Salam Sehat dan Harmonis

-----

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CEDERA OTAK SEDANG


 

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
CEDERA OTAK SEDANG + INTRA CEREBRAL HEMATOM FRONTAL DEXTRA + SUBDURAL HEMATOM TEMPORAL OCCIPITAL DEXTRA + EDEMA CEREBRI + HEMATOPNEUMOTHORAX DEXTRA + CONTUSIO PULMONUM DEXTRA + PNEUMO MEDIASTINUM DEXTRA DENGAN PEMASANGAN WSD DAN VENTILATOR MEKANIK
DI RUANG ICU GBPT RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA
PERIODE TANGGAL : 30 DESEMBER 2002 s/d 3 JANUARI 2003










DI SUSUN
OLEH :

SUBHAN
NIM 010030170 B





DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
PROGRAM STUSI S.1 ILMU KEPERAWATAN
SURABAYA
2002

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
CEDERA OTAK SEDANG + INTRA CEREBRAL HEMATOM FRONTAL DEXTRA + SUBDURAL HEMATOM TEMPORAL OCCIPITAL DEXTRA + EDEMA CEREBRI + HEMATOPNEUMOTHORAX DEXTRA + CONTUSIO PULMONUM DEXTRA + PNEUMO MEDIASTINUM DEXTRA DENGAN PEMASANGAN WSD DAN VENTILATOR MEKANIK
DI RUANG ICU GBPT RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA
PERIODE TANGGAL : 30 DESEMBER 2002 s/d 3 JANUARI 2003




Surabaya, 3 Januari 2003




Mahasiswa




Subhan
NIM. 010030170 B




Pembimbing Akademik                                                          Pembimbing Klinik




Harmayeti, SKp.                                                                   Titin Suprihatin, SST.
NIP :                                                                                       NIP : 140099523




Mengetahui
Kepala Ruang ICU GBPT




Hanna Trisnawati, SKM
NIP : 140070433

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA OTAK SEDANG + INTRA CEREBRAL HEMATOM FRONTAL DEXTRA + SUBDURAL HEMATOM TEMPORAL OCCIPITAL DEXTRA + EDEMA CEREBRI + HEMATOPNEUMOTHORAX DEXTRA + CONTUSIO PULMONUM DEXTRA + PNEUMO MEDIASTINUM DEXTRA DENGAN PEMASANGAN WSD DAN VENTILATOR MEKANIK


A.    Pengertian Cedera Kepala Sedang (COS):
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (Gernardli and Meany, 1996).
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila GCS : 9 – 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai “T”.

Cedera Kepala Sedang (COS):
- GCS 9 – 12
- Saturasi oksigen > 90 %
- Tekanan darah systale > 100 mm Hg
- Lama kejadian < 8 jam

B.     Intracerebral hematom (ICH)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural (Bajamal A.H , 1999).

C.    Pengertian Subdural hematom (SDH)
Secara definisi hematom subdural adalah hematom yang terletak dibawah lapisan duramater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari Bridging vein (paling sering), A/V cortical, Sinus venosus duralis. Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematom dibagi 3 meliputiSubdural hematom akut terjadi kurang dari 3 hari dari kejadian, Subdural hematom subakut terjadi antara 3 hari – 3 minggu, Subdural hematom kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu. Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi. Sedangkan pada pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent). Indikasi operasi menurut EBIC (Europebraininjuy commition) pada perdarahan subdural adalah Jika perdarahan tebalnya lebih dari 1 cm, Jika terdapat pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan sumber perdarahan. Bila ada edema serebri biasanya tulang tidak dikembalikan (dekompresi) dan disimpan subgalea. Prognose dari penderita SDH ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya penderita datang sampai dilakukan operasi, lesi penyerta di jaringan otak serta usia penderita, pada penderita dengan GCS kurang dari 8 prognosenya 50 %, makin rendah GCS, makin jelek prognosenya makin tua pasien makin jelek prognosenya adanya lesi lain akan memperjelek prognosenya.
Subdural hematom adalah terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam 48 jam – 2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan.
Gejala – gejalanya :
1). Nyeri kepala
2). Bingung
3). Mengantuk
4). Menarik diri
5). Berfikir lambat
6). Kejang
7). Udem pupil.

D.    Pengertian Epidural Hematom (EDH)
Epidural Hematom adalah hematom yang terletak antara durameter dan tulang, biasanya sumber pendarahannya adalah robeknya Arteri meningica media (paling sering), Vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), Vena emmisaria, Sinus venosus duralis. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yang dapat berupa Hemiparese/plegi, Pupil anisokor,Reflek patologis satu sisi. Adanya lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukkan lokasi dari EDH. Pupil anisokor/dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH sedangkan hemiparese/plegi lataknya kontralateral dengan lokasi EDH, sedangkan gejala adanya lucid interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat terjadi pada pendarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan dari prognosenya makin panjang lucid interval makin baik prognose penderita EDH (karena otak mempunyai kesempatan untuk melakukan kompensasi). Pada pemeriksaan radiologis CT Scan didapatkan gambaran area hiperdens dengan bentuk bikonvek diantara 2 sutura. Terjadinya penurunan kesadaran, Adanya lateralisasi, Nyeri kepala yang hebat dan menetap tidak hilang dengan pemberian anlgesia. Pada CT Scan jika perdarahan volumenya lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 CM atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan sumber perdarahan sedangkan tulang kepala dapat dikembalikan. Jika saat operasi tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan jika saat operasi didapatkan duramater yang tegang dan dapat disimpan subgalea. Pada penderita yang dicurigai adanya EDH yang tidak memungkinkan dilakukan diagnose radiologis CT Scan maka dapat dilakukan diagnostik eksplorasi yaitu “Burr hole explorations” yaitu membuat lubang burr untuk mencari EDH biasanya dilakukan pada titik- titik tertentu yaitu  Pada tempat jejas/hematom, pada garis fratur, pada daerah temporal, pada daerah frontal (2 CM didepan sutura coronaria), pada daerah parietal, pada daerah occipital. Prognose dari EDH biasanya baik, kecuali dengan GCS datang kurang dari 8, datang lebih dari 6 jam umur lebih dari 60 tahun (Bajamal A.H , 1999).

E.     Pengertian Edema serebri
Adalah penambahan air pada jaringan otak / sel – sel otak, pada kasus cidera kepala terdapat 2 macam edema serebri Edema serebri vasogenik, Edema serebri sitoststik (Sumarmo Markam et.al ,1999).
1. Edema serebri vasogenik
Edema serebri vasoganik terjadi jika terdapat robekan dari “ blood brain barrier” (sawar darah otak ) sehingga solut intravaskuler (plasma darah) ikut masuk dalam jaringan otak (ekstraseluler) dimana tekanan osmotik dari plasma darah ini lebih besar dari pada tekanan osmotik cairan intra seluler. Akibatnya terjadi reaksi osmotik dimana cairan intraseluler, yang tekanan osmotiknya lebih rendah akan ditarik oleh cairan ekstra seluler keluar dari sel melewati membran sel sehingga terjadi edema ekstra seluler sedangkan sel-sel otak mengalami pengosongan (“shringkage”) (Sumarmo Markam et.al ,1999).

2. Edema serebri sitostatik
Edema serebri sitostatik terjadi jika suplai oksigen kedalam jaringan otak berkurang (hipoksia) akibatnya terjadi reaksi anaerob dari jaringan otak (pada keadaan aerob maka metabolisme 1 mol glukose akan di ubah menjadi 38 ATP dan H2O). Sedangkan dalam keadaan anaerob maka 1 molekul glukose akan diubah menjadi 2 ATP dan H2O karena kekurangan ATP maka tidak ada tenaga yang dapat digunakan untuk menjalankan proses pompa Natrium Kalium untuk pertukaran kation dan anion antara intra selluler dan ekstraseluler dimana pada proses tersebut memerlukan ATP akibatnya Natrium (Na) yang seharusnya dipompa keluar dari sel menjadi masuk kedalam sel bersama masuknya natrium. Maka air (H2O) ikut masuk kedalam sel sehingga terjadi edema intra seluler (Sumarmo Markam et.al :1999). Gambaran CT Scan dari edema serebri Ventrikel menyempit, Cysterna basalis menghilang, Sulcus menyempit sedangkan girus melebar.
F.     Pengertian Pneumotorax
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).
Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps.


PATOFISIOLOGI
Cidera Kepala                                                             TIK  - Oedem
                                                                                            - Hematom
                                              Respon Biologi             Hypoxemia

                                                                                    Kelainan Metabolisme
Cidera Otak Primer                         Cidera Otak Sekunder
Komotio
Kontutio
Lateratio                                          Kerusakan Sel Otak ­


Gangguan Autoregulasi                  ­ Rangsangan Simpatis          Stress

Aliran Darah Keotak ¯                   ­ Tahanan Vaskuler                ­ Katekolamin
                                                        Sistemik & TD ­           ­ Sekresi Asam Lambung

O2 ¯ à Ggan Metabolisme           ¯ Tek. Pemb.Darah                 Mual, Muntah
                                                        Pulmonal

Asam Laktat ­                                ­ Tek. Hidrostatik              Asupan Nutrisi Kurang

Oedem Otak                                   Kebocoran Cairan Kapiler

Ggan Perfusi Jaringan                     Oedema Paru à Cardiac Out Put ¯
Cerebral
Difusi O2 Terhambat           Ggan Perfusi Jaringan

Gangguan Pola Napas à Hipoksemia, Hiperkapnea

Hubungan Cedera Kepala Terhadap Munculnya Masalah Keperawatan
































Cedera Kepala Primer
-Komotio, Kontutio, Laserasi Cerebral
 

Cedera Kepala Sekunder
-Hipotensi, Infeksi General, Syok, Hipertermi, Hipotermi, Hipoglikemi
 











Gangguan vaskuler serebral dan produksi prostaglanding dan peningkatan TIK
 






Nyeri Intracerebral
 



Dampak Langsung
 

Dampak Tidak Langsung
 










Text Box: Gangguan Seluruh Kebutuhan Dasar (Oksigenasi, Makan, Minum, Kebersihan Diri, Rasa Aman, Gerak, Aktivitas Dll






Gangguan Sel Glia / Gangguan Polarisasi
 










Text Box: Resiko Trauma

 




























Trauma dada
 
Patofisiologi


 

Mengenai rongga toraks sampai
rongga pleura, udara bisa masuk (pneumothorax)

Terjadi robekan Pembuluh Darah intercostal, pembuluh darah jaringan paru-paru.

Karena tekanan negative intrapleuraMaka udara luar akan terhisap masuk kerongga pleura (sucking wound)

Terjadi perdarahan :
(perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar diikuti kolaps kapiler kecil-kecil dan atelektasi)



Tahanan perifer pembuluh paru naik
(aliran darah turun)

-          Open penumothorax
-          Close pneumotoraks
-          Tension pneumotoraks

-      Ringan kurang 300 cc ® dipunksi
-      Sedang 300 - 800 cc ® dipasang drain
-      Berat lebih 800 cc ® torakotomi

Tek. Pleura meningkat terus

Mendesak paru-paru
(kompresi dan dekompresi),
pertukaran gas berkurang


-          Sesak napas yang progresif
-          (sukar bernapas/bernapas berat)
-          Bising napas berkurang/hilang
-          Bunyi napas sonor/hipersonor
-          Foto toraks gambaran udara lebih 1/4  dari rongga torak


-      Sesak napas yang progresif
-      Nyeri bernapas / pernafsan asimetris / adanya jejas atau trauma
-      Nyeri bernapas
-      Pekak dengan batas jelas/tak jelas.
-      Bising napas tak terdenga
-      Nadi cepat/lemah
-      Anemis / pucat
-      Poto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan


WSD/Bullow Drainage


-          Terdapat luka pada WSD
-          Nyeri pada luka bila untuk bergerak
-          Ketidak efektifan pola pernapasan
-          Inefektif bersihan jalan napas

-          Kerusakan integritas kulit
-          Resiko terhadap infeksi
-          Perubahan kenyamanan : Nyeri perawatan WSD harus diperhatikan. Gangguan mobilitas fisik
-          Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan Pergeseran mediatinum
Asuhan Keperawatan

1.    Pengkajian
a.      Pengumpulan data klien baik subyektif maupun obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.

b.      Identitas klien dan keluarga (penanngungjawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat golongan darah, penghasilan, hubungan klien dengan penanggungjawab.

c.      Riwayat kesehatan
Tingkat kesadaran / GCS < 15, convulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi secret pada saluran pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga serta kejang.
Riwayat penyakit dahulu barulah diketahui dengan baik yang berhubungan dengan sistem persyarafan maupun penyakit sistem – sistem lainnya, demikian pula riwayat penyakit keluarga yang mempunyai penyakit menular.

2.    Pemeriksaan Fisik
  1. B 1 :Breathing : Sistem Pernapasan /Respirasi
ò         Perubahan pola napas (apnea, hiperventilasi), napas berbunyi, stridor, ronchi dan wheezing.
ò         Sesak napas
ò         Nyeri, batuk-batuk.
ò         Terdapat retraksi klavikula/dada.
ò         Pengambangan paru tidak simetris.
ò         Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
ò         Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks (redup)
ò         Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
ò         Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
ò         Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
ò         Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.
Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho vesikuler.
Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya atelektasis, pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema) merupakan bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui sekresi di dalam trakeobronkial dan alveoli.
Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran napas dan peningkatan usaha napas)
Bentuk dada : Perubahan diameter anterior - posterior (AP) menunjukan adanya COPD
Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks, atau penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat.
Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-otot interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakan dinding dada.

Sputum.
Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan konsistensinya. Mukoid sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik dan astma bronkiale; sputum yang purulen (kuning hijau) biasa terjadi pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut; sputum yang mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC, dan kanker paru.

Selang oksigen
Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube, diperhatikan panjangnya tube yang berada di luar.

Parameter pada ventilator
Volume Tidal
Normal : 10 - 15 cc/kg BB.
Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan status ventilasi penurunan volume tidal secara mendadak menunjukan adanya penurunan ventilasi alveolar, yang akan meningkat PCO2. Sedangkan peningkatan volume tidal secara mendadak menunjukan adanya peningkatan ventilasi alveolar yang akan menurunkan PCO2.
Kapasitas Vital : Normal 50 - 60 cc / kg BB
Minute Ventilasi
Forced expiratory volume
Peak inspiratory pressure

  1. B 2 : Bleeding : Sistem Kardiovaskuler
ò         Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.
ò         Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
ò         Takhikardia, lemah
ò         Pucat, Hb turun /normal.
ò         Hipotensi.

  1. Irama jantung  : Frekuensi .........x/m, reguler atau irreguler
  2. Distensi Vena Jugularis
  3. Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan ventilator
  4. Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
·         S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi akibat penutupan katup      mitral dan trikuspid.
·         S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat penutupan katup pulmonal dan katup aorta.
·         S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya dilatasi ventrikel.
Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya terdengar pada pasien gangguan katup atau CHF.
  1. Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
  2. Nadi perifer  : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia dapat terjadi akibat adanya hipoksia miokardial.
  3. PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada interkostal ke lima kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi menunjukan adanya pembesaran ventrikel pasien hipoksemia kronis.
  4. Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.

  1. B 3 : Brain : Sistem Persyarafan/Neurologik
ò         S    : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan pengecapan / pembauan. Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda.
ò         O   : Perubahan kesadara, koma.
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi) perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi, desebrasi), kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan. Wajah menyeringai, merintih.

1.      Tingkat kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat terjadi akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan menurunkan sirkulasi cerebral.
Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala pengkuran yang disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
GCS memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien terhadap lingkungan. Komponen yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata, respon motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien adalah jumlah  nilai-nilai dari ketiga komponen tersebut. Seperti terlihat pada tabel berikut.
RESPON
KETERANGAN
NILAI
Buka mata (Eye)
·  Spontan
·  Terhadap panggilan
·  Terhadap nyeri
·  Tak berespon
E 4
E 3
E 2
E 1
Respon Motorik terbaik
·  Sesuai perintah
·  Melokalisasi
·  Menarik
·  Fleksi abnormal
·  Ekstensi
·  Tak berespon
M 6
M 5
M 4
M 3
M 2
M 1
Respon  Verbal
·  Orientasi
·  Bingung
·  Pembicaraan kacau
·  Pengeluaran bunyi-  bunyian  yang tidak mengandung arti.
·  Tak berespon
V 5
V 4
V 3

V 2

V 1

2.      Orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu
3.      Sensorik- motorik pada ekstremitas.
4.      Refleks pupil :
Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri)
Ukuran pupil (kanan dan kiri; 2-6mm)
Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh : stress/takut, cedera neurologis penggunaan atropta, adrenalin, dan kokain. Dilatasi pupil pada pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat hipoksia cerebral.
Kontraksi pupil dapat disebabkan oleh kerusakan batang otak, penggunaan narkotik, heroin.

  1. B 4 : Bladder : Sistem Perkemihan – Eliminasi Uri/Genitourinaria.
ò         O   : bab / bak inkontinensia / disfungsi..

Kateter urin
Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
Distesi kandung kemih

  1. B 5 : Bowel : Sistem Pencernaan – Eliminasi Alvi/Gastrointestinal
ò         S    : Mual, muntah, perubahan selera makan
ò         O   : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).

Rongga mulut
Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.

Bising usus
Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.

Distensi abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui dengan memeriksa adanya gelombang air pada abdomen. Distensi abdomen dapat juga terjadi akibat perdarahan yang disebabkan karena penggunaan IPPV. Penyebab lain perdarahan saluran cerna pada pasien dengan respirator adalah stres, hipersekresi gaster, penggunaan steroid yang berlebihan, kurangnya terapi antasid, dan kurangnya pemasukan makanan.

Nyeri
Dapat menunjukan adanya perdarahan gastriintestinal
Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya
Mual dan muntah.

  1. B 6 : Bone : Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
ò         Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah dalam berjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
ò         Trauma / injuri kecelakaan
ò         Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus otot hilang kekuatan paralysis, demam,perubahan regulasi temperatur tubuh.
ò         Kemampuan sendi terbatas.
ò         Ada luka bekas tusukan benda tajam.
ò         Terdapat kelemahan, lelah, kaku dan hilang keseimbangan.
ò         Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibatpenurunan aliran darah portal akibat dari penggunaan FRC dalam jangka waktu lama.
Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas terlihat,. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam, infeksi. Pada pasien yang menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat gangguan pembersihan jalan napas dan suktion yang tidak steril.
Integritas kulit
Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus

  1. Sistem Endokrine :
ò         Terjadi peningkatan metabolisme.
ò         Kelemahan.

  1. Psiko Sosial / Interaksi.
ò         S    : Perubahan tingkah laku / kepribadian
ò         O   : Mudah tersinggung, bingung, depresi dan impulsive
Afasia, distarsia
Tingkat kecemasan:
ò         Kecemasan pada pasien dengan menggunakan respirator dapat terjadi akibat tindakan intubasi, penggunaan respirator dan kebisingan yang dihasilkan oleh alat-alat disekitar pasien.

ò         Pola komunikasi (hambatan dalam komunikasi): gangguan komunikasi pada pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat tindakan inkubasi.

  1. Spiritual :
ò         Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
ò         Kebutuhan dalam melakukan ibadah atau dukungan keluarga dalam doa kepada Tuhan YME sangat dibutuhkan selama sakit / pemasangan ventilator dengan tujuan mengurangi kecemasan atau rasa takut yang berlebihan.

3.    Pemeriksaan penunjang
·        CT- Scan ( dengan tanpa kontras )
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak.
·        MRI
-         Digunakan sama dengan CT – Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
·        Cerebral Angiography
-         Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
·        Serial EEG
-         Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
·        X – Ray
-         Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
·        BAER
-         Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
·        PET
-         Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.
·        CFS
-         Lumbal punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
·        Kadar elektrolit
-         Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intrakranial.
·        Screen Toxicologi
-         Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
·        X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
-         Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
-         Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

·        Analisa Gas Darah (AGD / Astrup)
-         Analisa gas darah (AGD / Astrup) adalah salah satu test diagnostik untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam basa.
-         Komponen yang terdapat dalam pemeriksaan AGD adalah pH, PCO2, PO2, saturasi O2, BB (Buffer Base), BE (Base Excess)
-         Komposisi yang terdapat dalam pemeriksaan AGD / Astrup dan nilai normalnya.
KOMPOSISI
NILAI NORMAL
pH
P O2
Saturasi O2
P CO2
HCO3
Base Excess (BE)
7,40 (7,35 - 7,45)
80 - 100
95 %
35 - 45
22 - 26 m Eq / L
-2 + 2

Untuk menilai hasil pemeriksaan AGD/Astrup, sebelumnya harus memahami arti dari komponen tersebut.

pH menunjukan konsentrasi ion hidrogen yang terdapat dalam plasma darah.
pH =  - log (HCO3) = 0103 x Pa CO2
                 (H2CO3)
Dari rumus dia atas dapat dilihat bahwa pH sangat dipengaruhi oleh kadar HCO3 dan PCO2.

PaCO2 adalah tekanan yang ditimbulkan oleh CO2 yang terlarut dalam darah. PaCO2 dapat digunakan sebagai parameter cukup atau tidaknya ventilator alveolar. PaCO2 rendah disebut dengan hipokapnia, berarti terjadi hiperventilasi akibat rangsangan pernapasan. PaCO2 tinggi disebut hiperkapnia, berarti terjadi kegagalan ventilasi alveolar (hipoventilasi). Pada awal peningkatan PaCO2 sistem pernapasan akan terangsang untuk menurunkan PaCO2 tersebut. Sebaliknya, jika PaCO2 sangat tinggi justru akan menekan sistem pernapasan.

T CO2 = Total CO2
T CO2 adalah jumlah CO2 total yang terdapat dalam plasma.

Buffer Base (B.B)
Buffer Base adalah konsentrasi dapar anion yang terdapat dalam darah. Perlu diingat bahwa perubahan BB, menunjukan adanya gangguan metabolik non-respirasi (bukan respirasi). Dengan kata lain, nilai BB tidak dipengaruhi oleh PCO2 dan perubahannya secara langsung menunjukan jumlah asam atau basa yang menyebabkan perubahan tersebut.

Base Excess (BE)
Base Excess (BE) atau base deficit, menggambarkan secara langsung jumlah dalam mEq/L. kelebihan basa (kekurangan asam) atau kekurangan basa (kelebihan asam). Nilai positif menggambarkan kelebihan basa, sementara nilai negatif menggambarkan kekurangan basa.

·        Tekanan Vena Central = CVP (Central Vena Pressure)
CVP merupakan suatu pengukuran terhadap tekanan pada atrium kanan dan vena cava.

CVP dapat memberikan informasi tentang :
·         Volume darah
·         Keefektifan pompa jantung
·         Tonus vaskuler

Tekanan pada atrium kanan biasanya berkisar antara 0 -4 cm H2O; sedangkan tekanan pada vena cava berkisar antara 4 - 11 cm H2O.
CVP yang rendah dapat menunjukan adanya :
·         Penurunan volume darah
·         Gagal jantung

Hasil penilaian CVP harus selalu dikaitkan dengan keadaan klinis pasien seperti :
·         Tekanan darah
·         Nadi
·         Respirasi
·         Suara napas dan jantung
·         Pemasukan cairan
·         Pengeluaran urine

Pada pasien yang memiliki fungsi paru dan jantung yang normal, perubahan CVP dapat menjadi petunjuk tentang volume darah. Pembacaan kurang dari 4 biasanya menunjukan adanya hipovolemik, sedangkan pembacaan lebih dari 11 menunjukan adanya overhidrasi (kelebihan cairan) atau gagal jantung.
Kesalahan pembacaan CVP dapat terjadi jika ada trombosis vena, perubahan tekanan intra thorak dan peningkatan tekanan abdomen. “ Positif Pressure Breathing” dapat meningkatkan CVP sebesar 2 cm H2O.
-         Mendeteksi keradangan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intra cranial.
-         Pa Co2 kadang-kadang menurun.
-         Pa O2 normal / menurun.
-         Saturasi O2 menurun (biasanya).
-         Hb mungkin menurun (kehilangan darah).

d.     Penatalaksanaan
1.     Konservatif :
-         Bedres total
-         Pemberian obat – obatan
a.      Antibiotika.
b.      Analgetika.
c.      Expectorant.
-         Observasi tanda–tanda vital ( GCS dan tingkat kesadaran).
-         Bila pneumotoraks < 30% atau hematotorax ringan (300cc) terapi simtomatik, observasi.
-         Bila pneumotoraks > 30% atau hematotorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dianjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
-         Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
-         Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

2.     Bullow  Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a.      Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks.

b.      Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.

c.       Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga  "mechanis of breathing" tetap baik.

Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a.      Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b.      Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c.      Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
-            Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
-            Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.

d.     Mendorong berkembangnya paru-paru.
ò        Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
ò        Latihan napas dalam.
ò        Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
ò        Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

e.      Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.

f.       Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
ò        Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
ò        Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.

g.      Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1)   Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2)   Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
3)   Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4)   Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
5)   Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
6)   Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.

h.      Dinyatakan berhasil, bila :
a.       Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b.      Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c.       Tidak ada pus dari selang WSD.

3.     Pengertian Ventilator.
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.

Kriteria Pemasangan Ventilator
Menurut Pontopidan seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik (ventilator) bila :
A Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.
A Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
A PaCO2 lebih dari 60 mmHg
A AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
A Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.

Prioritas Masalah :
1).   Memaksimalkan perfusi / fungsi otak
2).   Mencegah komplikasi
3).   Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal.
4).   Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5).   Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana, pengobatan dan rehabilitasi.

Tujuan :
1).   Fungsi otak membaik, defisit neurologis berkurang/ tetap
2).   Komplikasi tidak terjadi
3).   Kebutuhan sehari – hari dapat terpenuhi sendiri atau dibantu oleh orang lain
4).   Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5).   Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.


Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien yang menggunakan respirator adalah :
1.         Tidak efektifaan pola pernapasan berhubungan dengan depresi pada pusat pernapasan di otak, kelemahan otot-otot pernapasan, ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.
2.         Tidak efektif kebersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sputum, peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan, adanya jalan napas buatan pada trakea, ketidakmampuan batuk/batuk efektif.
3.         Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4.         Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan edema pada otak.
5.         Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.
6.         Gangguan komunikasi verbal, berhubungan dengan terpasangnya endotrakeal / trakheostomy tube dan paralisis / kelemahan neuromuskuler.
7.         Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
8.         Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (Soporous koma)
9.         Cemas / takut berhubungan dengan krisis situasional; ancaman terhadap konsep diri, takut mati/ketergantungan pada alat bantu/perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran, hubungan interpersonal/penularan
10.     Kecemasan keluarga berhubungan dengan keadaan yang kritis pada pasien.
11.     Kurang pengetahuan berhubungan dengan misinterpretasi informasi, tidak mengenal sumber-sumber informasi, ketegangan akibat krisis situasional.
12.     Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
13.     Resiko gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasai, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
14.     Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penggunaan alat bantu napas (respirator)
15.     Resiko perubahan membran mukosa mulut berhubungan dengan ketidakmampuan menelan cairan melalui oral, adanya tube dalam mulut, kurang/menurunnya salivasi, tidak efektifnya kebersihan mulut.
16.     Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem pertahanan primer (cedera pada jaringan paru, penurunan aktifitas cilia), malnutrisi, tindakan invasif.
17.     Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
18.     Resiko Kolaboratif : Atelektasis dan Pergeseran Mediatinum.

G.    Intevensi Keperawatan :
1.      Ketidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengan depresi pusat pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.

Tanda dan gejala yang terlihat :
·         Takipnea / brandipnea pada saat dilepaskan dari ventilator
·         Perubahan kedalaman pernapasan
·         Dispnea
·         Penurunan kapasitas vital paru
·         Sianosis
·         Cemas, “restlessness”

Tujuan :
·         Pola napas kembali efektif

Kriteria hasil :
ò        Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
ò        Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
ò        Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Rencana Tindakan:
INTERVENSI
RASIONAL
INDEPENDENT

Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1)      Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.


2)      Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
3)      Observasi gelembung udara botol penempung.






4)      Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
5)      Catat karakter/jumlah drainage selang dada.


1)      Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2)      Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
3)      gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4)      Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5)      Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
Hindari selang dari penyumbatan, seperti; selang terlipat atau penunpukan cairan. Selang drainage dapat diletakan didepan pasien atau dibelakang ventilator.
Lipatan pada selang mencegah dan meningkatkan  tekanan jalan napas. Cairan mencegah distribusi oksigen dan menjadi tempat berkembang biaknya bakteri.
Periksalah alarm pada ventilator sebelum difungsikan. Jangan mematikan alarm.
Ventilator yang memiliki alarm yang bisa dilihat dan didengar, misalnya; alarm kadar oksigen, tinggi/rendahnya tekanan oksigen.
Taruhlah kantung resusitasi disamping tempat tidur dan manual ventilasi untuk sewakaktu-waktu dapat digunakan.
Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat berguna untuk mempertahankan fungsi pernapasan jika terjadi gangguan pada alat ventilator secara mendadak.
Bantulah pasien untuk mengontrol pernapasan jika ventilator tiba-tiba berhenti.
Melatih pasien untuk mengatur napas seperti napas dalam, napas pelan, napas perut, pengaturan posisi, dan tehnik relaksasi dapat membantu memaksimalkan fungsi dari sistem resopiratoria.
KOLABORASI

Perhatikan letak dan fungsi ventilator secara rutin.
Pengecekan konsentrasi oksigen, memeriksa tekanan oksigen dalam tabung, monitor manometer untuk menganalisa batas / kadar oksigen.
Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg). Periksa fungsi spirometer.
Memperhatikan letak dan fungsi ventilator sebagai kesiapan perawat dalam memberikan tindakan pada penyakit primer, setelah menilai hasil diagnostik, dan me- nyediakan sebagai cadangan.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.
ò        Pemberian antibiotika.
ò        Pemberian analgetika.
ò        Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain unutk engevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.


2.      Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan adanya jalan napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tanda dan gejala yang terlihat :
·         Perubahan kecepatan atau kedalaman pernapasan
·         Sianosis
·         Bunyi napas abnormal
·         Cemas / “restlessness”
Tujuan:
·         Meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan napas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi.
Kriteria hasil :
ò        Bunyi napas terdengar bersih.
ò        Ronchi tidak terdengar.
ò        Tracheal tube bebas sumbatan.
ò        Menunjukkan batuk yang efektif.
ò        Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
ò        Klien nyaman.
ò        Identifikasi kemungkinan terjadinya infeksi dan tentukan recana tindakannya.
Rencana Kperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
INDEPENDENT
Kaji keadaan jalan napas
Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan muskus, perdarahan, brochospasme, dan atau posisi dari trakeostomy/endotrakeal tube yang berubah.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada kedua paru (bilateral)
Pergerakan dada yang simetris dengan suara napas yang keluar dari paru-paru menandakan jalan napas tidak terganggu. Saluran napas bagian bawah tersumbat dapat terjadi pada pnemonia / atelektasis akan menimbulkan perubahan suara napas sepeti ronchi atau wheezing.
Monitor letak / posisi endotrakeal tube. Beri tanda batas bibir.
Lekatkan tube secara hati-hati dengan memakai perekat khusus.
Mohon bantuan perawat lain ketika memasang dan mengatur posisi tube.
Endotrakeal tube dapat saja masuk ke dalam bronchus kanan, menyebabkan obstruksi jalan napas ke paru-paru kanan dan mengakibatkan pasien mengalami pnemothorak
Catat adanya batuk, bertambahnya sesak napas, suara alarm dari ventilator karena tekanan yang tinggi, pengeluaran sekret melalui endotrakeal / trakheostomy tube, bertambahnya bunyi ronchi.
Selama intubasi pasien mengalami refleks batuk yang tidak efektif, atau pasien akan mengalami kelemahan otot-otot pernapasan (neuromuskuler / neurosensoris), keter- lambatan untuk batuk. Semua pasien tergantung alternatif yang dilakukan seperti mengisap lendir dari jalan napas.
Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan, batasi durasi pengisapan dengan 15 detik atau lebih. Gunakan cateter pengisap yang sesuai, cairan fisiologis steril. Berikan oksigen 100 % sebelum dilakukan pengisapan dengan ambubag (hiperventilasi)
Pengisapan lendir tidak selama dilakukan terus-menerus, dan durasinyapun dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.
Diameter kateter pengisap tidak boleh lebih dari 50 % diameter endotrakeal / trakheostomy tube untuk mencegah hipoksia
Dengan membuat hiperventilasi melalui pemberian oksigen 100% dapat mencegah terjadinya atelektasis dan mengurangi terjadinya hipoksia.
Anjurkan pasien mengenai tehnik batuk selama pengisapan , seperti; waktu bernapas panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi.
Batuk yang effektif dapat mengeluarkan sekret dari saluran napas.
Atur / rubah  posisi secara teratur (tiap 2 jam)
Mengatur  pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi resiko atelektasis.
Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan.
Membantu pengenceran sekret, memper- mudah pengeluaran sekret.
Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
Lakukan pernapasan diafragma.
Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
Lakukan napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut
KOLABORASI

Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.
òPemberian expectoran.
òPemberian antibiotika.
òFisioterapi dada.
òKonsul photo toraks.
Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi, seperti; postural drainage, perkusi / penepukan.
Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran sekret.
Berikan obat-obat bronkhidilator sesuai indikasi, seperti; aminophilin, meta- proterenol sulfat (alupent), adoetharine hydrochloride (bronkosol).
Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena relaksasi muscle / bronchospasme.
Bantu pasien selama dilakukan fiberoptic bronchoscopy jika diperlukan.
Dapat dilakukan untuk mengeluarkan sekret atau sisa-sisa mukus.


3.      Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
ò        Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
ò        Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
ò        Pasien tidak gelisah.
INTERVENSI
RASIONAL
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.

Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.


Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.


Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

4.      Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penggunaan alat bantu napas (respirator)

Tanda dan gejala
·         Belum ada karena masih bersifat potensial

Tujuan:
·         Tidak ada tanda-tanda udema perifer / paru-paru
Kriteria
·         Pasien dapat menunjukan tekanan darah, berat badan, nadi, intake dan output dalam batas normal

Rencana Keperawatan:

INTERVENSI
RASIONAL
INDEPENDENT
Pertahankan secara ketat intake dan output

Untuk mencegah dan mengidentifikasi secara dini terjadi kelebihan cairan
Hitunglah jumlah IWL melalui respirasi dan jumlah humidifikasi yang digunakan
Untuk dapat menetapkan keakuratan dari intake dan output
Timbang berat badan setiap hari
Peningkatan berat badan merupakan indikasi berkembangnya atau bertambahnya edema sebagai manifestasi dari kelebihan cairan.
Kaji dan observasi suara napas, vocal fremitus, hasil thorak foto.
Adanya ronchi basah, vocal fremitus menandakan adanya edema paru-paru.
Monitor tanda vital, seperti; Tekanan darah, nadi.
Kekurangan cairan dapat menunjukan gejala peningkatan nadi, dan tekanan darah menurun.
Catatlah perubahan turgor kulit, kondisi mukosa mulut, dan karakter sputum.
Penurunan cardiak out put berpengaruh pada perfusi fungsi otak. Kekurangan cairan selalu diidentifikasikan dengan turgor kulit berkurang, mukosa mulut kering, dan sekret yang kental.
Hitunglah jumlah cairan yang masuk dan keluar.
Memberikan informasi tentang keadaan cairan tubuh secara umum untuk mempertahankannya tetap seimbang.
KOLABORASI
Berikan cairan perinfus jika diindikasikan

Mempertahankan volume sirkulasi dan tekanan osmotik.
Monitor kadar elektrolit jika diindikasikan
Elektrolit, khususnya potasium dan sodium dapat berkurang jika pasien mendapatkan diuretika.


5.      Gangguan komunikasi verbal, sehubungan dengan terpasangnya endotrakeal / trakheostomy tube dan paralisis / kelemahan neuromuskuler.
Tanda dan Gejala ;
·         Tidak mampu berbicara
Tujuan
·         Membuat tehnik /metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan.
Rencana Keperawatan:
INTERVENSI
RASIONAL
INDEPENDENT
Kaji kemampuan pasien untuk ber- komunikasi

Berbagai macam alasan untuk menunjang selama pemasangan ventilator sangat bervariasi seperti; pasien dapat memberi isarat dan menggunakan tulisan (misalnya: pasien COPD dengan kemampuan yang kurang) atau kelemahan, comatosa, atau paralisis. Komunikasi dengan pasien ini bersifat individual.

Menentukan cara-cara komunikasi, seperti; mempertahankan kontak mata, pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, menggunakan kertas dan pensil/bollpoin, gambar atau papan tulis; bahasa isarat, perjelas arti dari komunikasi yang disampaikan.
Mempertahankan kontak mata akan membuat pasien interes selama komunikasi; Jika pasien dapat menggerakkan kepala, mengedipkan mata, atau senang dengan isarat-isarat sederhana, lebih baik dengan menggunakan pertanyaan ya / tidak.
Kemampuan menulis  kadang-kadang me- lelahkan pasien, selain itu dapat meng- akibatkan frustasi dalam upaya memenuhi kebutuhan komunikasi. Keluarga dapat bekerja sama  untuk membantu memenuhi kebutuhan pasien.
Pertimbangkan bentuk komunikasi bila terpasang intrvenus cateter
Intravenos cateter yang terpasang di tangan akan mengurangi kebebasan menulis/me- beri isarat.
Letakan bel/lampu panggilan ditempat yang mudah dijangkau, dan berikan penjelasan cara menggunakannya. Jawab panggilan tersebut dengan segera. Penuhi kebutuhan pasien. Katakan kepada pasien bahwa perawatan siap membantu jika dibutuhkan
Ketergantungan pasien pada ventilator akan lebih baik dan rilek, perasaan aman, dan mengerti bahwa selama menggunakan ventilator, perawat akan memenuhi segala kebutuhannya.
Buatlah catatan di kantor perawatan tentang keadaan pasien yang tak dapat berbicara.
Mengingatkan staff perawatan untuk berespon dengan pasien selama memberikan perawatan.
Anjurkan keluarga/orang lain yang dekat dengan pasien untuk berbicara dengan pasien, memberikan informasi tentang keluarganya dan keadaan yang sedang terjadi.
Keluarga/SO dapat merasakan akrab dengan pasien berada dekat pasien selama berbicara,  dengan pengalaman ini dapat membantu / mempertahankan kontak nyata seperti merasakan kehadiran anggota keluarga yang dapat mengurangi perasaan kaku / janggal.
KOLABORASI
Evaluasi kebutuhan komunikasi (berbicara) selama memakai trakheostomi tube.
Pasein dengan pengetahuan dan ketrampilan yang adekuat memiliki kemapuan untuk menggerakan trakeostomy tube bila berbicara.


6.      Cemas / takut berhubungan dengan krisis situasional; ancaman terhadap konsep diri, takut mati/ketergantungan pada alat bantu/perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran, hubungan interpersonal/penularan

Tanda dan gejala :
·         Ketegangan ekspresi wajah
·         Merasa tidak mampu
·         Berfokus pada diri sendiri/pandangan negatif tentang diri sendiri
·         Mengungkapkan kekawatirannya tentang perubahan
·         Insomania : “restlessness”

Tujuan
Kriteria :
·         Pasien mampu menggungkapkan perasaan yang kaku cara-cara yang sehat kepada perawat
·         Pasien dapat mendemonstrasikan ketrampilan pemecahan masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
·         Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar
·         Pasien dapat rileks dan tidur /istirahat dengan baik.

Rencana Keperawatan:

INTERVENSI
RASIONAL
INDEPENDENT
Identifikasi persepsi pasien untuk menggambarkan tindakan sesuai situasi.

Menegaskan batasan masalah individu dan pengaruhnya selama diberikan intervensi.
Monitor respon fisik, seperti; kelemahan. perubahan tanda vital, gerakan yang berulang-ulang, Catat kesesuaian respon verbal dan nonverbal selama komunikasi
Digunakan dalam mengevaluasi derajat/ tingkat kesadaran / konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
Anjurkan pasien atau SO untuk meng -ungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya
Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan.
Akuilah situasi yang membuat cemas dan takut.
Hindari perasaan yang tak berarti seperti mengatakan semuanya akan menjadi baik.
Mengvalidasi situasi yang nayata tanpa mengurangi pengaruh emosional. Berikan kesempatan bagi pasien/SO untuk menerima apa yang tejadi pada dirinya serta mengurangi kecemasan.
Identifikasi/kaji ulang bersama pasien/SO tindakan pengaman yang ada, seperti : kekuatan dan suplai oksigen, kelengkapan suction emergency. Diskusikan arti dari bunyi alarm.
Membesarkan/menetramkan hati pasien untuk membantu menghilangkan cemas yang tak berguna, mengurangi konsentrasi yang tidak jelas dan menyiapkan rencana sebagai respon dalam keadaan darurat.
Catat reaksi dari SO. Berikan kesempatan untuk mendiskusikan perasaannya/ konsentrasinya, dan harapan  masa depan
Anggota keluarga dengan responnya pada apa yang terjadi, dan kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien.
Identifikasi kemampuan koping pasien/SO sebelumnya dan mengontrol penggunaannya.
Memfokuskan perhatian pada kemampuan sendiri dapat meningkatkan pengertian dalam penggunaan koping.
Demonstrasikan/anjurkan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi, seperti; mengatur pernapasan, menuntun dalam berhayal, relaksasi progresif.
Pengaturan situasi yang aktif dapat me- ngurangi perasaan tak berdaya.
Anjurkan aktifitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu, seperti; menulis, nonton TV dan ketrampilan tangan.
Sejumlah ketrampilan baik secara sendiri maupun dibantu selama pemasangan ventilator dapat membuat pasien merasa berkualitas dalam hidupnya.
KOLABORASI
Rujuk ke bagian lain guna penangan selanjutnya.

Mungkin dibutuhkan untuk membantu jika pasien /SO tidak dapat mengurangi cemas atau ketika pasien membutuhkan alat yang lebih canggih.


7.      Resiko perubahan membran mukosa mulut berhubungan dengan ketidakmampuan menelan cairan melalui oral, adanya tube dalam mulut, kurang/menurunnya salivasi, tidak efektifnya kebersihan mulut.

Tanda dan gejala :
·         mukosa mulut kering
·         bibir pecah-pecah
·         lidah kotor

Tujuan
·         Mencatat dan memperlihatkan adanya pengurangan gejala.
·         Mengidentifikasikan intervensi secara spesifik untuk menjaga kebersihan mukosa mulut.

Rencana Keperawatan:

INTERVENSI
RASIONAL
INDEPENDENT
Lakukan pengamatan rongga mulut, gigi, luka pada gusi, perdarahan secara rutin.

Identifikasi masalah dengan cepat dapat memberikan tindakan/pencegahan dengan tepat.
Lakukan perawatan mulut secara rutin atau jika diperlukan, khususnya pasien dengan intubasi tube, seperti; menyikat gigi dengan sikat gigi yang lembut, atau menyeka dengan kain basah.
Mencegah kekeringan/lecet pada membran mukosa dan mengurangi medium tempat perkembangan bakteri. Membuat perasaan enak/nyaman.
Berikan salep pelindung bibir dan minyak pelumas mulut.
Mempertahankan kelembaban dan mencegah kekeringan.
Rubah posisi endhotrakeal tube secara teratur  sesaui jadwal
Mengurangi resiko perlukaan pada bibir dan mukosa mulut.


8.      Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.
Tanda dan gejala:
·         Kehilangan berat nadan
·         Keengganan untuk makan
·         Mengeluh mengalami perubahan rasa
·         Penurunan tonus otot mulut
·         Peradangan pada rongga mulut
·         Hilangnya/hiperaktifnya bising usus
Tujuan
Pasien dapat:
·         Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
·         Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium
Rencana Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
INDEPENDENT
Evaluasi kemampuan makan pasien
Pasien dengan trakheostomy mungkin sulit untuk makan, tetapi pasien dengan endotrakeal tube dapat menggunakan mag slang atau memberi makanan parenteral
Observasi  / timbang berat badan jika memungkinkan.
Tanda kehilangan berat badan (7 - 10 %) dan kekurangan intake nutrisi menunjang terjadinya masalah katabolisma, kandungan glikogen dalam otot dan kepekaan terhadap pemasangan ventilator.
Monitor keadaan otot yang menurun dan kehilangan lemak subkutan
Menunjukan indikasi kekurangan energy otot dan mengurangi fungsi otot-otot pernapasan.
Catat pemasukan per oral jika diindikasikan. Anjurkan pasien untuk makan.
Nafsu makan biasanya berkurang dan nutrisi yang masukpun berkurang. Menganjurkan pasien memilih makanan yang disenangi dapat dimakan (bila sesuai anjuran)
Berikan makanan kecil dan lunak
Mencegah terjadinya kelelahan, memudah- kan masuknya makanan, dan mencegah gangguan pada lambung.
Kajilah fungsi sistem gatrointestinal, yang melipitu; suara bising usus, catat terjadi perubahan di dalam lambung seperti mual, muntah. Observasi perubahan pergerakan usus, misalnya ; diare, konstipasi.
Fungsi sistem gastrointestinal sangat pengting untuk memasukan makanan. Ventilator dapat memnyebabkan kembung pada lambung dan perdarahan lambung.
Anjurkan pemberian cairan 2500 cc/ hari selama tidak terjadi gangguan jantung.

Mencegah terjadinya dehidrasi akibat penggunaan ventilator selama tidak sadar dan mencegah terjadinya konstipasi.
KOLABORASI
Aturlah diet yang diberikan sesuai keadaan pasien.
Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat sangat diperlukan selama pemasangan ventilator untuk mempertahankan fungsi otot-otot respirasi. Karbohidrat dapat berkurang dan penggunaan lemak meningkat untuk mencegah terjadinya produksi CO2 dan pengaturan sisa respirasi.
Lakukan pemeriksaan laboratorium yang diindiksikan, seperti; serum, trnsferin, BUN/ Creatine dan glukosa
Memberikan informasi yang tepat tentang keadaan nutrisi yang dibutuhkan pasien.


9.      Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem pertahanan primer (cedera pada jaringan paru, penurunan aktifitas cilia), malnutrisi, tindakan invasif.

Ditandai oleh :
·         Belum ada tanda dan gejala karena potensial
Tujuan
·         Individu mengenal faktor-faktor resiko
·         Mengenal tindakan pencegahan/mengurangi faktor resiko infeksi
Menunjukan / mendemonstrasikan tehnik-tehnik untuk meningkatkan lingkungan yang aman
Rencana Keperawatan:
INTERVENSI
RASIONAL
INDEPENDENT
Catat faktor-faktor resiko untuk terjadinya infeksi.

Intubasi, penggunaan ventilator yang lama, kelemahan umum, malnutrisi merupakan faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya infeksi dan penyembuhan yang lama.
Observasi warna, bau, dan karakteristik sputum. Catat drainase disekitar daerah trakeostomy.
Kurangi faktor resiko infeksi nokosomial seperti; cuci tangan sebelum dan seseudah melaksanakan tindakan keperawatan. Pertahankan tehnik suction secara steril
Kuning / hijau, bau sputum yang purulen merupakan indikasi infeksi. Sputum yang kental dan sulit dikeluarkan menunjukan adanya dehidrasi. Faktor-faktor ini nampak sederhana, tetapi sangat penting sebagai pencegahan terjadinya infeksi nokosomial.
Bantu latihan napas dalam, batuk efektif dan ganti posisi secara berkala
Memaksimalkan ekspansi paru dan pengeluaran sekresi untuk mencegah ateletaksis dan akumulasi dan kekentalan sekret.
Auskultasi suara napas
Adanya ronchi atau wheezing menunjukan adanya sekresi yang tertahan, yang memerlukan ekspsktoran / suction.
Monitor / batasi kunjungan. Menghindari kontak dengan orang yang menderita infeksi saluran napas atas.
Individu dengan infeksi saluran napas atas, meningkatkan resiko berkembangnya infeksi.
Anjurkan pasien untuk membuang sputum dengan tepat seperti dengan tissue dan ganti balutan trakeostomy yang kotor.
Mengurangi penularan organisme melalui sekresi/sputum
Lakukan tehnik isolasi sesuai indikasi
Sesuai dengan diagnosa yang spesifik harus memperoleh perlindungan  infeksi orang lain seperti TBC
Pertahankan hidrasi dan nutrisi yang adekuat. Berikan cairan 2500 cc sesuai toleransi cardiak.
Membantu meningkatkan daya tahan tubuh dari penyakit dan mengurangi resiko infeksi akibat sekresi yang stasis.
Bantu perawatan diri dan keterbatasan aktifitas sesuai toleransi. Bantu program latihan.
Menunjukan kemampuan secara umum dan kekuatan otot dan merangsang pengembalian sistem imun
KOLABORASI
Periksa sputum kultur sesuai indikasi
Mungkin dibutuhkan untuk mengidentifikasi patogen dan pemberian antimikroba yang sesuai
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Satu atau beberapa agent diberikan tergantung dari sifat patogen dan infeksi yang terjadi.


10.  Kurang pengetahuan berhubungan dengan misinterpretasi informasi, tidak mengenal sumber-sumber informasi, ketegangan akibat krisis situasional.

Tanda dan gejala :
·         Bertanya tentang perawatan
·         Meminta informasi
·         Menolak mempelajari ketrampilan-ketrampilan baru
·         Meningkatnya komplikasi yang dapat dicegah

Tujuan
·         Partisipasi dalam proses belajar
Kriteria :
·         Menunjukan peringatan interes yang ditunjukan isu verbal dan nonverbal.
·         Menunjukan respon dalam proses belajar mengajar dengan banyak bertanya
·         Mengerti tentang indikasi pemakaian ventilator
·         Mendemonstrasikan pemasangan ventilator sesuai keperluan individu

Rencana Keperawatan:

INTERVENSI
RASIONAL
INDEPENDENT
Tentukan kemampuan dan kemauan belajar

Kondisi fisik dapat mempengaruhi kondisi belajar. Dengan kemauan yang kuat dapat mengatasi perasaan takut terhadap mesin dan mempunyai syarat--syarat dalam kemampuan untuk belajar dalam semua situasi.
Diskusikan tentang kondisi tertentu yang memerlukan ventilator, ukurannya, tujuan pengobatan jangka panjang atau jangka pendek.
Dengan diskusi dapat meningkatkan pengetahuan dasar pasien dan keluarga sehingga dapat membuat keputusan sesuai dengan informasi yang diberikan. Usaha ini dapat ditruskan dalam beberapa minggu. Bila tidak menggunakan ventilator dapat meningkatkan PCO2, dispnea, cemas, takikardia, berkeringat, sianosis.
Jelaskan tentang penggunaan respirator kepada pasien dan keluarga akibat pemakaian respirator dalam gaya hidup dan perubahan-perubahan kemauan dan ketidak- mauan untuk menggunakan respirator.
Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh pemakaian respirator, dimana perawat harus mengerti pemakaian vemtilator dalam waktu 24 jam.
Tingkatkan partisipasi perawatan mandiri dan sosialisasi.
Mengembalikan perhatian pada keadaan aktifitas normal, peningkatan daya tahan dan membantu kemandirian pasien.
Ulangi informasi yang diberikan ; pola dalam nutiri, makanan tambahan.
Mempertinggi penyembuhan dan kepercaya- an, kebutuhan individu pada pertemuan mendatang.
Rekomendasikan pada klien/keluarga tentang pelaksanaan resusitasi
Meningkatkan rasa aman tentang kemampuan untuk mengatasi keadaan emergency.
Buatlah jadwal untuk memberikan latihan bagi perawat yang akan melaksanakan perawatan respirator pada pasien di rumah.
Pendekatan secara tim digunakan untuk mengkoordinir perawat dan pasien serta memberikan pendidikan kesehatan sesuai kebutuhan pasien.

Daftar Pustaka

Asikin Z. (1991). Simposium Keperawatan Penderita Cidera kepala Penatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas. (Jakarta).

Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.

Doenges, M. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Harsono. (1993) Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.

Kariasa I Made. (1997). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Cedera Kepala. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Jakarta.

Long; BC and Phipps WJ. (1985). Essensial of Medical Surgical Nursing : A Nursing process Approach St. CV. Mosby Company.

Luckman, Sorensen, (1992), Medical Surgical Nursing; a Psychophysiologic Aproach, (3 rd Ed). Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Potter, P.A., & Perry, A.G. (1993), Fundamental of Nursing; Concept, Proces, and Practice (3 rd Ed.). St. Louis : Mosby Year Book.

Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tabrani. (1998). Agenda Gawat Darurat. Penerbit Alumni. Bandung.

LAPORAN KASUS

Tanggal Pengkajian                     : 30 Desember 2002
Tanggal Masuk Rumah Sakit      : 27 Desember 2002
Ruangan / Tempat                       : Ruangan ICU GBPT RS Dr. Soetomo
Diagnosa Masuk                          : COS + Intra Cranial Hematom Frontal Dextra + Subdural hematom Temporal Occipital Dextra + Edema Cerebri + Hematopneumothorax Dextra + Contusio Pulmonum Dextra + Pneumomediastinum Dextra dengan pemasangan WSD dan ventilator mekanik

I.                   Identitas

Nama                                       : Tn Sahibul Yasak
Umur                                       : 17 tahun
Suku / bangsa                          : Jawa / Indonesia
Agama                                     : Islam
Pendidikan/pekerjaan              : SMA Kelas I
Alamat                                                : Suko Mulyo RT 5 / 3 Lamongan

Penannggung jawab   :
Nama                                       : Tn. Maskan
Umur                                       : 56 tahun
Suku / bangsa                          : Jawa / Indonesia
Agama                                     : Islam
Pendidikan/pekerjaan              : SMP / Wiraswasta
Hubungan dengan klien          : Orang tua / Ayah kandung
Alamat                                                : Suko Mulyo RT 5 / 3 Lamongan

II.                Keluahan utama

Nyeri pada dada kanan dan kiri
Provocative/palliative  : telah dilakukan tindakan pemasangan slang WSD pada dada kanan dan kiri akibat trauma jatuh dari sepeda motor
Quality/quantity          : nyeri seperti cekit-cekit pada lokasi tersebut yang dirasakan bertambah bila dibuat gerak, disamping itu juga nyeri dirasakan pada daerah pantat kanan bekas benturan/jatuh dari sepeda motor
Regional                      : nyeri pada dada kiri terutama tempat pemasangan slang, pinggang kanan
Severity scale              : klien merasa sesak, pinggang terasa sakit sehingga kurang dapat bergerak secara leluasa seperti sebelum sakitnya. Untuk mengatasi hal terebut di bawa ke IRD RSDS untuk mendapatkan tindakan dan pengobatan.
Timing                         : tanggal 21-12-2002 jatuh dari sepeda motor, dibawa ke IRD RSUD Lamongan kemudian dirujuk ke IRD RSUD Dr. Soetomo. dalam keadaan tidak sadar, kemudian dipersipkan untuk dilakukan tracheostomi dan pemasangan slang WSD pada dada kanan dan kiri.

III.             Riwayat Kesehatan

3.1  Riwayat Penyakit sebelumnya
Klien sebelumnya tidak pernah menderita penyakit yang kronis / penyakit keturunan. Asthma Bronchiale tidak ada, Diabetes Mellitus tidak ada, klien selama ini hanya menderita  penyakit panas, batuk dan pilek saja.

3.2  Riwayat penyakit sekarang
Klien tidak sadarkan diri / pingsan setelah terjatuh karena kecelakaan lalulintas antara sepeda motor dengan sepeda motor yang berkecepatan tinggi pada tanggal 21 Desember 2002. Posisi jatuh tidak diketahui , selanjutnya klien pingsan dan temannya yang minta bantuan pada orang yang lewat. Kemudian klien di bawa ke RSUD Lamongan kemudian dirujuk ke IRD RSUD Dr. Soetomo, GCS pada saat di IRD E2VxMx.

3.3  Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit genetic maupun penyakit menular yang berbahaya.

3.4  Keadaan kesehatan lingkungan     : Tidak dikaji.

IV.             Observasi dan Pemeriksaan Fisik

            Keadaan Umum
Kesadaran baik, GCS E2VxMx. Badan klien nampak bersih, gizi cukup, agak gelisah, terpasang infus KAEN MG3 1000 cc / 24 jam dan manitol 4 x 100 cc pada tangan kanan dan terpasang Dower kateter. Telah dilakukan tindakan pemasangan slang pada dada kanan dan kiri akibat trauma jatuh dari sepeda motor
            Tanda Vital
Tekanan darah      : 140/80 mm Hg
Nadi                     : 120 x / menit
Suhu                     : 38 0C
Pernapasan           : 20 x / menit
            Body Sistem
B. 1 : Pernapasan
Hidung: terpasang NGT
Pasien bernafas dengan bantuan ventilator
Mode: spontan
PS : 30
PEEP: 10
RR : 21x/mnt
FiO2 : 35 %
Humidifier : 38,50 C
SPO2 : 97 %.
Pasien terpasang trakeostomi.
Produksi secret meningkat, warna kekuningan
Ronchi (+)
Gerakan nafas sesuai irama ventilator
Ekspansi dada kiri / kanan sama
Bentuk dada simetris, retraksi dada (-),
Bullow drainage pada ICS 7 kanan.
Dada                    : Bentuk simetris, gerakan simetris, terpasang WSD kanan dan kiri
Suara napas          : Vesikuler, tidak ada suara tambahan, batuk tidak ada, sputum tidak ada, cyanosis tidak.
Frekuensi napas : 20 x / menit

B. 2 : Kardiovaskuler
Tekanan darah  : 140 / 80 mmHg
Nadi                  : 120 x/mnt regular
Jantung dalam batas normal. Perfusi jaringan baik dapat dilihat dari akral yang kering, hangat dan merah. Cyanosis (-)  Hb: 10,1 mg/dl. Nyeri dada (-), palpitasi (-), capillary refill 3 detik, suara jantung S1 S2 tunggal, murmur (-), edema ekstremitas(-),konjungtiva pucat

B. 3 : Persyarafan
Kesadaran                     : Composmentis (GCS; 3 X 5)
Kepala dan wajah         : Deformitas wajah  baik, edema palpebra S/D : +/+
Mata                             :Mata agak sulit dibuka karena pada daerah palpebra oedema dan nampak kebiruan.
Mulut                            : Bengkak pada daerah bibir, gigi depan atas dan bawah keluar sebanyak 4 dan 3, terdapat darah yang mengering pada daerah mulut.
Leher                            : Dalam batas normal
Refleks fisiologis          : Normal
Refleks Pathologis        : Babinski negatif
Pendengaran                 : kanan / kiri normal
Penciuman                    : Normal
Pengecapan                   : Tidak dikaji
Penglihatan                   : Tidak dikaji
Perabaan                       : Tidak dikaji
Lainnya                         : Tidak ada.

B. 4 : Perkemihan / eliminasi urine
Blast kosong, nyeri berkemih (-). Pasien terpasang dower kateter dari awal masuk dan belum diganti pada. Tanda-tanda infeksi pada orifisium uretra (-), produksi urine 24 jam : 2570 cc/24 jam dengan warna kekuningan dengan bau khas.Intake: 3.250 cc /24 jam.

B. 5 : Makan dan minum        :
Bibir dan mukosa kering, terpasang Tracheostomi hari ke 6 &, nutrisi dibantu lewat sonde. Pasien terpasang sonde, diet TKTP  cair 6 x 250 cc, sonde susu 1 x 250 cc, Sonde Juice 1 x 250 cc. Cairan RD 5 1000 cc/24 Jam. Peristaltik (+) normalDistensi abdomen (-), bising usus 3-5 x.mnt, pembesaran hepar tidak teraba, limfa tidak teraba. Perkusi : resonan.
Rectum : luka (-), hemoroid (-), BAB (+) satu kali sehari, diare (-).
Penggunaan pencahar (-).

B. 6 : Tulang otot dan integumen
Kemampuan pergerakan sendi terbebas, parese/paralise (-).
Ekstremitas :
Ekstremitas Atas : terdapat vulnus ekskoriasi luas dari bahu, lengan atas dan lengan bawah kiri-kanan. Tonos otot 5.
Ekstremitas Bawah : Terdapat luka lecet pada lutut kanan yang mengering. parese/paralise (-)., tanda peradangan (-), edema (-)
Tulang belakang ; normal.
Kulit : warna pucat, turgor kulit baik. Akral hangat.
ADL       : Klien saat ini masih berbaring di tempat tidur.

Sistem Endokrin
Terapi hormon                   :tidak ada Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik            :normal
Perubahan ukuran kepala :tidak mengalami kelainan
Rambut dan kulit              : Tidak nampak kering
Exopthalmus                     : Tidak ada
Goiter                                : Tidak ada
Hipoglikemia                     : Tidak ada
Toleransi terhadap panas   : Ya
Toleransi terhadap dingin : Ya
Polidipsi                            : Tidak ada
Poliuri                                : Tidak ada
Polipagi                             : Tidak ada
Postural hipotensi              : Tidak ada
Kelemahan                        : Tidak ada.

Sistem Hemopoitik
Diagnosa penyakit hemopoitik yang lalu : Tidak ada
Anemia                                                       : Tidak ada
Kecenderungan perdarahan                        : Tidak ada
Transfusi darah                                           : Tidak pernah
Golongan darah                                          : O.

Reproduksi
Laki – laki                                                   : Testis ada, penis normal.

Psikososial
Klien tidak dapat berinteraksi dengan baik kepada petugas kesehatan.

Spritual
Sewaktu belum sakit klien menjalankan sholat 5 waktu secara teratur, dan selama sakit klien tidak lagi melaksanakannya.

V.                Pemeriksaan Penunjang

1.         Tanggal 30 Desember 2002
Hb                : 10,1 gr %
Leuko           : 27.900
Trombo         : 482.000
PCV             : 0,29

2.         BGA  :
pH                            : 7,368                         ( N  : 7,35 – 7,45 )
pCO2                                    : 34,5                           ( N  : 35 – 45 )
pO2                           : 70,1                           ( N  : 80 – 104 )
HCO3                       : 19,4                           ( N  : 21 – 25 )
BE                            : - 5,0                           ( N  : - 3,3 - +1,2 )

3.         CT- Scan tanggal 22 – 12 - 2002
ICH Frontol dextra dan SDH temporo Occipital dextra, yang menyebabkan deviasi midline
Edema cerebri
Analisa : COS + ICH + SDH + Edema cerebri.

4.         Thorax Photo
Hematopnemothorax (D), Contusio Pulmonum (D), Pnemomediastinum (D)

5.         IVP
Contusio Renal

VI.             Therapy

-            Kedacilin 3 x 1 gr
-            Alinamin F. 3 x 1 amp
-            Gastridin 2 x 1 amp
-            Manitol 4 x 100 cc
-            Infus KAEN MG 3 1000 cc/24 Jam


ANALISA DATA

Data
Etiologi
Masalah
S       : --
O      :  Pasien bernafas dengan bantuan ventilator, SPO2 : 97 %. FiO2 : 21 %, RR : 21x/mnt, Pasien terpasang trakeostomi. Suara nafas ronchi (+)
Produksi secret meningkat
Tingkat Kesadaran (GCS : 3, X, 5).

peningkatan produksi secret.
Bersihan jalan nafas tak efektif

S       : --
O      :  Pasien terpasang canule trakeostomi
Suhu 37 0C, Lekosit 27,9 keadaan local pada area pemasanagan tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, rubor, tumor dan fungsiolesa).

dampak pemasangan alat-alat ventilator
Resiko terjadi infeksi
S       : --
O      : Pasien dibantu dalam memenuhi kebutuhannya (ADL)
Pasien memakai ventilator dan memakai sonde
KU lemah.

pemasangan alat-alat ventilator
Gangguan pemenuhan ADL
S       : pasien berusaha untuk mengatakan sesuatu pada perawat, namun tidak jelas karena terpasang trakeostomi.
O      : Pasien dilakukan traceostomi

dampak pemasangan trakeostomi.
Gangguan komunikasi verbal


DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret.

2.      Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan dampak pemasangan alat-alat ventilator.

3.      Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan pemasangan alat-alat ventilator.

4.      Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan dampak pemasangan trakeostomi.

1.      Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret.

Tujuan:
        Bunyi nafas bersih
        Ronchi (-)
        Kanul traceostomi bebas sumbatan.

Rencana Tindakan:

RENCANA TINDAKAN
RASIONALISASI
1.      Kaji suara nafas tiap 2 – 4 jam dan sewaktu-waktu kalau diperlukan.
2.      Lakukan penghisapan bila terdengar ronchi, dengan cara:
        Auskultasi
        Jelaskan pada pasien tentang tujuan tindakan pengisapan.
        Berikan oksigenasi dengan O2 100% sebelum dilakukan pengisapan, minimal 3-5 kali.
        Bekerja dengan memperhatikan tekhnik septic dan aseptic.
        Lakukan penghisapan berulang-ulang sampai suara nafas bersih.
3.      Lakukan clapping + fibrating.




4.      Pertahankan suhu humidifier
Mengevaluasi ketidak efektifan jalan nafas.
Untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas sehingga pertukaran gas dapat terjadi secara optimal.









Dengan tindakan tersebut maka secret yang ada pada cabang-cabang bronkus dapat berkumpul dan terdorong keluar pada ekspirasi, sehingga mudah dihisap.
Membantu mengencerkan secret.

IMPLEMENTASI

Waktu
Tindakan
Evaluasi
30-12-2002
09.00


09.30

31-12-2002
15.00


15.30

1-1-2003
09.00


09.30

2-1-2003
09.00


09.30



Melakukan penghisapan, clapping + fibrating.

Mengobservasi suhu humidifier


Melakukan penghisapan, clapping + fibrating.

Mengobservasi suhu humidifier


Melakukan penghisapan, clapping + fibrating.

Mengobservasi suhu humidifier


Melakukan penghisapan, clapping + fibrating.

Mengobservasi suhu humidifier



Rhonchi (-), suara nafas bersih. Secret (+) warna putih kekuningan.
Humidifier teraba hangat dengan suhu 38,50 C.

Rhonchi (-), suara nafas bersih. Secret (+) warna putih kekuningan.
Humidifier teraba hangat dengan suhu 38,50 C.

Rhonchi (-), suara nafas bersih. Secret (+) warna putih kekuningan.
Humidifier teraba hangat dengan suhu 38,50 C.

Rhonchi (-), suara nafas bersih. Secret (+) warna putih kekuningan.
Humidifier teraba hangat dengan suhu 38,50 C.


2.      Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan dampak pemasangan alat-ventilator.
Tujuan       : Selama pemakaian alat ventilator tidak terjadi infeksi sekunder, dengan criteria tidak ada tanda tanda general infeksi (peningkatan suhu tubuh, pemeriksaan lab. Culture dan peningkatan lekosit) dan tanda-tanda local infeksi (kalor, rubor, tumor dan fungsiolesa)

RENCANA TINDAKAN
RASIONALISASI
1.      Kaji tanda-tanda infeksi
2.      Rawat luka traceostomi 1 kali sehari atau kalau perlu.
3.      Bekerja selalu dengan memperhatiakan konsep septic aseptic.
4.      Kolaborasi pemberian diet TKTP

5.      Pemberian Antibiotik
6.      Periksa culture secret dan darah.

Deteksi dini terjadinya  infeksi sekunder
Mengurangi resiko invasi kuman pathogen
Mengeliminir resiko invasi kuman pathogen.

Diet TKTP mampu meningkatkan daya tahan tubuh.
Untuk membunuh kuman dan bakteri.
Untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan koloni kuman pathogen.
Mengetahui terjadinya pertumbuhan coloni bakteri.

Implementasi

Waktu
Tindakan
Evaluasi
30-12-2002
09.35



31-12-2002
17.00


1-1-2003
09.35


2-1-2003
09.35



Merawat luka traceostomi.
Memberikan Antibiotik Kedacillin injeksi 1 Gram Intra Vena,

Merawat luka traceostomi.
Memberikan Antibiotik Kedacillin injeksi 1 Gram Intra Vena,

Merawat luka traceostomi.
Memberikan Antibiotik Kedacillin injeksi 1 Gram Intra Vena,

Merawat luka traceostomi.
Memberikan Antibiotik Kedacillin injeksi 1 Gram Intra Vena,


Tanda-tanda infeksi:
Rubor (-), calor (-)


Tanda-tanda infeksi:
Rubor (-), calor (-)


Tanda-tanda infeksi:
Rubor (-), calor (-)


Tanda-tanda infeksi:
Rubor (-), calor (-)




3.      Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan pemasangan alat-alat ventilator
Tujuan : Kebutuhan pasien atas perawatan diri (makan, mandi, berpakaian, toileting dan instrumental) terpenuhi.

RENCANA TINDAKA
RASIONALISASI
1.            Beri pasien makan personde sesuai diet setiap 4 jam.
2.            Lakukan oral hygiene dua jam sekali atau paling tidak 3 x sehari pagi, siang dan sore.
3.            Mandikan pasien dua kali sehari.
4.            Cuci rambut pasien tiga hari sekali
5.            Beri pasien pengalas disposibel untuk BAB.
6.            Rapikan penampilan pasien.

Dengan tindakan-tindakan tersebut kebutuhan klien akan makan, kebersihan diri, berdandan, toileting dan instrumental dapat terpenuhi.

Implementasi
Waktu
Tindakan
Evaluasi
30-12-2002
08.00
08.30
08.45
11.00
31-12-2002
14.00
14.30
14.45

1-1-2003
08.00
08.30
08.45

2-1-2003
08.00
08.30
08.45



Memberikan makan pasien personde
Oral Hygiene
Merapikan penampilan pasien
Memberikan pasien juice buah

Memberikan makan pasien personde
Oral Hygiene
Merapikan penampilan pasien


Memberikan makan pasien personde
Oral Hygiene
Merapikan penampilan pasien


Memberikan makan pasien personde
Oral Hygiene
Merapikan penampilan pasien



Pasien makan 250 cc.
Mulut bersih
pasien tampak rapi.
juice buah masuk 200cc

Pasien makan 250 cc.
Mulut bersih
pasien tampak rapi.


Pasien makan 250 cc.
Mulut bersih
pasien tampak rapi.


Pasien makan 250 cc.
Mulut bersih
pasien tampak rapi.



4.      Gangguan komunikasi verbal berhubungan dampak pemasangan trakeostomi.
Tujuan       : Pasien dapat menyampaikan keinginannya pada perawat.

Rencana Tindakan
Rasionalisasi
1.        Beri support pada pasien untuk mengungkapkan keinginannya.
2.        Gunakan close ended question dengan jawaban ya atau tidak dalam setiap kontak dengan pasien.
3.        Gunakan gambar-gambar untuk membantu komunikasi.

Meningkatkan motivasi pasien dan perhatian.
Dengan bahasa yang simple dan pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak akan memudahkan pasien.
Karena pasien tidak mampu menulis (tangan kaku) maka dengan menggunakan gambar-gambar dapat menjembatani kemauan pasien.

Implementasi

Waktu
Tindakan
Hasil / Evaluasi
30-12-2002
09.30









31-12-2002
09.30









1-1-2003
09.30









2-1-2003
09.30











Mengkaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi.


Memberikan tawaran pada pasien tentang cara berkomunikasi.


Menggunakan gambar-gambar untuk membantu pasien berkomunikasi.

Mengkaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi.


Memberikan tawaran pada pasien tentang cara berkomunikasi.


Menggunakan gambar-gambar untuk membantu pasien berkomunikasi.

Mengkaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi.


Memberikan tawaran pada pasien tentang cara berkomunikasi.


Menggunakan gambar-gambar untuk membantu pasien berkomunikasi.

Mengkaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi.


Memberikan tawaran pada pasien tentang cara berkomunikasi.


Menggunakan gambar-gambar untuk membantu pasien berkomunikasi.


Ungkapan pasien tidak dapat dimengerti, kedua tangan masih kaku dan fleksi.
Pasien memberi isyarat setuju komunikasi dengan mempergunakan gambar-gambar.
Pasien mengatakan ingin duduk.

Ungkapan pasien tidak dapat dimengerti, kedua tangan masih kaku dan fleksi.
Pasien memberi isyarat setuju komunikasi dengan mempergunakan gambar-gambar.
Pasien mengatakan ingin duduk.

Ungkapan pasien tidak dapat dimengerti, kedua tangan masih kaku dan fleksi.
Pasien memberi isyarat setuju komunikasi dengan mempergunakan gambar-gambar.
Pasien mengatakan ingin duduk.

Ungkapan pasien tidak dapat dimengerti, kedua tangan masih kaku dan fleksi.
Pasien memberi isyarat setuju komunikasi dengan mempergunakan gambar-gambar.
Pasien mengatakan ingin duduk.


EVALUASI
Tanggal 3 Januari 2003, pk.08.00
1.      DK. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan  peningkatan produksi secret.
S     : --
O     : produksi secret masih tinggi, pasien masih terpasang canule trakeostomi.
A     : Untuk sementara masalah teratasi.
P     : Teruskan rencana awal, bila sudah tidak kejang klien dilakukan managemen batuk produktif.

2.      DK. Resiko infeksi berhubungan dengan  dampak pemasangan alat-alat ventilator.
S     : --
O     : Klien masih memakai ventilator, tanda-tanda infeksi (-)
A     : Masalah teratasi, namun selama pemakaian alat-alat tersebut harus tetap diwaspadai terjadinya infeksi.
P     : Lanjutkan rencana semula sampai alat-alat tersebut dilepas.

3.      DK. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan pemasangan alat-alat ventilator.
S     : --
O     : pasien terpenuhi kebutuhannya akan perawatan diri.
A     : Untuk sementara masalah teratasi
P     : Lanjutkan rencana awal.

4.      DK. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan dampak pemasangan trakeostomi.
S     : --
O     : Pasien dapat mengungkapkan keinginannya
A     : Masalah teratasi.

Previous
Next Post »

Translate