ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA
” LABIOSKISIS & PALATOSKISIS ”
Disusun oleh kelompok V:
Dwi Novianti 2010.0661.060
Ifa Nur
Farida 2010.0661.066
Lilis Nurul
Husna 2010.0661.074
Nevi Vilanti 2010.0661.082
Siti Mariyah 2010.0661.093
Venica
Hartono 2010.0661.098
DIII KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2011-2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga
makalah mengenai Labioskisis dan Palatoskisis dapat
kami sususn.
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Askeb
Neonatus, Bayi, dan Balita, dengan dosen pembimbing Aryunani S.ST, M.Kes selain
itu juga diharapkan bisa memberikan wawasan kepada rekan rekan mahasiswa kususnya
mahasiswa DIII Kebidanan Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Dalam kesempatan ini kami selaku penyusun
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu yang telah banyak membantu memberi bimbingan, dorongan, ilmu, serta
saran-saran kepada kami.
Kami
selaku penyusun menyadari sepenuhnya bahwa isi maupun penyajian makalah ini
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhirnya
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amien….
Surabaya, 08 Desember 2011
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asuhan kebidanan adalah perawatan yang diberikan oleh bidan. Jadi asuhan
kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita adalah perawatan yang diberikan oleh
bidan pada bayi baru lahir, bayi, dan balita. Neonatus, bayi, dan balita dengan
kelainan bawaan adalah suatu penyimpangan yang dapat menyebabkan gangguan pada
neonatus, bayi, dan balita apabila tidak diberikan asuhan yang tepat dan benar.
Ada beberapa kelainan bawaan diantaranya adalah labioskizis, labiopalatoskizis,
atresia esofagus, atersia rekti dan ani, obstruksi biliaris, omfalokel, hernia
diafragmatika, atresia duodeni, meningokel, ensefalokel, hidrosefalus, fimosis,
dan hipospadia. Salah satu kelainan bawaan yang akan di jelaskan lebih jauh
disini adalah labioskizis dan labiopalatoskizis.
1.2 Tujuan
a.
Mengetahui salah satu kelainan bawaan yang terjadi pada Bayi Baru Lahir yaitu
Labioskizis dan labiopalatosskizis
b. Memahami asuhan yang
diberikan pada neonatus dengan kelainan bawaan dan penatalaksanaannya.
c. Merupakan salah
satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Labioskisis adalah
kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan
prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang dilikuti disrupsi kedua
bibir, rahang dan palatum anterior.
Palatoskisis adalah kelainan congenital
sumbing akibat kegagalan fusi palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi
dengan septum nasi untuk menyatu karena perkembangan embriotik. (sumber :
Asuhan Kebidanan Neonatu, Bayi, dan Anak Balita, 2010)
Palatoskisis adalah
adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan
susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
Labioskizis dan
labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing
atau pembentukan yang kurang sempurna semasa perkembangan embrional di mana
bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu.
2.2 Klasifikasi
Jenis belahan pada labioskizis
atau labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa mengenai salah satu bagian
atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum,
serta palatum molle. Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena
menjadi beberapa bagian berikut.
1.
palatum
primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan
foramen insisivum.
2.
palatum
sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap foramen.
3.
suatu
belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum
sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4.
terkadang
terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan
mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
Tingkat
kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui :
1.
Unilateral Incomplete. Jika celah
sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
2.
Unilateral Complete. Jika celah
sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.
3.
Bilateral Complete. Jika celah sumbing
terjadi di kedua sisi bibir dan memnajang hingga ke hidung.
2.3 Etiologi
Penyebab
terjadinya labioskisis dan labiopalatoskisis adalah sebagai berikut :
Ø Faktor Heriditer
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75%
dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan.
1.
Mutasi gen.
2.
Kelainan kromosom.
Ø Faktor
Eksternal / Lingkungan
1.
Faktor usia ibu
2.
Obat-obatan. Asetosal, Aspirin
(SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin,
Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah
langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid
3.
Nutrisi
4.
Penyakit infeksi Sifilis, virus
rubella
5.
Radiasi
6.
Stres emosional
7.
Trauma, (trimester pertama)
2.4 Faktor Resiko
Angka kejadian kelalaian
kongenital sekitar 1/700 kelahiran dan merupakan salah satu kelainan kongenital
yang sering ditemukan, kelainan ini berwujud
sebagai labioskizis disertai palatoskizis 50%, labioskizis saja 25% dan
palatoskizis saja 25%. Pada 20% dari kelompok ini ditemukan adanya riwayat
kelainan sumbing dalam keturunan. Kejadian ini mungkin disebabkan adanya faktor
toksik dan lingkungan yang mempengaruhi gen pada periode fesi ke-2 belahan
tersebut; pengaruh toksik terhadap fusi yang telah terjadi tidak akan
memisahkan lagi belahan tersebut.
2.5 Patofisiologi
Labioskizis terjadi akibat
kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris dengan frominem medial yang
diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi
tersebut terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu,
palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum
durum dan palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.
2.6
Manifestasi Klinis
Pada
labio Skisis :
1. Distorsi pada hidung
2. Tampak sebagian atau keduanya
3.
Adanya
celah pada bibir
Pada
palate skisis :
1. Tampak ada celah pada tekak (uvula),
palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive.
2. Adanya rongga pada hidung.
3. Distorsi hidung.
4. Teraba aa celah atau terbukanya
langit-langit saat diperiksa dengan jari.
5. Kesukaran dalam menghisap atau makan.
2.7 Risiko Kejadian Sumbing Pada Keluarga
Risiko sumbing pada anak berikutnya
|
Risiko labioskizis dengan atau tanpa palatoskizis (%)
|
Risiko palatoskizis (%)
|
- bila ditemukan satu
anak menderita sumbing
|
||
- Suami istri dan dalam
keturunan tidak ada yang sumbing.
|
2-3
|
2
|
- dalam keturunan ada yang
sumbing
|
4-9
|
3-7
|
- Bila ditemukan dua anak
menderita sumbing
|
14
|
13
|
- salah satu orangtuanya menderita sumbing
|
12
|
13
|
- Kedua orangtuanya menderita sumbing.
|
30
|
20
|
2.8 Komplikasi
Keadaan
kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenanya,
yaitu ;
a.
Kesulitan makan, dialami pada
penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum. Memerlukan
penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga
kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing.
Merupakan
masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioskizisdan
labiopalatoskizis. Adanya labioskizis dan labiopalatoskizis memberikan
kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudaraibu atau dot. Tekanan
lembut pada pipi bayi dengan labioskizis mungkin dapat
meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan
adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan labioskizis tidak sebaik
bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu.
Memegang bayi dengan posisi tegak urus mungkin dapat membantu proses
menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga daapt
membantu. Bayi yang hanyamenderita labioskizis atau dengan labiopalatoskizis
biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya
membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat
keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi denganlabiopalatoskizis
dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.
b.
Infeksi teinga dikarenakan tidak
berfungsi dengan baik saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan
kerongkongan dan jika tidak segera diatasi maka akan kehilangan pendengaran.
Anak
dengan labiopalatoskizis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang
mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.
c.
Kesulitan berbicara. Otot-otot
untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat
mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya.
Pada bayi
dengan labiopalatoskizis biasanya juga memiliki abnormalitas.pada perkembangan
otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatu mmole tidak dapat menutup
ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas
nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of speech).
Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otototot tersebut diatas
untuk menutup ruang/ rongga nasalpada saat bicara mungkin tidak dapat kembali
sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi
suara/ kata “p, b, d, t,h, k, g, s, sh, and ch”, dan terapi bicara (speech
therapy) biasanya sangat membantu.
d.
Masalah gigi. Pada celah bibir
gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingg perlu perawatan dan
penanganan khusus. Anak yang lahir dengan labioskizis dan labiopalatoskizis
mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan kehilangan,
malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari celah bibir yang
terbentuk.
e.
Distress
pernafasan
f.
Resiko
infeksi saluran nafas
g.
Pertumbuhan
dan perkembangan terhambat
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto rontgen
2. Pemeriksaan fisisk
3. MRI untuk evaluasi abnormal
2.10 Pemeriksaan Terapeutik
1. Penatalaksanaan tergantung pada beratnya
kecacatan
2. Prioritas pertama adalah pada teknik
pemberian nutrisi yang adekuat
3. Mencegah komplikasi
4. Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan
5. Pembedahan: pada labio sebelum kecacatan
palato; perbaikan dengan pembedahan usia 2-3 hari atau sampai usia beberapa
minggu prosthesis intraoral atau ekstraoral untuk mencegah kolaps maxilaris,
merangsang pertumbuhan tulang, dan membantu dalam perkembangan bicara dan
makan, dapat dilakukan sebelum penbedahan perbaikan.
6. Pembedahan pada palato dilakukan pada
waktu 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat kecacatan. Awal fasilitas
penutupan adalah untuk perkembangan bicara.
2.11 Penatalaksanaan
Pada bayi yang
langit2nya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa
tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada
saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi
kurang.
2.11.1 Untuk membantu
keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di pasang:
1. Pemasangan selang Nasogastric tube, adalah
selang yang dimasukkan melalui hidung..berfungsi untuk memasukkan susu langsung
ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan.
2. Pemasangan Obturator yang terbuat dr bahan
akrilik yg elastis, semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jd pembuatannya
khusus dan memerlukan pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli beranggarapan
obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tp beberapa menganggap justru
mengarahkan. Pada center2 cleft spt Harapan Kita di Jakarta dan Cleft Centre di
Bandung, dilakukan pembuatan obturator, karena pasien rajin kontrol sehingga
memungkinkan dilakukan penggerindaan oburator tiap satu atau dua minggu sekali
kontrol dan tiap beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yg baru
sesuai dg pertumbuhan pasien.
3. Pemberian dot khusus dot khusus, dot ini bisa
dibeli di apotik2 besar. Dot ini bentuknya lebih panjang dan lubangnya lebih
lebar daripada dot biasa; tujuannya dot yang panjang menutupi lubang di langit2
mulut; susu bisa langsung masuk ke kerongkongan; karena daya hisap bayi yang
rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar.
2.11.2 Operasi dengan beberapa tahap, sebagai
berikut :
1. Umur 3 bulan (rule over ten) : Operasi
bibir dan alanasi(hidung), evaluasi telinga.
2. Umur 10-12 bulan : Qperasi palato/celah
langit-langit, evaluasi pendengaran dan telinga.
3. Umur 1-4 tahun : Evaluasi bicara, speech
theraphist setelah 3 bulan pasca operasi.
4. Umur 4 tahun : Dipertimbangkan
repalatoraphy atau dan Pharyngoplasty.
5.
Umur
6 tahun : Evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.
6. Umur 9-10 tahun : Alveolar bone graft
(penambahan tulang pada celah gusi).
7. Umur 12-13 tahun : Final touch,
perbaikan-perbaikan bila diperlukan.
8. Umur 17 tahun : Evaluasi tulang-tulang
muka, bila diperlukan advancementosteotomy LeFORTI
2.11.3 Syarat Labioplasti
(Rule of Ten)
a. Umur
bulan atau > 10 minggu.
b. Berat
badan kira-kira 4,5 kg/10 pon
c. Hemoglobin
> 10 gram/dl
d. Hitung
jenis leukosit < 10.000
2.11.4 Syarat Palatoplasti
Palatoskizis ini biasanya ditutup pada umur 9-12
bulan menjelang anak belajar bicara, yang penting dalam operasi ini adalah
harus memperbaiki lebih dulu bagian belakangnya agar anak bisa dioperasi umur 2
tahun. Untuk mencapai kesempurnaan suara, operasi dapat saja dilakukan
berulang-ulang. Operasi dilakukan jika berat badan normal, penyakit lain tidak
ada, serta memiliki kemampuan makan dan minum yang baik. Untuk mengetahui
berhasil tidaknya operasi harus ditunggu sampai anak tersebut belajar bicara
antara 1-2 tahun.
·
Jika sengau harus dilakukan
tetapi bicara (fisioterapi otot-otot bicara).
·
Jika terapi bicara tidak berhasil
dan suara tetap sengau, maka harus dilakukan faringoplasti saat anak berusia 8
tahun.
2.11.4
Faringoplasti
Faringoplasti ialah suatu pembebasan
mukosa dan otot-otot yang kemudian didekatkan satu sama lain. Pada faringoplasti
hubungan antara faring dan hidung dipersempit dengan membuat klep/memasang klep
dari dinding belakang faring ke palatum molle. Tujuan pembedahan ini adalah
untuk menyatukan celah segmen-segmen agar pembicaraan dapat dimengerti.
Ø
Perawatan
yang dilakukan pasca dilakukannya faringoplasti adalah sebagai berikut :
·
menjaga agar
garis-garis jahitan tetap bersih
·
bayi diberi
makan atau minum dengan alat penetes dengan menahan kedua tangannya.
·
Makanan yang
diberikan adalah makanan cair atau setengah cair atau bubur saring selama 3
minggu dengan menggunakan alat penetes atau sendok.
·
Kedua tangan
penderita maupun alat permainan harus dijauhkan.
2.12 Asuhan
1.
Berikan dukungan emosional dan
tenangkan ibu beserta keluarga.
2.
Jelaskan kepada ibu bahwa
sebagian besar hal penting harus dilakukan saat ini adalah member makanan bayi
guna memastikan pertumbuhan yang adekuat sampai pembedahan yang dilakukan
3.
Jika bayi memiliki sumbing
tetapi palatumnya utuh, izinkan bayi berupaya menyusu.
4.
Jika bayi berhasil menyusu dan
tidak terdapat masalah lain yang membutuhkan hospitalisasi, pulangkan bayi.
Tindak lanjuti dalam satu minggu untuk memeriksa pertumbuhan dan penambahan
berat badan.
5.
Jika bayi tidak dapat menyusu
dengan baik karena bibir sumbing,berikan perasan ASI dengan menggunakan metode
pemberian makanan alternatif (menggunakan sendok atau cangkir).
6.
Ketika bayi makan dengan baik dan
mengalami penambahan berat badan,rujuk bayi ke rumah sakit tersier atau pusat
spesialisasi, jika memungkinkan untuk pembedahan guna memperbaiki celah
tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan
kelainan congenital atau bawaan yang terjadi akibat kegagalan fusi atau
penyatuan frominem maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi
kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi
sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat
kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molle
terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.
Penanganan yang dilakukan adalah dengan tindakan bedah efektif yang melibatkan
beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Penutupan labioskizis
biasanya dilakukan pada usia 3 bulan, sedangkan palatoskizis biasanya ditutup
pada usia 9-12 bulan menjelang anak belajar bicara.
3.2 Saran
Untuk
Labioskizis dan Labiopalatoskizis sangat penting diperlukan pendekatan kepada
orang tua agar mereka mengetahui masalah tindakan yang diperlukan untuk
perawatan anaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarti,
M.Kes, Khoirunnisa Endang, SST.Keb, Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.
Rukiyah,Yeyeh dkk. 2010. Asuhan
neonatus bayi dan anak balita. Jakarta: CV Trans Info Media
Lia Dewi, Vivian Nanny. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Jakarta: Salemba Medika
Nur Muslihatun, Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.
Yogyakarta: Fitramaya
ConversionConversion EmoticonEmoticon