EMPAT ASPEK DALAM BAHASA
1. Bahasa sebagai Simbol
Simbol atau lambang adalah sesuatu yang dapat melambangkan dan mewakili ide, perasaan, pikiran, benda, dan tindakan secara arbitrer, konversional, dan representatif-interpretatif. tidak ada hubungan langsung dan alamiah antara yang menyimbolkan dengan yang disimbolkan. untuk itu baik yang batiniah (inner) seperti perasaan, pikiran, ide, maupun yang lahiriah (outer) seperti benda dan tindakan dapat dilambangkan atau diwakili simbol.
Bahasa adalah kombinasi kata yang diatur secara sistematis sehingga dapat dipergunakan sebagai alat komunikasi. Kata adalah bagian dari simbol yang hidup dan digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu. Kata bersifat simbolis karena tidak memiliki hubungan langsung atau hubungan instrinsik dengan kenyataan yang diacunya, tetapi hanya bersifat arbitrer dan konversional.
Misalnya kata /b-u-k-u/ tidak ada hubungannya dengan benda yang dirujuk yaitu lembaran- lembaran kertas yang ditulis dan dibaca. Kata /a-p-i/ tidak ada hubungannya dengan sifat kepanasan yang diacunya sehingga walaupun kita mengucapkan kata api berkali- kali, maka mulut kita tidak akan terbakar. Hal itu hanya bersifat arbitrer dan kemudian disepakati menjadi suatu konvensi oleh pemakai bahasa.
Simbol adalah lambang sesuatu, bahasa juga adalah lambang sesuatu. Titik-titik air yang jatuh dari langit diberi simbol dengan bahasa dengan bunyi tertentu. Bunyi tersebut jika ditulis adalah hujan. Hujan adalah simbol linguistik yang bisa disebut kata untuk melambangkan titik-titik air yang jatuh dari langit itu. Simbol bisa berupa bunyi, tetapi bisa berupa goresan tinta berupa gambar di atas kertas. Gambar adalah bentuk lain dari simbol. Potensi yang begitu tinggi yang dimiliki bahasa untuk menyimbolkan sesuatu menjadikannya alat yang sangat berharga bagi kehidupan manusia. Tidak terbayangkan bagaimana jadinya jika manusia tidak memiliki bahasa, betapa sulit mengingat dan menkomunikasikan sesuatu kepada orang lain.
2. Bahasa
Bersifat Arbitrer
Taukah kawan, pengertian arbitrer dalam studi bahasa adalah manasuka, asal bunyi, atau tidak ada hubungan logis antara kata sebagai simbol (lambang) dengan yang dilambangkan. Arbitrer berarti dipilih secara acak tanpa alasan sehingga ciri khusus bahasa tidak dapat diramalkan secara tepat.
Secara leksis, kita dapat melihat kearbitreran bahasa. Kata anjing digunakan dalam bahasa Indonesi, Biang dalam bahasa Batak, Dog dalam bahasa Inggris. hal ini memiliki kata yang berbeda untuk menyatakan konsep yang sama. Kearbitreran bahasa di dunia ini menyebabkan adanya kedinamisan bahasa.Manasuka atau arbiter adalah acak , bisa muncul tanpa alasan. Kata-kata (sebagai simbol) dalam bahasa bisa muncul tanpa hubungan logis dengan yang disimbolkannya.
Mengapa makanan
khas yang berasal dari Garut itu disebut dodol bukan dedel atau dudul
? Mengapa binatang panjang kecil berlendir itu kita sebut cacing ?
Mengapa tumbuhan kecil itu disebut rumput, tetapi mengapa dalam bahasa
Sunda disebut jukut, lalu dalam bahasa Jawa dinamai suket ? Tidak
adanya alasan kuat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas atau yang
sejenis dengan pertanyaan tersebut.Bukti-bukti di atas menjadi bukti
bahwa bahasa memiliki sifat arbitrer, mana suka, atau acak semaunya.
Pemilihan bunyi dan kata dalam hal ini benar-benar sangat bergantung pada
konvensi atau kesepakatan pemakai bahasanya. Orang Sunda menamai suatu
jenis buah dengan sebutan cau, itu terserah komunitas orang Sunda,
biarlah orang Jawa menamakannya gedang, atau orang Betawi menyebutnya
pisang. Ada memang kata-kata tertentu yang bisa dihubungkan secara logis
dengan benda yang dirujuknya seperti kata berkokok untuk bunyi ayam,
menggelegar untuk menamai bunyi halilintar, atau mencicit untuk bunyi tikus.
Akan tetapi, fenomena seperti itu hanya sebagtian kecil dari keselurahan
kosakata dalam suatu bahasa.
3.
Bahasa Sebagai Sistem
Setiap bahasa memiliki sistem, aturan, pola, kaidah sehingga memiliki kekuatan atau alasan ilmiah untuk dipelajari dan diverifikasi. Pada hakikatnya, setiap bahasa memiliki dua jenis sistem yaitu sistem bunyi dan sistem arti. Sistem bunyi mencakup bentuk bahasa dari tataran terendah sampai tertinggi (fonem, morfem, baik morfem bebas maupun morfem terikat, frase, paragraf, dan wacana). Sistem bunyi suatu bahasa tidak secara acak- acakan, tetapi mempunyai kaidah- kaidah yang dapat diterangkan secara sistematis. Sistem arti suatu bahasa merupakan isi atau pengertian yang tersirat atau terdapat dalam sistem bunyi.
Karena bahasa itu adalah sebuah sistem, yang berarti keteraturan, maka apabila
kita mengacu pada definisi (1) dan (2) di atas. Sehingga jelas, jika bahasa itu
tidak teratur dalam hal bunyi, fonem, morfem, kata, serta kalimat yang terdapat
dalam sebuah bahasa, maka dapat dipastikan pesan bahasa yang akan disampaikan
pun akan tidak teratur juga. Oleh karena itu, ia (bahasa) harus memiliki pautan
satu sama lain sehingga membentuk suatu totalitas. Wajar saja, apabila saya
bahkan Anda ketika membaca sebuah teks ataupun mendengar seseorang
bercakap-cakap, kerap menjumpai penggunaan bahasa
yang keliru kaprah.
4. Bahasa sebagai vokal
Dalam kamus bahasa Indonesia ,
dijelaskan bahwa vokal (n) adalah
1. (Ling) bunyi bahasa yang dihasilkan
dengan getaran pita suara dan tanpa penyempitan dalam saluran suara di atas
anak tekak;
2. satuan fonologis yang diwujudkan dalam
lafal tanpa pergeseran (msl /a/, /i/; /u/, dan /o/); -- bawah vokal yang
dihasilkan dengan lidah di bagian bawah mulut, misal /a/; -- belakang vokal
yang dihasilkan dengan lidah tidak ditarik ke arah belakang rongga mulut, msl
/u/; -- depan vokal yang dihasilkan dengan menggerakkan bagian lidah ke arah
langit- langit, misal /e/; -- tengah vokal yang dihasilkan dengan lidah dalam
posisi tidak tinggi, tidak rendah.
Dari
definisi di atas, saya mafhum bahwa yang dimaksud dengan vokal dalam definisi bahasa ialah alat ucap.
Lantas, mengapa bukan bahasa tulis yang ditekankan disini? Lagi-lagi pertanyaan
‘mengapa’ yang oleh sejumlah wartawan menjadi sangat penting di sini. Karena bahasa adalah lambang-lambang yang
diucapkan dengan teratur, maka bahasa tulis sebenarnya adalah salinan
dari bahasa (lisan) yang diucapkan itu. Toh, bagaimana mungkin rangkaian kata/
kalimat yang terbentuk menjadi sejumlah lambang dituliskan tanpan diucapkan
terlebih dahulu.
Vokal dalam hal ini berarti bunyi. Bahasa mewujud dalam bentuk
bunyi. Kemajuan teknologi dan perkembangan kecerdasan manusia
memang telah melahirkan bahasa dalam wujud tulis, tetapi sistem tulis tidak
bisa menggantikan ciri bunyi dalam bahasa. Sistem penulisan
hanyalah alat untuk menggambarkan arti di atas kertas, atau media keras
lain. Lebih jauh lagi, tulisan berfungsi sebagai pelestari ujaran. Lebih
jauh lagi dari itu, tulisan menjadi pelestari kebudayaan manusia.
Kebudayaan manusia purba dan manusia terdahulu lainnya bisa kita prediksi
karena mereka meninggalkan sesuatu untuk dipelajari. Sesuatu itu antara lain
berbentuk tulisan.Realitas yang menunjukkan bahwa bahwa bahasa
itu vokal mengakibatkan telaah tentang bahasa (linguistik) memiliki
cabang kajian telaah bunyi yang disebut dengan istilah fonetik dan
fonologi.
Daftar Pustaka
ConversionConversion EmoticonEmoticon