Salam Sehat dan Harmonis

-----

PUISI-PUISI


Sadarlah, Wahai orang yang tertipu!
Mengapa kamu masih riang bermain,
terlena dengan angan-angan.
Padahal ajal di depan matamu!
Bukankah kamu mengetahui
bahwa ambisi manusia adalah
lautan luas tak bertepi.
Bahteranya adalah dunia.
Maka berhati-hatilah jangan sampai karam!
Yakinlah! Bahwa kematian pasti menjengukmu
bersama segala kepahitannya.
Ingatlah detik-detik itu, ketika kamu memberikan wasiat,
sedangkan anak-anak yang bakal menjadi yatim
Dan ibunya yang akan kehilangan suami tercinta
menangis pilu berlinang air mata.
Ia tenggelam dalam lautan kesedihan,
seraya memukul-mukul wajahnya.
Disaksikan para lelaki, padahal sebelumnya
ia adalah mutiara yang tersimpan rapi.
Kemudian setelah itu,
dibawalah kain kafan kepadamu.
Akhirnya! Diiringi isak tangis dan derai air mata,
Jasadmu dikebumikan
[Dipetik dari: Bimbingan Praktis Penyelenggaraan Jenazah, Abdur Rahman bin Abdullah Al Ghaits. Penerjemah: Abu Ihsan Al-Maidani Al-Atsari. Penerbit: At-Tibyan, Solo. Cet.Pertama, September 2000, hal.57]



Segala yang beranjak sempurna kan berkurang pada akhirnya
Maka jangan manusia terperdaya oleh indahnya perhiasan dunia
Kau saksikan segalanya bagai roda yang berputar
Bahagia suatu kala dan sengsara selepas itu semua
Sungguh dunia tak ‘kan sisakan suatu apa pun
Tiada
kekal di dalamnya satu urusan pun
Mana raja-raja bermahkota dari Yaman?
Mana yang dahulu bermahkota menyilaukan?
Mana pula istana yang dibangun kaum Iram?
Mana benteng Persia yang dibangun siang dan malam?
Ketentuan yang tak tertolak telah menimpa semua itu
Hingga segalanya bagai tak pernah ada
Oh Andalus.. Derita itu kini menimpamu
Gunung Uhud pun roboh dan gunung Sahlan hancur mendengar kisahmu
Islam kini menangis hingga tak sadarkan diri
Bagai tangis kekasih yang ditinggal mati
Seketika Islam diusir dari rumah-rumah itu
Diganti kekufuran yang penuhi setiap ruang
Ketika masjid dahulu kini jadi gereja
Tiada lain di dalamnya kecuali salib dan lonceng-lonceng
Mihrab-mihrab itu menangis tersedu padahal ia adalah batu
Mimbar-mimbar itu bersenandung puisi duka padahal ia adalah kayu
Sungguh pahit semua ini meluluhkan segala hati
Seandainya Islam dan Iman masih bersemayam dalam nurani
Sumber: http://ikamnu.blogspot.com/


MERANTAULAH” (Syair Imam Asy-Syafi’i)
ما في المقام لـذي عقـلٍ وذي أدبٍ من راحة فـدع الأوطـان واغتـرب سافر تجـد عوضـاً عمـن تفارقـه وانصب فإن لذيذ العيش في النصـب إني رأيـت وقـوف المـاء يفسـده إن ساح طاب وإن لم يجر لم يطـب والأسد لولا فراق الأرض ما افترست والسهم لولا فراق القوس لم يصـب والشمس لو وقفت في الفلك دائمـه ًلملها الناس من عجـم ومـن عـرب والبدر لولا أفول منه ما نظرت إليه في كل حين عين مرتقب والتبر كالترب ملقـي فـي أماكنـه والعود في أرضه نوع من الحطـب فـإن تغـرب هـذا عـز مطلـبـه وإن تغـرب ذلـك عـز كالـذهـب الإمام الشافعي انصب = اتعب واجتهد ساح = جرى أفول = غياب مرتقب = من يترقب ظهوره التبر = الذهب غير المصوغ او المضروب عز = إمتنع
Merantaulah
Orang pandai dan beradab tak kan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Pergilah ‘kan kau dapatkan pengganti dari kerabat dan teman
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
Aku melihat air yang diam menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih jika tidak dia ‘kan keruh menggenang
Singa tak kan pernah memangsa jika tak tinggalkan sarang
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak kan kena sasaran
Jika saja matahari di orbitnya tak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang
Rembulan jika terus-menerus purnama sepanjang zaman
Orang-orang tak kan menunggu saat munculnya datang
Biji emas bagai tanah biasa sebelum digali dari tambang
Setelah diolah dan ditambang manusia ramai memperebutkan
Kayu gahru tak ubahnya kayu biasa di dalam hutan
Jika dibawa ke kota berubah mahal jadi incaran hartawan…
Oleh: Imam Al-Syafi’i Rahimahullah…


Kubiarkan kesepian menyelimuti hidupku
Dalam kehampaan merona dalam jiwaku
Mewarnai setiap detik nafasku
Menghantui setiap getar dadaku

Kucari entah dimana dia berada
Menghempas semua asa melemah tiada rasa
Tiada kurasa mengerti akan adanya…
Datanglah wahai bidadari cinta…

Di sela kehampaan kurasakan kesunyian
Terasa menyakitkan rasa kesepian
Kembalikan jiwaku yang s’lalu menginginkan dirimu
Jiwa yang selalu haus dalam pencarian seseorang

Dimanakah orang yang kucari…
Lelah kaki melangkah yang tiada terarah
Merasakan letih…hingga tak mampu merintih…
Ingin hapuskan rasa kesepian ini…
Siapakah yang mampu kembalikan jiwa ini kembali…



Malu rasanya mengukapkan cinta…
Kepada dia kek
asih Allah
Karena dia insan mulia…
Sedangkan diriku insan biasa

Ku bujuk jua hati dan jiwa
Meluahkan rasa cinta membara
Di dalam pujian ucapan selawat
Tanda penghargaan seorang umat

Selagi upaya kuturuti ajarannya
Apa terdaya ku amalkan sunahnya
Moga di dunia mendapat berkat
Di akhirat sana beroleh syafaat


Karena pribadinya aku terpesoan
Karena budinya aku jatuh cinta
Rindu ku padanya tiada terkata
Nantikanlah daku ditaman syurga

Sesungguhnya apa yang ku dambakan
Adalah cinta Allah yang Esa
Karena cinta kepada Rasulullah
Berarti cin
ta kepada Allah



Bapakku mati
ibuku mati
kakakku mati
adikku masih kecil
aku menuju mati
Tetanggaku mati
pacarku mati
semua mati
kuburan meluas ke seluruh negeri
kematian tak bisa dihindari
negeri ini penuh mayat
hati tersayat tapi hanya bisa mengumpat
dosa apa yang aku tanggung
dosa kemanusiaan kah...?
padahal aku tak pernah membunuh
padahal aku tak pernah menyakiti
padahal hatiku selalu menyayangi
Adikku...
3 th umurmu
siapa yang akan merawatmu
aku sebentar lagi dengan tanah bersatu
Masa depan...
apakah negeri ini punya masa depan
separuh penduduknya mengidap penyakit setan
bilakah bantuan itu datang..?
Sebelum menjemput kematia
n
A ku
I nginkan
D amai
S entosa
jika masih tersedia..........
Amsterdam, Hari AIDS dunia 2004

Previous
Next Post »

Translate