ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN LUKA
TUSUK YANG TERPASANG VENTILATOR
DI RUANG HCU
RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
KONSEP DASAR
LUKA TUSUK
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang
mana luka tusuk masuk ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering
sangat kecil pada kulit, misalnya luka tusuk pisau.
Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua
faktor yaitu :
1. Lokasi anatomi injury
2. Kekuatan tusukan, perlu
dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan untuk menusuk dan arah tusukan.
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang
menempati sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami
trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan
perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal
ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal
sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi.
Penyebab kematian pada trauma abdomen adalah
penurunan volume cairan karena perdarahan (syok hipovolemik). Secara ringkas
proses tersebut dapat digambarkan sbb :
Faktor penyebab (penurunan volume cairan)
Penurunan arus balik vena
Penurunan isi sekuncup
Penurunan curah jantung
Penurunan perfusi jaringan
Adapun tanda dan gejala dari hipovolemic syok
mengarah pada berbagai sistem yaitu :
1. Sistem kardiovaskuler :
takikardi, penurunan tekanan darah sistolik
2. Kulit : dingin, lembab,
pucat, sianotik
3. Sistem Saraf Pusat :
ansietas, keresahan, perubahan sensorium, penurunan tingkat kesadaran
4. Sistem Renal : penurunan
haluaran urine, gagal ginjal akut atau kronis
5. Sistem Pernafasan :
takipnea, peningkatan permiabilitas kapiler pulmonal (ARDS)
6. Sistem Hepatik : penurunan
pembentukan faktor-faktor pembekuan, penurunan sintesis protein-protein plasma,
penurunan albumin serum, penurunan kadar glukosa serum
7. Sistem Gastro Intestinal :
ileus adinamik, ulcerasi, penurunan absorpsi nutrien, peningkatan masukan
toksin dari lumen usus ke dalam aliran darah
8. Sistem vaskuler
KONSEP GAGAL NAFAS
Definisi :
Gagal nafas akut diartikan sebagai kegagaln
pertukaran gas dalam paru, ditandai dengan turunnya kadar oksigen di arteri
(hipoksemia) atau naiknya kadar karbon dioksida (hiperkarbia) atau kombinasi
keduanya.
Kriteria diagnosis pada pasien yang bernafas pada
udara kamar didapatkan hasil pemeriksaan analisa gas darah :
1. PaO2 kurang dari 50 mmHg
2. PaCO2 lebih dari 50mmHg
tanpa ada gangguan alkalosis metabolik primer
Gagal nafas dapat diakibatkan oleh bermacam penyakit baik
akut maupun kronik; setiap gangguan pada kelima tahap respirasi dapat
menyebabkan gagal nafas.
Patofisiologi
Mekanisme yang menyebabkan terjadinya gagal nafas
meliputi :
1. Hypoventilasi : keadaan
dimana seseorang tidak dapat mempertahankan ventilasi alveolar yang cukup,
sehingga terjadi kenaikan kadar CO2 dalam darah
2.
Gangguan
perfusi dan difusi
Adanya emboli di salah
satu cabang arteri pulmonali akan meningkatkan ruang rugi karena banyak alveoli
yang hanya mengalami ventilasi tanpa perfusi
3. Pintasan intra pulmoner dan
gangguan perbandingan ventilasi perfusi
Pintasan intrapulmoner
(Shunt) diartikan sebagai darah yang memperfusi paru yang tidak mengalami
pertukaran gas karena alveoliya tidak terventilasi seperti pada atelectasis
Tanda dan gejala gagal nafas akut
Diagnosa pasti gagal nafas akut ditegakkan dengan
pemeriksaan analisa gas darah. Namun gejala klinis gagal nafas akut dapat
ditegakkan dengan mengamati hal-hal sbb :
Pola pernafasan : laju pernafasan meningkat,
pernafasan dangkal mungkin ada pernafasan cuping hidung dan terlihat otot
pernafasan tambahan mulai aktif
Warna kulit : pada keadaan awal mungkin masih merah,
bila proses berlanjut/bertambah berat kulit berwarna pucat/biru yang menandakan
hipoksemia yang bertambah berat.
Tensi/laju nadi
: umumnya nadi cepat, bila ada aritmia mungkin disebabkan hiperkarbia
(dan hipoksia)
Nadi yang melemah dan bertambah lambat menandakan
keadaan bertambah parah, yang memerlukan tindakan segera. Tekanan darah, pada
keadaan yang masih ringan mungkin masih dalam batas normal. Bila keadaan
bertambah berat, tekanan darah mula-mula
naik karena pelepasan katekolamin, bila tekanan darah mulai turun hal
ini harus segera diatasi karena ini merupakan tanda perburukan.
Gagal nafas dengan tanda-tanda yang nyata sangat
mudah dikenali. Yang sulit adalah awal dari adanya gagal nafas, yang luput dari
pengawasan ketat yang mungkin dalam waktu relatif singkat dapat memburuk.
Pengawasan/observasi ketat memegang peranan penting
sehingga bila therapi konvensional tidak menolong dan keadaan memburuk, dapat
segera diambil tindakan lain seperti intubasi dan pemakaian alat bantu
nafas/ventilator.
Penatalaksanaan dan pengobatan
Dasar pengobatan dibagi yang non spesifik dan
spesifik, umumnya diperlukan kombinasi keduanya. Pengobatan non spesifik
ditujukan langsung untuk memperbaiki pertukaran gas, seperti pemberian oksigen,
pembersihan jalan nafas dan fisiotherapi dada serta usaha-usaha lain untuk
menurunkan kebutuhan oksigen seperti menurunkan panas badan dan pemberian
sedasi.
Sedangkan pengobatan spesifik ditujukan kepada
penyebab gagal nafas ; bila gagal nafas disebabkan karena adanya benda asing di
bronkhus maka dilakukan bronkoskopi untuk mengatasi sumbatan karena benda asing
tersebut juga melakukan pungsi pleura dan WSD pada efusi pleura yang masif dll.
Indikasi ventilasi bantu/artifisial
Pada keadaan yang ekstrem seperti penderita apneu
atau pernafasan yang amat lemah, indikasi ventilasi bantu/artifisial mudah
ditegakkan. Namun pada keadaan di lapangan sering dijumpai kasus yang sulit
bagi kita untuk memutuskan apakah sudah merupakan indikasi untuk ventilasi
artifisial, sebab penundaan alat bantu nafas yang berlarut dapat berakibat
fatal. Sebaliknya tindakan terlalu dini dan agresif tidak selalu menguntungkan
bahkan dapat merugikan. Beberapa patokan untuk menentukan indikasi ventilasi
adalah :
Parameter
|
Indikasi
|
Nilai Normal
|
1.
Mekanik
-
Laju napas
-
Volume tidal
-
Kapasitas vital
-
Tekanan inspirasi maksimal
|
Lebih 35/menit
Kurang 5 ml/kgBB
Kurang 15 ml/kgBB
Kurang 25 cmH2O
|
10 – 20 (dewasa)
5 – 7
65 – 75
75 – 100
|
2.
Oksigenasi
- PaO2
|
Kurang 60 mmHg (FiO2 = 0,6)
|
75 – 100 (udara kamar)
|
3.
Ventilasi
-
PaCo2
-
Vd/Vt
|
Lebih 60 mmHg
Lebih 0,6
|
35 – 45
0,3
|
Pemakaian alat bantu nafas
(respirator/ventilator) bukanlah untuk menggantikan fungsi paru dan jantung,
melainkan hanya berfungsi sebagai alat ventilasi yang memompakan udara/oksigen
ke dalam paru dengan takanan positif. Fungsinya lebih bersifat mempertahankan
agar penderita tetap hidup sambil menunggu proses reparatif badan dapat
mengambil alih fungsi ventilasinya kembali.
Obat yang dipakai pada gagal nafas
Pada penderita gagal nafas karena asma, diberikan obat
bronkhodilator baik per infus maupun per inhalasi, pada keadaan berat biasanya
ditambahkan kortikosteroid. Untuk infeksi biasanya diberikan antibiotika ber
spektrum luas.
Untuk penderita dengan ventilator, diberikan sedativ
seperti diazepam (valium), dormikum dan golongan narkotik untuk menekan
pernafasan dan bila perelu obat pelumpuh otot seperti pavulon dll agar
penderita dapat mengikuti/seirama perbafasannya dengan alat ventilator
tersebut.
PENGKAJIAN
Initial Klien : Tuan M.Y.
Umur : 20 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Cengkareng Timur,
Jakarta
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan
Tanggal Masuk RS : 29 November 1998
Tanggal Pengkajian : 1 Desember 1998
Diagnosa Medis : Post Op Laparatomy ec. Luka tusuk
tembus abdomen
Perjalanan Penyakit
Pasien masuk ke IGD tanggal
27 November 1998 Pk. 17.25 WIB dimana sekitar 20 menit sebelumnya pasien
terkena trauma tusuk di perut kemudian dilakukan operasi laparatomy tanggal 29
November 1998 dengan lama operasi 4 ½ jam dengan tindakan pembedahan :
-
Laparatomi eksplorasi
-
Nefrektomy kiri
-
Splenektomy jahit dua lapis gaster, jejenum dan mesenterium
-
Drain pada ginjal kiri
Hasil Laboratorium :
Tanggal 30 November 1998
WBC 3,5
RBC 3,47
HGB 10,0
PLT 36
HCT 29,1
Trombocyt 36.000
Ureum darah 30 mg/DL
Creatinin urine 1,15 mg/DL
Urinalisa
Sedimen +
Kejernihan jernih
Leukocyt 1 – 3 /LPB
Eritrosit >100/LPB
Kristal ( - )
Berat jenis 1010
.pH 5
Glukosa 2+
Protein ( - )
Keton ( - )
Bilirubin ( - )
Urobilinogen 0,1
Nitrit ( - )
Analisa Gas Darah Tanggal 30 November 1998 Pk. 06.49
Ventilator control TV : 450
FiO2 : 40%
.pH 3,84
PCO2 37,7
PO2 163,4
HCO3 22,2
TCO2 23,3
BE – 2,3
SBE – 2,2
SAT 99,2
SBC 22,4
Analisa Gas Darah Tanggal 1 Desember 1998 Pk. 05.14
Ventilator Assist Control
RR 12, TV 450
FiO2 40%
PH 7,508
PCO2 38,3
PO2 117,3
HCO3 30,5
TCO2 31,7
BE + 6,9
SBE + 6,8
SAT 98,7
SBC 30,7
Na 138
K 3,9
Cl ( - )
Analisa Gas Darah Tanggal 2 Desember 1998
Ventilator SIMV
FiO2 35%
PH 7,455
PCO2 34,7
PO2 127,8
HCO3 23,2
TCO2 24,2
BE – 0,3
SBE – 0,3
SAT 98,8
SBC 24,1
Na 136
K 3,9
Hasil Laboratorium Darah 2 Desember 1998
Ht 24 vol %
Hb 8,7 gr/DL
Leuko 12.700
Trombo 105.000
Pengukuran CVP : Tgl. 1-12-1998 + 11 cmH2O, Tgl 2-12-1998 10,5 cmH2O
Cairan Infus Tanggal 1-12-1998
KaEM MG3 500 cc
Pan Amin 600 : 500 cc
RL
FFP 2 x 300 cc
Cairan Infus Tanggal 2-12-1998
KaEM MG3
Pan Amin
Tranfusi Darah 500 cc
FFP 2 x 300 cc
RL
Cairan Infus Tanggal 3-12-1998
KaEM MG3
Pan Amin
RL
FFP 3 x 300 cc
Obat-obatan Tanggal 30 s/d 2-12-1998
Cimetidine 3 x 1
Alinamin F 3 x 1
Vit K 3 x 1
Kemicitin 3 x 1 gr ( Tanggal
3-12-1998 diganti dengan Penicillin Prokain)
Novalgin 3 x 50 mg
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos Mentis
Kepala : Simetris
Mata : Conjunctiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik
Hidung : terpasang NGT, cairan
warna coklat tua
Mulut : terpasang ETT, mukosa kering
Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
Dada :
auskultasi paru, ronchi basah ringan +/+, wheezing (-) ; auskultasi jantung BJ
I, II murni, gallop (-)
Abdomen : luka
laparatomy, balutan rapi, kering, bising usus (-)
Ekstremitas :
tangan kanan terpasang triway infus, CVP KaEM MG3, RL, Pan Amin ; kaki kanan
terpasang infus NaCl spooling tranfusi
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Gangguan pembersihan jalan
nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa akibat adanya benda asing
pada trachea (intubasi)
2. Resiko tinggi gangguan
deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan, puasa
3. Resiko gangguan pemenuhan
nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme,
NPO
4. Resiko tinggi terjadinya
infeksi berhubungan dengan trauma abdomen, luka operasi, prosedur invasif (CVP,
kateterisasi, ETT)
5. Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan
6. Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan terpasangnya ETT
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN Tn. M.Y
DI RUANG HCU
RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
No
|
Dx. Perawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1.
|
Gangguan
pembersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa akibat
adanya benda asing pada trachea (intubasi)
Ditandai dengan :
-
sistem alarm berbunyi
-
suara nafas : penumpukan sputum terdengar
-
suara nafas menurun (pada obstruksi jalan
nafas/kolaps paru)
-
pasien gelisah
-
usaha nafas klien meningkat : penggunaan otot
tambahan pernafasan (+)
-
AGD : P CO2 meningkat, P O2 dan PH menurun
|
Kebersihan jalan nafas dapat
terjaga
|
1.
Kaji kepatenan jalan nafas pasien
2.
Evaluasi pengembangan dada, dan kaji suara nafas
kedua belah paru
3.
Catat adanya batuk yang berlebihan, peningkatan dispneu,
bunyi alarm, adanya sekret pada ETT, peningkatan ronchi
4.
Monitor sistem humidifikasi dan temperatur
5.
Suction sesuai kebutuhan
6.
Ajarkan tehnik batuk efektif, nafas dalam pursed lip
breathingbila pasien kooperatif
7.
Ubah posisi secara periodik
8.
Anjurkan pasien untuk minum banyak sesuai kondisi
Kolaboratif
1.
Lakukan bronkhial washing, fisiotherapi dada
(perkusi, vibrasi,postural drainase)
2.
Berikan bronkhodilator /mukolitik sesuai indikasi.
Evaluasi efektifitasnya.
|
1.
Obstruksi dapat disebabkan dari penumpukan sekresi,
perdarahan, spasme jalan nafas
2.
Pengembangan dada yang simetris dan suara nafas yang
seimbang pada kedua belah paru menunjukkan ETT berada tepat dan tidak ada
obstruksi. Obstruksi paru (akibat pneumonia, atelektasis) dapat menimbulkan
suara ronkhi dan wheezing
3.
Pasien yang diintubasi mengalami batuk yang tidak
efektif sehingga penumpukan sekret terjadi
4.
Pengentalan sekret dapat timbul akibat sistem
humidifikasi kurang
5.
Suction tidak boleh rutin karena banyak memiliki efek
negatif
6.
Meningkatkan kemampuan mengeluarkan sekret secara
efektif, menimbulkan retarged ekspirasi sehingga menurunkan kolaps paru
7.
Meningkatkan drainase sekret dan ventilasi ke seluruh
bagian paru, menurunkan resiko atelektasis
8.
Meningkatkan keenceran sekret
Kolaboratif :
1.
Membantu mengencerkan, meningkatkan mobilisasi sekret
sehingga mudah dikeluarkan
2.
Meningkatkan keenceran sekret dan melebarkan jalan
nafas
|
1.
Mengkaji kepatenan jalan nafas
2.
Mengevaluasi pengembangan dada dan mengkaji suara
nafas. Hasil : pengembangan dada dalam batas normal, suara nafas auskultasi
ronchi basah ringan +/+
3.
Mencatat adanya batuk yang berlebihan, bunyi alarm,
sekret ETT, peningkatan ronchi. Hasil : batuk berlebih (-), bunyi alarm (-),
sekret ETT (+) sedikit, peningkatan ronchi (-)
4.
Memonitor sistem humidifikasi dan temperatur. Hasil :
humidifikasi cukup, temperatur 37^C
5.
Melakukan suction sesuai kebutuhan. Hasil : sekret
(+), warna putih, encer
6.
Mengubah posisi secara periodik
7.
Melakukan postural drainase
|
S : -
O :
Sianosis (-)
CVP : + 11 cm H2O, N :
72x/menit, TD : 108/65 mmHg, RR : 18 x/menit (ventilator 12)
Kulit hangat
Analisa Gas Darah : PH 7,455
; PCO2 34,2 ; PO2 127,8 ; HCO3 23,2 ; SAT 98,8
A : Masalah teratasi
P :
Tetap observasi adanya sekret
Jaga kepatenan jalan nafas
Observasi analisa gas darah
|
2.
|
Resiko tinggi
gangguan deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan, puasa.
Faktor resiko :
Trombositopenia
|
Gagguan deficit volume cairan
tidak terjadi
|
1.
Monitor tanda vital, CVP ; catat perubahan tekanan
darah, observasi kenaikan temperatur
2.
Palpasi nadi perifer, catat capillary refill, warna
kulit, temperatur
3.
Monitor output urine, ukur dan estimasikan
kehilahangan cairan dari lambung, drainase luka atau diphoresis
4.
Timbang berat badan tiap hari, hitung balance cairan,
catat adanya oedema pada tungkai
5.
Berikan perawatan mulut, memandikan pasien setiap
hari dan berikan lotion
6.
Kaji adanya dispneu, cyanosis, meningkatnya
kecemasan, gelisah
7.
Monitor tanda-tanda batuk produktif, dispneu, crakles
Kolaboratif
1.
Monitor hasil laboratorium Hb, Ht, Trombosit,
elektrolit, glukosa, PH, PCO2
2.
Berikan cairan infus sesuai indikasi
-
Cairan isotonis
seperti NaCl 0,9, Dextrose 5%
-
Cairan 0,45%, RL
-
Cairan koloid : Dextran, Plasma, Albumin
-
Darah : whole blood (tranfusi darah)
|
1.
Perubahan tanda vital menandakan perkembangan penyakit,
CVP untuk mengetahui defisit volume cairan dan respon terhadap therapi cairan
pengganti. Demam terjadi karena peningkatan metabolisme dan kehilangan cairan
2.
Kondisi deficit cairan menyebabkan tidak adekuatnya
perfusi organ dan mungkin menyebabkan syok
3.
Penggantian cairan
berdasarkan jumlah cairan yang hilang
4.
Perubahan berat badan merupakan tanda tidak akurat
dalam perubahan intra vaskular
5.
Mukosa mulut dan bibir cenderung kering
6.
Meningkatnya agregasi platelet mungkin menyebabkan
emboli sistemik
7.
Koreksi yang terlalu cepat terhadap kekurangan cairan
menyebabkan gangguan kardiopulmonary, terutama untuk cairan koloid
Kolaboratif :
1.
Balance metabolik elektrolit membutuhkan koreksi
2.
Cairan : isotonis merupakan kristaloid yang
memberikan perbaikan sirkulasi secara tepat, RL adalah hipotonis, koloid
untuk mengoreksi kekurangan konsentrasi protein plasma, darah diberikan bila
terindikasi kehilangan darah yang aktif.
|
1.
Memonitor tanda vital, CVP, Tekanan Darah, Suhu.
Hasil : TD 104/62 mmHg, N 79x/menit, S 37^C, CVP 7 cmH2O
2.
Mempalpasi nadi perifer, capillary refill, warna
kulit, temperatur. Hasil : nadi perifer (+), capilarry refill < 2’’, warna
kulit tidak cyanosis, temperatur dingin
3.
Memonitor output urine, balance cairan. Hasil : urine
output 1650, balance (+) 65 cc, intake 2790 cc, NGT 300, Drain 275, IWL 500
Kolaboratif :
1.
Memonitor hasil laboratorium. Hasil : tgl 30-11-1998
Hb 10,0 gr%, Ht 291.00, trombosit 36.000, elektrolit Na 130, K 3,9
2.
Memberikan cairan infus sesuai indikasi. KaEM MG3,
Pan Amin, RL, FFP, NaCl (sppoling tranfusi)
3.
Memberikan tranfusi (FFP) 2 x 300 cc
4.
Memberikan vitamin K 3 x 1 amp.
|
S : -
O :
Tanda vital TD 107/65 mmHg, N
70x/menit, S 37,2^C, CVP +10 ½ cmH2O
Intake 3640 cc, output 3825 cc,
balance (+) 185 cc
Capilarry refill < 2”,
mukosa mulut cukup, turgor kulit baik.
Perdarahan drain 5 cc, NGT (-)
Dicoba minum Aqua 4 x 100 cc /
NGT
Kembung (-), distensi abdomen
(-), mual (-)
Hasil laboratorium : Hb 8,7
g/DL, Ht 24 vol%, trombo 105.000, Na 136, K 3,9
A : Tidak terjadi masalah, tapi
resiko tinggi mungkin terjadi
P :
Tetap observasi balance cairan
Monitor trombosit
Monitor status hemodinamik
|
3.
|
Resiko gangguan pemenuhan
nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme, NPO
|
Gangguan pemenuhan nutrisi
tidak terjadi
|
1.
Mereview faktor
individual yang berefek terhadap kemampuan pencernaan makanan. Contoh :
keadaan puasa (NPO), nausea, ileus paralitik.
2.
Timbang berat badan, catat intake dan output
3.
Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, catat adanya
flatus
4.
Identifikasi makanan yang disukai atau yang tidak
disukai pasien, beri dorongan untuk memilih makanan yang tinggi protein atau
vitamin C
5.
Observasi adanya diare
Kolaborasi :
1.
Menjaga kepatenan dari NGT
2.
Berikan infus cairan seperti albumin, lipid dan elektrolit
3.
Berikan vitamin dan terutama vitamin K secara
parenteral
4.
Berikan obat-obat lain sesuai indikasi
-
Antiemetik
-
Antasida/histamin inhibitor (antagamed)
5.
Konsultasi dengan ahli diet
6.
Berikan cairan, bertahap dari cair sampai full diet
sesuai dengan toleransi setelah NGT dicabut
|
1.
Mempengaruhi
pilihan intervensi
2.
Mengidentifikasi status cairan sama pentingnya untuk
memastikan kebutuhan metabolik
3.
Menentukan kembalinya peristaltik usus 2 – 4 hari
setelah operasi
4.
Untuk meningkatkan kerjasama pasien dalam hal diet
protein dan vitamin C membantu perbaikan dan pemeliharaan jaringan
5.
Sindroma mal absorbsi dapat terjadi setelah operasi
usus kecil membutuhkan evaluasi selanjutnya dan modifikasi diet. Contoh :
diet rendah lemak
Kolaborasi :
1.
Menjaga dekompresi terhadap lambung, usus halus dan
meningkatkan istirahat atau penyembuhan dari usus
2.
Mengoreksi imbalance cairan dan elektrolit
3.
Masalah intestinal dapat menyebabkan absorbsi cairan
terganggu
4.
Antiemetik untuk mencegah muntah, antasida untuk
menurunkan formasi asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulkus
5.
Menentukan kebutuhan diet pasien
6.
Dimulainya pemberian cairan dan diet adalah penting
untuk mengembalikan fungsi normal intestinal dan untuk meningkatkan intake
nutrisi yang adekuat
|
1.
Memonitor indikasi pemberian nutrisi. Hasil : NGT
warna coklat tua, bising usus (+) lemah, klien masih NPO
2.
Mencatat intake dan output. Hasil : intake 2790 cc,
output 1725 cc
3.
Mengaulkutasi bising usus, flatus. Hasil : bising
usus (+) lemah, flatus (-)
Kolaboratif :
1.
Menjaga kepatenan NGT
2.
Memberikan cairan infus KaEm MG3, Pan Amin, RL
3.
Memberikan vitamin K per IV
4.
Memberikan Cimetidine 3 x !
|
S : -
O :
NGT cairan bening, perdarahan
(-)
Muntah (-), kembung (-)
Bising usus (+)
Program pemberian cairan per
NGT 4 x 100 cc
Cairan infus : KaEMG3 (500 cc),
Pan Amin (500 cc)
A : Gangguan nutrisi tidak
terjadi
P :
Tetap observasi indikasi
pemberian makanan per NGT
Tetap/ teruskan pemberian
parenteral cairan sesuai indikasi
Timbang BB bila memungkinkan
Observasi hasil laboratorium
darah (albumin, glubolin, glukosa, BUN)
|
ConversionConversion EmoticonEmoticon