Laporan KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
MENINGITIS
di RUANG syaraf a RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGANG MENINGITIS
Defenisi
Meningitis
adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus
merupakan penyebab utama dari meningitis.
Patofisiologi
Otak
dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan
otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui
sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang
belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti
jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme
(virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak
melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung)
atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat
menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan
lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan
otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis
merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan
ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf
spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat
ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan
hydrocephalus.
Etiologi
Meningitis
disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan
meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak,
infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas
bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi
menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.
Meningitis
Bakterial
Adalah
reaksi keradangan yang mengenai salah satu atau semua selaput meningen
disekeliling otak dan medula spinalis. Bakteri yang paling sering menyebabkan
meningitis adalah Eschericia Coli, Streptococcus group B, L. monocytogenesis,
Haemofilus influenza, Stapilokokus pneumoniae ,Nersseria meningitidis,
Stapilokokus Aureus, Stapilokokus Epidermidis, Gram negative bacilli, Klebsiela
dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan
berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan
limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit
terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak
sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan
pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan
menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
Meningitis
Tuberkulosa
Adalah
reaksi keradangan yang mengenai salah satu atau semua selaput meningen
disekeliling otak dan medula spinalis yang disebabkan oleh karena kuman
tuberkulosa.
Meningitis
Virus
Tipe
dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan
oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok,
herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis
bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada
kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan
otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi
tergantung pada jenis sel yang terlibat.
Pencegahan
Meningitis
dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor
predisposisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC)
dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting
adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut
telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang
sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi faktor atau janis organisme
penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab
untuk melindungi komplikasi yang serius.
Pengkajian
Pasien dengan meningitis
Riwayat penyakit dan pengobatan
Faktor
riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman
penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti
kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang perlu diketahui
adalah status kesehatan masa lalu untuk mengetahui adanya faktor presdiposisi
seperti infeksi saluran napas, atau fraktur tulang tengkorak, dll.
Manifestasi/Gejala
Klinik
Dibagi
dalam 3 stadium :
1.
Keluhan non spesifik
·
Pada awal penyakit : Kelemahan
umum, Apatis, Anoreksia, Nausea, Demam (subfebril), Nyeri kepala yang
kumat-kumatan, Nyeri pada otot-otot. Bingun yang kumat-kumatan, perubahan daya
mengingat, perubahan tingkah laku dan kaku kuduk biasanya terjadi 1 – 3 minggu
sesudah keluhan
2.
Stadium rangsang meningeal
·
Sesuai dengan cepatnya
perjalanan penyakit klien terjadi Nyeri kepala bertambah, Vomiting, Irritabel,
Kebingungan bertambah, kelumpuhan syaraf otak, Hidrosefalus, Penurunan
kesadaran (stupor), Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI, Papil edema
yang ringan. Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan
pada mata klien, Terjadi vaskulitis dan gangguan fokal, Pergerakan motorik pada
masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi
hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot serta kemungkinan Kejang yang
bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia. Refleks
Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat
pada virus meningitis. Takikardia
3.
Stadium lanjut
·
Kebingungan bertambah, delirium
berfluktuasi dan gejala fokal makin menghebat dan nyata.
Pemeriksaan
Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa
cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.
Punksi Lumbal : tekanan meningkat, jumlah sel meningkat sampai ribuan terutama
polimorfonuklear, kadar protein meningkat, kadar glukosa menurun. Punksi Lumbal
tidak bisa dikerjakan pada klien dengan kesadaran menurun/peningkatan tekanan
intra kranial lebih baik CT scan. Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel
darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan
serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan
elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar
glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai
serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun
dari nilai normal.
Pemeriksaan
Radiografi
CT-Scan
dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya.
Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.
Pengobatan
Pengobatab biasanya diberikan antibiotik
yang paling sesuai.
Untuk setiap mikroorganisme penyebab
meningitis :
Antibiotik
|
Organisme
|
dosis total
sehari untuk dewasa
|
interval
pemberian
|
Penicilin G
Ampicillin
Cefotaxime
Ceftazidime
Ceftriaxone
Chlorampenikol
Amikacin
Bactrim
Metronidazole
Sulbenicillin
Cloxacillin
Gentamicyn
Terapi TBC
·
INH
·
Rifampisin
·
Pyrazinamide
·
Streptomicyn
|
Pneumoccocci
Meningoccocci
Streptoccocci
Haemofilus Influenza
Klebsiella
Pseudomonas
Proleus
Micobacterium Tuber culosis
|
20 juta U/hr
18 gr/hr
12 gr/hr
6 gr/hr
4 gr/hr
4 gr/hr
15 mg/kg/hr
10 mg/kg/hr
1 – 2 gr/hr
12 gr/hr
12 gr/hr
5 - 10 mg/kg/hr
15 - 20 mg/kg/hr
30 - 35 mg/kg/hr
15 mg/kg/hr i.m.
|
2 – 4 jam
4 jam
4 jam
4 jam
6 jam
6 jam
12 jam
8 jam
12 jam
4 jam
4 jam
24 jam
24 jam
6 – 8 jam
12 – 24 jam
|
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul
adalah :
1.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
2.
Resiko tinggi terhadap
perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang
mengubah/menghentikan aliran darah arteri/vena.
3.
Sakit kepala berhubungan dengan adanya iritasi
lapisan otak.
4.
Resiko terjadinya injuri berhubungan dengan
adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.
5.
Resiko tinggi terhadap trauma /
cedera berhubungan dengan defisit sensorik motorik.
6.
Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan sekresi tracheobronchial.
7.
Gangguan pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran mengunyah dan menelan.
8.
Resiko tinggi terhadap
penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko
potogen.
9.
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelumpuhan anggota gerak.
10.
Resiko gangguan integritas
kulit berhubungan dengan kelumpuhan anggota gerak.
11.
Gangguan komunikasi berhubungan
dengan aphasia.
12.
Cemas berhubungan dengan
ancaman terhadap status kesehatan.
13.
Kurangnya pengetahuan mengenai
kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan.
1.
Gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan
·
Pasien kembali pada,keadaan
status neurologis sebelum sakit
·
Meningkatnya kesadaran pasien
dan fungsi sensoris
Kriteria hasil
·
Tanda-tanda vital dalam batas
normal
·
Rasa sakit kepala berkurang
·
Kesadaran meningkat
·
Adanya peningkatan kognitif dan
tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.
Rencana Tindakan
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
Pasien bed rest total dengan posisi tidur
terlentang tanpa bantal
|
Perubahan pada tekanan intakranial akan
dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
|
Monitor tanda-tanda status neurologis
dengan GCS.
|
Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
lanjt
|
Monitor tanda-tanda vital seperti TD,
Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
|
Pada keadaan normal autoregulasi
mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi.
Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh penurunan
tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan
infeksi.
|
Monitor intake dan output
|
hipertermi dapat menyebabkan peningkatan
IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadra,
nausea yang menurunkan intake per oral
|
Bantu pasien untuk membatasi muntah,
batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau
berbalik di tempat tidur.
|
Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan
intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau
merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
|
Kolaborasi
Berikan cairan perinfus dengan perhatian
ketat.
|
Meminimalkan fluktuasi pada beban
vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat
menurunkan edema cerebral
|
Monitor AGD bila diperlukan pemberian
oksigen
|
Adanya kemungkinan asidosis disertai
dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya
iskhemik serebral
|
Berikan terapi sesuai advis dokter
seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika.
|
Terapi yang diberikan dapat menurunkan
permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunka metabolik sel / konsumsi dan
kejang.
|
2.
Sakit kepala berhubungan
dengan adanya iritasi lapisan otak
Tujuan
Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang /
rasa sakit terkontrol
Kriteria evaluasi
·
Pasien dapat tidur dengan
tenang
·
Memverbalisasikan penurunan
rasa sakit.
Rencana Tindakan
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
Independent
Usahakan membuat lingkungan yang aman dan
tenang
|
Menurukan reaksi terhadap rangsangan
ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien untuk
beristirahat
|
Kompres dingin (es) pada kepala dan kain
dingin pada mata
|
Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh
darah otak
|
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif
sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati
|
Dapat membantu relaksasi otot-otot yang
tegang dan dapat menurunkan rasa sakit / disconfort
|
Kolaborasi
Berikan obat analgesik
|
Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa
sakit. Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada
status neurologis sehingga sukar untuk dikaji.
|
3.
Resiko terjadinya injuri
berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat
kesadaran
Tujuan:
Pasien bebas dari injuri yang disebabkan
oleh kejang dan penurunan kesadaran
Rencana Tindakan
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
Independent
monitor kejang pada tangan, kaki, mulut
dan otot-otot muka lainnya
|
Gambaran tribalitas sistem saraf pusat
memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah
terjadinya komplikasi.
|
Persiapkan lingkungan yang aman seperti
batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien.
|
Melindungi pasien bila kejang terjadi
|
Pertahankan bedrest total selama fae akut
|
Mengurangi resiko jatuh / terluka jika
vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
|
Kolaborasi
Berikan terapi sesuai advis dokter
seperti; diazepam, phenobarbital, dll.
|
Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan
respiratorius depresi dan sedasi.
|
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC, Jakarta.
Brunner / Suddarth., (1984). Medical Surgical Nursing, JB
Lippincot Company, Philadelphia.
Depkes RI. (1996). Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Diknakes, Jakarta.
Donnad. (1991). Medical Surgical Nursing. WB Saunders.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi
3, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3, EGC, Jakarta.
Harsono. (1996). Buku
Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Harsono. (2000). Kapita
Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II,
EGC, Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V. (1991). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach An HBJ
International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A. (1995). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process
Approach. 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Juwono, T. (1996). Pemeriksaan
Klinik Neurologik Dalam Praktek. EGC, Jakarta.
Lismidar, (1990). Proses
Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Mardjono M., Sidharta P. (1981). Neurologi Klinis Dasar. PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M.
(1995). Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.
Satyanegara. (1998). Ilmu
Bedah Saraf, Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAPORAN KASUS (PROSES KEPERAWATAN)
Nama
Mahasiswa : Subhan
N I M :
010030170 B
Ruangan :
Syaraf A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo.
Pengkajian diambil tanggal : 4 Juni 2002. Jam 08.00 BBWI
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 4 Juni 2002
No. Regester : 10169216
Diagnosa Medis :
Meningoencephalitis.
1. IDENTITAS PASIEN
Nama :
Tn Rahmad.
Umur :
43 Tahun.
Jenis Kelamin :
Laki-laki.
Suku/Bangsa :
Jawa/Indonesia
Agama :
Islam
Status Marietal :
Kawin
Pendidikan :
SD
Pekerjaan :
Swasta
Bahasa yang digunakan :
Indonesia
Alamat :
Tanjungsari Rt 31 Sidoarjo.
Cara Masuk :
Lewat Instalasi Rawat Darurat RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Keluhan Utama :
Demam dan Sakit kepala.
2.
RIWAYAT KEPERAWATAN
(NURSING HISTORY)
1)
Riwayat Sebelum Sakit
Satu bulan yang
lalu klien pernah MRS selama 10 hari dengan gejala typhoid. Selain itu klien
juga menderita batuk yang lama tetapi tidak berobat. Lima hari sebelum MRS (30
Mei 2002) Klien mengeluh demam dan sakit kepala kemudian dibawa ke dokter
praktek dan diberikan obat tetapi tidak sembuh-sembuh kemudian tanggal 3 juni
2002 klien dibawa ke RS Anwar Medika Taman Sidoarjo dan dirawat tetapi pada
sore harinya jam 16.00 klien mulai menurun kesadarannya dan tidak bisa bicara
sehingga sulit untuk berkomunikasi. Karena terbentur masalah biaya sehingga
keluarga klien meminta untuk dipindahkan ke RSUD dr Soetomo dan pada malam
harinya klien dibawa ke RSUD dr Soetomo
2)
Riwayat Penyakit
Sekarang
Hari Senin
tanggal 3 juni 2002 jam 22.00 klien mulai dirawat di Ruang Saraf A RSUD dr
Soetomo dengan kesadaran yang menurun.
3)
Riwayat Kesehatan
Keluarga
Riwayat
kesehatan keluarga yang lain tidak ada yang menderita penyakit seperti yang
diderita klien saat ini.
4)
Keadaan Kesehatan
Lingkungan
Keluarga klien
mengatakan bahwa Lingkungan rumah tempat tinggal cukup bersih.
3.
OBSERVASI DAN
PEMERIKSAAN FISIK
1)
Keadaan Umum : lemah
2)
Tanda-tanda vital
Suhu :
36,8 0C
Nadi :
80 X/menit. Kuat dan teratur
Tekanan darah :
90/60 mmHg.
Respirasi :
20 x/menit
3)
Body Systems
(1)
Pernafasan (B 1 :
Breathing)
Pernafasan melalui
hidung. Frekuensi 20 x/menit. Trachea tidak ada kelainan. Terdapat retraksi dada, napas dangkal. Suara
tambahan terdengar bunyi ronchi. Bentuk dada simestris.
Hasil foto
Thorax PA tanggal 3 Juni 2002 :
Cor : besar
dan bentuk normal.
Pulmo : Tampak infiltrat
granuler tersebar di kedua lapanganparu. Kedua sinus phrenicocostalis tajam.
Kesimpulan : TB Milier.
(2)
Cardiovascular (B 2 :
Bleeding)
Nadi 80 X/menit
kuat dan teratur, tekanan darah 90/60 mmHg, Suhu 36,8 0C. Palpitasi tidak ada, clubbing
fingger tidak ada. Suara jantung normal. Edema : tidak ada.
(3)
Persyarafan (B 3 :
Brain)
Tingkat
kesadaran : Delirium.
GCS : Membuka
mata : Spontan (4)
Verbal :
Menyuarakan bunyi yang tidak bermakna (2)
Motorik :
Melokalisasi nyeri (5)
Kepala dan wajah : tak da kelainan.
Mata : sklera putih, Conjungtiva
:merah muda, pupil : isokor.
Leher : tak ada kelaianan.
Reflek batuk ada, tapi tidak
keras.
(4)
Perkemihan-Eliminasi Uri
(B.4 : Bladder)
Terpasang Polly
Catheter sejak MRS. Jumlah urine 1200 cc/24 jam.
Warna urine
kuning muda. Bau : Khas.
(5)
Pencernaan-Eliminasi
Alvi (B 5 : Bowel)
Terpasang NGT
sejak MRS. Mulut dan tenggorokan normal, Abdomen normal, Peristaltik normal,
tidak kembung, obstipasi (+), klien sudah beberapa hari belum buang air besar.
Diet sonde TKTP.
(6)
Tulang-Otot-Integumen (B
6 : Bone)
Kemampuan
pergerakan sendi lengan dan
tungkai terbatas
Parese (+),
Paralise (+), Hemiparese (+)
Ekstrimitas :
Atas :
Kanan :
Tidak ada kelainan
Kiri : Tidak ada
kelainan
Bawah :
Kanan :
Tidak ada kelainan
Kiri :
Terdapat kelainan akibat dislokasi pada panggul akibat Kecelakaan Lalulintas
sebelumnya.
Tulang Belakang :
Tidak ada kelainan.
Warna kulit :
Kuning kecoklatan.
Akral :
Dingin basah.
Turgor :
Lambat.
Tidak terdapat kontraktur maupun dikubitus.
DIAGNOSTIC TEST/PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan Laboratorium.
Darah lengkap tanggal : 3 Juni 2002.
-
Hb : 15,0 mg/dl (L 13,5 – 18,0 – P 11,5 – 16,0
mg/dl).
-
Leukosit : 24.000 (4000
– 11.000)
-
Trombosit : 777.000/cmm (150.000 – 450.000/cmm).
-
Hematokrit/PCV : 0,44 % (L : 40 – 54 % P : 37 – 47 %)
-
LED : (L
0 – 15/jam P 0 – 20/jam
Gula darah
-
Glukosa ad random : 169 mg/dl (< 140
mg/dl)
Faal Hati
-
SGOT : 55 U/L (L < 37 P < 31 U/L)
Faal Ginjal
-
Serum Creatinin : 1,52 mg/dl (L : 0,9 – 1,5 P :
0,7 – 1,3)
Elektrolit
-
Natrium : 154 mmol/l (135 – 145 mmol/l)
-
Kalium : 4,08 mmol/l (3,5 – 5,5 mmol/l)
-
Clorida : 114 ( 97 –
113 ).
Hasil pemeriksaan Liquor Cerebrospinalis
tanggal 5 Juni 2002.
Jumlah Sel :
352/3 M : 112/3 P : 240/3.
Nonna :
Positif (+3).
Pandy :
Positif (+4).
Jumlah protein : 300.
Glukose :
26,3.
Eritrosit :
2560/3
Bentuk :
Normal.
TERAPI :
1.
Infus NaCl 0,9 % 2000 cc / 24 jam.
2.
Streptomisin 1 x 1 gram, intramuskuler.
3.
Ceftriaxone 2 x 1 gram, iv.
4.
Dexamethasone 2 x 1 amp,iv.
5.
Cimetidin 3 x 1 amp,iv.
6.
Novalgin 3 x 1 amp,iv.
7.
Neurobion 1 x 1 amp, IM.
8.
Paracetamol 3 x 500 mg.
9.
OAT :
-
Rifampisin : 1 x 450 mg.
-
INH : 1 x 300 mg.
-
Pyrazinamide : 1 x 1000 mg.
|
Tanda tangan mahasiswa
(Subhan)
|
ANALISA DAN SINTESA DATA
NO
|
D A T A
|
KEMUNGKINAN
ETIOLOGI
|
MASALAH
|
1.
|
S :
O :
Terdapat retraksi dada, napas
dangkal, Suara tambahan terdengar bunyi ronchi, Kesimpulan
hasil foto Thorax PA tanggal 3 Juni 2002 :TB Milier.
|
Sekresi
tracheobronchial.
|
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
|
2.
|
S :
O :
Turgor kulit
jelek
Membran Mukosa
kering Terpasang NGT sejak MRS, Diet sonde TKTP, klien sudah beberapa hari belum buang air
besar.obstipasi (+),
|
Kesukaran
mengunyah dan menelan.
|
Gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
3.
|
S :
Keluarga Klien mengatakan kurang mengetahui tentang proses
penularan penyakit serta sifat penyakit.
O :
Kesimpulan
hasil foto Thorax PA tanggal 3 Juni 2002 :TB Milier. Hasil pemeriksaan
laboratorium Leukosit : 24.000
|
Kurangnya
pengetahuan tentang resiko potogen.
|
Resiko tinggi
terhadap penyebaran infeksi
|
4.
|
S :
O :
Keadaan Umum : lemah. Kesadaran yang menurun, Tingkat
kesadaran : Delirium.
Kemampuan pergerakan sendi
lengan dan tungkai terbatas.
Parese (+),
Paralise (+), Hemiparese (+)
|
kelumpuhan
anggota gerak.
|
Kerusakan
mobilitas fisik
|
5.
|
S :
O :
|
Ancaman
terhadap status kesehatan.
|
Cemas
|
6.
|
S :
Keluarga Klien mengatakan kurang mengetahui tentang proses
penyakit, sifat penyakit, pemeriksaan diagnostik, tujuan tindakan perawatan
maupun pengobatan yang diprogramkan. serta kurangnya pengetahuan tentang diet
dan Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan.
O :
|
Kurangnya
informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan.
|
Kurangnya
pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan.
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi tracheobronchial.
2.
Gangguan pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran mengunyah dan menelan.
3.
Resiko tinggi terhadap
penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potogen.
4.
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelumpuhan anggota gerak.
5.
Cemas berhubungan dengan
Ancaman terhadap status kesehatan.
6.
Kurangnya pengetahuan mengenai
kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan.
RENCANA TINDAKAN
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN
|
RENCANA TINDAKAN
|
RASIONAL
|
1.
|
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Sekresi
tracheobronchial.
|
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan
pada bersihan jalan napas klien dalam waktu 7 x 24 jam
Kriteria hasil :
RR teratur, tidak ada
stridor, ronchi, whezing, RR: 16 – 20 x / mnt, reflek batuk klien ada.
|
1.
Observasi kecepatan,
kedalaman dan suara napas klien.
2.
Lakukan suction dengan ekstra
hati-hati bila terdengar stridor.
3.
Pertahankan posisi ½ duduk ,
tidak menekan ke salah satu sisi.
4.
Lakukan chest fisioterapi.
5.
Jelaskan pada keluarga
tentang perubahan posisi tiap 2 jam sekali.
|
1.
kecepatan pernapasan
menunjukkan adanya upaya tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2
2.
reflek batuk yang menurun
menyebabkan hambatan pengeluaran sekret
3.
ventilasi lebih mudah bila
posisi kepala dalam posisi netral, penekanan ke satu titik menyebabkan
peningkatan TIK.
4.
claping dan vibrating
merangsang cilia bronkus untuk mengeluarkan sekret
|
2.
|
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
|
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dalam waktu 7x24 jam.
Kriteria hasil :
1.
Turgor baik, intake dapat
masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan, sonde dilepas, BB
meningkat 1kg.
2.
Berat badan dan tinggi badan
ideal.
3.
Keluarga Klien mematuhi
dietnya.
4.
Kadar gula darah dalam batas
normal.
5.
Tidak ada tanda-tanda
hiperglikemia/hipoglikemia.
|
1.
Observasi texture, turgor
kulit.
2.
Observasi intake out put.
3.
Observasi posisi dan
kebersihan sonde.
4.
Kaji status nutrisi dan
kebiasaan makan.
5.
Anjurkan kaluarga klien untuk
mematuhi diet yang telah diprogramkan.
6.
Timbang berat badan setiap
seminggu sekali.
7.
Identifikasi perubahan pola
makan.
8.
Kerja sama dengan tim
kesehatan lain untuk pemberian diet sonde TKTP.
|
1.
mengetahui status nutrisi
klien.
2.
mengetahui keseimbangan
nutrisi klien.
3.
untuk menghindari resiko
infeksi / iritasi.
4.
Untuk mengetahui tentang
keadaan dan kebutuhan nutrisi klien sehingga dapat diberikan tindakan dan
pengaturan diet yang adekuat.
5.
Kepatuhan terhadap diet dapat
mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
6.
Mengetahui perkembangan berat
badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan
diet).
7.
Mengetahui apakah keluarga
klien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
8.
Pemberian diet sonde TKTP
yang sesuai dapat mempercepat pemulihan terhadap kekurangan kalori dan
protein dan membantu memenuhi kebutuhan nutrisi klien karena klien terjadi
penurunan reflek menelan.
|
3.
|
Resiko tinggi terhadap penyebaran
infeksi berhubungan dengan Kurangnya pengetahuan tentang resiko potogen.
|
Tujuan
: klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
Kriteria
hasil : Klien mengalami penurunan resiko menularkan penyakit yang ditunjukkan
oleh kegagalan kontak klien.
|
1.
Identifikasi orang lain yang
berisiko. Contah anggota rumah, sahabat.
2.
Anjurkan klien untuk batuk /
bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci
tangan yang tepat.
3.
Kaji tindakan. Kontrol
infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan.
4.
Identifikasi faktor resiko
individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis.
5.
Tekankan pentingnya tidak
menghentikan terapi obat.
6.
Kolaborasi dan melaporkan ke
tim dokter.
|
1.
Orang yang terpajan ini perlu
program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi.
2.
Perilaku yang diperlukan
untuk mencegah penyebaran infeksi.
3.
Dapat membantu menurunkan
rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan
penyakit menular.
4.
Pengetahuan tentang faktor
ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari insiden
eksaserbasi.
5.
Periode singkat berakhir 2
sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau
penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3
bulan.
6.
Membantu mengidentifikasi
lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran infeksi.
|
4.
|
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelumpuhan anggota gerak
|
Tujuan : kerusakan mobilitas fisik dapat membaik selama dalam
perawatan
Kriteria hasil : Klien mampu
menggerakkan extremitas bagian atas dan bawah baik sebelah kanan maupun
sebelah kiri secara minimal, tidak terjadi kontraktur sendi, klien mampu
mempertahankan posisi seoptimal mungkin
|
1.
Koreksi tingkat kemampuan
mobilisasi dengan skala 0 – 4.
2.
Pertahan posisi klien dalam
letak anatomis dengan memberi ganjal bantal sewaktu posisi miring.
3.
Jelaskan pada keluarga klien
tentang mobilisasi pasif.
4.
Lakukan mobilisasi pasif pada
kedua extremitas.
5.
Rubah posisi dengan
mengangkat sisi yang tidak berfungsi.
6.
Lakukan masage, kompres
hangat, perawatan kulit.
|
1.
Memantau tingkat
ketergantungan klien serta mengobservasi fungsi sensorik – motorik.
2.
Mencegah terjadinya kontraktur.
3.
.
4.
mengurangi atropi otot,
meningkatkan sirkulasi, mencegah kontraktur
5.
merangsang perfusi pada sisi
yang lumpuh.
6.
merangsang vasodilatasi untuk
memperlancar peredaran darah
|
5.
|
Cemas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakitnya.
|
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat
mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil.,
pasien tenang.
3.
Istirahat cukup.
|
1.
Kaji tingkat kecemasan yang
dialami oleh pasien.
2.
Beri kesempatan pada pasien
untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
3.
Gunakan komunikasi
terapeutik.
4.
Beri informasi yang akurat
tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan
keperawatan.
5.
Berikan keyakinan pada pasien
bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan
pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
6.
Berikan kesempatan pada
keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
7.
Ciptakan lingkungan yang
tenang dan nyaman.
|
1.
Untuk menentukan tingkat
kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi
yang cepat dan tepat.
2
Dapat meringankan beban
pikiran pasien.
3
Agar terbina rasa saling
percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan
keperawatan.
4
Informasi yang akurat tentang
penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat
mengurangi beban pikiran pasien.
5
Sikap positif dari
timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
6
Pasien akan merasa lebih
tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7
Lingkung yang tenang dan
nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
|
6.
|
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan,
dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
|
Tujuan :
Keluarga Klien tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Keluarga klien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang
penyakitnya.
Kriteria Hasil :
1.
Keluarga Klien menyatakan
pemahaman penyebab masalah.
2.
Keluarga Klien mampu
mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.
3.
Keluarga Klien mengikuti program
pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah
terulangnya masalah.
4.
Keluarga Klien memperlihatkan
peningkatan tingkah pengetahuan mengenai perawatan diri.
5.
Keluarga Klien mengetahui
tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat
menjelaskan kembali bila ditanya.
6.
Keluarga Klien dapat
melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
|
1.
Kaji patologi masalah
individu.
2.
Identifikasi kemungkinan
kambuh atau komplikasi jangka panjang.
3.
Kaji ulang tanda atau gejala
yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena,
distress pernafasan).
4.
Kaji ulang praktik kesehatan
yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
5.
Kaji kemampuan keluarga klien
untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media yang terbaik
bagi klien.
6.
Identifikasi gejala yang
harus dilaporkan keperawatan, contoh demam, sakit kepala atau kesulitan
bernafas.
7.
Jelaskan dosis obat,
frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama, kaji
resiko interaksi dengan obat lain.
8.
Kaji resiko efek samping
pengobatan dan pemecahan masalah.
9.
Dorong klien atau orang
terdekat untuk menyatakan takut akan masalah, jawab pertanyaan secara nyata.
10.
Berikan instruksi dan
imformasi tertulis khusus pada keluarga klien untuk rujukan contoh jadwal
obat.
11.
Kaji tingkat pengetahuan
keluarga klien tentang penyakit Tuberkulosa.
12.
Kaji latar belakang
pendidikan keluargaklien .
13.
Jelaskan tentang proses
penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada keluarga klien dengan bahasa
dan kata-kata yang mudah dimengerti.
14.
Jelasakan prosedur yang akan
dilakukan, manfaatnya bagi klien dan libatkan keluarga klien didalamnya.
|
1.
Informasi menurunkan takut
karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi
dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
2.
Penyakit paru yang ada
seperti Tuberkulosa, penyakit paru infeksi dan keganasan dapat meningkatkan
insiden kambuh.
3.
Berulangnya demam dan sakit
kepala memerlukan intervensi medik untuk mencegah, menurunkan resiko
komplikasi.
4.
Mempertahankan kesehatan umum
meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
5.
Belajar tergantung pada emosi
dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.
6.
Dapat menunjukkan kemajuan
atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi
lanjut.
7.
Meningkatkan kerjasama dalam
program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi
klien.
8.
Mencegah dan menurunkan
ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam
program.
9.
Memberikan kesempatan untuk
memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas.
10.
Informasi tertulis menurunkan
hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan
penguatkan belajar.
11.
Untuk memberikan informasi
pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau
pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
12.
Agar perawat dapat memberikan
penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti
keluarga klien sesuai tingkat pendidikan keluarga klien .
13.
Agar informasi dapat diterima
dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
14.
Dengan penjelasan yang ada
dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, keluarga klien akan
lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
|
TINDAKAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI (SOAP)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
TINDAKAN KEPERAWATAN
|
EVALUASI (SOAP)
|
1.
Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan Sekresi tracheobronchial.
|
1.
Mengobservasi kecepatan,
kedalaman dan suara napas klien.
2.
Melakukan suction dengan
ekstra hati-hati bila terdengar stridor.
3.
Mempertahankan posisi ½ duduk
, tidak menekan ke salah satu sisi.
4.
Melakukan chest fisioterapi.
5.
Menjelaskan pada keluarga
tentang perubahan posisi tiap 2 jam sekali.
|
S :
O : RR teratur, stridor (+), ronchi (+), whezing (-), RR: 16 – 20 x /
mnt, reflek batuk klien ada (-).
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Intervensi terus dilakukan
|
2.
Gangguan pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
|
1.
Mengobservasi texture, turgor
kulit.
2.
Mengobservasi intake out put
3.
Mengobservasi posisi dan
keberhasilan sonde
4.
Mengkaji status nutrisi dan
kebiasaan makan.
5.
Menganjurkan keluarga klien
untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
6.
Menimbang berat badan setiap
seminggu sekali.
7.
Mengidentifikasi perubahan
pola makan.
8.
Bekerjasama dengan tim
kesehatan lain untuk pemberian diet sonde TKTP.
|
S :
O :
1.
Turgor membaik, intake dapat
masuk sesuai kebutuhan, belum terdapat kemampuan menelan, sonde masih
terpasang.
2.
Berat badan dan tinggi badan
belum dapat ditimbang dan diukur.
3.
Keluarga Klien mematuhi
dietnya.
4.
Kadar gula darah dalam batas
normal.
5.
Tidak ada tanda-tanda
hiperglikemia/ hipoglikemia.
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Intervensi terus dilakukan.
|
3.
Resiko terhadap transmisi
infeksi yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potogen.
|
1.
Mengidentifikasi orang lain
yang berisiko. Contah anggota rumah, sahabat.
2.
Menganjurkan klien untuk
batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik
mencuci tangan yang tepat.
3.
Mengkaji tindakan. Kontrol
infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan.
4.
Mengidentifikasi faktor
resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis.
5.
Menekankan pentingnya tidak
menghentikan terapi obat.
6.
Mengkolaborasikan dan
melaporkan ke tim dokter.
|
S :
O : Klien mengalami penurunan resiko menularkan penyakit yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan
|
4.
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelumpuhan anggota gerak
|
1.
Mengkoreksi tingkat kemampuan
mobilisasi dengan skala 0 – 4.
2.
Mempertahankan posisi klien
dalam letak anatomis dengan memberi ganjal bantal sewaktu posisi miring.
3.
Menjelaskan pada klien
tentang mobilisasi pasif.
4.
Melakukan mobilisasi pasif
pada kedua extremitas.
5.
Merubah posisi dengan
mengangkat sisi yang tidak berfungsi.
6.
Melakukan masage, kompres
hangat, perawatan kulit.
|
S :
O :
1.
Klien belum mampu
menggerakkan extremitas bagian atas dan bawah baik sebelah kanan maupun
sebelah kiri secara minimal.
2.
Tidak terjadi kontraktur
sendi.
3.
Klien belum mampu
mempertahankan posisi seoptimal mungkin
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Intervensi terus dilakukan.
|
5.
Cemas berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
|
1.
Mengkaji tingkat kecemasan
yang dialami oleh pasien.
2.
Memberi kesempatan pada
keluarga klien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
3.
Menggunakan komunikasi
terapeutik.
4.
Memberikan informasi yang
akurat tentang proses penyakit dan anjurkan keluarga klien untuk ikut serta
dalam tindakan keperawatan.
5.
Memberikan keyakinan pada
keluarga klien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha
memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
6.
Memberikan kesempatan pada
keluarga untuk mendampingi klien secara bergantian.
7.
Menciptakan lingkungan yang
tenang dan nyaman
|
S :
O :
1.
keluarga klien dapat
mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2.
Emosi keluarga klien stabil.,
keluarga klien tenang.
3.
Istirahat cukup.
A : Tujuan Berhasil
P : Intervensi dihentikan.
|
6.
Kurangnya pengetahuan tentang
proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi.
|
1.
Mengkaji patologi masalah
individu.
2.
Mengidentifikasi kemungkinan
kambuh atau komplikasi jangka panjang.
3.
Mengkaji ulang tanda atau
gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba,
dispena, distress pernafasan).
4.
Mengkaji ulang praktik
kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
5.
Mengkaji kemampuan keluarga
klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media yang
terbaik bagi klien.
6.
Mengidentifikasi i gejala
yang harus dilaporkan keperawatan, contoh demam, sakit kepala atau kesulitan
bernafas.
7.
Menjelaskan dosis obat,
frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama, kaji
resiko interaksi dengan obat lain.
8.
Mengkaji resiko efek samping
pengobatan dan pemecahan masalah.
9.
Mendorong klien atau orang
terdekat untuk menyatakan takut akan masalah, jawab pertanyaan secara nyata.
10.
Memberikan instruksi dan
imformasi tertulis khusus pada keluarga klien untuk rujukan contoh jadwal
obat.
11.
Mengkaji tingkat pengetahuan
keluarga klien tentang penyakit Tuberkulosa.
12.
Mengkaji latar belakang
pendidikan keluarga klien.
13.
Menjelaskan tentang proses
penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada keluarga klien dengan bahasa
dan kata-kata yang mudah dimengerti.
14.
Menjelasakan prosedur yang
akan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan keluarga klien
didalamnya.
|
S :
O :
1.
keluarga klien mengetahui
tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat
menjelaskan kembali bila ditanya.
2.
keluarga klien dapat
melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
A : Tujuan Berhasil
P : Intervensi dihentikan
|
ConversionConversion EmoticonEmoticon