LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KASUS BPH (BENIGNE PROSTSTE HIPERPLASIA) POST OP TUR P
(TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE)
A.
KONSEP DASAR
I.
PENGERTIAN
Bening Prostate hyperplasia adalah
hiperplasia kelenjar prostat yang dapat membuntu uretra pars prostatika dan
memyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli. (Basuki B.
Poernomo, 2000).
II.
ETIOLOGI
Hingga sekarang belum diketahui SU
pasti penyebab terjadinya hiperplasi prostat. Tetapi beberapa hipotesin
menyebabkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrostes tateron (DIH) dan proses aging (menjadi tua)
Beberapa hipotesis yang diduga
sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :
-
Adanay perubahan keseimbangan
antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
-
Peranan dari growth factor
(faktor pertumbuhan) sebagi pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
-
Meningkatnya lama hidup sel-sel
prostat karena bekurangnya sel yang mati.
-
Teori sel stem menerangkan
bahwa terjadinya proliferasi abnormal sel stem dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan.
III.
ANATOMI
Prostat adalah organ genitalia pria
yang terletak disebelah infernior buli-buli, di depan rektrum dan membungkus
uretra presterior. Bentuknya seperti buah kenari degan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20
gram.
Prostat mengahasilkan suatu cairan
yang merupakan salah satu komponen menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra
posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
IV.
PATIFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan
penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urin. Keadaan
ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin
buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontrasi yang
terus menerus ini menyebabkan perubahan anatimik dari buli-buli berupa
hipertrafi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan
divertikel buli-buli.
Tekanan intravesikal yang tinggi akan
diteruskan keseluruh bagain buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.
Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari
buli-buli ke uretel atau terjadi refluks vesiko-ureter, keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefroasi bahkan akhirnya
dapat jatuh dalam gagal ginjal.
V.
GEJALA KLINIS
Biasanya gejala-gejala pembesaran
prostat, dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symtoms (LUTS) dibedakan menjadi
gejala iriatif dan ostruktif.
Gejala iritatif yaitu sering miksi
(frekuensi), terbangun yang miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin
miksi yang sangat mendesak (urgensi) dan neyeri pada saat miksi (disuria).
Sedangkan gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis
miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengedan
(straining), kencing terputus-putus (itermittency) dan waktu miksi memanjang
yang akhirnya menjadi retensia urin dan inkontinen karena overflow.
Keluhan ini biasanya disusun dalam
bentuk skor simtom. Terdapat bebrapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan
untuk membantu diagnosis dan menentukan tingakat beratnya penyakit, diantaranya
adalah skor internasional gejala-gejala prostat WHO (Internasional Prostat
Symtom Score, IPSS) dan skor madsen lverson.
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Pemeriksaan laboratorium.
-
Analisa urin dan pemeriksaan
mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan
infeksi.
-
Elektrolit, kadar ureum dan
kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status
metabolik.
-
Pmrx Prostate Spesific Antigen
(PSA) dilakukan sebagi dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi
dini keganasan (bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi, sedangkan bila
nilai PSA 4-10 ng/ml).
-
Pmrx prostate spesific antigen
density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat (bila PSAD ³ 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila
nilai PSA > 10 ng/ml.
2.
Pemeriksaan radiologis.
-
Foto potos abdomen untuk
melihat adanya batu pada traktus urimanius, pembesaran ginjal atau buli-buli,
dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metasatasis dari keganasan
prostat serta osteopotosis akibat kegagalan ginjal.
-
Pielogravi intravena dapat
dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter,
gambaran ureter di visika. Indentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu
urin atau filling defect di vesika.
-
USG dapat diperkirakan besarnya
prostat, m’metiksa massa ginjal, mendeteksiresidu urin, batu ginjal,
devertikulim / tumor buli.
VII.
PENATALAKSANAAN
1.
Observasi (watchfall waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan
(skor modsen lversen £ 9)
nasehat yang diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestan
(parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum
alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap tiga bulan lakukan kontrol
keluhan, sisa kencing, pmrs colok dubur.
2.
Medikamentosa.
Tujuan terapi medika mentosa adalah berusaha untuk (1).
Resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan x blocker (penghambat
alfa adnenergik) contohnya : fenoksibenzamin dan fentolamin, golongan obat ini
mempunyai efek simtemik yang merugikan yaitu hipotensi postural. (2).
Mengurangi volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon tetos teron /
dehidotestosteron (DHT), contohnya : finasteride.
3.
Terapi bedah / operasi.
-
Tindakan operasi ditujukan pada
hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyakit tertentu, antara lain :
retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan
pada saluran kemih bagian atas atau keluhan yang dan menunjukan perbaikan
setelah menjalani pengobatan medika mentosa.
-
Pembedahan terbuka,
prostatektomi terbuka adalah metode dari millin yaitu melalui melakukan
enukleasi kelenjar prostat.
-
Pembedahan endourologi,
pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan memakai tenaga
elektrik TURP (Trans Urethral Resection of the Prostate) atau dengan memakai
energi laser yaitu TULP (Trans Urethral Laser of the Prostate)
-
TUR P (Reseksi Prostat
Transurethra), jaringan prostat diangkat dengan sistoskop reseksi kelenjar
prostat dilakukan trans urethra dengan mempergunakan cairan iringan (pembilas)
agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh
darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksud
agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang seing
dipakai dan harganya cukup mudar adalah H2O steril (Aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang
hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui
pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat
menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau
dikenal dengan sindroma TUR P, ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran
somnolen, tekanan darah meningkat dan terdapat brodikandi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema
otak yang akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal. Untuk mengurangi timbulnya
sindroma TURP dipakai cairan non ionik yang lain yaitu cairan glisin.
Dibandingkan dengan pembedahan terbuka, TURP mempunyai
beberapa keuntungan antara lain (1) tidak meninggalkan luka tau bekas sayatan,
(2) lama operasi lebih singkat, (3) waktu tinggal di rumah sakit lebih singkat.
Penyulit TUR P
Selama Operasi
|
Pasca bedah
dini
|
Pasca bedah
lanjut
|
Pendarahan
Sindroma TUR P
Perforasi
|
Pendarahan
Infeksi lokal
atau
sistemik
|
Inkontinesi
Disfunsi
ereksi
Ejakulasi
retrograd
Striktusa
uretra
|
-
Pada hiperplasi prostat yang
tidak begitu besar dan pada pasien yang umurnya masih muda dilakukan insisi
kelenjar prostat atau TUIP (Transurethral Incision of the Prostate).
VIII.
KOMPLIKASI
1.
Hidroureter.
2.
Hidronefrosis.
3.
Pionefrosis pilonefritis
4.
Gagal ginjal.
B.
ASUHAN KEPERAWATAN
I.
PENGKAJIAN
a).
Pengumpulan Data.
1.
Identitas klien.
Meliputi nama, umur (umur yang terkena BPH diatas 50
tahun) jenis kelamin (menyerang laki-laki dari pada wanita), agama, alamat,
pekerjaan, suku bangsa, tgl MRS, nomor registrasi dan diagnosa medis.
2.
Keluhan utama.
Keluhan yang paling dirasakan pada px BPH post op TUR :
nyeri, pada BPHnya sendiri yaitu sulit kencing dan kencing menetes.
3.
Riwayat penyakit dahulu.
Penderita penyakit sebelumnya mempunyai riwayat penyakit
ISK (Infeksi Saluran Kencing).
4.
Riwayat penyakit sekarang.
Penyakit ini didahului dengan keluhan tidak bisa kencing
namun ada perasaan ingin kencing dan kencing keluar sedikit-sedikit (menetes).
5.
Riwayat penyakit keluarga.
Umumnya keluarga turut b
6.
Pola-pola fungsi kesehatan.
1.
Pola persepsi dan tata laksana
hidup sehat.
Meliputi pandangan klien tentang hidup sehat dan
bagaimana klien mengatasi masalah kesehatannya.
2.
Pola nutrisi dan metabolisme.
Adanya penurunan berat badan karena adanya mual muntah
dan malas makan.
3.
Pola eliminasi.
Karena adanya pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan
penurunan kekuatan / dorongan aliran urine, tetesan, nyeri waktu kencing,
ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap.
4.
Pola aktivitas dan katihan.
Adanya kelemahan, keletihan dan malaise menyebabkan
malas beraktifitas.
5.
Pola perawatan diri.
Perawatab diri yang dilakukan klien berkurang akibat
adanya nyeri dan kelemahan.
6.
Pola persepsi dan konsep diri.
Menunjukan gangguan konsep diri (harga diri menurun)
dialami klien atau tidak.
7.
Pola sensorik dan kognitif.
Kemungkinan perubahan sensorik dan kognitif terganggu
karena pasien yang terserang BHP kebanyakan berusia lanjut.
8.
Pola istirahat dan tidur.
Pasien mengalami kurang tidur karena manahan nyeri dan
perasaan pada kandungan kencing.
9.
Pola hubungan dan peranan.
Menunjukan bagaimana kemampuan klien berinteraksi dengan
lingkungan di sekitarnya.
10.
Pola sexualitas.
Adanya ketakutan inkontinensia selama hubungan / adanya
penurunan ejakulasi, disfungsi ereksi pasca bedah lanjut.
11.
Pola tata nilai dan
kepercayaan.
Klien merasa tidak dapat melakukan ibadah dengan
semestinya karena kemungkina adanya tetesan urin.
b).
Pemeriksaan Fisik.
-
Keadaan Umum.
Keadaan klien lemah, bedrest, turgor kulit menurun,
mukosa bibir kering.
TTV : hipotensi / hipertensi.
Lakhikandia.
Peningkatan suhu tubuh.
PR naik, BB turun.
-
Kulit, rambut, kuku.
Warna kulit, kebersihan kulit, rambut, kuku.
-
Kepala, leher.
Bentuk kepala simetris / asimetris, ada benjolan /
tidak.
-
Mata.
Bentuk mata, warna, anemsi / tidak.
-
Telinga, hidung, mulut,
tenggorokan.
Bentuknya, kebersihannya, adakah nyeri tekan, penciuman,
pembesaran tirid.
-
Thorax dan abdomen.
Bentuk thorax, nyeri tekan abdomen bagian bawah, turgor
kulit pada abdomen.
-
Sistem Respirasi
Jumlah, irama, kecepatan pernafasan.
-
Sistem Kardiovaskuler.
Jumlah, frekuensi, irama dari nadi, meningkatnya nadi,
tensi.
-
Sistem Genitourinaria.
Konstipasi karena terhalang pembesaran kandung kemih,
nyeri waktu kencing, nokturia, hematuria (kadang-kadang), ketidakmampuan
mengosongkan kandung kemih.
-
Sistem Muskuluskeletal.
Penurunan tenus otot daerah genetalia, refleks patella.
-
Sistem Endokrin.
Pembesaran kelenjar prostat.
-
Sistem Persyarafan.
Kesadaran klien, hati-hati adanya syok septik.
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Gangguan pola eliminasi
berhubungan dengan obstruksi mekanikal, bekuan darah edema post pembedahan.
2.
Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan irifasi mukosa kandung kemih post pembedahan.
3.
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan prosedur infasiu alat selama pembedahan dan irigasi kandung
kemih sering trauma jaringan.
4.
Resiko tinggi kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol pendarahan selama operasi.
5.
Penurunan aktifitas berhubungan dengan penyakit yang diderita
(kelemahan, malaise).
III.
INTERVENSI
1.
Dx 1
|
:
|
gangguan pola eliminasi berhubungan dengan prosedur bedah.
|
Tujuan
|
:
|
Gangguan pola eliminasi teratasi dalam waktu 2 x 24 jam
|
KH
|
:
|
-
BAK lancar.
-
Mampu mengontrol kencing.
|
Rencana Tindakan :
1.
Lakukan pendekatan pada klien
dan keluarga.
2.
Observasi cairan yang masuk dan
jumlah urin yang keluar, khususnya selama irigasi kandung kemih.
3.
Dorong pasien untuk berkemih
bila ada rangasangan berkemih.
4.
Ukur volume resida bila ada
katetes suprapubik.
5.
Kolaborasi dengan dokter untuk
mempertahankan irigasi kandung kemih sesuai indikasi untuk pasca opersi dini.
Rasional :
1.
Diharapkan klien dan keluarga
kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan.
2.
Retensi dapat terjadi karena
edema area bedah, bekuan darah dan
spasme kandung kemih dapat segera dikeluarkan dan di atasi.
3.
Membantu meningkatkan kontrol
kandung kemih dan meningkatkan tonus kandung kemih.
4.
Mengawasi keefektifan
kekosongan kandung kemih menunjukkan perlunya kontuinitas kateter sampai tonus
kandung kemih membaik.
5.
Mencuci kandung kemih dari
bekuan darah dan untuk mempertahankan aliran urin.
2.
Dx 2
|
:
|
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iritasi mukosa
kandung kmih post pembedahan.
|
Tujuan
|
:
|
Nyeri hilang / berkurang dalam waktu 2 x 24 jam.
|
KH
|
:
|
-
Nyeri hilang.
-
Wajah ceria, tidak
menyeringai.
|
Rasional :
1.
Kaji nyeri, perhatikan lokasi,
intensitas (skala 0 – 10).
2.
Pertahankan selang bebas dari
lekukan dan bekuan.
3.
Tingkat pemasukan sampai 3000
ml/hari sesuai toleransi.
4.
Berikan informasi yang akurat
tentang kateter dan spame kandung kemih.
5.
Berikan tindakan nyaman (dengan
sentuhan terapeutik, perubahan posisi, ajarkan teknik relaxasi (perlu
disendirikan) teknik relaksasi dan distraksi).
6.
Kolaborasi pemberian obat
antispasmodik.
Rasional :
1.
Untuk mengetahui tingkat nyeri
sehingga adanya spasme kandung kemih dapat diketahui.
2.
Mempertahankan fungsi kateter
dan drainage, menurunkan resiko distensi atau spasme kandung kemih.
3.
Menurunkan iritasu dengan
mempertahankan aliran cairan constan ke mukosa kandung kemih.
4.
Menurunkan ansietas dan
meningkatkan kerjasama.
5.
Menurunkan tegangan otot dan
dapat meningkatkan koping.
6.
Merilekskan otot polos dan
menurunkan spasme dan nyeri.
3.
Dx 3
|
:
|
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasif alat
selam pembedahan dan irigasi kandung kemih sering trauma jaringan.
|
Tujuan
|
:
|
Infeksi tidak terjadi dalam waktu 2 x 24 jam.
|
Kh
|
:
|
-
Tidak mengalami tanda
infeksi.
|
Rencana tindakan :
1.
Lakukan pendekatan pada klien dan
keluarga dnegan menjelaskan tentang perlunya tindakan.
2.
Pertahankan sistem kateterisasi
steril.
3.
Observasi ttv.
4.
Observasi sekitar kateter.
5.
Pembersihan dan pengeringan
kulit sekitar kateter.
6.
Kolaborasi pemberian
antibiotik.
Rasional :
1.
Memudahkan tindakan karena
klien kooperatif.
2.
Mencegah pemasukan bakteri dan
infeksi.
3.
Pasien yang menjalani turp
beresiko syok septik, observasi sangat penting.
4.
Kemungkinan adanya eritem
beresiko tinggi.
5.
Menghilangkan atau mengurangi
media pertumbuhan bakteri.
6.
Mengurangi resiko infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjur. Dkk, Kapita
Selekta Kedokteran. Media Easculapius, FKUI 2000.
Basuki B. Poernomo. Dasar-Dasar Urologi, CV. Sagung Seto, 2000.
Marilynn E.
Doengos, Rencana Asuhan Keperawatan EGC, 2000.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KASUS
BPH
(BENIGNE PROSTATE HIPERPLASIA)
POST
OP TUR P
(TRANSURETHRAL
RESECTION OF THE PROSTATE)
Disusun oleh :
Siti Aisyah
(Nim : 200145)
AKADEMI
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURABAYA
2004
LEMBAR PENGESAHAN
Permasalahan ini kami ambil dari ruang Pavilium Mina R.S
Siti Khodijah Sepanjang, saat mengikuti praktek keperawatan AKPER UMS mulai
tanggal 19 Januari 2004 sampai 1 Februari 2004.
Mahasiswa Praktek
Siti Aisyah
Nim : 200145
Mengetauhi
Kepala Ruangan
Pav. Mina
Noor Haida
Nip :
|
|
Pembimbing Ruangan
Pav. Mina
Diana Fitriyah. Amk
Nip :
|
|
Pembimbing Pendidikan
Supatmi. Skp
Nip :
|
|
ConversionConversion EmoticonEmoticon