CIDERA
KEPALA
PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak.
PATOFISIOLOGI
Cidera kepala TIK - oedem
- hematom
Respon
biologi Hypoxemia
Kelainan
metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan cel otak
Gangguan autoregulasi rangsangan simpatis Stress
Aliran darah keotak ¯ tahanan vaskuler katekolamin
Sistemik
& TD sekresi asam lambung
O2 ¯ à ggan metabolisme ¯ tek. Pemb.darah Mual, muntah
Pulmonal
Asam laktat tek. Hidrostatik Asupan
nutrisi kurang
Oedem otak kebocoran cairan kapiler
Ggan perfusi jaringan oedema paru à cardiac out put ¯
Cerebral
Difusi
O2 terhambat Ggan perfusi
jaringan
Gangguan
pola napas à
hipoksemia, hiperkapnea
Cidera
otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera
akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak,
laserasi.
Cidera
otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan
biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Proses-proses
fisiologi yang abnormal:
-
Kejang-kejang
-
Gangguan saluran nafas
-
Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan
oleh karena:
·
edema fokal atau difusi
·
hematoma epidural
·
hematoma subdural
·
hematoma intraserebral
·
over hidrasi
-
Sepsis/septik syok
-
Anemia
-
Shock
Proses
fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Perdarahan
yang sering ditemukan:
·
Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang
tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri
meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat
menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam
sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan
parietalis.
Tanda dan gejala:
penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah,
hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian
dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.
·
Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan
otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat
dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan
kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri,
berfikir lambat, kejang dan edema pupil.
·
Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya
pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan
kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil,
perubahan tanda-tanda vital.
·
Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat
robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera
kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan
kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.
Penatalaksanaan:
Konservatif
- Bedrest total
- Pemberian obat-obatan
- Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
Pengkajian
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan
gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing.
Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap
tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi
rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi
jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk
manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai
batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
- Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
- Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
- Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
- Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
- Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
- Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa
retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus
lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan
parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena
imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara
otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara
pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot.
Pemeriksaan Diagnostik:
·
CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi
adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
- Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
- X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
- Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
- Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Prioritas
perawatan:
- memaksimalkan perfusi/fungsi otak
- mencegah komplikasi
- pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
- mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
- pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN:
1)
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2)
Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau
kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3)
Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi
dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4)
Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik
psikologis.
5)
Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau
kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan,
misal: tirah baring, imobilisasi.
6)
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma,
kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan
integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7)
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan
tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan.
Status hipermetabolik.
8)
Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis
situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
9)
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan
pengobatan b. d kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang
mengingat/keterbatasan kognitif.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1)
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
- Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
- Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi
|
Rasional
|
Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan
otak dan potensial peningkatan TIK.
Pantau
/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar
GCS.
Evaluasi
keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap
cahaya.
Pantau
tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
Pantau
intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
Turunkan
stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
Bantu
pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan
kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
Batasi
pemberian cairan sesuai indikasi.
Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi.
Berikan
obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik,
sedatif, antipiretik.
|
Penurunan
tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan
awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan intensif.
Mengkaji
tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
Reaksi
pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan
apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya
mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
Peningkatan
TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar)
merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia
cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan
kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan
menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Bermanfaat
sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi
jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus.
Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran
pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan
serebral.
Memberikan
efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan
istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.
Aktivitas
ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat
meningkatkan TIK.
Meningkatkan
aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema
atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
Pembatasan
cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi
aliran vaskuler TD dan TIK.
Menurunkan
hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
yang meningkatkan TIK.
Diuretik
digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema
otak dan TIK,. Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan
edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya
aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan
untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau
mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral
atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.
|
2)
Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan
dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan
persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
·
mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria
evaluasi:
·
bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau
frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
Pantau
dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi
jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
Angkat
kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
Anjurkan
pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
Lakukan
penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat
karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
Auskultasi
suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang
tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
Pantau
analisa gas darah, tekanan oksimetri
Lakukan
ronsen thoraks ulang.
Berikan
oksigen.
Lakukan
fisioterapi dada jika ada indikasi.
|
Perubahan
dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya
keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya
ventilasi mekanis.
Kemampuan
memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan
napas. Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan napas
buatan atau intubasi.
Untuk
memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan
lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
Mencegah/menurunkan
atelektasis.
Penghisapan
biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak
dapat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang
lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat
menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang
pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.
Untuk
mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau
obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau
menandakan terjadinya infeksi paru.
Menentukan
kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Melihat
kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang berkembang misal:
atelektasi atau bronkopneumoni.
Memaksimalkan
oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.
Walaupun
merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi
tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko
atelektasis/komplikasi paru lainnya.
|
3)
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma,
kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan
integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda
infeksi.
Kriteria
evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan
tehnik cuci tangan yang baik.
Observasi
daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi,
catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
Pantau
suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan
perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).
Anjurkan
untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus
menerus. Observasi karakteristik sputum.
Berikan
antibiotik sesuai indikasi
|
Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
nosokomial.
Deteksi
dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera
dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
Dapat
mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau
tindakan dengan segera.
Peningkatan
mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk menurunkan resiko terjadinya
pneumonia, atelektasis.
Terapi
profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran CSS
atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi
nosokomial.
|
Daftar pustaka
Abdul Hafid (1989),
Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI – Traumatologi
, Surabaya.
Doenges M.E.
(2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat,
R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.
ASUHAN
KEPERAWATAN NY.M DENGAN CEDERA OTAK
BERAT
DI RUANG OBSERVASI INTENSIVE (ROI)
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
1.
PENGKAJIAN:
1.1 Identitas
Nama :
Ny. M.
Umur :
40 tahun
Suku/Bangsa :
Jawa/Indonesia.
Agama :
Islam
Alamat :
Kramat Jegu RT 3 / RW 1 Taman Sidoarjo
Pekerjaan :
tidak bekerja
Pendidikan :
SLTA
Tgl.MRS :
2 Desember 2001 jam: 02.30
Tgl. Pengkajian :
3 Desember 2001 jam: 11.00
Diagnosa Medik :
Cedera Otak Berat, SAH, OF Linear Occipital Sin.,
V. Appertum Frontalis, CF Antebrachii.
1.2
Alasan MRS : kecelakaan lalu
lintas, naik sepeda motor dibonceng suami
ditabrak mobil, sejak kejadian sampai saat
ini klien tidak
sadar, kejang (-), muntah (-).
1.3
Observasi dan pemeriksaan fisik:
1)
Pernapasan
Klien menggunakan respirator, Mode: CR Insp MV: 500 Exp MV: - FIO2: : 50% A:aDO2:
Bentuk dada simetris, tidak ada jejas pada daerah
dada, wheezing -/-, Ronchi +/+, RR 17
x/menit. Pada hidung terpasang NGT.
2)
Kardiovaskuler/sirkulasi:
S1,
S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 75
x/menit, tekanan darah: 150/100, suhu: 36,5 C
3)
Persarafan/neurosensori
Klien tampak gelisah, GCS: 1 – x – 4 , pupil isokor, reaksi cahaya
+/+
4)
Perkemihan – Eliminasi uri
Terpasang Dower kateter produksi urine 1100
ml/12 jam warna kuning jernih
5)
Pencernaan – Eliminasi alvi
Nutrisi Enteral B1 per sonde 6 x 100 cc, infus PZ
Dext 1500cc/24 jam. Tidak ada jejas pada daerah abdomen, bising usus (+), b.a.b
(-). Cairan maag slang warna kecoklatan 75 cc.
6)
Tulang – otot – integumen:
Kemampuan pergerakan lengan kiri terbatas karena
terpasang gip, pergerakan tangan kanan dan ekstrimitas bawah baik, tidak ada
plegi/parese. Pada tungkai kaki kanan ada luka tertutup pembalut, tidak tampak
adanya perdarahan. Pada kepala ada luka operasi tertutup hipafix, tidak tampak
adanya perdarahan, menggunakan drai cairan warna merah ± 100 cc. Kulit wajah
tampak lecet-lecet, kelopak mata odem dan hematoma. Turgor baik, warna kulit
pucat.
1.8
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
tanggal 3 Desember 2001:
Hb: 7,4
gr/dl. Leko:
13,6. Trombo:
195.
PCV: 0,22. GDA: 178. Kalium: 4,1
Natrium: 132 Klorida: 109 BUN: 8 S.Creat: 0,90
Blood Gas:
PH: 7,398 PCO2: 30,9 PO2: 190,4
HCO3: 18,6 BE: -6,7 O2 Sat: 99,3 CTCO2: 19,6
CT Scan tanggal 2
Desember 2001:
SAH di Fisurra
interhemisphere posterior, Fr. Linear Occipital kiri, curiga Fr. Basis Cranii,
edema cerebri.
1.9
Terapi:
Broadcet 1x2gr
IV Toradol 3x 30
mg IV
Cedantron 3x 4mg
IV Phenitoin 3x 1 amp
IV Manitol 6 x 100cc/drip
Fisioterapi napas
+ Suction tiap 3 jam.
2.
ANALISA DATA
Data
|
Kemungkinan
penyebab
|
Masalah
|
DS: -
DO:
Klien
tampak gelisah, Kesadaran me ¯, GCS: 1
x 4,
CT Scan :
SAH di Fisurra interhemisphere posterior, Fr. Linear Occipital kiri, curiga
Fr. Basis Cranii, edema cerebri.
|
Trauma kepala
¯
Hematom Subarachnoid
¯
Odema otak
¯
TIK
¯
Aliran darah ke otak ¯
¯
O2 ¯
|
Gangguan
perfusi jaringan cerebral
|
DS: -
DO:
Menggunakan respirator, Mode: CR
Insp MV: 500 Exp MV: - FIO2:
: 50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
RR 17 x/menit
|
TIK
¯
rangsangan simpatis
¯
tahanan
vaskuler sistemik
¯
terjadi pe ¯ tek. pada sist. pemb. darah pulmonal.
¯
Pe
tek.hidrostatik à
kebocoran cairan kapiler
¯
Pe hambatan
difusi O2 - CO2
¯
Hipoksemia
|
Gangguan
pola napas
|
DS: -
DO:
GCS: 1x4,
terpasang sonde diiet enteral 6x100 cc, infus PZ Detx 1500 cc/24 jam.
NGT
dibuka, cairan maagslang warna coklat 75 cc.
|
Trauma kepala
¯
Stress
¯
Pe
katekolamin
¯
Pe sekresi
asam lambung
¯
Mual, muntah
¯
Asupan tidak adekuat
|
Resiko
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
DS: -
DO:
Kemampuan pergerakan
lengan kiri terbatas karena terpasang gip. Pada tungkai kaki kanan ada luka
tertutup pembalut, tidak tampak adanya perdarahan. Pada kepala ada luka operasi
tertutup hipafix, tidak tampak adanya perdarahan, terpasang drain cairan
warna merah ± 100 cc.
Turgor baik, warna kulit pucat. Klien terpasang respirator, dower katheter,
NGT.
Hasil
lab: Hb: 7,4 gr/dl. Leko: 13,6.
|
Trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
|
Resiko
tinggi terhadap infeksi
|
DS: -
DO:
Kesadaran me ¯, GCS: 1
x 4
Kemampuan pergerakan
lengan kiri terbatas karena terpasang gip. Terpasang respirator, dower
katheter, NGT.
|
Trauma kepala
¯
Hematom Subarachnoid
¯
TIK
¯
Aliran darah ke otak ¯
¯
O2 ¯
¯
Penurunan kesadaran
|
Sindroma
defisit perawatan diri
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hemoragi/ hematoma; edema cerebral
- Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).
- Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
- Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat
- Sindroma defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DP
1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/
hematoma; edema cerebral.
Tujuan:
- Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria
hasil:
- Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
- Tingkat kesadaran membaik
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau
/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar
GCS.
Evaluasi
keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap
cahaya.
Pantau
tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
Pantau
intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
Turunkan
stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
Bantu
pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan
kepala pasien 15-45 derajad.
Batasi
pemberian cairan sesuai indikasi.
Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi.
Berikan
obat:
|
Mengkaji
tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
Reaksi
pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan
apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya
mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
Peningkatan
TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar)
merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia
cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan
kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan
menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Bermanfaat
sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi
jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus.
Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran
pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan
serebral.
Memberikan
efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan
istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.
Aktivitas
ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat
meningkatkan TIK.
Meningkatkan
aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema
atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
Pembatasan
cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi
aliran vaskuler TD dan TIK.
Menurunkan
hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah
serebral yang meningkatkan TIK.
Manitol
digunakan untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK.
Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan
kegelisahan, agitasi.
|
DP
2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak).
Tujuan:
·
Mempertahankan pola pernapasan efektif melalui
ventilator.
Kriteria
evaluasi:
·
Tidak ada sianosis, Blood Gas dalam batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau
frekuensi, irama, kedalaman pernapasan setiap 1 jam. Catat ketidakteraturan
pernapasan.
Pantau /
cek pemasangan tube, selang ventilator sesering mungkin.
Siapkan
ambu bag tetap berada didekat pasien
Lakukan
penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat
karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
Lakukan
fisioterapi dada .
Auskultasi
suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang
tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
Pantau
analisa gas darah, tekanan oksimetri
Lakukan
ronsen thoraks ulang.
|
Perubahan
dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya
keterlibatan otak.
Adanya
obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan
menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
Membantu
memberikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
Penghisapan
pada trakhea dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan
vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi
jaringan.
Walaupun
merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi
tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko
atelektasis/komplikasi paru lainnya.
Untuk
mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau
obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau
menandakan terjadinya infeksi paru.
Menentukan
kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Melihat
kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang berkembang misal:
atelektasi atau bronkopneumoni.
|
DP
3:
Resiko tinggi terhadap infeksi
b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
Tujuan:
tidak terjadi infeksi
Kriteria
evaluasi:
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan
tehnik cuci tangan yang baik.
Observasi
daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi,
catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
Pantau
suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis.
Berikan
antibiotik sesuai program dokter.
|
Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
nosokomial.
Deteksi
dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera
dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
Dapat
mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau
tindakan dengan segera.
Terapi
profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, atau setelah
dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi.
|
TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal
|
Diagnosa
|
Tindakan Keperawatan
|
3/
12/01
|
1
2
3
|
-
Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan
tanda-tanda vital setiap 1 jam, GCS: 1 x 4,
pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD 145/90, nadi 76 ,
RR: 17x/menit, suhu: 37C.
-
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
-
Memberi posisi
dengan meninggikan kepala pasien 30 derajad.
-
Memberian cairan infus PZ Dext 21 tetes/menit.
-
Memberikan obat:
-
Mengecek pemasangan tube dan selang ventilator.
-
Melakukan fisioterapi napas dan melakukan
penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 –
23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih kental.
-
.Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
-
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari
drain warna merah, infus tidak ada plebitis, cateter terfiksasi baik, warna
urine kuning jernih. Kulit kering tidak tampak tanda inflamasi.
-
Melakukan perawatan luka secara aseptik.
|
4/12/01
|
1
2
3
|
-
Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan
tanda-tanda vital setiap 1 jam, GCS: 2 x 4, pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD
145/90, nadi 78 , RR: 20x/menit, suhu: 37C.
-
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
-
Memberi posisi
dengan meninggikan kepala pasien 30 derajad.
-
Memberikan cairan infus Tutofusi OPS: 14
tetes/menit, cabang Intrafusin 3,5: 7
tetes/menit
-
Memberikan obat:
-
ETT terekstubasi oleh klien, pemasangan ventilator diganti dengan
pemberian O2 T Piece 6 L/menit.
-
Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer
dan melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 –
17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih
kental. Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
-
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari
drain warna merah, infus tidak ada plebitis, cateter terfiksasi baik, warna
urine kuning jernih. Kulit kering tidak tampak tanda inflamasi.
-
Melakukan perawatan luka secara aseptik.
-
Melakukan pemeriksaan lab:
Hb: 10,4 Leko: 13,5 Trombo: 156 PCV: 0,31
|
5/12/01
|
1
2
3
|
-
Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan
tanda-tanda vital setiap 1 jam, GCS: 2 x 4,
pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD 150/90, nadi 74 ,
RR: 20x/menit, suhu: 37,5C.
-
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
-
Memberi posisi
dengan meninggikan kepala pasien 30 derajad.
-
Memberikan cairan infus Tutofusin OPS: 14
tetes/menit, cabang Intrafusin 3,5: 7
tetes/menit
-
Memberikan obat:
-
Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer
dan melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 –
17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih kental.
Mendengarkan suara napas: ronkhi -/-, wheezing -/-.
-
Klien direncanakan untuk dipasang trakheostomi
-
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari
drain warna merah, infus plebitis diganti lokasi, cateter terfiksasi baik,
warna urine kuning jernih.
-
Melakukan perawatan luka secara aseptik. Luka dikaki
merembes cairan warna merah.
|
EVALUASI
TGL
|
DIAGNOSA
|
EVALUASI
|
4/12/2001
|
1.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma;
edema cerebral.
|
S: -
O:
·
Klien masih tampak gelisah, GCS: 2 x 4 pupil isokor
reaksi cahaya +/+
·
TTV stabil TD
berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72
- 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.
A: masalah
belum teratasi
P: rencana
tindakan dilanjutkan
|
4/12/2001
|
2. Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada
pusat pernapasan otak).
|
S: -
O:
·
TTV stabil TD
berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72
- 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. ETT terekstubasi oleh klien, klien
napas spontan, tidak tampak sianosis.
·
Hasil Blood Gas Blood Gas:
PH:
7,415 PCO2: 28,6 PO2: 221,3
HCO3:
17,9 BE: - 6,7
O2 Sat:
99,5 CTCO2: 18,8
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana
keperawatan dilanjutkan, Ventilator dihentikan pemberian oksigen diganti
melalui T Piece.
|
4/12/2001
|
3. Resiko
tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
|
S:
O:
·
TTV stabil TD
berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72
- 80 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. suhu : 36,8 – 37,5 C.
·
Hasil lab:
Hb: 10,4 Leko: 13,5 Trombo: 156 PCV: 0,31
·
Cairan drain kepala warna merah, luka dikaki
merembes cairan (serum) warna kemerahan.
A: masalah
belum teratasi
P: rencana
tindakan dilanjutkan
|
5/12/2001
|
Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema
cerebral.
|
S: -
O:
·
GCS: 2 x 4 pupil isokor reaksi cahaya +/+
·
TTV stabil TD
berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72
- 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.
A: masalah
belum teratasi
P: rencana
tindakan dilanjutkan
|
5/12/2001
|
Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada
pusat pernapasan otak).
|
S: -
O:
·
TTV stabil TD
berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72
- 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. Napas spontan, tidak tampak
sianosis.
Klien
dipasang tracheostomi
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana
keperawatan no 1, 3, 4, 5, 6, 7 dilanjutkan, pemberian oksigen diganti melalui
masker 6 l/menit.
|
5/12/2001
|
Resiko
tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
|
S: -
O:
·
TTV stabil TD
berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72
- 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit.
·
Klien dipasang tracheostomi
·
Influs plebitis
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana
keperawatan dilanjutkan
|
Catatan:
Tanggal 6/12/2001 klien dipindahkan ke ruang bedah F
ConversionConversion EmoticonEmoticon