KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat – Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul “ Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Deman Berdarah Dengue Grade I di Ruang Menular
Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya”.
Harya
tulis ini disusun guna memenuhi syarat dalam menyelesaikan program Diploma III
Akademi Kebidanan Depkes Sutomo Surabaya.
Dalam
penyusunan jarya tulis ini penulis banyak mendapat bimbingan , dukungan dan
pengesahan dari berbagai pihak. Perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1.
Prof. Dr. HM. Dikman Angsar,
SpOG, selaku direktur RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang telah memberikan sarana
dan fasilitas dalam pengambilan kasus untuk karya tulis.
2.
Sunarsih, Spd, selaku Pjs Direktur
Akademi Kebidanan Depkes Sutomo Surabaya yang telah mendidik, memberikan sarana
dan fasilitas untuk menyusun karya tulis ini.
3.
Kapala Ruang Menular Anak RSUD
Dr. Soetomo Surabaya beserta staf yang telah memberikan izin melaksanakan
praktek dalam meyusunan karya tulis ini.
4.
Sri Utami, SKp, selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dalam penyusunan jarya tulis
ini
5.
Sri Mulyani. S.S.T, selaku
pembimbing praktek Ruang Menular Anak yang telah banyak memberikan pengarahan
dalam praktek dan penyusunan karya tulis ini.
6.
Bapak ibu tercinta dan seluruh
keluarga yang telah memberikan biaya semangat dan do’a restu sehingga karya
tulis ini terselesaikan dengan tepat waktu.
7.
Rekan – rekan Mahasiswa Akbid
Depkes Sutomo Surabaya dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penyusunan karya tulis.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini
belum sempurna, penulis mengharapkan saran untuk perbaikan penulis karya tulis
dimana mendatang akhirnya harapan penulis semoga karya tulis ini bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surabaya, Oktober 2001
Penulis
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1
Batasan Judul
2.1.1
Asuhan keperawatan adalah
serangkaian aksi yang digunakan untuk menetapkan merencanakan dan melaksanakan
pelayanan keperawatan dengan tujuan memberikan perawatan yang membantu konsumen
mencapai dan memelihara keadaan kehatannya sebaik meungkin. ( Walf xdkk, 1984 :
52)
2.1.2
Anak adalah seseorang yang
belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin ( Pusdiknakes, 1992; 3)
2.1.3
Demam Berdarah Dengue adalah
suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I – IV
dengan infestasi klinis dengan 5 – 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika
timbul tengatan angka kematiannya jcukup
tinggi (UPF IKA, 1994 ; 201)
Grade I : Panas 2 – 67 hari gejala umum tidak khas, uji tourniguet hasilnya positif
(UPF IKA, 1994 ; 201)
2.2
Konsep dasar DBD
2.2.1
Definisi
Demam berdarah
dengue (DBD) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn
virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341)
Demam berdarah
dengue adalah penyakit demam yang berlangsung akut menyerang baik orang dewasa
maupun anak – anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak – anak
berusia di bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan syok
yang disebabkan virus dengue dan
penularan melalui gigitan nyamuk Aedes. (Soedarto, 1990 ; 36)
2.2.2
Faktor penyebab DBD
2.2.2.1
Virus dengue
Virus dengue
yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn
virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat
di Indonesia dan dapat dibedakan satu
dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus
flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia
misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya
sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36)
2.2.2.2
Vektor
Nyamuk Aedes
Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari
penderita lkepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti
merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah
pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang
terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di
lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan
senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37)
2.2.2.3
Host
Jika seseorang
mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan
imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk
terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. DBD
akan terjadi hjika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe
tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya
jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990 ; 38)
2.2.3
PATOFISIOLOGI
Virus dengue
yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal tersebut
menyebabkan pengaktivan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi –
virus pengaktivan tersebut akan membetuk
dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang
akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi
instabil yaitu gipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan
air sehinggas terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat di sebabkan peningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun
antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan
fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi SHOCK dan jika SHOCK tidak
teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya tejadi Asidosis metabolik.
Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi
perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak
teratasi terjadi hipoxia jaringan
2.2.4
GAMBARAN KUNIS
2.2.4.1
Demam
Demam terjadi
secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal
atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik
yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan
persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990 ;
39)
2.2.4.2
Perdarahan
Perdaran
biasanya terjadi pada hari ke 2 jdari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan
dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat
fungsi vena, petekia dan purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan ringan
hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan
haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di
dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349)
2.2.4.3
Hepatomegali
Pada permulaan
dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati
juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal
harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .
(Soederita, 1995 ; 39)
2.2.4.4
Renjatan (Syok)
Permulaan syok
biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda
– tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari
tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa
demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto ; 39)
2.2.4.5
Gejala klinik lain yaitu nyeri
epigasstrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan kejang – kejang.
(Soedarto, 1995 ; 39)
2.2.4.6
Menurut derajat ringannya
penyakit, DBD dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1.
Derajat I
Panas 2 – 7 hari
, gejala umumtidak khas, uji taniquet hasilnya positif
2.
Derajat II
Sama dengan
derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti petekia,
ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan
sebagainya.
3.
Derajat III
Penderita syok
ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah hseperti nadi lemah dan cepat (>
120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun
(120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4.
Derajat IV
Nadi tidak
teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
2.2.5
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA
Untuk
mendiagnosis DBD dapat dilakukan pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakan dengan pemeriksaan
laboratorium yakni :
Trombositopenia
(< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%)
leukopenia ( mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF
IKA, 1994 pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti
bodi HI (Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah
Pada infeksi
pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari 1/20 dan akan
meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi pada infeksi kedua
atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut > 1/20 dan akan
meningkat dalam stadium rekovalensi sampai lebi9h dari pada 1/2560.
Apabila titer HI
pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam stadium
rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202)
Pada renjatan
yang berat maka diperiksa : Hb, PCV
berulangkali (setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda
perbaikan) faal haemostasis x-foto dada, elektro kardio gram, kreatinin serum.
2.2.6
DIAGNOSA BANDING
2.2.6.1
Belum / tanpa renjatan :
1.
Campak
2.
Infeksi bakteri / virus lain
(tonsilo faringitis, demam dari kelompok pnyakit exanthem, hepatitis,
chikungunya)
2.2.6.2
Dengan renjatan
1.
Demam tipoid
2.
Renjatan septik oleh kuman gram
negatif lain
2.2.6.3
Dengan perdarahan
1.
Leukimia
2.
Anemia aplastik
2.2.6.4
Dengan kejang
1.
Ensefalitis
2.
meningitis
2.2.7
PERNCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Pemberantasan
DBD seperti juga penyakit menular laibn didasarkan atas meutusan rantai
penularan, terdiri dari virus, aedes dan manusia. Karena sampai saat ini belum
terdapat vaksin yang efektif terdapat virus itu maka pemberantasan ditujukan
pada manusia terutama pada vektornya. (Soemarmo, 1998 ; 56)
Prinsip tepat
dalam pencegahan DHF (Sumarmo, 1998 ; 57)
1)
manfaatkan perubahan keadaan
nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan pada saat
hsedikit terdapatnya DHF / DSS
2)
memutuskan lingkaran penularan
dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan
kesempatan penderita veremia.
3)
Mengusahakan pemberantasan
vektor di pusat daerah pengambaran yaitu sekolah dan RS, termasuk pula daerah
penyangga sekitarnya.
4)
Mengusahakan pemberantasan
vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi
Menurut Rezeki
S, 1998 : 22,
Pemberantasan
penyakit DBD ini yang paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penularan
ditempat perindukannya dengan melakukan “3M” yaitu
1)
Menguras tempat – tampet
penampungan air secara teratur sekurang – kurangnya sxeminggu sekali atau
menaburkan bubuk abate ke dalamnya
2)
Menutup rapat – rapat tempat
penampung air dan
3)
Menguburkan / menyingkirkan
barang kaleng bekas yang dapat menampung air hujan seperti ® dilanjutkan di baliknya
2.2.8
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya
pengobatan pasien DBD bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344)
DBD ringan tidak
perlu dirawat, DBD sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila
orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan
penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan
gejala klinik pada hari 3-7 sakit ( Purnawan dkk, 1995 ; 571)
Indikasi rawat
tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994 ; 203) yaitu : panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena
panas, muntah, masukan kurang) atau kejang – kejang ; panas 3-5 hari disertai
nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet positif/negatif, kesakitan, Hb dan
Ht meningkat.
Sedangkan
penatalaksanaan DBD menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah
2.2.8.1
Grade I dan II
1.
Hiperpireksia (suhu 400C
atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik yang
dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan
Umur 6 – 12
bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari
Umur 1 – 5
tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari
Umur 5 – 10
tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
Umur 10 tahun
keatas : 250 mg, 4 kali sehari
2.
Terapi cairan
1)
infus cairan ringer laktat
dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < kh atau 50 ml /
kg BB / hari untuk anak dengan BB <
10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
2)
Untuk kasus yang menunjukan
gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya
ConversionConversion EmoticonEmoticon