagai sumber atau ruh dalam menyusun berbagai aturan, pedoman, dan bahkan undang-undang negara.
jika proses hubungan agama dan negara di negeri ini terus berkembang sebagaimana yang berjalan selama ini, maka Indonesia tidak saja akan menjadi negara yang paling besar berpenduduk muslim, tetapi lebih dari itu, juga sekaligus sebagai model ideal hubungan antara agama dan negara bagi masyarakat yang berdemokrasi. Dalam suasana seperti itu, maka penyebaran, misi, atau dakwah masing-masing agama, dalam suasana yang terbuka, akan menawarkan atau mengedepankan kualitas kehidupan yang didasari oleh nilai-nilai masing-masing agama, dan bukan selainnya itu. Orang mengenali keunggulan dan keluhuran suatu agama, bukan saja berdasar pada tataran kekuatan doktrin dari kitab suci masing-masing, melainkan juga dari kualitas kehidupan secara menyeluruh yang berhasil ditampilkan oleh masing-masing pemeluk agama yang berbeda-beda itu. Sehingga kemudian yang terjadi, adalah mereka akan berlomba-lomba dalam menampilkan kualitas kehidupan dan bukan justru saling mengingkari keberadaannya dan atau merendahkan. Wallahu a’lam.
fungsi negara sebagai organisasi sosial karena tujuan utamanya adalah menciptakan ketertiban. Negara dan rumah tangga sama namun berbeda pada skala. Karena itu negara diciptakan sebagai kebutuhan sosiologis manusia untuk menciptakan ketertiban di antara mereka. Dalam batasan ini, fungsi negara adalah fungsi organisasi.






BAB  III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan

Pada makalah ini kami simpulkan. Dalam proses hubungan agama dan Negara di Negara ini terus berkembang sebagaimana yang berjalan selama ini, maka Indonesia tidak saja akan  menjadi  Negara yang paling besar ber-penduduk muslim, tetapi lebih dari itu juga sekaligus sebagai model  ideal hubungan antar agama dan Negara bagi masyarakat yang berdemokrasi.


3.2   Pesan dan Kesan

Pesan  :  maaf  bila ada kekurangan dan kesalahan karena kami masih dalam pembelajaran.

Kesan  : terimakasih kepada ibu, bapak dosen selama pembuatan makalah  ini, dosen dapat menyempatkan waktu  untuk bersosialisasi tentang makalah kami.











DAFTAR  PUSTAKA



Buku agama  islam XII smk










Previous
Next Post »

Translate