PENDAHULUAN
Stroke atau gangguan peredaran darah otak
(GPDO) merupakan penyakit neurologik yang
sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke meru pakan kelainan fungsi otek yang
timbul mendadak yang disebabkan karena
terjadinya gangguan peredaran darah otak
dan bisa terjadi pada siapa saja
dan kapan saja.
Stroke merupakan penyakit yang paling
sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,
proses berpikir daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat
gangguan fungsi otak.
Di seluruh dunia, angka kejadian
rata-rata stroke sekitar 180 per 100.000
per tahun (0,2 %) dengan angka prevalensi 500-600 per 100.000 (0,5 %).
Pada kenyataannya banyak pasien yang
datang ke RS dalam keadaan kesadaran yang menurun (coma). Keadaan seperti
ini memerlukan penanganan dan perawatan
yang bersifat : umum, khusus, rehabilitasi serta rencana pemulangan kliean.
Perawatan umum klien terdiri dari
perawatan 6 B dan perawatan fungsi luhur. Tahap rehabilitasi bertujuan
mengembangkan fungsi tubuh secara utuh serta mencapai derajat kwalitas seperti sebelum sakit.
Mengetahui
keadaan tersebut diatas maka peran perawat bekerja sama dengan tim kesehatan
lain sangat dibutuhkan baik masa akut, atau sesudahnya. Usaha yang dapat
dilaksanakan mencakup pelayanan kesehatan secara menyeluruh, mulai promotif,
preventif, kuratif sampai dengan rehabilitasi.
CVA BLEEDING
(STROKE
HEMORAGIK)
DEFINISI
Gangguan
fungsi saraf akut yang disebabkan aleh karena gangguan peredaran darah otak,
dimana secara mendadak (beberapa detik) atau secara cepat (beberapa jam) timbul
gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah fokal diotak yang terganggu (Djunaedi W, 1992).
Menurut Hudak
dan Gallo dalam bukunya perawatan kritis CVA hemoragik memulai awitan yang mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat
cerebrovaskuler desease.
ANATOMI DAN FISIOLOGIS OTAK
Otak adalah organ tubuh yang kecil, akan
tetapi memegang peranan penting, sehingga alat tubuh ini perlu dilindungi
dengan kokoh dan disimpan dalam tempurung kepala yang keras.
Didalam otak
terdapat berjuta-juta sel otak yang terdiri dari neuron dan glia. Tranmisi
informasi dalam sel-sel neuron berbentuk
impuls listrik. Sel-sel neuron berhubungan melalui celah tipis yang disebut
sinap. Jika impuls berlanhsung dalam suatu neuron, sel neuron tersebut akan
melepaskan neurotransmiter ke dalam celah sinap. Neurotransmiter ini dapat
merangsang atau menghambat impuls dalam sel-sel neuron yang dihubungi.
Lapisan luar otak (korteks) mempunyai
peran yg sangat canggih, mulai dari mengontrol gerakan, pemrosesan indra,
berpikir, berbahasa, merencanakan, mengingat, emosi dan fungsi kognitif
lainnya. Terdapat dua belahan (hemisfer) otak kiri dan kanan. Masing – masing
hemisfer terdiri dari lobus frontalis, paretalis, temporalis, oksipitalis dan
bagian-bagian otak lainnya. Kedua belahan otak tersebut dihubungkan oleh korpus
kolosum, yaitu sekumpulan
serabut-serabut saraf yang menyampaikan informasi timbal balik antara kedua
hemisfer otak.
Sel-sel motorik dilobus frontalis
mengontrol gerakan-gerakan volunter dari otot-otot tubuh secara menyilang. Jika
lobus frontalis kanan mengalami kerusakan, maka dapat terjadi kelumpuhan
(hemiplegi) pada sisi kiri, dan sebaliknya. Di lobus frontalis terdapat pula
pusat bahasa ekspresif dan fungsi intelektual. Gangguan pada pusat ini
mengakibatkan seseorang kesulitan mengespresikan maksud atau keinginannya
dengan menggunakan bahasa (afasia motorik), serta mengalami gangguan fungsi
intelektual.
Sel-sel somatosensorik dilobus parietalis
menerima dan memproses sinyal-sinyal sensorik (perasa) dari sisi tubuh
kontralateral. Gangguan fungsi otak lobus parietalis kanan dapat mengakibatkan
seseorang merasa kesemutan (parestesia), rasa tebal (hiperstesia), hilang rasa
atau gangguan-gangguan sensorik lainnya pada sisi tubuh sebelah kiri. Begitu
pula sebaliknnya.
Sel-sel neuron kortek auditorik dilobus
temporalis menerima dan memproses sinyal-sinyal pendengaran dari telinga. Sedangkan
daerah proyeksi olfaktorik berhubungan dengan fungsi penghidu. Selain itu di lobus temporalis terdapat pula
pusat bahasa perseptif. Gangguan pada pusat bahasa ini dapat mengakibatkan
seseorang tidak bisa memahami pembicaraan orang lain ( afasia sensoris ).
Sel-sel korteks visual di lobus
oksipitalis menerima dan memproses sinyal-sinyal peglihatan dari retina mata.
Lesi di lobus oksipitalis mengakibatkan seseorang kehilangan separo lapang
pandangan.
Otak mendapat
darah dari 2 (dua) pembuluh darah besar: karotis ( sirkulasi anterior) dan
vertebra ( sirkulasi posterior ). Otak akan berfungsi dengan baik bila
peredaran darahke otak berlangsung baik, sehingga O2 dan glokosa sebagai sumber
energi otak tetap terjamin.
Dua ( 2 )
pembuluh darah besar pada otak tersebut membentuk anastomose pada dasar otak
yaitu sirkulasi willisi ( area dimana percabangan arteri basiler dan koratis internal bersatu
). Hampir 20% dari volume darah dalam tubuh berada di otak dan otak menggunakan
seperlima dari O2 yang dihirup melaui paru-paru.
PATOFISIOLOGI
Ada dua bentuk
CVA bleeding:
1.
Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom
yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan
TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi
kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2.
Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM
dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak,
ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk
dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak
juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri
di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat
berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala
disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui
proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
PROSES KEPERAWATAN PADA KLIEN STROKE
HEMORAGIK
PENGKAJIAN
1.
Identitas klien
Nama : Tn. Hr.
Usia : 74 tahun
Jenis
kelamin : Laki-laki
Alamat : Lasem 86 Surabaya
Status
perkawinan : Kawin
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Purnawirawan
Suku/bangsa : bugis/Indonesia
Dx Medis : CVA Bleeding
Tgl MRS : 27-5-2001
Tgl
Pengkajian : 11-6-2001
Keluhan utama :
Klien mengeluh
pusing
2.
Riwayat Keperawatan
2.1 Riwayat penyakit sebelumnya
Klien pernah MRS
di RS Bubutan dengan hipertensi (pada usia 50 tahun). Pada tahun 1995 klien MRS
dengn stroke sembuh hanya kaki kiri berjalan agak diseret.
2.2 Riwayat penyakit sekarang
Sejak hari
jum’at tagl 25/5-2001 klien panas mendadak, kemudian muntah lebih kurang 2-3
kali, warna putih berupa riak, pasien mengeluh pusing, dan kemudian sering
mengigau. Klien dibawa ke RSUD Dr soetomo dan MRS.
2.3 Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga
klien tidak ada yang menderita kencing manis, menurut keluarga klien anak klien
yang ke 4 menderita hipertensi.
Genogram tidak
terkaji karena klien menderita afasia.
3.
Observasi dan pemeriksaan
fisik
3.1. Keadaan umum klien : klien tampak lemah, cenderung untuk tidur.
3.2. Tanda-tanda
vital :
-
suhu : 37 C per axilla
-
Nadi : 88 x/mnt teratur, kuat
-
Tensi : 150/100x/mnt dilengan
kiri, posisi tidur
-
RR : 20 x/mnt teratur
3.3. Body of sistem
a.
Pernafasan (B1 : Breathing )
Hidung :
kebersihan cukup, tampak terpasang sonde, tidak ada polip
Dada : bentuk
simetris kanan kiri, tidak ada retraksi otot bantu pernafasan, terdapat ronchi
di seluruh lapangan paru, batuk produktif,
irama pernafasan teratur, nafas dangkal.
b. Cardiovascular (B2 : Bleeding )
Terdapat ictus
cordis di antara ICS IV-V (secara inspeksi), suara jantung normal, Capilarry refill < 3 detik, tidak ada pembesaran vena jugularis,
tidak ada oedem.
c.
Persyarafan (B3 : Brain )
Kesadaran compos
mentis, GCS : 4,5,6 kuantitatif.
Kepala : bentuk
oval, wajah tampak miring ke sisi kanan,
Mata :
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, gerakan bola mata
mampu mengikuti perintah, visus tidak terkaji karena klien biasa menggunakan
alat bantu kaca mata.
Pendengaran :
fungsi agak menurun.
Mulut : terdapat
kesulitan menelan, mulut kebersihan kurang, terdapat penumpukan ludah dan
lendir, bibir tampak kering, terdapat afasia.
Leher : tidak
terdapat pembesaran pada leher, tidak tampak pembesaran vena jugularis, tidak
terdapat kaku kuduk.
Persepsi
sensoris ( pengecapan tidak terkaji karena klien terpasang sonde, perabaan
dingin panas tidak ada kelainan pada ekstremitas kanan ).
d.
Perkemihan – Eliminasi urine (
B4 : bladder )
Klien terpasang
kondom kateter, kebersihan cukup, produksi urin 1950 ml/hari, warna kuning
jernih, tidak ada distensi pada vesika urinaria.
e.
Pencernaan – eliminasi alvi (
B5 : Bowel )
Terdapat
gangguan menelan, saat ini klien terpasang sonde, sudah pernah dicoba makan
peroral tapi klien belum bisa menelan, Sebelum MRS konsumsi makan hanya
setengah porsi, makan 3x/hari, jenis nasi, sayur, lauk, kebiasaan makan pagi,
siang, malam.
Abdomen : tidak
terdapat acites, turgor menurun, peristaltik usus normal, bising usus positif,
tidak ada scibala.
Rectum : Rectal
to see negatif.
BAB : Kebiasaan
di rumah klien BAB 2 hari sekali, saat ini sudah 3 hari klien belum BAB.
f.
Tulang – otot – integumen ( B6
: bone )
Kemampuan
pergerakan sendi : klien mengeluh kesakitan pada kaki kiri saat dilatih gerak
pasif. Kaki kiri droop foot, terdapat kelemahan otot pada ektremitas atas dan
bawah sebelah kiri.kekuatan otot..
Kulit : Warna
kulit coklat sawo matang, terdapat luka dekubitus pada punggung sebelah kiri,
keadaan bersih, lebar + 3cm, agak kering. Turgor menurun, akral kulit hangat.
g.
Sistem endokrin
Klien tidak
mempunyai gangguan endokrin.
h.
Sistem hematopoitik
Klien tidak
mempunyai riwayat kelainan sistem hematopoitik.
i.
Reproduksi
Klien laki-laki,
mempunyai anak 6 laki-lai 4 dan perempuan 2.
j.
Psikososial
Pola persepsi
dan konsep diri : sulit dikaji karena klien afasia dan kadang-kadang saat
dikaji klien bicara tidak terarah (ngelantur).
Sosial/interaksi
: Saat interaksi klien nampak kooperatif, dukungan keluarga sangat besar,
setiap hari klien ditunggui oleh istrinya dan kadang-kadang bergantian dengan
anak dan adik angkatnya.
k.
Spiritual
Menurut keluarga
klien klien beragama kristen taat beribadah dan menganggap bahwa penyakit yang
diderita klien merupakan cobaan yang harus dihadapi.
l.
Pemeriksaan penunjang :
Rongten : tgl
7-6-2001
-
Pulmo : tampak infiltrat
interstisiil pada kedua lapangan paru, dengan penebalan peri hiller.
-
Kesimpulan : Cardiomegalli
dengan oedem pulmonum. CTR 62 %.
CT scan :
Tampak area hiperdens dipara
ventrikel lateral kiri.
Kesimpulan : ICH paraventrikel lateral kiri
IVH dan brain
atropi sedang
Laborat :tgl
7-6-2001
-
leukosit : 25/ ml (+)
-
protein : 75 mg/dl (+)
-
DL, Hb : 13,7 gr/dl ( N : 13,4
– 17, 7 gr/dl)
-
LED : 110 mm/l (N : < 15 )
-
Leukosit : 6700 x 10 /dl (N : 4,7 – 10,3)
-
Trombosit : 176 x 10 /l (N : 150 – 350).
m.
Terapi
Tanggal
11-5-2001
IVFD RL 500
cc/24 jam
Cimetidin 1ampul
Cefotaxim 2 x
500 mg
Lasix 1 amp/hari
B1, B6, B12 2xa
amp
Captopril 3x25 mg
ISDN 2x 5 mg
HCT ¼ - 0 – 0
Bisolvon 3 x 1 amp
-
sonde : 6 x 250 cc
-
fisioterapi
ANALISA DATA
1.
DS : Klien mengeluh pusing
DO : T : 150/100
mm Hg, N : 100 x/mnt.
CT scan : ICH periventrikel lateral,
IVH dan brain atropi sedang
Kemungkinan penyebab :
Bertambahnya volume intra kranial akibat dari perdarahan otak
Masalah :
Tekanan intra kranial
2.
DS : Keluarga klien
mengungkapkan klien pernah dicoba makan peroral tapi belum bisa.
DO : Klien makan
menggunakan sonde, Diit cair 6 x 250cc/hari, turgor menurun GCS : 4,5,6, reflek
menelan terganggu, BB : 63 Kg, TB : 174 cm, tampak lemah.
Kemungkinan
penyebab :
Kelemahan otot
menelan
Masalah :
Nutrisi
3.
DS : Klien berteriak kesakitan
saat kaki kiri digerakkan secara pasif
DO : Terdapat
kelumpuhan pada ektremitas sebelah kiri, tampak lemah ADL dibantu kekuatan
otot….. , drop foot
Kemungkinan
penyebab :
Paralisis
Masalah :
Mobilisasi
4.
DS : Klien mengeluh nyeri
kepala
DO : Terdapat
penurunan rangsang raba,rasa, kecap
Bicara ngelantur
Tampak marah jika kelelahan
Kemungkinan
penyebab :
Transmisi
sekunder terhadap trauma neurologis
Masalah :
Perubahan
persepsi sensoris
5.
DS : -
DO : GCS 4,5,6
RR : 20 x/mnt
Ronchi : terdapat diseluruh lapangan
paru
Terdapat produk mukus yang berlebihan
pada mulut
Terjadi penurunan reflek menelan dan
batuk
Mulut tampak kotor
Ro” : tampak infiltrat interstisiil
pada lapangan paru
Kemungkinan
penyebab :
Menurunnya
reflek batuk
Masalah :
Bersihan jalan
nafas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Resiko peningkatan TIK mendadak b.d meningkatnya volume intrakranial
- Gngguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kelemahan otot menelan
- Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif b.d menurunnya reflek batuk
- Kerusakan mobilitas fisik b.d kelumpuhan anggota gerak
- Perubahan persepsi sensorik b.d gangguan transmisi sekunder terhadap trauma neurologis
- Resiko perubahan eliminasi (konstipasi) b.d menurunnya tonus otot mengejan dan tirah baring.
RENCANA TINDAKAN
1.
Resiko peningkatan TIK mendadak
b.d bertambahnya volume intracranial
Tujuan : tidak
terjadi peningkatan TIK pada klien dalam waktu 3x24 jam
Kriteria : -
Klien tidak gelisah, Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah,
GCS : 4,5,6, tidak terdapat pupil edema.
INTERVENSI :
1.
Berikan penjelasan pada klien
(jika sadar) dan keluarga tentang sebab-akibat TIK meningkat.
R/ Meningkatkan
kerjasama dalam meningkatkan perawatan klien dan mengurangi kecemasan.
2.
Pertahankan posisi 30 dan
kurangi manipulasi yang berlebihan
R/ Dengan
posisi 30 mempengaruhi sirkulasi darah otak sehingga dapat menghindari
peningkatan TIK
3.
Anjurkan klien untuk bedrest
total
R/Stimulasi
yang kontinyu dapat meningkatkan TIK
4.
Cegah/hindarkan terjadinya
valsava manuver
R/ mengurangi
tekanan intratorakal dan intraabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK
5.
Observasi status neurologi
R/ Perubahan
kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokaso dan perkembangan
penyakit
6.
Obsevasi tanda vital tiap 4 jam
R/ adanya
peningkatan tensi, bradicardi dysritmia, dyspneu merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK
7.
Kolaborasi :
-
pemberian O2 sesuai indikasi
R/ hipoksia
menyebabkan vasodelatasi cerebral dan meningkatkan terbentuknya edema serebri.
2.
Gangguan pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan b.d kelemahan otot
menelan
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 7x24 jam
Kriteria :
Turgor baik, intake dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan,
sonde dilepas, BB meningkat 1kg.
INTERVENSI :
1.
Observasi texture, turgor kulit
R/ mengetahui
status nutrisi klien
2.
lakukan oral hygiene
R/ kebersihan
mulut merangsang nafsu makan
3.
observasi intake out put
R/ mengetahui
keseimbangan nutrisi klien
4.
observasi posisi dan
keberhasilan sonde
R/ untuk
menghundari resiko infeksi / iritasi
5.
Kolaborasi:
-
pemberian diet / sonde sesuai
jadual
R/ membantu
memenuhi kebutuhan nutrisi klien karena klien terjadi penurunan reflek menelan.
3.
Kerusakan mobilitas fisik b.d
kelumpuhan anggota gerak
Tujuan :
kerusakan mobilitas fisik dapat membaik selama dalam perawatan
Kriteria : Klien
mampu menggerakkan extremitas kiri secara minimal, tidak terjadi kontraktur
sendi, klien mampu mempertahankan posisi seoptimal mungkin
INTERVENSI:
1.
koreksi tingkat kemampuan
mobilisasi dengan skala 0 – 4
R/ memantau
tingkat ketergantungan klien serta mengobservasi fungsi sensorik – motorik
2.
pertahan posisi klien dalam
letak anatomis dengan memberi ganjal bantal sewaktu posisi miring
R/ mencegah
terjadinya kontraktur
3.
jelaskan pada klien tentang
mobilisasi pasif
4.
lakukan mobilisasi pasif pada
kedua extremitas
R/ mengurangi
atropi otot, meningkatkan sirkulasi, mencegah kontraktur
5.
ubah posisi dengan mengangkat
sisi yang tidak berfungsi
R/ merangsang
perfusi pada sisi yang lumpuh
6.
lakukan masage, kompres hangat,
perawatan kulit.
R/ merangsang
vasodilatasi untuk memperlancar peredaran darah
7.
kolaborasi
-
pertahankan terpai B1
R/ merangsang
pertumbuhan otot dan sel
-
dengan fisioterapi
R/ untuk
menentukan program yang ideal menuju pemulihan
4.
Resiko bersihan jalan napas
tidak efektif b.d menurunnya reflek batuk
Tujuan : tidak terjadi gangguan
pada bersihan jalan napasklien dalam waktu 7 x 24 jam
Kriteria: RR
teratur, tidak ada stridor, ronchi, whezing, RR: 16 – 20 x / mnt, reflek batuk
klien ada.
INTERVENSI:
1.
observasi kecepatan, kedalaman
dan suara napas klien
R/ kecepatan
pernapasan menunjukkan adanya upaya tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2
2.
lakukan suction dengan ekstra
hati-hati bila terdengar stridor
R/reflek batuk
yang menurun menyebabkan hambatan pengeluaran sekret
3.
pertahankan posisi ½ duduk ,
tidak menekan ke salah satu sisi
R/ ventilasi
lebih mudah bila posisi kepala dalam posisi netral, penekanan ke satu titik
menyebabkan peningkatan TIK.
4.
lakukan chest fisioterapi
R/ claping dan
vibrating merangsang cilia bronkus untuk mengeluarkan sekret
5.
jelaskan pada keluarga tentang
perubahan posisi tiap 2 jam sekali
ConversionConversion EmoticonEmoticon