Salam Sehat dan Harmonis

-----

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GGK


                   ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GGK

A.    KONSEP DASAR

I.       Pengertian

Gagal ginjal kronik / penyakit ginjal tahap akhir ( ESRO / PETA ) adalah penyimpangan progresif fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolic, dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan uremia.
Gagal ginjal kronis meliputi keprogresifan kerusakan yang tidak dapat dihindari dan nephron di kedua ginjalnya penyakitnya berproses secara terus menerus sampai hampir seluruh nephron rusak dan digantikan oleh jaringan perut yang sudah tidak berfungsi meskipun terdapat berbagai macam penyebab gagal ginjal kronis, hasil akhirnya adalah sebuah penyakit yang sistematis yang mencangkup setiap organ tubuh.
Ginjal mempunyai fungsi menyimpan / mencadangkan yang menakjubkan sampai dengan 80 % dari GFR terdapat kemungkinan berkurang / hilang dengan sedikit perubahan yang kentara di fungsi tubuh. Seorang individu dilahirkan dengan 2 juta nephron dan mampu bertahap ( meskipun dengan susah payah ) sampai dengan 20.000. di beberapa kasus individu melalui beberapa tahapan awal dari gagal ginjal kronis tanpa mengenali tanda – tanda penyakit dikarenakan sisa – sisa nephrons di hypertrophy – kan untuk diperbaiki. Dugaan asal dan perjalanan dari gagal ginjal kronis adalah sangat bervariasi. Seorang individu yang hidup secara normal, hidup secara aktif dengan gagal ginjal yang diobati, padahal orang lain yang mengalami peningkatan gagal ginjal kronis tahap akhir secara cepat. Ketika pemindahan creatine tercatat di bawah 10 ml permenit ( dari normalnya 85 sampai 135 ml permenit untuk rata – rata dewasa ). Beberapa bentuk dari dialysis atau transplantasi sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup.      
Meskipun tiada tahapan secara tegas untuk gagal ginjal kronis, perkembangan penyakit bisa dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu : 
    1. Berkurangnya fungsi ginjal dalam menyimpan tahapan ini dikategorikan dengan normal baru dan tingkatan serum creatine dan gejala kehilangan atau kerusakan.
    2. Kekurangan ginjal. Tahapan ini terjadi ketika GFR adalah sekitar 25 % dari normal, baru dan tingkatan serum creatine meningkat tajam. Mudah lelah dan letih adalah gejala umum sebagai peningkatan gagal ginjal, sakit kepala, pusing dan pruritas / gatal – gatal mungkin akan terjadi nacturia dan Polyriab terjadi sebagai akibat dari ginjal yang telah kehilangan kemampuan untuk memproses urine.
    3. penyakit ginjal tahap akhir ( ESRD ) atau urine. Tahap akhir ini terjadi ketika GFR berada di bawah 5 sampai 10 ml/min. pada tahap ini pada umumnya / akan mengalami kesulitan yang sangat untuk melakukan kegiatan – kegiatan dasar dari kehidupan             ( ADLS ) dikarenakan timbunan efek penyakit dan luasnya gejala – gejalanya.  

II.    Etiologi

GGK mungkin disebabkan oleh glomerula nefritis, kronis, pielonefritis, hipertensi tak terkontrol, lesi herediter seperti pada penyakit polikistik, kelainan vascular, obstruksi saluran perkemihan, penyakit ginjal sekunder akibat penyakit sistemik ( diabetes ), infeksi, obat – obatan atau preparat toksik. Preparat toksik. Preparat lingkungan dan okupasi yang telah menunjukkan mempunyai dampak dalam gagagl ginjal kronis termasuk timah, kadnium, merkuri, dan kromium.
Menurut etiologinya Rose ( 1972 ) membagi sebagai berikut :
1.      Glomerulonefritis
a.       Difus proliferatif
b.      Fokal proliferatif
c.       Fokal glumerula skekosis
d.      Sel lupus eritematosus
e.       Sindroma Good pasture
f.       Nefropati epi membranosa
2.      Pielonefritis Kronik
3.      Penyakit – Penyakit vaskuler Renal
a.       Obstruksi arteri renalis
b.      Trombosis Vera renalis
c.       Hipertensi Nefrosklerosis
4.      Kelainan Metabolik :
a.       Diabetes Melitis
b.      Gaut
c.       Hiperoksa louria.
5.      Nefrotoksik
Pemakaian analgetik yang berlebihan, keracunan logam berat seperti timah hitam, emas, dll.
6.      Obstruksi
a.       Hipertropi prostat
b.      Tumor
c.       Obstruksi leher kandung kecing.
7.      TBC ginjal.
8.      sarikoidosis
9.      Disproteinemia.
a.       Mieloma
b.      Amiloidosis
10.   Herediter / congenital
a.       Ginjal Polikistik
b.      Nekrosis tubular kronik
c.       Sindroma Alport
d.      Ginjal dispalstik
e.       Sistinosis

III. Anatomi

Ginjal suatu kelenjar terletak di abgian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritanium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Bentuknya seperti biji kacang jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari ginjal wanita. Sistem kemih seluruhnya terletak di bagian retroperitoneal sehingga proses patologi seperti obstruksi radang dan pertumbuhan tumor terjadi di luar rongga abdomen. Pada uretra wanita terdapat lapisan otot longitudinal dalam dan sirkular luar sepanjang empat perlima dindingnya yang merupakan lanjutan lapisan otot polos kandung kemih yang disarafi sistem autonom. Di pertengahan uretra terdapat otot lurik sirkular lanjutan otot dasar panggul yang merupakan spingter luar. Pada kaki bagian proksimal uretra juga mempunyai dinding muskuler autonom yang kuat. Pars membranasea uretra di diafragma panggul, juga sama dengan perempuan dikelilingi otot lurik dasar panggul yang membentuk sfingter ekstern. Bagian uretra di penis tidak mempunyai unsure otot yang berarti.
Filtrasi glomerolus bergantung pada tekanan hidrostatik arteri dikurangi tekanan osmotic koloid dan tahanan sampai Bowman, seluruh volume darah di filtrasi dalam setengah jam di ginjal plasma darah dikurangi protein di filtrasi ginjal. Reabsorbsi air, nutrien vital dan eletrolit, baik aktif maupun pasif terjadi di tubulus sebanyak 99 % volume filtrat. Dismaping resobrsi terdapat sekresi tubulus yang juga berguna untuk mempertahankan imbang elektrolit. Gangguan sekresi tubulus pada gangguan kronik ginjal dapat menyebabkan asidosis. Pengisian ureter dengan urine merupakan proses pasif, peristalsik pelvis ginjal dan ureter meneruskan air kemih dari ureter ke kandung kemih, mengatasi tahanan pada hubungan ureter, kandung kemih dan mencegah terjadinya reflukis. Hubungan ureter kandung kemih menjaminkan aliran urine bebas dan ureter ke dalam buli – buli susunan anatominya membentuk mekanisme katup muskuler sehingga makin terisi kandung kemih katup ureter vesika makin tertutup rapat. Sewaktu reaksi katup tertutup rapat karena tambahan konstraksi otot dinding trigenum.          


IV. Patofisiologi

Gagal Ginjal
 
 

 

















            Obstrusi uretra menyebabkan hipertropi otot kandung kemih sebagai kompensasi untuk mengatasi obstruksi. Pada hipertrofi otot ini tekanan di dalam kandung kemih akan meningkat. Bila tekanan yang tinggi ini dibiarkan akan terjadi pelebaran ureter dan pielum, hidroureter dan bidronefrosis sampai akhirnya hipotrofi atau atrofi ginjal yang berarti gagal ginjal. Di buli – buli dapat terbentuk sakulus mukosa diantara berkas serabut otot yang hipertrofik yang disebut trabekulasi dinding kandung kemih. Akhirnya, bila sakulus menjadi menjadi dalam terbentuklah di vertical. Gejala dan tanda penyakit dapat berupa nyeri, hematuria, disuria, kelainan miksi, retensi kemih, inkontinensia, atau pneumatria.

V.    Gejala Klinis

Pasien akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala, keparahan kondisi bergantung pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia pasien.
1.      Pada pasien yang lanjut ditemukan keadaan umum yang jelek, pusat, hiperpigmentasi kulit, pernafasan kussmaul, mulut dan bibir dengan kering, “ twitching “ otot, tetani, kesadaran makin menurun dan koma.
2.      Gejala – gejala dermatologis : gatal – gatal hebat (pruritas), serangan uremik tak umum karena pengobatan dini dan agresif.
3.      Gejala – gejala gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah dan cegutan, penurunan saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidup dan pengecap dan paratitis atau stomatitis.
4.      Perubahan neuromuscular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, keduran otot dan kejang.
5.      Perubahan hematologis, kecenderungan pendarahan.
6.      Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
7.      Pasien secara bertahap akan lebih mengatuk, karakter pernafasan menjadi fussmaul dan terjadi koma dalam, sering konvulsi (keduran mioklonik ) / keduran otot.
8.      Berbagai gejala lain dapat timbul misalnya : perikarditis, pruritas, tendensi, berdarah, pigmentasi, neuropati, edema pulmonal, hipertensi, gagal ginjal kongestif.

VI. Pemeriksaan Diagnostik

  • Urine
Volume           : Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam ( oligunia ) atau urine tidak ada ( anuria ) warna secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat dan urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin porifirin.
Berat Jenis       : Kurang dari 0,015 ( menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat ).
Osmolalitas     : Kurang dari 350 mo sm/kg menunjukkan kerusakan tubular, dan rasio urine / serum sering
Klirens Kreatinin : Mungkin agak menurun.
Natrium               : Lebih besar dari 40 mEq / L karena ginjal tidak mampu merea bsorbsi Na.
Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3 – 4 + ) secara kuat menunjukkan   kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
  • Osmolalitas serum : Lebih besar dari 285 mO5m / kg, sering sama dengan urine.
  • Kub foto              : Menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih dan adanya obstruksi ( batu ).
  • Pidogram retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter. 
  • Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengindentifikasi ektravaskular, massa.
  • Sisto uretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, retensi.
  • Ultrasona Ginjal : menunjukkan ukuran ginjal adanya massa, kista, obstruksi, pada saluran perkemihan bagian atas.
  • Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jariingan untuk diagnosis histologis.
  • Endoskopi ginjal, nefroskopi : Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematri dan pengangkatan tumor selektif.
  • EKG : Mungkin abnormal menunjukkan tidak keseimbangan elektrolit dan asam / busa.
  • Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan : dapat menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.



 

VII.    Penatalaksanaan

Tujuan dari pentalaksanaan adalah untuk mengembalikan fungsi ginjal dan mempertahankan homeostasis selama mungkin. Semua factor yang menunjang PETA dan yang factor penunjang yang dapat pulih ( missal obstruksi ) diidentifikasi dan diatasi.
1.      Intervensi diet diperlukan dengan pengaturan yang cermat terhadap masukan protein, masukan cairan untuk menyumbangkan kehilangan cairan, masukan natrium dan perbatasan kalium.
2.      Pastikan masukan kalori dan suplemen vitamin yang adekuat.
3.      batasi protein karena kerusakan klirens ginjal terhadap urea, freatinin, asam urat dan asam organic. Masukan protein yang diperbolehkan harus tinggi kandungan biologisnya : produk yang berasal dari susu, telur dan daging.
4.      cairan yang diperbolehkan adalah soo – boomi atau lebih dari keluaran urine 24 jam.
5.      Atasi hiperkospatemia dan hipokalsemia dengan antasid mengandung aluminium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
6.      Suplai kalori dengan karbohidrat dan lemak untuk mencegah polisutan otot
7.      Berikan suplemen vitamin.
8.      Tangani hipertensi dengan kontrol volume intravaskular dan obat anti hipertensif.
9.      Atasi gagal jantung kongestip dan edema pumonal dengan pembatasan cairan, diet rendah natrium, ediuretik, preparat inotropik ( missal digitalis / dobutamin ) dan dialysis .
10.  Atasi osidasi metabolic jika perlu dengan suplemen natrium bikarbonat / dialysis.
11.  Atasi hiperkalemia dengan dialysis, pantau pengobatan dengan kandungan kalium / berikan diet pembatasan kalium, berikan kayexelate sesuai kebutuhan.
12.  Amati terhadap tanda dini abnormalitas neurologis ( missal : berkedur, sakit kepala, delirium / aktivitas kejang ).
13.  Lindungi terhadap cedera dengan memberikan bantalan pada pagar tempat tidur.
14.  Catat awitan, tipe, durasi, dan efek umum kejang pada pasien, segera beritahukan pada dokter.
15.  Berikan diazepam intravena ( valium ) atau fenitoin ( dilantin ) untuk mengontrol kejang.
16.  Atasi anemia dengan rekombinasi eritopoientin manusia ( epogen ) : pantau hematoktrit pasien dengan bring, sesuaikan pemberian heparin sesuai keperluan untuk mencegah pembekuan aliran dialysis selama tindakan.
17.  Pantau kadar beri serum dan transferin untuk mengkaji status keadaan beri ( beri penting untuk memberikan respons yang adekuat terhadap eritropoetin ).
18.  Pantau tekanan darah dan kadar kalium serum.
19.  Rujuk pasien pada pusat dialysis dan transplantasi di awal perjalanan penyakit ginjal progresif.
20.  lakukan dialysis saat pasien tidak dapat mempertahankan gaya hidup yang dipelukan dengan pengobatan konservatif.

VIII.       Komplikasi

1.      Gagal jantung kongestip.
2.      Perdarahan gastrointestinal atas / erofageal.
3.      Infeksi saluran kencing.
4.      Obstruksi traktus urinarius.
5.      Hipertensi.
6.      Gangguan perfusi / aliran darah ginjal.
7.      Gangguan elektrolit.



IX.       Proses Keperawatan

A.    Pengkajian

1.      Aktivitas / istirahat
Gejala : kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise.
       Gangguan tidur ( insomnia / gelisah atau somnoien ).
Tanda kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2.      Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama / berat, polpitasi, nyeri dada.
Tanda : Hipertensi, OVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.
Distritmia jantung
Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Frietion rub  pericardial ( respons : terhadap akumulasi sisa ).
Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan, perdarahan.    
3.      Integritas Ego
Gejala : factor  stress, contoh finansial, hubungan dsb.
             Perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan.
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terasang, perubahan kepribadian.
4.      Eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urine, diguria, anunia ( gagal tahap lanjut ).
             Abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : perubahan warna urine, contoh kuning sekat, merah, coklat, berawan, oliguria, dapat menjadi anuria. 
5.      Makanan / cairan
Gejala : peningkatan berat badan cepat ( edema ), penurunan berat badan ( mainutrisi ).
Anoreksia, nyeri di hati, mual / muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut ( pernafasan ammonia ).
Penggunaan diuretic
            Tanda : distensi abdomen / antes, perbesaran hati ( tahap akhir )
                         Perubahan turgor kulit / kelembaban.
                         Edema ( umum tergantung )
                         Olserasi gusi, peradarahan gusi / lidah.
             Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
6.      Neuro sensori
Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur.
             Kram otot / kejang, sindrom “ kaki gelisah “, kebris rasa terbakar pada  telapak kaki.
Kebas /kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremita bawah (neuropati perifer ).
7.      Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pinggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki ( memburuk saat malam hari ).
Tanda : perilaku berhati – hati / distraksi, gelisah.
8.      Pernafasan
Gejala : nafas pendek, dispnea nocturnal paroksismal, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman  (pernafasan kussmaul ). Batuk produktif dengan sputum merah muda encer ( edoma paru ).
9.      Keamanan
Gejala : kulit gatal
             Ada / berulangnyua infeksi
Tanda : pruritus
Demam ( sepsis, dehidrasi ) ; normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal ( efek GGK / depresi respons imun ).
Kulit, jaringan lunak sendi keterbatasan gerak sendi.


10.  Seksualitas
Gejala : kesulitan menentukan kondisi contoh tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
11.  Interaksi Sosial
Gejala : riwayat DM keluarga ( resiko tinggi untuk gagl ginjal ), penyakit   polikistik, nefritas herediter kalkulus urinaria / malignansi.
 Riwayat terpanjang pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
 Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini / berulang.
12.  Penyuluhan / Pembelajaran

B.     Diagnosa Keperawatan

1.      Resiko tinggi penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangan cairan.
2.      Resiko tinggi cedera b/d profil darah abnormal.
3.      Perubahan proses berpikir b/d perubahan fisologis.
4.      Resiko tinggi kerusakan  integritas kulit b/d penurunan aktivitas / imobilisasi.
5.      Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral b/d kurang / penurunan slivasi.
6.      Kurangnya pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.
7.      Ketidakpatuhan b/d perubahan mental ( kurang / menolak sistem ).

C.    Perencanaan

Diagnosa I
      Resiko tinggi penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangan cairan
KH. Mempertahankan curah jantung dengan bukti TD dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.
Tindakan / intervensi
Rasional
Mandiri
-    Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema perifer / kongesti vascular dan keluhan dispnea.


-    Kaji adanya / derajat hipertensi : awasi TD, perhatikan perubahan pastural, contoh duduk, berbaring, berdiri.






-    Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan dan lokasi, beratnya     ( skala 0.10) dan apakah tidak menetap dengan isnpiransi dalam dan posisi terlentang.

-    Evaluasi bunyi jantung                  ( perhatikan friction rula ), TD, nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti vascular, suhu dan sensori mental.



-    Kaji tingkat aktivitas, respons terhadap aktivitas.
Kolaborasi
-    Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : Elektrolit ( kalium, natrium kalsium, magnesium ) BUN :
Foto dada

-    Berikan obat anti hipertensi, contoh prazozin ( minipress ), kaptopril ( capoten ), klonodin      ( catapress ), hidralazin                  ( apresoline ).
-    Bantu dalam perikardiosentesis sesuai indikasi.




-    Siapkan dialisis

-   S3 / S4 dengan tonus tpplued, takikardia. Frekuensi jantung tak teratur, takipnea, dispnea, gemeririk, mengi dan edema           ( distensi ) jugulan menunjukkan GGK.
-   Hiperpensi bermakna dapat terjadi karena gangguan opada sistem aldosteron rennin – angiotensin     ( disebabkan oleh disfungsi ginjal ). Meskipun hipertensi umum,. Hipotensi ortosts dapat terjadi sehubungan dengan defisit cairan respons terhadap obat antihipertensi atau tamponade pericardial uremik. 
-     Hipertensi dan GJK dapat menyebabkan kurang lebih pasien GGK dengan dialysis mengalami perikanditis, potensial resiko efusi purikardial / tamponade.

-     Adanya hipotensi tiba – tiba, nadi poradoksik, epnyempitan tekanan nadi, penurunan / tak adanya nadi perifer, distensi jugular nyata, purat, dan penyimpangan mental cepat menunjukkan tampunade yang merupakan kedaruratan medik.
-     Kelelahan dapat menyertai GJK juga anemia.

-     Ketidakseimbangan dapat mengganggu ponduksi elektrikal dan fungsi jantung. 
Berguna dalam tengidentifikasi terjadinya gagal jantung atau kalsifikasi jaringan lunak.
-         Menurunkan tahanan vascular sistemik dan atau pengeluaran rennin untuk menurunkan kerja miokardial dan membantu mencegah GJK dan atauin.
-          Akumulasi cairan dalam kantung pericardial dapat mempengaruhi pengisian jantung dan kontratilitis miokardial mengganggu curah jantung dan potensial resiko henti jantung.
-          Penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan kelebihan cairan dapat membatasi / mencegah monifestasi jantung, termasuk hipertensi dan efusi pericardial.



 







DAFTAR PUSTAKA

  • Susun C. Dewit, Essensial of Medical Surgical Nursing, WB Souders Company, 1998.
  • A. Aziz Alimul H. Dokumentasi Keperawatan
  • Drs. H. syaifuddin, B. AC. Anatomi Fisiologi. EGC, 1997. Jakarta
  • R. syamsu Hidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC. Jakarta
  • Mansjoer, Arif dkk, kapita Jilid I & II. Edisi ketiga. Media Acsulapius, 2000.Jakarta
  • Doenges, Marilynn. E. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Ketiga. EGC. 1999. Jakarta.
  • Lynda Juall Carpenito. Buku saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. 2001. Jakarta.  
Previous
Next Post »

Translate