A. Pengertian Intelektual /
Intelegensi
Menurut David Wechsler,
inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara
rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
Secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan
proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat
diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan
nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
Menurut English &
English dalam bukunya " A Comprehensive Dictionary of Psichological and
Psychoalitical Terms" , istilah intellecct berarti antara lain :
(1) Kekuataan mental dimana manusia dapat
berpikir ;
(2)
suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas yang
berkenaan dengan berpikir ( misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami);
dan
(3)
kecakapan, terutama kecakapan yang tinggi untuk berpikir; (bandingkan dengan
intelligence. Intelligence =intellect).
Bukamennurut kamus WebssterNew Worid Dictionary of the
American Language, istilah intellect berarti:
1) Kecakapan untuk berpikir,
mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, dan
sebagainya. Dengan
demikian kecakapan berbeda dari kemauandan perasaan,
2)
Kecakapan mental yang besar, sangat intellegence, dan
3)
Pikiran atau inteligensi.
Jadi istilah inteligensi
menurut para ahli mermuskaan intelligensi sebagai "keseluruhan ke-mampuan
individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah
dan menguasai lingkungan secara efektif. Intelegensi bukanlah suatu yang
bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku
individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam mengartikan
intelegensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam.
Deskripsi perkembangan
fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan hasil
laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi sebagai
alat ukurnya, yang dilakukan secara longitudinal terhadap sekelompok subjek
dari dan sampai ketingkatan usia tertentu secara test-retest yang alat ukurnya
disusun secara sekuensial (Standfort revision benet test).
B. Pengukuran intelegensi
C. Teori-teori Inteligensi
1. Sperman
Charles Spearman melakukan
aplikasi awal dan berpengaruh tentang analisis faktor dalam domain inteligensi.
Spearman menemukan bahwa kemampuan seseorang pada setiap keanekaragaman tes
kecerdasan sangat berkorelasi. Dari bagian ini dia menyimpulkan bahwa terdapat
faktor kecerdasan umum, atau g, yang
mendasari semua kemampuan cerdas (Spearman, 1927). Tiap domain individual juga
diasosiasikan dengan kemampua spesifiknya yang disebut oleh Spearman s. Misalnya, kemampuan seseorang pada
tes kosakata atau aritmatika tergantung baik pada kecerdasan umumnya maupun
kemampuan domain – spesifik.
2. Cattel
Raymond Cattell (1963),
menggunakan teknik analitik faktor yang lebih dikembangkan, menentukan bahwa
kecerdasan umum dapat dibagi ke dalam dua komponen yang relatif independen,
yang disebutnya kecerdasan kristalisasi (crystallized intelligence) dan kecerdasan cairan (fluid
intelligence).
Kecerdasan kristalisasi (crystallized
intelligence) melibatkan pengetahuan seseorang yang telah diperoleh dan
kemamuan untuk memperoleh pengetahuan, diukur dengan tes kosakata, aritmatika
dan informasi umum.
Kecerdasan cairan (fluid
intelligence) adalah kemampuan untuk melihat hubungan yang kompleks dan
memecahkan masalah, diukur dengan tes desain blok dan visualisasi spatial dimana
informasi latar belakang diperlukan untuk memecahkan suatu masalah sudah
termasuk dan jelas kelihatan.
Kecerdasan kritalisasi
memungkinkan anda untuk mengatasi kehidupan yang terus berulang, tantangan
konkret, kecerdasan cairan membantu anda mengatasi masalah baru, yang abstrak.
3.
Teori inteligensi Triarkik Sternberg (Sternberg’s Triarchic Theory of
Intelligence)
Robert Sternberg (1985, 1999) menekankan
pentingnya proses kognitif dalam memecahkan masalah sebagai bagian dari
teorinya yang lebih umum tentang inteligensi. Sternberg mengemukakann teori
triarkik terdiri dari tiga bagian.
Ketiga jenis kecerdasan
tersebut adalah analitik, kreatif dan praktik, semua menunjukkan cara yang
berbeda-beda dalam mengkarakteristikkan kemampuan efektif.
Kecerdasan analitik memberikan
ketrampilan pemrosesan informasi dasar yang diterapkan pada sebagian besar
tugas kehidupan. Jenis kecerdasan ini didefinisikan oleh komponen, atau proses
mental, yang mendasari proses berpikir dan memecahkan masalah.
Sternberg mengidentifikasi
tiga jenis komponen yang merupakan pusat dari pemrosesan informasi :
(1) komponen kecakapan pengetahuan, untuk
mempelajari fakta-fakta baru,
(2)
komponen kemampuan, untuk strategi dan teknik-teknik memecahkan masalah, dan
(3)
komponen metakognitif, untuk memilih strategi dan memonitor kemajuan ke arah
sukses.
Cuntoh penggunaan komponen kemampuan dan
kemampuan metakognitif. Komponen kemampuan adalah sesuatu yang memungkinkan untuk
memanipulasi huruf-huruf di kepala; komponen metakognitif adalah sesuatu yang
memungkinkan untuk mendapatkan strategi untuk menemukan solusi. Perhatikan
huruf T – R – H – O – S. Bagaimana dapat mentransformnya secara mental menjadi
SHORT? Satu strategi yang bagus untuk memulai adalah dengan mencoba
mengelompokkan konsonan yang mungkin ada dalam bahasa Inggris – seperti S – H
dan T – H. Memilih strategi memerlukan komponen metakognitif; untuk
mendapatkannya maka diperlukan komponen kemampuan. Ingat, bahwa strategi yang bagus kadang kala bisa
saja gagal. Perhatikan T – N – K – H – G – I. Apa yang membuat anagram ini
sukar bagi kebanyakan orang adalah K – N bukanlah satu kombinasi yang baik
untuk memulai sebuah kata, sebaliknya T – H. Apakah anda pandangi anagram ini
sebentar, cobalah beralih dengan permulaan kata T – H?
Dengan memecah beragam tugas
menjadi komponen-komponennya, para peneliti dapat menunjukkan proses dengan
tepat yang membedakan hasil kemampuan individu dengan IQ yang berbeda-beda.
Misalnya, peneliti mungkin menemukan bahwa komponen metakognitif siswa dengan
IQ tinggi mendorong mereka untuk memilih strategi yang berbeda untuk memecahkan
satu jenis permasalahan tertentu daripada apa yang dilakukan oleh teman
sebayanya yang memiliki IQ lebih rendah. Perbedaan dalam pemilihan strategi
terhitung pada siswa dengan IQ lebih tinggi berhasil memecahkan masalah.
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi
inteligensi:
1 Faktor bawaan atau keturunan.
Penelitian membuktikan bahwa
korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2
anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti
lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 -
0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan
ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara
terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka
tidak pernah saling kenal.
2. Faktor lingkungan.
Walaupun ada ciri-ciri yang
pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan
perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tidak bisa terlepas dari otak.
Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi,
rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga
memegang peranan yang amat penting.
E. Inteligensi Emosi
/ Kecerdasan Emosional (Emotional Inteligence)
Pada tahun-tahun terakhir,
para peneliti telah mulai mengeksplorasi satu jenis kecerdasan – kecerdasan
emosional (emotional intelligence) – yang dikaitkan dengan konsep Gardner
tentang kecerdasan interpersonal dan intrapersonal, kecerdasan emosional
didefinisikan sebagai kepemilikan atas empat komponen utama (Mayer &
Salovey, 1997; Mayer dkk, 2000):
Kemampuan untuk menerima,
menghargai dan mengekspresikan emosi secara akurat dan tepat.
Kemampuan untuk menggunakan
emosi untuk memfasilitasi berpikir.
Kemampuan untuk memahami dan
menganalisis emosi dan menggunakan pengetahuan emosional secara efektif.
Kemampuan untuk meregulasi emosi seseorang
untuk mendorong perkembangan baik emosional maupun intelektual.
Definisi ini merefleksikan
satu pandangan baru tentang peran positif dari emosi sebagaimana ini
dihubungkan dengan pemfungsian intelektual – emosi dapat membuat berpikir lebih
cerdas, dan seseorang dapat berpikir dengan cerdas tentang emosi mereka dan
yang terjadi pada orang lain.
Para penelti telah mulai
menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memiliki konsekuensi penting untuk
kehidupan sehari-hari. Orang yang memiliki kecerdasan emosional memungkinkan
mereka untuk mengalami distres yang lebih rendah dan moral yang baik juga
cenderung lebih efektif dalam pekerjaan mereka.
F. Kreativitas
ConversionConversion EmoticonEmoticon