Salam Sehat dan Harmonis

-----

Adaptasi psikologis ibu masa nifas


Adaptasi psikologis ibu masa nifas
Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan, menjelang proses kelahiran maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan seorang wanita dapat bertambah. Pengalaman yang unik dialami oleh ibu setelah persalinan. Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran. Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi. Tanggung jawab ibu mulai bertambah.
Hal-hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas adalah sebagai berikut:
  1. Fungsi menjadi orang tua
  2. Respon dan dukungan dari keluarga
  3. Riwayat dan pengalaman kehamilan serta persalinan
  4. Harapan, keinginan dan aspirasi saat hamil dan melahirkan
Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas antara lain:
  1. Fase taking in
  2. Fase taking hold
  3. Fase letting go
Fase ini merupakan periode ketergantungan, yang berlangsung dari hari pertama sampai hari ke dua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri, sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya. Ketidaknyamanan yang dialami antara lain rasa mules, nyeri pada luka jahitan, kurang tidur, kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini adalah istirahat cukup, komunikasi yang baik dan asupan nutrisi.
Gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada fase ini adalah:
  1. Kekecewaan pada bayinya
  2. Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami
  3. Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
  4. Kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan bayinya. Tugas bidan antara lain: mengajarkan cara perawatan bayi, cara menyusui yang benar, cara perawatan luka jahitan, senam nifas, pendidikan kesehatan gizi, istirahat, kebersihan diri dan lain-lain.
Fase ini merupakan fase menerima tanggungjawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Terjadi peningkatan akan perawatan diri dan bayinya. Ibu merasa percaya diri akan peran barunya, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya. Dukungan suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi. Kebutuhan akan istirahat masih diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya.
Hal-hal yang harus dipenuhi selama nihas adalah sebagai berikut:
  1. Fisik.Istirahat, asupan gizi, lingkungan bersih
  2. Psikologi.Dukungan dari keluarga sangat diperlukan
  3. Sosial.Perhatian, rasa kasih sayang, menghibur ibu saat sedih dan menemani saat ibu merasa kesepian
  4. Psikososial.

Referensi
Ambarwati, 2008. Asuhan
Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 87-96).
Irhami. 2010.
Proses Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas.zikra-myblog.blogspot.com/2010/06/zikra-proses-adaptasi-psikologis-ibu.html Diunduh 19 Oktober 2010 Pukul 08.55 PM
Saleha, 2009. Asuhan
Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika (hlm: 63-69).
Suherni, 2007. Perawatan Masa
Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 85-100).
The_wie. 2009.
Proses Adaptasi Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas. the2w.blogspot.com/2009/10/proses-adaptasi-psikologis-ibu-dalam.html Diunduh 19 Oktober 2010 Pukul 08.55 PM


Respon Orang Tua Terhadap Bayi Baru Lahir

I. BOUNDING ATTACHMENT

PENGERTIAN
Bounding merupakan suatu langkah awal untuk mengungkapkan perasaan afeksi ( kasih sayang ) oleh ibu kepada bayinya segera setelah lahir.
Attachment merupakan interaksi antara ibu dan bayi secara specifik sepanjang waktu.
( Saxton. N and Pelikan. 1996 )
Jadi Bounding Attachment adalah kontak awal antara ibu dan bayi setelah kelahiran, untuk memberikan kasih sayang yang merupakan dasar interaksi antara keduanya scara terus menerus.
Dengan kasih sayang yang diberikan terhadap bayinya maka akan terbentuk ikatan batin antara orang tua dan bayinya.


2. RESPON ANTARA IBU DAN BAYI SEJAK KONTAK AWAL HINGGA TAHAP PERKEMBANGANNYA

1) Touch ( Sentuhan )
Ibu memulai dengan sebuah ujung jarinya untuk memeriksa bagian kepala dan ektremitas bayinya. Dalam waktu singkat secara terbuka perabaan digunakan untuk membelai tubuh, dan mungkin bayi akan di peluk di lengan ibu, gerakan dilanjutkan sebagai usapan lembut untuk menenangkan bayi, bayi akan merapat pada payudara ibu, menggenggam satu jari atau seuntai rambut dan terjadilah ikatan antara keduanya.

2) Eye to Eye Contact ( Kontak Mata )
Kesadaran untuk membuat kontak mata dilakukan kemudian dengan segera. Kontak mata mempunyai efek yang erat terhadap perkembangan dimulainya hubungan dan rasa percaya sebagai faktor yang penting dalam hubungan manusia pada umumnya. Bayi baru lahir dapat memusatkan perhatian kepada suatu obyek, satu jam setelah kelahiran pada jarak sekitar 20 – 25 cm, dan dapat memusatkan pandangan sebaik orang dewasa pada usia kira – kira 4 bulan.
Dengan demikian perlu diperhatikan dalam praktek kesehatan, adanya faktor – faktor yang dapat menghambat proses tersebut, misalnya untuk pemberian salep/tetes mata pada bayi dapat ditunda beberapa waktu sehingga tidak mengganggu adanya kontak mata ibu dn bayi
3) Odor ( Bau Badan )
Indra penciuman pada bayi baru lahir sudah berkembang dengan baik dan masih memainkan peran dalam nalurinya untuk mempertahankan hidup. Penelitian menunjukan bahwa kegiatan seorang bayi, detak jantung dan pola bernapasnya berubah setiap kali hadir bau yang baru, tetapi bersama dengan semakin dikenalnya bau itu, si bayi pun berhenti bereaksi. Pada akhir minggu pertama, seorang bayi dapat mengenali ibunya dari bau tubuh dan air susu ibunya. Indra penciuman bayi akan sangat kuat, jika seorang ibu dapat memberikan bayinya ASI pada waktu tertentu.
4) Body Warm ( Kehangatan Tubuh )
Jika tidak ada komplikasi yang serius, seorang ibu akan dapat langsung meletakkan bayinya di atas perut ibu, baik setelah tahap kedua dari proses melahirkan atau sebelum tali pusat dipotong. Kontak yang segera ini memberi banyak manfaat baik bagi ibu maupun si bayi yaitu terjadinya kontak kulit yang membantu agar bayi tetap hangat.

5) Voice ( Suara )
Respon antara ibu dan bayi berupa suara masing – masing. Orang tua akan menantikan tangisan pertama bayinya. Dari tangisan tersebut, ibu menjadi tenang karena merasa bayinya baik – baik saja (hidup). Bayi dapat mendengar sejak dalam rahim, jadi tidak mengherankan jika ia dapat mendengarkan suara – suara dan membedakan nada dan kekuatan sejak lahir, meskipun suara – suara itu terhalang selama beberapa hari oleh cairan amniotik dari rahim yang melekat pada telinga. Banyak penelitian memperlihatkan bahwa bayi – bayi baru lahir bukan hanya mendengar secara pasif melainkan mendengarkan dengan sengaja, dan mereka nampaknya lebih dapat menyesuaikan diri dengan suara – suara tertentu daripada yang lain contoh suara detak jantung ibu.

6) Entrainment ( Gaya Bahasa )
Bayi yang baru lahir menemukan perubahan struktur pembicaraan dari orang dewasa. Artinya perkembangan bayi dalam bahasa dipengaruhi kultur, jauh sebelum ia menggunakan bahasa dalam berkomunikasi. Dengan demikian terdapat salah satu yang akan lebih banyak dibawanya dalam memulai berbicara (gaya bahasa). Selain itu juga mengisyaratkan umpan balik positif bagi orang tua dan membentuk komunikasi yang efektif.

7) Biorhythmicity ( Irama Kehidupan )
Janin dalam rahim dapat dikatakan menyesuaikan diri dengan irama alamiah ibunya seperti halnya denyut jantung. Salah satu tugas bayi setelah lahir adalah menyesuaikan irama dirinya sendiri. Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberikan perawatan penuh kasih sayang secara konsisten dan dengan menggunakan tanda keadaan bahaya bayi .untuk mengembangkan respon bayi dan interaksi sosial serta kesempatan untuk belajar.

3. TEHNIK DAN INSTRUMEN PENGKAJIAN BOUNDING ATTACHMENT
Tehnik untuk mengkaji interaksi orang tua dan bayi antara lain dengan anamnesa/interview, observasi, dan mendengarkan.
Stainton (1981) telah merancang suatu alat untuk menskor pengkajian terhadap interaksi orang tua-bayi, untuk digunakan pada periode post partum. Alat ini berkaitan dengan perubahan respon – respon ibu dan ayah dimulai dari pertama mereka kontak setelah persalinan sampai dengan keseluruhan masa awal puerperium.
Hasil observasi berupa score dengan range sebagai berikut :
- score 0-4 : kebutuhan support untuk proses bonding bersifat intensif.
- Score 5-7 : kebutuhan support untuk bonding bersifat ekstra
- Score 8-10 : kebutuhan support untuk bonding bersifat biasa – biasa saja.
Penskoran ini didasarkan atas jumlah dan jenis perilaku afeksi yang ditunjukkan oleh ibu selama berinteraksi dengan bayinya.
4. RESPON AYAH DAN KELUARGA
Respon dari setiap ibu dan ayah terhadap bayinya dan terhadap pengalamannya dalam proses kelahiran adalah berbeda dipengaruhi oleh reaksi dan emosi setiap orang , dipengaruhi juga oleh rasa nyeri dan kesedihan. bidan

5. SIBLING RIVARI
Kehadiran anggota keluarga baru (bayi) dalam keluarga dapat menimbulkan situasi krisis terutama pada saudara-saudaranya, sehingga perlu dipersiapkan.

a. Pengertian Sibling Rivalry
  1. Kamus kedokteran Dorland (Suherni, 2008): sibling (anglo-saxon sib dan ling bentuk kecil) anak-anak dari orang tua yang sama, seorang saudara laki-laki atu perempuan. Disebut juga sib. Rivalry keadaan kompetisi atau antagonisme. Sibling rivalry adalah kompetisi antara saudara kandung untuk mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu kedua orang tuanya, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih.
  2. Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara saudara laki-laki dan saudara perempuan. Hal ini terjadi pada semua orang tua yang mempunyai dua anak atau lebih.
Sibling rivalry atau perselisihan yang terjadi pada anak-anak tersebut adalah hal yang biasa bagi anak-anak usia antara 5-11 tahun. Bahkan kurang dari 5 tahun pun sudah sangat mudah terjadi sibling rivalry itu. Istilah ahli psikologi hubungan antar anak-anak seusia seperti itu bersifat ambivalent dengan love hate relationship.

b. Penyebab Sibling Rivalry
Banyak faktor yang menyebabkan sibling rivalry, antara lain:
1. Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi mereka, sehingga ingin menunjukkan pada saudara mereka.
2. Anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan mau mendengarkan dari orang tua mereka.
3. Anak-anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam oleh kedatangan anggota keluarga baru/ bayi.
4. Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi yang dapat mempengaruhi proses kedewasaan dan perhatian terhadap satu sama lain.
5. Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau letih sehingga memulai pertengkaran.
6. Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian atau memulai permainan dengan saudara mereka.
7. Dinamika keluarga dalam memainkan peran.
8. Pemikiran orang tua tentang agresi dan pertengkaran anak yang berlebihan dalam keluarga adalah normal.
9. Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama dengan anggota keluarga.
10. Orang tua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya.
11. Anak-anak mengalami stres dalam kehidupannya.
12. Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani konflik yang terjadi pada mereka.

c. Segi Positif Sibling Rivalry
Meskipun sibling rivalry mempunyai pengertian yang negatif tetapi ada segi positifnya, antara lain:
1. Mendorong anak untuk mengatasi perbedaan dengan mengembangkan beberapa keterampilan penting.
2. Cara cepat untuk berkompromi dan bernegosiasi.
3. Mengontrol dorongan untuk bertindak agresif.
Oleh karena itu agar segi positif tersebut dapat dicapai, maka orang tua harus menjadi fasilitator.

d. Mengatasi Sibling Rivalry
Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk mengatasi sibling rivalry, sehingga anak dapat bergaul dengan baik, antara lain:
  1. Tidak membandingkan antara anak satu sama lain.
  2. Membiarkan anak menjadi diri pribadi mereka sendiri.
  3. Menyukai bakat dan keberhasilan anak-anak Anda.
  4. Membuat anak-anak mampu bekerja sama daripada bersaing antara satu sama lain.
  5. Memberikan perhatian setiap waktu atau pola lain ketika konflik biasa terjadi.
  6. Mengajarkan anak-anak Anda cara-cara positif untuk mendapatkan perhatian dari satu sama lain.
  7. Bersikap adil sangat penting, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan anak. Sehingga adil bagi anak satu dengan yang lain berbeda.
  8. Merencanakan kegiatan keluarga yang menyenangkan bagi semua orang.
  9. Meyakinkan setiap anak mendapatkan waktu yang cukup dan kebebasan mereka sendiri.
  10. Orang tua tidak perlu langsung campur tangan kecuali saat tanda-tanda akan kekerasan fisik.
  11. Orang tua harus dapat berperan memberikan otoritas kepada anak-anak, bukan untuk anak-anak.
  12. Orang tua dalam memisahkan anak-anak dari konflik tidak menyalahkan satu sama lain.
  13. Jangan memberi tuduhan tertentu tentang negatifnya sifat anak.
  14. Kesabaran dan keuletan serta contoh-contoh yang baik dari perilaku orang tua sehari-hari adalah cara pendidikan anak-anak untuk menghindari sibling rivalry yang paling bagus.

e. Adaptasi Kakak Sesuai Tahapan Perkembangan
Respon kanak-kanak atas kelahiran seorang bayi laki-laki atau perempuan bergantung kepada umur dan tingkat perkembangan. Biasanya anak-anak kurang sadar akan adanya kehadiran anggota baru, sehingga menimbulkan persaingan dan perasaan takut kehilangan kasih sayang orang tua. Tingkah laku negatif dapat muncul dan merupakan petunjuk derajat stres pada anak-anak ini.
Tingkah laku ini antara lain berupa:
  1. Masalah tidur.
  2. Peningkatan upaya menarik perhatian orang tua maupun anggota keluarga lain.
  3. Kembali ke pola tingkah laku kekanak-kanakan seperti: ngompol dan menghisap jempol.
f. Batita (Bawah Tiga Tahun)
Pada tahapan perkembangan ini, yang termasuk batita (bawah tiga tahun) ini adalah usia 1-2 tahun. Cara beradaptasi pada tahap perkembangan ini antara lain:
  1. Merubah pola tidur bersama dengan anak-anak pada beberapa minggu sebelum kelahiran.
  2. Mempersiapkan keluarga dan kawan-kawan anak batitanya dengan menanyakan perasaannya terhadap kehadiran anggota baru.
  3. Mengajarkan pada orang tua untuk menerima perasaan yang ditunjukkan oleh anaknya.
  4. Memperkuat kasih sayang terhadap anaknnya.

g. Anak yang Lebih Tua
Tahap perkembangan pada anak yang lebih tua, dikategorikan pada umur 3-12 tahun. Pada anak seusia ini jauh lebih sadar akan perubahan-perubahan tubuh ibunya dan mungkin menyadari akan kelahiran bayi. Anak akan memberikan perhatian terhadap perkembangan adiknya. Terdapat pula, kelas-kelas yang mempersiapkan mereka sebagai kakak sehingga dapat mengasuh adiknya.
h. Remaja
Respon para remaja juga bergantung kepada tingkat perkembangan mereka. Ada remaja yang merasa senang dengan kehadiran angggota baru, tetapi ada juga yang larut dalam perkembangan mereka sendiri. Adaptasi yang ditunjukkan para remaja yang menghadapi kehadiran anggota baru dalam keluarganya, misalnya:
1. Berkurangnya ikatan kepada orang tua.
2. Remaja menghadapi perkembangan seks mereka sendiri.
3. Ketidakpedulian terhadap kehamilan kecuali bila mengganggu kegiatan mereka sendiri.
4. Keterlibatan dan ingin membantu dengan persiapan untuk bayi.


i. Peran Bidan
Peran bidan dalam mengatasi sibling rivalry, antara lain:
1. Membantu menciptakan terjadinya ikatan antara ibu dan bayi dalam jam pertama pasca kelahiran.
2. Memberikan dorongan pada ibu dan keluarga untuk memberikan respon positif tentang bayinya, baik melalui sikap maupun ucapan dan tindakan.

I. Sumber Pustaka
  1. Varney, H. 1997. Varney Midwifery third edition. Jones and Bartlett Publish’er. Hal 628-631
  2. Bennet.V.R. and Linda K.B. 1996. Myles Textbook for Midwives. Churchill Livingstone. UK London. Hal 497-499
  3. Sulcliffe.J. 2002. Baby Bounding. Taramedia & Restu Agung. Jakarta.
  4. Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 71-72).
  5. Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC. (hlm: 56- 57).
  6. Desty, dkk. 2009. Respon Orang Tua Terhadap Bayi Baru Lahir. Akademi Kebidanan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta.
  7. Kyla, B. 2009. Sibling Rivalry. Diunduh 29 Januari 2009, 06: 49 PM. med.umich.edu/yourchild/topics/sibriv.htm
  8. Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 67-76).




Previous
Next Post »

Translate