LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
TUBERKULOSIS PARU + HEMOPTOE
KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tubeculosis.
2. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan
melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam
fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet
nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat
tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil
tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan
sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis
pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang
waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping
daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan
melalui saluran pernapasan (paling
sering), M. tuberculosis juga
dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada
kulit (lebih jarang).
3. Patofisiologi
Mycobacterium TBC
Masuk jalan napas
Tinggal di Alveoli
Tanpa infeksi
Inflamasi disebar
oleh limfe
Fibrosis Timbul jar. Ikat sifat
Elastik
& tebal.
Kalsifikasi
- Batuk Alaveolus tidak
- Spuntum purulen
Exudasi kembali
saat
- Hemoptisis ekspirasi
- BB menurun Nekrosis/perkejuan
Gas
tidak dapat
Kavitasi berdifusi
dgn. Baik.
Sesak
Kuman
Infeksi primer
Sembuh total
Sembuh dgn. Sarang Komplikasi
ghon - Menyebar ke seluruh
tubuh scr. Bronkhogen,
limphogen,
hematogen
Infeksi post primer Kuman dormant
Muncul
bertahun kemudian
Diresorpsi
kembali/sembuh Membentuk jar.
keju Sarang meluas
Jika dibatukkan sembuh dgn.
membentuk kavitas. Jar. Fibrotik
.
Kavitas meluas Memadat & membungkus diri
Bersih & menyembuh
Membentuk sarang
tuberkuloma
4. Gambaran Klinik Tb Paru
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1.
Gejala respiratorik,
meliputi:
Batuk
Gejala batuk
timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila
sudah ada kerusakan jaringan.
Batuk darah
Darah yang
dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak
darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak
terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung
dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
Sesak napas
Gejala ini
ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
Nyeri dada
Nyeri dada pada
TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena.
2.
Gejala sistemik,
meliputi:
Demam
Merupakan gejala
yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam
influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa
bebas serangan makin pendek.
Gejala sistemik lain
Gejala sistemik
lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala
biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut
dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai
gejala pneumonia.
5. Gejala klinis Haemoptoe
Kita harus
memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring ,dengan cara membedakan ciri-ciri
sebagai berikut :
·
Batuk darah
1.
Darah dibatukkan dengan rasa panas di
tenggorokan
2. Darah berbuih bercampur udara
3. Darah segar berwarna merah
muda
4. Darah bersifat alkalis
5. Anemia kadang-kadang terjadi
6. Benzidin test negatif
·
Muntah darah
1. Darah dimuntahkan dengan rasa
mual
2. Darah bercampur sisa makanan
3. Darah berwarna hitam karena
bercampur asam lambung
4. Darah bersifat asam
5. Anemia seriang terjadi
6. Benzidin test positif
·
Epistaksis
1. Darah menetes dari hidung
2. Batuk pelan kadang keluar
3. Darah berwarna merah segar
4. Darah bersifat alkalis
5. Anemia jarang terjadi
6. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,
radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena
merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi
sebagai berikut:
1.
TB Paru BTA Positif
dengan kriteria:
- Dengan atau
tanpa gejala klinik
- BTA
positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan
positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
- Gambaran
radiologik sesuai dengan TB paru.
2.
TB Paru BTA Negatif
dengan kriteria:
- Gejala
klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
- BTA negatif, biakan negatif tetapi
radiologik positif.
3.
Bekas TB Paru dengan kriteria:
- Bakteriologik
(mikroskopik dan biakan) negatif
-
Gejala klinik tidak ada atau
ada gejala sisa akibat kelainan paru.
-
Radiologik menunjukkan gambaran
lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
-
Ada riwayat pengobatan OAT yang
adekuat (lebih mendukung).
7. Terapi
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri
dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan
Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Cara kerja,
potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:
Obat
Anti TB Esensial
|
Aksi
|
Potensi
|
Rekomendasi
Dosis (mg/kg BB)
|
||
Per
Hari
|
Per
Minggu
|
||||
3
x
|
2
x
|
||||
Isoniazid (H)
Rifampisin (R)
Pirasinamid (Z)
Streptomisin (S)
Etambutol (E)
|
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal Bakterisidal Bakteriostatik
|
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
|
5
10
25
15
15
|
10
10
35
15
30
|
15
10
50
15
45
|
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih
dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di
samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal
sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang
terdiri dari lima komponen yaitu:
1.
Adanya komitmen politis berupa
dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2.
Diagnosis TB melalui
pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang
lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit
pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3.
Pengobatan TB dengan paduan OAT
jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4.
Kesinambungan ketersediaan
paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5.
Pencatatan dan pelaporan yang
baku.
PANDUAN OBAT
TUBERKULOSIS PARU
Untuk program
nasional penmberantasan TB Paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan
kategori penyakit. Kategori didasarkan urutan kebutuhan pengobatan dalam
program. Untuk itu penderita dibagi dalam
4 kategori sebagai berikut :
1.
Kategori I : Kasus baru dengan dahak positif dan
penderita dengan keadaan yang berat seperti Meningitis , TB Milier,
Perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan
gangguan neurologis, penderita dengan dahak negatif tetapi kelinan parunya
luas, TB usus, TB saluran kemih dsb.
2.
Kategori II : Kasus kambuh atau gagal dengan dahak
tetap positif.
3.
Kategori III : Kasus dengan dahak negatif tetapi
kelainan parunya tidak luas dan kasus TB diluar paru selain yang disebut dalam
kategori I.
4.
Kategori IV : Tuberkulosis Kronik.
PANDUAN OBAT KATEGORI I
Dimulai dengan
fase 2 HRZS(E) obat diberikan tiap hari
selama 2 bulan bila selama 2 bulan dahak menjadi negatif maka dimulai
fase lanjutan. Bila setelah 2 bulan dahak masih tetap positif maka fase
intensif diperpanjang 2 – 4 minggu lagi (dalam program P2TB Depkes diberikan 1
bulan dan dikenal sebagai obat sisipan), kemudian diteruskan dengan fase
lanjutan tanpa melihat apakah dahak sudah negatif atau belum. Fase lanjutanya
adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada penderita meningitis, TB Milier, Spondiolitis
dengan kelainan neurologis, fase lanjutan diberikan lebih lama yaitu 6 – 7
bulan hingga total pengobatan 8 – 9 bulan. Sebagai panduan alternatif pada fase
lanjutan ialah 6 HE.
PANDUAN OBAT KATEGORI II
Fase intensif
dalam bentuk 2 HRZES-1 HRZE. Biula setelah fase intensif dahak menjadi negatif
maka diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah 3 bulan dahak masih tetap
positif maka fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi dengan HRZE (juga dikenal
sebagai obat sisipan) bila setelah 4 byulan dahak nmasih tetap posistif maka
pengobatan di hentikan 2 – 3 hari, lalu periksa biakan dan uji resistensi
kemudian pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan. Bila penderita mempunyai
data resisten sebelumnya dan ternyata kuman masih sensitive terhadap semua obat
dan setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka fase lanjutan dapat diubah
seperti kategori I dengan pengawasan
ketat. Bila data menunjukan resistensi terhadap H atau R maka fase lanjutan
harus diawasi dengan ketat. Tetapi jika data menunjukan resistensi terhadap H
dan R maka kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil. Fase lanjutan adalah 5
H3R3E3 bila dapat dilakukan pengawasan atau 5 HRE bila tidak dapat dilakukan
pengawasabn.
PANDUAN OBAT KATEGORI III
2 HRZ / 6 HE
2 HRZ / 4 HR
2 HRZ / 4 H3R3
PANDUAN OBAT KATEGORI IV
Prioritas
pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilabn pengobatan kecil sekali.
Untuk negara kurang mampu dan dari segi kesehatan masyarakat dapat diberikan H
saja seumur hidup. Sedang untuk negara maju atau pengobatan secara individu
(penderita mampu) dapat dicoba pemberian obat berdasarkan sesuai uji resisten
atau obat lapis kedua seperti quinolobn, ethioamide, sikloserin, amikasin,
kanamisin dsb.
8. Komplikasi Hemoptoe padaTuberkulosis Paru
Batuk darah adalah darah atau dahak bercampur darah yang dibatukkan yang
berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke arah distal}
batuk darah
adalah suatu keadaan menakutkan /
mengerikan yang menyebabkan beban
mental bagi penderita dan keluarga penderita, sehingga menyebabakan takut untuk
berobat ke dokter .
Penderita
menahan batuk karena takut kehilangan darah yang lebih banyak sehingga
menyebabkan penyumbatan karena bekuan darah.
Sebetulnya
sudah ada penyakit dasar tetapi keluhan penyakit tidak mendorong berobat ke
dokter.
Batuk darah
pada dasarnya akan berhenti sendiri asal tidak ada robekan pembuluh
darah,berhenti sedikit-sedikit pada pengobatan penyakit dasar.
TB è batuk sedikit-sedikit èmasif
darah melulu, bergumpal.
Bronkiektasis ®campur purulen
Apses paru ®campur
purulen
Pneumonia ®warna
merah bata encer berbuih
Bronkitis ®sedikit-sedikit campur darah atau lendir.
Penatalaksanaan Hemoptoe
Tujuan Umum :
1.
membebaskan jalan nafas
2.
mencegah aspirasi
3.
menghentikan perdarahan dan
pengobatan penyakit dasar.
Konservative
~ Hemoptoe sedikit (<200ml/24jam} dapat berhenti
-obat: codein, doveri,
penyakit dasar
- diminta tenang, istirahat
total, kalau perlu obat penenang
~ Tidur setengah duduk:
13-31% hemopthoe berhenti sendiri MRS 1-4 hari,
87 % berhenti sendiri setelah 4hari MRS
~ Infus atau transfusi
Batuk darah masif:
-
tidur trendelenburg ke arah
sisi yang sakit{agar tidak aspirasi ke paru yang sehat}
-
infuse, penghisapan darah ,
pengambilan bekuan
-
waktu dulu setelah penderita
agak tenang
kolaps terapi:
pnumoperitonium, pneumothoraks artifisial, operasi N. phrenicus
Tindakan-tindakan lebih agresif
-rigid bronkoskopi,jalan nafas terbuka dan penghisapan darah lebih mudah
-FOB untuk suction
darah dan mencari lokasi perdarahan + dengan endotrakeal tube untuk keluar.
Masuk FOB lebih mudah
-pasang endotrakeal tamponade {balon kateter tamponade}
- reseksi paru
-embolisasi a. bronkialis
FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN
9. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang
perlu dikaji adalah:
1.
Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelelelahan umum dan
kelemahan
-
Dispnea saat kerja maupun
istirahat
-
Kesulitan tidur pada malam hari
atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat
-
Mimpi buruk
Tanda:
-
Takikardia, takipnea/dispnea
pada saat kerja
-
Kelelahan otot, nyeri, sesak
(tahap lanjut)
2.
Sirkulasi
Gejala:
- Palpitasi
Tanda:
-
Takikardia, disritmia
-
Adanya S3 dan S4, bunyi gallop
(gagal jantung akibat effusi)
-
Nadi apikal (PMI) berpindah
oleh adanya penyimpangan mediastinal
-
Tanda Homman (bunyi rendah
denyut jantung akibat adanya udara dalam mediatinum)
-
TD: hipertensi/hipotensi
-
Distensi vena jugularis
3.
Integritas ego:
Gejala:
-
Gejala-gejala stres yang
berhubungan lamanya perjalanan penyakit, masalah keuangan, perasaan tidak
berdaya/putus asa, menurunnya produktivitas.
Tanda:
-
Menyangkal (khususnya pada
tahap dini)
-
Ansietas, ketakutan, gelisah,
iritabel.
-
Perhatian menurun, perubahan
mental (tahap lanjut)
4.
Makanan dan cairan:
Gejala:
-
Kehilangan napsu makan
-
Penurunan berat badan
Tanda:
-
Turgor kulit buruk, kering,
bersisik
-
Kehilangan massa otot,
kehilangan lemak subkutan
5.
Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala:
-
Nyeri dada meningkat karena
pernapsan, batuk berulang
-
Nyeri tajam/menusuk diperberat
oleh napas dalam, mungkin menyebar ke bahu, leher atau abdomen.
Tanda:
-
Berhati-hati pada area yang
sakit, perilaku distraksi, gelisah.
6.
Pernapasan:
Gejala:
-
Batuk (produktif atau tidak
produktif)
-
Napas pendek
-
Riwayat terpajan tuberkulosis
dengan individu terinfeksi
Tanda:
-
Peningkatan frekuensi
pernapasan
-
Peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher, retraksi interkostal,
ekspirasi abdominal kuat
-
Pengembangan dada tidak
simetris
-
Perkusi pekak dan penurunan
fremitus, pada pneumothorax perkusi hiperresonan di atas area yang telibat.
-
Bunyi napas menurun/tidak ada
secara bilateral atau unilateral
-
Bunyi napas tubuler atau
pektoral di atas lesi
-
Crackles di atas apeks paru
selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (crackels posttussive)
-
Karakteristik sputum hijau
purulen, mukoid kuning atau bercak darah
-
Deviasi trakeal
7.
Keamanan:
Gejala:
-
Kondisi penurunan imunitas
secara umum memudahkan infeksi sekunder.
Tanda:
-
Demam ringan atau demam akut.
8.
Interaksi Sosial:
Gejala:
-
Perasaan terisolasi/penolakan
karena penyakit menular
-
Perubahan aktivitas sehari-hari
karena perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9.
Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
-
Riwayat keluarga TB
-
Ketidakmampuan umum/status
kesehatan buruk
-
Gagal untuk membaik/kambuhnya
TB
-
Tidak berpartisipasi dalam
terapi.
10. Tes Diagnostik
Tes diagnostik yang dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan
|
Interpretasi Hasil
|
Sputum:
-Kultur
-Ziehl-Neelsen
Tes Kulit
(PPD, Mantoux, Vollmer)
Foto thorax
Histologi
atau kultur jaringan (termasuk bilasan lambung, urine, cairan serebrospinal,
biopsi kulit)
Biopsi jarum
pada jaringan paru
Darah:
-LED
-Limfosit
-Elektrolit
-Analisa
Gas Darah
Tes faal
paru
|
Mycobacterium
tuberculosis positif pada tahap aktif, penting untuk menetapkan diagnosa
pasti dan melakukan uji kepekaan terhadap obat.
BTA positif
Reaksi
positif (area indurasi 10 mm atau lebih) menunjukkan infeksi masa lalu dan
adanya antibodi tetapi tidak berarti untuk menunjukkan keaktivan penyakit.
Dapat
menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru, simpanan kalsium lesi sembuh
primer, efusi cairan, akumulasi udara, area cavitas, area fibrosa dan
penyimpangan struktur mediastinal.
Hasil
positif dapat menunjukkan serangan ekstrapulmonal
Positif
untuk gralunoma TB, adanya giant cell menunjukkan nekrosis.
Indikator
stabilitas biologik penderita, respon terhadap pengobatan dan predeksi
tingkat penyembuhan. Sering meningkat pada proses aktif.
Menggambarakan
status imunitas penderita (normal atau supresi)
Hiponatremia
dapat terjadi akibat retensi cairan pada TB paru kronis luas.
Hasil
bervariasi tergantung lokasi dan beratnya kerusakan paru
Penurunana
kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan
kapasitas paru total, penurunan saturasi oksigen sebagai akibat dari
infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyaki pleural
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Risiko tinggi terhadap infeksi sekunder (reaktivasi) b/d penurunan imunitas, penurunan kerja silia, stasis sekret, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
- Pola pernapasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara, nyeri dada, proses inflamasi.)
- Bersihan jalan napas tak efektif b/d sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
- (Risiko tinggi) Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, edema bronkial.
- Risiko tinggi trauma/henti napas b/d pemasangan sistem drainase dada, kurang pengetahuan tentang pengamanan drainase.
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, peningkatan status metabolisme (penyakit kronis), kelemahan, dispnea, asupan yang tidak adekuat.
- Kurang pengetahuan (tentang proses terapi, kemungkinan kambuh dan perawatan penyakit) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
INTERVENSI KEPERAWATAN
4.1 Risiko tinggi terhadap infeksi sekunder (reaktivasi) b/d penurunan
imunitas, penurunan kerja silia, stasis sekret, malnutrisi, kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan patogen.
Intervensi dan
Rasional:
- Kaji fase patologis penyakit (aktif/tidak aktif) dan potensi penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa.
- Membantu
klien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah
reaktivasi dan komplikasi.
- Jelaskan penyebab penyakit, proses dan upaya pencegahan penularan yang dapat dilakukan klien (Anjurkan klien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan sekret pada tisu sekali pakai dan menghindari meludah).
- Pemahaman
klien tentang bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran kemungkinan transmisi
dapat membantu klien dan orang terdekat mengambil langkah untuk mencegah
penularan kepada orang lain.
- Identifikasi orang lain yang berisiko (anggota keluarga, teman karib)
- Orang-orang
yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran/terjadinya infeksi.
- Identifikasi faktor risiko individu terhadap reaktivasi tuberkulosis (alkoholisme, merokok, malnutrisi, minum obat imunosupresant/kortikosteroid, adanya penyulit DM)
- Pengetahuan
tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan menghindari
hal-hal yang dapat menghambat penyembuhan penyakit.
- Awasi peningkatan suhu tubuh klien
- Reaksi
demam merupakan indikator adanya infeksi lanjut.
- Tekankan pentingnya melanjutkan terapi obat sesuai jangka waktu yang diprogramkan.
- Fase aktif
berakhir 2-3 hari setelah periode kemoterapi awal tetapi pada caverne atau lesi
yang luas risiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
- Tekankan pentingnya mengikuti pemeriksaan ulangan (kultur, BTA, foto thoraks) sesuai jadual yang ditetapkan.
- Pemeriksaan
diagnostik tersebut merupakan satu-satunya alat evaluasi keberhasilan terapi,
bukan berdasarkan kemajuan klinis penyakit.
4.2
Pola pernapasan tak efektif b/d
penurunan ekspansi paru (akumulasi udara dalam rongga pleura, nyeri dada,
proses inflamasi)
Intervensi dan Rasional:
1.
Identifikasi etiologi/faktor
pencetus (kolaps spontan, trauma, keganasan, infeksi, komplikasi ventilasi
mekanik)
- Pemahaman
penyebab kolaps paru penting untuk pemasangan WSD yang tepat dan memilih
tindakan terapeutik lainnya.
2.
Kaji fungsi pernapasan, catat
kecepatan pernapasan, dispnea, sianosis dan perubahan tanda vital
- Distres
pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres
fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok akibat hipoksia.
3.
Auskultasi bunyi napas.
- Bunyi napas
dapat menurun/tak ada pada area kolaps yang meliputi satu lobus, segmen paru
atau seluruh area paru (unilateral).
4.
Kaji pengembangan dada dan
posisi trakea.
- Ekspansi
paru menurun pada area kolaps. Deviasi trakea ke arah sisi yang sehat pada
tension pneumothorax.
5.
Kaji fremitus.
- Suara dan
taktil fremitus menurun pada jaringan yang terisi cairan dan udara seperti pada
pneumothorax.
6.
Kaji area nyeri bila klien
batuk atau napas dalam.
- Sokongan
terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif dan mengurangi
trauma.
7.
Pertahankan posisi nyaman
(biasanya dengan meninggikan kepala tempat tidur). Balik ke sisi yang sakit dan
dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
- Meningkatkan
inspirasi minimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang
sehat.
8.
Bila dipasang WSD:
8.1 Periksa
pengontrol penghisap, jumlah hisapan yang benar.
- Mempertahankan tekanan
negatif intrapleural yang meningkatkan ekspansi paru optimum.
8.2 Periksa
batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
- Air dalam botol penampung
berfungsi sebagai sekat yang mencegah udara atmosfir masuk kedalam pleura.
8.3 Observasi
gelembung udara dalam botol penampung
- Gelembung udara selama
ekspirasi menunjukkan keluarnya udara dari pleura sesuai dengan yang
diharapkan. Gelembung biasanya menurun seioring dengan bertambahnya ekspansi
paru. Tidak adanya gelembung udara dapat menunjukkan bahwa ekspansi paru sudah
optimal atau tersumbatnya selang drainase.
9.
Setelah WSD dilepas, tutup sisi
lubang masuk dengan kasa steril, observasi tanda yang dapat menunjukkan
berulangnya pneumothorax seperti napas pendek, keluhan nyeri.
- Deteksi dini terjadinya
komplikasi penting seperti berulangnya pneumothorax.
4.3
Bersihan jalan napas tak
efektif b/d sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk
buruk, edema trakeal/faringeal.
Intervensi dan Rasional:
1.
Kaji fungsi pernapasan (bunyi
napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot asesori)
- Penurunan
bunyi napas menunjukkan atelektasis, ronkhi menunjukkan akumulasi sekret dan
ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan
penggunaan otot aksesori dan peningkatan kerja pernapasan..
2.
Kaji kemampuan mengeluarkan
sekresi, catat karakter, volume sputum dan adanya hemoptisis.
- Pengeluaran
sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat).
Sputum berdarah bila ada kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronkial dan
memerlukan intervensi lebih lanjut.
3.
Berikan posisi semi/fowler
tinggi dan bantu pasien latihan napas dalam dan batuk yang efektif.
- Posisi
fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi
maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam
jalan napas besar untuk dikeluarkan.
4.
Pertahankan asupan cairan
sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan.
- Hidrasi
yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan pembersihan jalan
napas.
5.
Bersihkan sekret dari mulut dan
trakea, bila perlu lakukan penghisapan (suction)
- Mencegah
obstruksi dan aspirasi. Penghisapan diperlukan bila pasien tidak mampu
mengeluarkan sekret.
6.
Kolaborasi pemberian obat
sesuai indikasi seperti agen mukolitik, bronkodilator dan kortikosteroid.
-
Agen mukolitik menurunkan
kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan.
-
Bronkodilator meningkatkan
diameter lumen percabangan trakeobronkial sehingga menurunkan tahanan terhadap
aliran udara.
-
Kortikosteroid berguna pada
keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan.
4.4
(Risiko tinggi) Gangguan
pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan
membran alveolar-kapiler, edema bronkial.
Intervensi dan Rasional:
1.
Kaji dispnea, takipnea, bunyi
napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi thorax dan kelemahan.
- TB paru
mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkopenumonia sampai
inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura dan fibrosis yang luas.
Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan , dispnea berat
dampai distres pernapasan.
2.
Evaluasi perubahan tingkat
kesadaran, catat sianosis dan perubahan warna kulit, termasuk membran mukosa
dan kuku.
- Akumulasi
sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat menggangu oksigenasi
organ vital dan jaringan tubuh.
3.
Tunjukkan dan dorong pernapasan
bibir selama ekspirasi khususnya untuk pasien dengan fibrosis dan kerusakan
parenkim paru.
- Membuat
tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas
sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan mengurangi napas pendek
4.
Tingkatkan tirah baring, batasi
aktivitas dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-hari sesuai keadaan pasien.
- Menurunkan
konsumsi oksigen selama periode penurunan pernapsan dan dapat menurunkan
beratnya gejala.
5.
Kolaborasi pemeriksaan AGD
- Penurunan
kadar O2 (PaO2) dan atau saturasi, peningkatan PaCO2
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi.
6.
Kolaborasi pemberian oksigen
sesuai kebutuhan tambahan.
-
Terapi oksigen dapat mengoreksi
hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi/menurunnya permukaan
alveolar paru.
4.5
Risiko tinggi trauma/henti
napas b/d pemasangan sistem drainase dada, kurang pengetahuan tentang
pengamanan drainase.
Intervensi dan Rasional:
1.
Diskusikan dengan klien
tujuan/fungsi pemasangan drainase dada.
- Informasi
tentang bagaimana sistem kerja dan tujuan drainase memberi rasa tenang kepada
klien dan mengurangi ansietas.
2
Pastikan keamanan unit drainase
(sambungan selang, kemungkinan terlepas, terlipat/tersumbat, teregang)
- Memastikan
selang tidak terlepas atau teregang yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada
klien serta memastikan funsi drainase berjalan semestinya.
3. Awasi
sisi lubang insersi pemasangan selang, amati kondisi kulit, ganti kasa pentup
steril setiap hari atau setiap kali bila kotor atau basah.
- Tindakan
deteksi dini komplikasi pemasangan drainase dan mencegah komplikasi lebih
lanjut.
4. Pastikan
keamanan pemasangan drainase bila klien harus meninggalkan unit perawatan untuk
tujuan pemeriksaan atau terapi (periksa batas cairan dalam botol, ada tidaknya
gelembung udara, perlu tidaknya selang diklem sementara).
- Meningkatkan
kontinuitas evaluasi optimal selama pemindahan.
4.6
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d anoreksia, peningkatan status metabolisme (penyakit
kronis), kelemahan, dispnea, asupan yang tidak adekuat.
Intervensi dan Rasional:
1. Kaji
status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, dan derajat penurunan berat
badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah dan
diare.
- Memvalidasi
dan menetapkan derajat masalah untuk
menetapkan pilihan intervensi yang tepat.
2. Fasilitasi
klien memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi)
- Memperhitungkan
keinginan individu dapat memperbaiki asupan nutrisi.
3. Pantau
asupan dan haluaran, timbang berat badan secara periodik (sekali seminggu).
- Berguna
dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4. Lakukan
dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan sesudah
intervensi/pemeriksaan peroral.
- Menurunkan
rasa tak enak karena sisa makanan, sisa sputum atau obat untuk mengobatan sistem
respirasi yang dapat merangsang pusat muntah.
5. Fasilitasi
pemberian diet TKTP, berikan dalam porsi kecil tapi sering.
- Memaksimalkan
asupan nutrisi tanpa kelelahan dan energi besar serta menurunkan iritasi
saluran cerna.
6. Kolaborasi
dengan ahli diet untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.
- Merencanakan
diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
energi dan kalori sehuvungan dengan status hipermetabolik klien.
7. Kolaborasi
untuk pemeriksaan laboratorium khususnya BUN, protein serum dan albumin.
- Menilai
kemajuan terapi diet dan membantu perencanaan intervensi selanjutnya.
4.7
Kurang pengetahuan (tentang
proses terapi, kemungkinan kambuh dan perawatan penyakit) b/d kurang terpajan
atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Intervensi dan Rasional:
1. Kaji
kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan, kelelahan
umum, pengetahuan klien sebelumnya, suasana yang tepat).
- Keberhasilan
proses pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional dan lingkugan
yang kondusif.
2. Jelaskan
tentang dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
mengapa pengobatan TB berlangsung dalam waktu lama.
- Meningkatkan
partisipasi klien dalam program pengobtan dan mencegah putus berobat karena
membaiknya kondisi fisik klien sebelum jadual terapi selesai.
3. Ajarkan
dan nilai kemampuan klien untuk mengidentifikasi gejala/tanda reaktivasi
penyakit (hemoptisis, demam, nyeri dada, kesulitan bernapas, kehilangan
pendengaran, vertigo).
- Dapat
menunjukkan pengaktifan ulang proses penyakit dan efek obat yang memerlukan
evaluasi lanjut.
4. Tekankan
pentingnya mempertahankan asupan nutrisi yang mengandung protein dan kalori
yang tinggi serta asupan cairan yang cukup setiap hari.
- Diet TKTP
dan cairan yang adekuat memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik tubuh.
Pendidikan kesehatan tentang hal tersebut meningkatkan kemandirian klien dalam
perawatan penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi
pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan,
Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
Soedarsono (2000), Tuberkulosis Paru-Aspek Klinis,
Diagnosis dan Terapi, Lab. Ilmu Penyakit Paru FK Unair/RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya.
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit
Dalam, BP FKUI, Jakarta.
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TB PARU + HEMOPTOE DI RUANG PARU LAKI RSUD DR SOETOMO SURABAYA
N
I M : 010030170 B
Tanggal
Pengkajian : 25 Nopember 2002 Jam:
10.15 WIB
IDENTITAS
KLIEN
Nama : Tn. PL No. Reg. : 10220851
Umur :
35 tahun Tgl.
MRS : 22 Nopember 2002
Jenis Kelamin : ♂ Diagnosa : TB Paru Komplikasi
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Hemoptoe
Agama :
Islam
Pekerjaan :
Jualan Pangsit
Pendidikan :
SD
Alamat :
Surabaya
Penanggung :
Sendiri
RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)
Riwayat Sebelum Sakit:
Penyakit berat yang penah diderita : Hipertensi (-), DM (-)
Obat-obat yang biasa dikonsumsi :
Jamu pegal linu/masuk angin.
Kebiasaan berobat : Dokter/Puskesmas
Alergi : Tidak ada
Kebiasaan merokok/alkohol :
Merokok berhenti 8 bln yl, riwayat minum alkohol (+) pada waktu muda
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama : Sesak napas
Riwayat keluhan utama : Sesak
napas sejak 6 hari yl (20/11-02), semakin hebat disertai nyeri dada menjalar ke
bahu pada pagi hari sebelum MRS (22/11-02). Batuk (+), sputum (-), batuk darah
(+) 250 cc.
Upaya yang telah dilakukan: --
Terapi/operasi yang pernah dilakukan:
- Minum OAT dari Puskesmas
Tambak Rejo ± 6 bulan, berjalan sesuai program dan kondisi kesehatan sudah
pulih, berat badan bertambah. Klien tidak mengetahui/menyangka kalau
penyakitnya akan kambuh kembali.
- Dipasang WSD di IRD RSUD Dr.
Soetomo Surabaya sejak tanggal 5 April 2002.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama.
Riwayat sesak/batuk (+) pada Ibu klien, meninggal pada tahun 1993.
Genogram:
Riwayat Kesehatan Lingkungan: --
Riwayat Kesehatan Lainnya: --
Alat bantu yang dipakai:
-Gigi palsu :
ٱ ya ٱ tidak
-Kaca mata :
ٱ ya ٱ tidak
-Pendengaran :
ٱ ya ٱ tidak
-Lainnya (sebutkan) :
……………………………………………………………
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum :
- Klien dalam keadaan lemah, klein tidur dalam posisi head
down /trendenlenbeg, kesadaran komposmentis.
Tanda-tanda vital, TB dan BB:
S : 37 0C N :
92 x/mnt TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/mnt HR : 92 x/mnt
ٱ axilla ٱ teratur ٱ lengan kiri ٱ normal ٱ teratur
ٱ rectal ٱ tidak
teratur ٱ lengan kanan ٱ cyanosis ٱ tidak teratur
ٱ oral ٱ kuat ٱ berbaring ٱ cheynestoke
ٱ lemah ٱ duduk ٱ kusmaul
Lainnya (sebutkan) --
TB : 155 cm BB : 46 kg.
Body Systems:
Pernapasan (B1: Breathing)
Hidung terpasang kanula oksigen 2l/menit
Trachea tidak ada kelainan
Terdapat retraksi dada, batuk darah kira-kira 250 cc, napas dangkal.
Suara tambahan terdengar bunyi ronchi pada paru
kanan.
Bentuk dada : simetris
Cardiovaskuler (B2: Bleeding)
Dada terasa neyri bila untuk membatukan dahak., palpitasi
tidak ada, clubbing fingger tidak ada. Suara jantung normal. Edema : tidak ada.
Persyarafan (B3: Brain)
Kesadaran Compomentis, GCS : 4 - 5 - 6
Kepala dan wajah : tak da kelainan.
Mata : sklera putih, Conjungtiva :merah muda,
pupil : isokor.
Leher : tak ada kelaianan.
Reflek batuk ada, tapi tidak keras.
Persepsi
sensoris :
Pendengaran :
normal /dbn. Penciuman : normal /dbn. Pengecapan : normal /dbn.
Penglihatan :
normal /dbn. Perabaan : normal /dbn.
Perkemihan-Eliminasi Uri (B4: Bladder)
Produksi urine : ± 1500 ml. Tak tentu.
Warna : kuning kecoklatan, Bau : Khas. Tidak ada masalah
Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
Mulut dan tenggorokan : mulut keadaan kotor ada bekas
cairan darah.
Abdomen : tak ada kelainan.
Rektum tak ada kelainan, BAB 1 x/hari,
Diet TKTP, Bubur, tiap makan dihabiskan
Tulang-Otot-Integumen (B6: Bone)
Kemampuan pergerakan bebas, perese tidak ada.
Extrimitas atas dan bawah tidak ada
kelainan. Tulang belakang tidak ada
kelainan.
Kulit : kuning kecoklatan. Akral dingin
basah. Turgor cukup.
Sistem Endokrin
Tak ada kelainan
POLA AKTIVITAS
Makan:
Frekuensi : 3 x/hari, waktu makan
tidak teratur
Jenis menu : Nasi, lauk (ikan, telur, tempe, tahu, ayam,
daging), sayur (asam, bayam, wortel, kangkung)
Yang disukai : tidak spesifik
Yang tidak
disukai : pantangan agama
Pantangan : pantangan agama
Alergi : tidak ada
Minum:
Frekuensi : 6-7 x/hari
Jenis minuman : air putih, teh
Yang disukai : teh
Yang tidak
disukai : --
Pantangan : pantangan agama
Alergi : --
Kebersihan diri:
Mandi : 2-3 x/hari
Keramas : 2-3 x/minggu
Sikat gigi : 2-3 x/hari
Memotong kuku : 1 x/minggu
Ganti pakaian : 2-3 x/hari
Masalah : tidak ada.
Istirahat dan aktivitas:
Tidur siang : lama - jam; jam - s/d
jam -
Tidur malam : lama 4 jam; jam 01.30 s/d
jam 05.30
Aktivitas sehari-hari : Pemasaran/penagihan
usaha bahan bangunan; lamanya ± 7 jam; jam 10.00 s/d jam 17.00 WIB
Satpam
komp. Perumahan; lamanya 21.00 jam; jam 21.00 s/d jam 01.30 WIB
PSIKOSOSIAL
Sosial/Interaksi:
Dukungan
keluarga:
ٱ aktif ٱ kurang ٱ tidak ada
Dukungan
kelompok/teman/masyarakat:
ٱ aktif ٱ kurang ٱ tidak ada
Reaksi saat
interaksi:
ٱ tidak
kooperatif ٱ bermusuhan ٱ mudah tersingung ٱ defensif
ٱ curiga ٱ kontak mata ٱ lainnya (sebutkan) kooperatif,
ramah
Konflik yang
terjadi terhadap:
ٱ Peran ٱ Nilai ٱ lainnya (sebutkan)
--
Spiritual:
Konsep tentang
penguasa kehidupan:
ٱ Tuhan ٱ Allah ٱ Dewa ٱ Lainnya (sebutkan)
……………………….
Sumber
kekuatan/harapan saat sakit:
ٱ Tuhan ٱ Allah ٱ Dewa ٱ Lainnya (sebutkan)
……………………….
Ritual agama yang bermakna/berarti/diharapkan saat ini
ٱ Sholat
ٱ Baca kitab suci ٱ Lainnya (sebutkan)
……………………….
Sarana/peralatan/orang yang diperlukan untuk melaksanakan ritual
agama yang diharapkan saat ini:
ٱ Lewat
ibadah ٱ Rohaniawan ٱ Lainnya (sebutkan) ……………………….
Upaya kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan agama:
ٱ Makanan ٱ Tindakan ٱ Obat-obatan ٱ
Lainnya (sebutkan) --
Keyakinan/kepercayaan bahwa Tuhan akan menolong dalam menghadapi
situasi sakit saat ini:
ٱ Ya
ٱ Tidak
Keyakinan/kepercayaan bahwa penyakit dapat disembuhkan:
ٱ Ya
ٱ Tidak
Persepsi terhadap penyebab penyakit
ٱ Hukuman ٱ
Cobaan/peringatan ٱ Lainnya (sebutkan) Penyakit ini disebabkan
oleh kelalaian sendiri berhenti minum OAT sebelum jangka waktu yang ditentukan.
Kebutuhan
Pembelajaran:
Pengetahuan tentang
penyebab penyakit:
ٱ Ya
ٱ Tidak ٱ Keliru
ٱ Klien
mengetahui bahwa penyakit TB Paru disebabkan olek sejenis kuman.
Pengetahuan
tentang proses perjalanan penyakit/proses penularan :
ٱ Ya ٱ Tidak ٱ Keliru
ٱ
Lainnya (sebutkan) Klien menyatakan tidak memahami dengan jelas bagaimana
proses penularan penyakit TB Paru.
Pengetahuan
tentang upaya penyembuhan penyakit:
ٱ
Pengobatan ٱ Pembedahan ٱ Perawatan ٱ
Nutrisi
ٱ
Lainnya (sebutkan)
-
Klien meminta penjelasan tentang
pengobatan, pemeriksaan ulang dan perawatan penyakitnya.
Pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik (jelaskan):
ٱ
Laboratorium : kurang mengerti
ٱ Radiologi : melihat kelainan pada paru-paru
ٱ Lainnya : -
Gejala/tanda kekambuhan:
ٱ Ya ٱ Sebagian ٱ Keliru ٱ
Lainnya (sebutkan) ……………………….
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : tanggal 22 Nopember
2002
- Hb 13 g %; Lekosit 19;
Thrombosit 386; PCV 0,39; GDA 105, SGOT 22, BUN 12.
X Ray : tanggakl 22 Nopember 2002
Kesan : Multi cavitas Apeks Dextra, Fibro infiltrat
Dextra, Fibrocalsifikasi
TERAPI
-
Transamin cap 3x1
-
Codein 3x1mg
-
OAT tetap fase intermitrent ( R
H )
ANALISA DATA
Data
|
Penyebab
|
Masalah
|
DS:-Klien menyata- kan pernah berobat di Minum
OAT dari Puskesmas Tambak Rejo ± 6 bulan, berjalan sesuai program dan kondisi
kesehatan sudah pulih
- Klien tidak
menge-tahui/menyangka ka-lau penyakitnya akan kambuh kembali.
- Klien tidak
memahami dengan jelas bagaimana proses penularan tuberkulosis.
DO:- X
Ray : Kesan : Multi cavitas Apeks Dextra, Fibro infiltrat
Dextra, Fibrocalsifikasi
Minum OAT
secara rutin.
DS: - Tidak ada
Riwayat putus ber-obat/berhenti minum OAT (+)
- Klien bekerja sebgi penjual pangsit.
- Klien meminta
pen-jelasan tentang peng-obatan, pemeriksaan ulang dan perawatan
penyakitnya.
|
Infeksi
primer tuberkulosis paru
↓
Penurunan
imunitas dan
Terapi
OAT tidak adekuat
↓
Infeksi
kronis tuberkulosis paru
↓
Risiko
infeksi sekunder (reaktivasi) dan penyebaran penularan penyakit
Klien
dengan penyakit Tuberkulosis Paru
↓
Kebutuhan
terhadap informasi tentang proses terapi, pemeriksaan ulang dan perawatan
penyakit Tuberkulosis Paru
↓
Kurang
terpajan/Salah interpretasi/
Keterbatasan
kognitif/
Informasi
yang ada kurang akurat/lengkap
↓
Kurang
Pengetahuan
|
Risiko tinggi terha-dap infeksi sekunder
(reaktivasi) dan pe-nyebaran penularan penyakit.
Kurang pengetahuan (tentang proses
tera-pi,kemungkinan kambuh dan perawatan penyakit).
|
11. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Risiko tinggi terhadap infeksi
sekunder (reaktivasi) dan penyebaran penularan penyakit b/d penurunan imunitas
dan kurang pengetahuan tentang proses reaktivasi dan penularan penyakit.
2.
Kurang pengetahuan (tentang
proses terapi, kemungkinan kambuh dan perawatan penyakit) b/d kurang terpajan atau
salah interpretasi informasi,
keterbatasan kognitif, kurang akurat/ lengkapnya informasi yang ada.
RENCANA
TINDAKAN KEPERAWATAN
Tgl
& No.
|
Dx.Keperawatan &
Kriteria Hasil
|
Rencana Tindakan
|
Rasional
|
26/11-‘02
1.
2.
|
Risiko tinggi
terhadap infeksi sekunder (reak-tivasi) dan penyebaran penularan penyakit b/d
penurunan imunitas dan kurang pengetahuan tentang proses reaktivasi dan
penularan penyakit.
Kriteria Hasil:
1.
Klien mampu meng-identifikasi
tindakan pencegahan risiko pe-nyebaran infeksi.
2.
Klien mampu meng-identifikasi
tindakan pencegahan risiko re-aktivasi infeksi tuber-kulosis.
Kurang
pengetahuan (tentang proses terapi, kemungkinan kambuh dan perawatan
penyakit) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi infor-masi, keterbatasan kog-nitif, kurang
akurat/ lengkapnya informasi yang ada.
Kriteria
Hasil:
1.
Klien akan menyata-kan
pemahaman ten-tang proses penyem-buhan penyakit, kebu-tuhan pengobatan dan
pemeriksaan ulang untuk menilai hasil terapi
2.
Klien dapat meng-identifikasi gejala yang memerlukan
evaluasi/intervensi lebih lanjut.
|
1.
Kaji fase klinis penyakit
(aktif / tidak aktif) dan pemahaman kien tentang potensi penyebaran infeksi
melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara dan tertawa.
2.
Jelaskan penyebab penyakit,
proses penularan dan upaya pencegahan penularan yang dapat dilakukan klien
(Anjurkan klien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan sekret pada tisu sekali
pakai dan menghindari meludah).
3.
Identifikasi orang lain yang
berisiko (anggota keluarga, teman karib)
4.
Identifikasi faktor risiko
individu terhadap reaktivasi tuberkulosis (alkoholisme, merokok, malnut-risi,minum obat imunosupresant/
kortikosteroid, adanya penyulit DM)
5.
Awasi perubahan tanda-tanda
vital dan peningkatan gejala reaktivasi penyakit klien.
6.
Tekankan pentingnya
melan-jutkan terapi obat sesuai jangka waktu yang diprogramkan.
7.
Tekankan pentingnya mengikuti
pemeriksaan ulangan (kultur, BTA, foto thoraks) sesuai jadual yang
ditetapkan.
8.
Laksanakan pemberian obat
sesuai program terapi:
-
Transamin cap 3x1
-
Codein 3x1mg
-
OAT tetap fase intermitrent (
R H )
1.Kaji kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat
kecemasan, kelelahan umum, pengetahuan klien sebelumnya, suasana yang tepat).
2.Jelaskan tentang dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang
diharapkan dan alasan mengapa pengobatan TB berlangsung dalam waktu lama.
3.Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk mengidentifikasi
gejala/tanda reaktivasi penyakit (hemoptisis, demam, nyeri dada, kesulitan
bernapas, kehilangan pendengaran, vertigo).
4. Tekankan
pentingnya memper-tahankan asupan nutrisi yang mengandung protein dan kalori
yang tinggi serta asupan cairan yang cukup setiap hari.
|
Membantu klien
menya-dari dan menerima per-lunya mematuhi program pengobatan untuk men-cegah
reaktivasi, kompli-kasi dan penularan kepada orang lain.
Pemahaman
klien tentang bagaimana penyakit dise-barkan dan kesadaran kemungkinan
transmisi dapat membantu klien dan orang terdekat mengambil langkah untuk
mencegah penularan kepada orang lain.
Orang-orang
yang terpajan ini perlu pemeriksaan kesehatan untuk memasti-kan tidak
terjadinya penularan tuberkulosis.
Pengetahuan
tentang fak-tor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan menghindari
hal-hal yang dapat menghambat penyembuhan penyakit.
Reaksi demam
merupakan indikator adanya infeksi lanjut.
Fase aktif
berakhir 2-3 hari setelah periode kemoterapi awal tetapi pada caverne atau
lesi yang luas risiko penye-baran infeksi dapat ber-lanjut sampai 3 bulan.
Pemeriksaan
diagnostik tersebut merupakan satu-satunya alat evaluasi keberhasilan terapi,
bukan berdasarkan kemajuan klinis penyakit
Antibiotik untuk mengatasi infeksi sekunder
Keberhasilan
proses pem-belajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional dan lingkugan
yang kondusif.
Meningkatkan
partisipasi klien dalam program pengobatan dan mencegah putus berobat karena
membaiknya kondisi fisik klien sebelum jadual terapi selesai.
Dapat
menunjukkan pengaktifan ulang proses penyakit dan efek obat yang memerlukan
evaluasi lanjut.
Diet TKTP dan
cairan yang adekuat memenuhi pe-ningkatan kebutuhan meta-bolik tubuh.
Pendidikan kesehatan tentang hal tersebut meningkatkan kemandirian klien
dalam perawatan penyakitnya.
|
TINDAKAN
KEPERAWATAN
Tgl
|
Jam
|
Tindakan Keperawatan
|
Nama Perawat
|
27/11-‘02
|
10.00
|
Dx. 1
1.
Kaji fase klinis penyakit
(aktif / tidak aktif) dan pemahaman kien tentang potensi penyebaran infeksi
melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara dan tertawa.
2.
Menjelaskan penyebab
penyakit, proses penularan dan upaya pencegahan penularan yang dapat
dilakukan klien (Menganjurkan klien untuk batuk/bersin dengan menutup mulut
dengan sapu tangan dan mengeluarkan sekret pada tisu sekali pakai dan
menghindari meludah di sembarang tempat).
3.
Mengidentifikasi orang lain
yang berisiko (anggota keluarga, teman karib)
-
Orang lain yang berisiko
adalah isteri klien dan satu orang anaknya.
4.
Mengdentifikasi faktor risiko
individu terhadap reaktivasi tuberkulosis (alkoholisme, merokok, malnutrisi, minum obat imunosupresant/
kortikosteroid, adanya penyulit DM)
-
Klien tidak minum alkohol,
tidak merokok, status nutrisi cukup, tidak minum obat-obatan
imunosupresant/kortikosteroid dan tidak menderita penyakit DM (GDA 105 tgl
22/11-02)
-
5.
Memeriksa tanda-tanda vital
dan peningkatan gejala reaktivasi penyakit klien.
-
Tanda-tanda vital dalam batas
normal (RR 18 x/mnt, DN 80 x/mnt, TD 120/80, SB 37 0C)
-
Tidak ada gejala/tanda
reaktivasi (batuk, sesak, nyeri dada, demam, penurunan napsu makan).
6.
Mendiskusikan dengan klien
pentingnya melanjutkan terapi obat sesuai jangka waktu yang diprogramkan.
7.
Mendiskusikan dengan klien
pentingnya mengikuti pemeriksaan ulangan (kultur, BTA, foto thoraks) sesuai
jadual yang ditetapkan.
8.
Memberikan obat sesuai
program terapi:
-
Transamin cap 3x1
-
Codein 3x1mg
-
OAT tetap fase intermitrent (
R H )
Dx. 2
1.
Mengkaji kemampuan klien
untuk mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan, kelelahan umum, pengetahuan
klien sebelumnya, suasana yang tepat).
2.
Menjelaskan tentang dosis
obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan mengapa
pengobatan TB berlangsung dalam waktu lama.
3.
Mengajarkan dan menilai
kemampuan klien untuk mengidentifikasi gejala/tanda reaktivasi penyakit
(hemoptisis, demam, nyeri dada, kesulitan bernapas, kehilangan pendengaran,
vertigo).
4.
Menekankan pentingnya
mempertahankan asupan nutrisi yang mengandung protein dan kalori yang tinggi
serta asupan cairan yang cukup setiap hari.
|
Subhan
|
EVALUASI
Tgl & No.
|
Diagnosa
|
Evaluasi
|
Nama Perawat
|
28/4-02
1.
2.
|
Risiko tinggi ter-hadap infeksi sekun-der
(reaktivasi) dan penyebaran penularan penyakit b/d penu-runan imunitas dan kurang
pengetahuan tentang proses reaktivasi dan penu-laran penyakit.
Kurang pengetahuan (tentang proses
tera-pi,kemungkinan kam-buh dan pera-watan penyakit) b/d kurang terpajan atau
salah interpretasi informa-si,
keterbatasan kog-nitif, kurang akurat/ lengkapnya informasi yang ada.
|
Jam 09.00
S: Klien
menyatakan pemahamannya tentang potensi penyebaran infeksi melalui
droplet yang keluar pada saat batuk, bersin, meludah berbicara dan tertawa.
O: Klien tidak menunjukkan perilaku batuk/bersin tanpa
menutup mulut dengan sapu tangan atau meludah di sembarang tempat.
A: Masalah teratasi.
P:
Ingatkan kembali klien
tentang risiko reaktivasi dan
penyebaran penularan penyakit serta upaya pencegahan yang dapat dilakukan
klien sebelum pulang (KRS).
S: -Klien menyatakan persetujuannya untuk
melan-jutkan terapi sesuai dengan program pengobatan TB Paru.
-Klien
menyatakan persetujuannya untuk melakukan pemeriksaan ulang untuk menilai
hasil pengobatan dan perkembangan kesehatannya.
O: -Klien dapat menyebutkan
gejala/tanda reak-tivasi TB Paru (batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri
dada, demam/berkeringat malam hari, napsu makan berkurang dan penurunan berat
badan)
-Klien berpartisipasi dalam program terapi dan pemeriksaan selama masa
rawat inap.
A: Masalah teratasi.
P: Ingatkan kembali klien
tentang tentang proses terapi
dan perawatan penyakit sebelum pulang (KRS).
|
Subhan
Subhan
|
2 komentar
Click here for komentarterima kasih sudah berbagi infonya
ReplyOBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
Informasi yang sangat bermanfaat.. aku juga ingin bagi informasi nih, silahkan di simak ya Obat Miom, Obat Sinusitis, Obat Ejakulasi Dini, Obat Mata,
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon