Filsafat umum
Manusia dapat mengetahui dan mempelajari kebenaran-kebenaran yang
ada, sehingga manusia yang kuat tidak menindas yang lemah.
Pesatnya peradaban manusia mendatangkan kebahagiaan bagi manusia
yang tiada kira.
Manusia merasa sangat terbantu dengan penemuan-penemuan baru dari
pesatnya peradaban manusia yang mempermudah maupun meringankan pekerjaannya.
Ilmu merupakan factor-faktor yang mempengaruhi dalam kehidupan
manusia, karena dengan ilmu saya bisa memperluas pengetahuan saya melalui
berbagai macam sarana, danuntuk mendapatkan semua itu kita tidak perlu
mengeluarkan uang banyak, dari pengembangan peradaban manusia terdapat berbagai
manfaat yang menguntungkan manusia juga. Seperti kegiatan pembangunan kota industri atau
menanggulangi pencemaran lingkungan. Karena kita semua tahu di zaman yang
seperti ini sudah banyak pengusaha-pengusaha yang bersaing keras untuk
menciptakan penemuan-penemuan baru, dengan begitu para pengusaha tersebut dapat
menyerap tenaga kerja dan itu semua suda membantu negeri kita untuk mengurangi
pengangguran. Tidak lepas dari itu semua kita harus ingat bahwa dengan banyak
bermunculan kota-kota industi juga dapat mencemari lingkungan dan menggangu
kesehatan manusia. Peradaban manusia semakin hari semakin tidak teratur, fungsi
ilmu dalam peradaban manusia dinyatakan dalam kegiata-kegiatan seperti
pemilihan seorang presiden yang secara langsung dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyatuntuk memperoleh suara terbanyak. Pengerahan demonstrasi keamanan
diturunkan langsung ke lapangan karena khususnya diIndonesia bila ada
event-event tertentu akan muncul kericuhan-kericuhan yang dilakukan oleh orang
yang tidak bertanggung jawab.
Karena ilmu pengetahuan merupakan bagian-bagian yang segala-galanya
untuk manusia, sebab ilmu pengetahuan dan manusia saling berkaitan dan
tergantung satu sama lain. Jika perkembangan ilmu pengetahuan tersebut tadak
sesuai dengan norma-norma bangsa kita atau sangat bertolak belakang dengan
kebudayaan bangsa dan berdampak negative bagi kita, itu semua Cuma akan
merugikan kita semua dan merusak moral bangsa. Apabila ilmu pengetahuan
tersebut sesuai dengan nila-nilai kemanusiaan, maka secara otomatis masyarakat
umum akan menerimanya dengan tangan terbuka dan bila tidak sesuai dengan nilai
kemanusiaan maka masyarakat akan bersifat sebaliknya.
“Ilmu merupakan pengertian yang abstrak”
Ilmu seharusnya memberikan pencerminan atau hasil ulang dari seluruh
kenyataan atau kenyataan yang penuh, seperti yang kita semua lihat dalam
kehidupan sehari-hari. Suatu ilmu itu bukan hanya sekedar menangkap melainkan
dapat disamakan dengan suatu proses penerjemahan. Ilmu tidak bebas nilai hanya
dapat menarik suatu kesimpulan yang berlebihan. Seharusnya ilmu itu
menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya kebenarannya yang obyektif.
Seperti demokrasi yaitu Negara atau bentuk pemerintahan damana kekuasaan berada
ditangan rakyat atau badan perwakilan yang dipilih oleh rakyat. Tetapi
kenyataannya walaupun badan perwakilan dipilih oleh rakyat mereka tidak
memperdulikan rakyat kecil meraka hanya butuh rakyat kecil ketika mereka
mengikuti atau menjadi kandidat dalam pemilihan umum saja. Ketika mereka sudah
menjadi wakil rakyat mereka malah makan hak rakyat yang seharusnya di bagikan
atau di peruntkkan untuk rakyat malah masuk kantong pribadi. Tidak ada ilmu
satupun yang dapat mencakup kenyataan dalam keseluruhan serta keragaman dengan
sifat-sifat yang kunjung tuntas.
Maka Nagel mengajukan saran untuk
membedakan dua macam pertimbngan nilai, umpamanya, apakah sector binatang
menderita kurang darah.Sebaliknya pertimbangan nilai yang bersifat “penentuan
nilai” mengungkapkan apakah halnya diharapkan terjadi ataukah tidak diharapkan
terjadi, apakah menguntungkan ataukah merugikan,dan sebagainya.karena kurang
darah mengurangi peluang hidup bagi binatang, maka kurang darah tersebut
dikatakan “keadaan yang tidak diinginkan terjadi”.
Ilmu yang bersifat positivisme
memiliki cirri-ciri tersendiri yaitu:
Ilmu tersebut bersifat obyektif,
karena teori tersebut menilik tentang semesta yang harus bebas nilai, yang
kedua ialah bersifat fenominalitas, karena ilmu tersebut bersangkutan dengan
semesta yang telah mereka amati, selanjutnya bersifat reduksionisme yaiyu
semesta hanya bisa direduksi karena berdasarkan fakta-fakta yang telah diteliti
dan diamati. Dan yang terakhir bersifat naturalisme yaitu bahwa alam semesta
merupakan obyek yang bergerak secara mekanis. Pada pokoknya pendirian
positivisme menghendaki agar pembedaan antara pertimbangan nilai dan
pertimbangan factual pada dasarnya tetap dipertahankan, meskipun dalam
prakteknya begitu banyak contoh-contoh yang dapat diberikan yang menggambarkan
bahwa seorang penyelidik ketika melakukan analisa terhadap gejala-gejala atau
bahan-bahan yang dihadapinya sudah mendasar diri atas pertimbangan nilai.
Sedangkan dikalangan antipositivisme terdapat mereka yang berhaluan ekstrim dan
yang berpendirian lebih lunak. Para penganut
positivisme atau pendukung pembedaan atau pluralisme metode kadang-kadang
disebut para penganut subyektivitas, dan kadang-kadang dinamakan para penganut
idealisme. Kaum positivisme yang tangguh mengajukan alas an sebagai berikut;
hendaknya kita dapat membedakan apakah kita menhadapi bahan galian persenyawaan
kimia atau manusia : obyek ilmiah tetap obyek ilmiah yang harus ditangani
secara sama,baik dari segi teori maupun dari segi metodelogik. Salah satu
contoh kaum positivis yang gigih semacam ini ialah ahli ilmu masyarakat
Lundberg,yang berpendirian bahwa gejala-gejala kemasyarakatan bersifat sama
“alaminya” dengan gejala-gejala fisik. Pendirian yang lebih lunak serta lebih
bernuansa dianut oleh positivis Negel.Untuk memperlihatkan bahwa pendirian kaum
positivis yang mempertahankan pembedaan antara pertimbangan factual dan
pertimbangan nilai tidak dapat dipertahankan. Artinya, “pengumpulan
fakta-fakta”dan apa yang secara umum dapat disebut pemberian penjelasan atau
interpretasi bukanlah merupakan tahap-tahap penyelidikan yang dapat dibedakan
secara jelas.Sedangkan kaum antipositivisme terdapat pula orang-orang yang
menggunakan alas an penyaringan untuk memperkuat pendiriannya.Bukankan didalam
cara penyaringan gejala-gejala kesejarahan serta kemasyarakatan bagi suatu
penyelidik telah tersimpul peristiwa penilaian yang tidak mungkin diingkari.
Semua itu memang harus diakui benar. Tetapi tidak berarti sekaligus terbukti
pula bahwa watak obyektivitas penyelidikan mengalami cacad. Tetapi para
penganut antipositivisme masih mempunyai saran-sarana lain untuk membela
pendiriannya.mereka mempersilahkan kita memperhatikan pengertian-pengertian
yang dipakai oleh para penyelenggara ilmu-ilmu manusia untuk turut mengadakan
anlisa, deskripsi, tanggapan serta penjelasan terhadap gejala-gejala yang
mereka selidiki. Berhubung adanya serangan-serangan yang mendukung
penalaran-penalaran ditas tegaknya benteng-benteng pertahanan kaum positivisme
tentu akan menyerah, setidak-tidaknya pasukan-pasukan yang bertahan di dalamnya
tentu akan mengundurkan diri untuk menempati kedudukan-kedudukan yang baru.
Menurut sejumlah kaum obyektivis
atau positivis, seorang ahli sejarah, hendaknya menghindari setiap pertimbangan
nilai sendiri yang mana pun terhadap gejala-gejala yang termasuk dalam lapangan
penyelidikan. Kiranya sukar untuk menentukan secara tepat sejauh mana ia boleh
bertindak, dan dimanakah secara tepat batas yang tidak boleh dilampauinya, agar
ia tidak dikatakan melampaui wewenangnya. Umpamanya, ia boleh berbicara
mengenai peristiwa pengajaran terhadap para pemeluk kepercayaan lain, tetapi
agar tidak sampai membahayakan obyektifitas,ia tadak boleh mengatakan bahwa
pengajaran terhadap para pemeluk kepercayaan lain itu perbuatan yang buruk atau
tercela.
Pandangan kaum Induktivisme dan
Falsifikanisme tentang ilmu, yang hanya memusatkan perhatian pada relasi antara
teori dan observasi, dan telah gagal memperhitungkan kompleksitas yang terdapat
dalam teori ilmiah yang urgen. Baik itu pada penekanan kaum induktifis naif
yang menarik teori secara induktif dari hasil observasi, maupun kaum
falsifikasi yang menarik dari hasil reduksinya.
Menurut Khun, ilmu dapat berkembang
maju dalam pengertian tertentu, jika ia tidak dapat mencapai kesempurnaan
absolud dalam konotasi dapat dirumuskan dengan definisi teori. Oleh karena itu
ia memandang bahwa ilmu itu berkembang secara open-endend atau sifatnya selalu
terbuka untuk direduksi dan dikembangkan. Yang diwarisi dari Empirisme dan
Rasionalisme klasik. Dalam teori Kuhn, faktor Sosiologis Historis serta
Phsikologis mendapat perhatian dan ikut berperan. Kuhn berusaha menjadikan
teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah. Dengan demikian
diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah
sesungguhnya, yang dalam perkembangan ilmu tersebut adalah secara
revolusioner bukan secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasonalis dan
empiris.
Klasik Kuhn memberikan
image atau konsep sains alternatif dalam outline yang ia gambarkan dalam
bebeapa stage, yaitu :
Pra paradigma – Pra ilmu –Paradigma-Normal Science – Anomali-Krisis – Revolusi- Paradigma Baru-Ekstra ordinary Science – Anomali- Krisis – Revolusi. Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalahan fondamental tentang image atau konsep ilmu yang telah dielaborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta mempertahankan dogma-dogma.
Pra paradigma – Pra ilmu –Paradigma-Normal Science – Anomali-Krisis – Revolusi- Paradigma Baru-Ekstra ordinary Science – Anomali- Krisis – Revolusi. Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalahan fondamental tentang image atau konsep ilmu yang telah dielaborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta mempertahankan dogma-dogma.
adanya alasan logis yang
memaksa seorang ilmuan yang melepaskan paradigmanya dan mengambil yang menjadi
rivalnya karena berkenaan dengan adanya kenyataan bahwa :
a) Berbagai macam faktor terlibat dalam keputusan seorang ilmuan mengenai faedah suatu teori ilmiah.
b) Penyusun paradigma-paradigma yang bersaing menganut berbagai perangkat standar, prinsip metafisik dan lain sebagainya yang berlainan.Keputusan seorang ilmuan individual akan tergantung pada prioritas yang ia berikan pada beberapa faktor, faktor tersebut antara lain :
- Kesederhanaan
- Kebutuhan sosial yang mendesak
- Kemampuan memecahkan problem khusus
- Kerapihan dan kecocokan dengan permasalahan yang dihadapi.
Oleh karena itu, para pendukung paradigma tidak akan saling menerima premis lawannya dan karenanya masing-masing tidak perlu dipaksa oleh argumen rivalnya. Menurut Kuhn, faktor-faktor yang benar-benar terbukti efektif yang menyebabkan para ilmuan mengubah paradigma adalah masalah yang harus diungkap oleh penyelidikan psikologi dan sosiologi. Karena hal itulah Kuhn dianggap sebagai seorang Relativis.
Popper, yang menggunakan “rasionalisme kritis”, menyambung gagasan kant terhadap pendirian empiris dari Hume ditandaskannya tidak perlu menunggu secara pasif berulangnya gejala, untuk mendasari hal itu, mencari keteraturan. Malah sebaliknya, kita berusaha secara aktif memaksakan kepada alam keteraturan.Tetapi Popper juga menggarisbawahi bahwa akal baru sungguh-sungguh bersifat kritis. Secara ringkas rasionalisme tidak berarti bahwa pengetahuan didasarkan pada nalar, melainkan bahwa sifat rasional dibentuk lewat sikap yang selalu terbuka bagi kritik. Lebih lanjut Popper mengatakan bahwa titik tolak selalu harus berbentuk permasalahan teoritis. Popper juga mengajukan suatu pandangan yang lebih histories dan dinamis mengenai ilmu yang selalu harus mengubah dan memperbaiki diri. Titik tolak suatu ilmu terletak pada melihat situasi permasalahan.Melihat kekuatan metode semacam itu pada keterbukaan terhadap penangkalan,namun berbeda dengan Popper dan lebih sehaluan dengan T .S. Kuhn, ia menyangkal adanya kemungkinan untuk experimentum cruces, yakni keadaan bahwa satu klasifikasi bias saja menghancurkan suatu teori. Karena fakta tanpa kerangka teoritis tidak pernah dapat menjadi relevan secara ilmiah. Berdasarkan paradigma baru inilah tradisi ektra ordinari science dilakukan oleh para komunitas ilmuan yang mendukungnya dan sampai pada tahap tertentu dapat meyakinkan para pendukung paradigma klasik tentang keberadaan paradigma baru yang lebih mendekati kebenaran dan lebih unggul dalam mengatasi science di masa depan. Apabila para pendukung paradigma klasik tetap keras kepala terhadap paradigma yang dianutnya dengan berusaha melakukan upaya pemecahan-pemecahan science normal berdasarkan paradigmanya dan berhasil mengatasi permasalahan itu maka revolusi besar dan kemajuan science tidak terjadi. Mereka tetap berada dan terperangkap dalam stage normal science dan tetap sebagai ilmuan biasa. Tidak ada alasan yang logis menurut Kuhn yang murni mendemonstrasikan superioritas suatu paradigma atas paradigma lainnya, oleh sebab itu seorang ilmuwan secara rasional dapat berpindah dari paradigma yang satu ke paradigma lawan. Paradigma-paradigma yang bersaing tidak dapat saling diukur dengan standard yang sama.Suatu revolusi ilmiah adalah sama dengan membuang paradigma lama dan menerima paradigma yang baru. Revolusi akan berhasil bila pengalihan ini akan harus menyebar begitu rupa sehingga meliputi mayoritas masyarakat ilmiah bersangkutan dengan meninggalkan hanya sedikit orang-orang yang memisahkan diri.
a) Berbagai macam faktor terlibat dalam keputusan seorang ilmuan mengenai faedah suatu teori ilmiah.
b) Penyusun paradigma-paradigma yang bersaing menganut berbagai perangkat standar, prinsip metafisik dan lain sebagainya yang berlainan.Keputusan seorang ilmuan individual akan tergantung pada prioritas yang ia berikan pada beberapa faktor, faktor tersebut antara lain :
- Kesederhanaan
- Kebutuhan sosial yang mendesak
- Kemampuan memecahkan problem khusus
- Kerapihan dan kecocokan dengan permasalahan yang dihadapi.
Oleh karena itu, para pendukung paradigma tidak akan saling menerima premis lawannya dan karenanya masing-masing tidak perlu dipaksa oleh argumen rivalnya. Menurut Kuhn, faktor-faktor yang benar-benar terbukti efektif yang menyebabkan para ilmuan mengubah paradigma adalah masalah yang harus diungkap oleh penyelidikan psikologi dan sosiologi. Karena hal itulah Kuhn dianggap sebagai seorang Relativis.
Popper, yang menggunakan “rasionalisme kritis”, menyambung gagasan kant terhadap pendirian empiris dari Hume ditandaskannya tidak perlu menunggu secara pasif berulangnya gejala, untuk mendasari hal itu, mencari keteraturan. Malah sebaliknya, kita berusaha secara aktif memaksakan kepada alam keteraturan.Tetapi Popper juga menggarisbawahi bahwa akal baru sungguh-sungguh bersifat kritis. Secara ringkas rasionalisme tidak berarti bahwa pengetahuan didasarkan pada nalar, melainkan bahwa sifat rasional dibentuk lewat sikap yang selalu terbuka bagi kritik. Lebih lanjut Popper mengatakan bahwa titik tolak selalu harus berbentuk permasalahan teoritis. Popper juga mengajukan suatu pandangan yang lebih histories dan dinamis mengenai ilmu yang selalu harus mengubah dan memperbaiki diri. Titik tolak suatu ilmu terletak pada melihat situasi permasalahan.Melihat kekuatan metode semacam itu pada keterbukaan terhadap penangkalan,namun berbeda dengan Popper dan lebih sehaluan dengan T .S. Kuhn, ia menyangkal adanya kemungkinan untuk experimentum cruces, yakni keadaan bahwa satu klasifikasi bias saja menghancurkan suatu teori. Karena fakta tanpa kerangka teoritis tidak pernah dapat menjadi relevan secara ilmiah. Berdasarkan paradigma baru inilah tradisi ektra ordinari science dilakukan oleh para komunitas ilmuan yang mendukungnya dan sampai pada tahap tertentu dapat meyakinkan para pendukung paradigma klasik tentang keberadaan paradigma baru yang lebih mendekati kebenaran dan lebih unggul dalam mengatasi science di masa depan. Apabila para pendukung paradigma klasik tetap keras kepala terhadap paradigma yang dianutnya dengan berusaha melakukan upaya pemecahan-pemecahan science normal berdasarkan paradigmanya dan berhasil mengatasi permasalahan itu maka revolusi besar dan kemajuan science tidak terjadi. Mereka tetap berada dan terperangkap dalam stage normal science dan tetap sebagai ilmuan biasa. Tidak ada alasan yang logis menurut Kuhn yang murni mendemonstrasikan superioritas suatu paradigma atas paradigma lainnya, oleh sebab itu seorang ilmuwan secara rasional dapat berpindah dari paradigma yang satu ke paradigma lawan. Paradigma-paradigma yang bersaing tidak dapat saling diukur dengan standard yang sama.Suatu revolusi ilmiah adalah sama dengan membuang paradigma lama dan menerima paradigma yang baru. Revolusi akan berhasil bila pengalihan ini akan harus menyebar begitu rupa sehingga meliputi mayoritas masyarakat ilmiah bersangkutan dengan meninggalkan hanya sedikit orang-orang yang memisahkan diri.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasoetion, Andi Hakim. 1989. Pengantar
ke Filsafat Sains. Pustaka Litera
AntarNusa, p.t, Bogor.
Peursen, C.A. Van. 1985. Susunan
Ilmu Pengetahuan. PT
Gramedia, Jakarta.
Suriasumantri Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. PT
Pancaraninta Indahgraha, Jakarta.
TUGAS FILSAFAT
UMUM
ARTIKEL
PERKEMBANGAN PERADABAN MANUSIA
Ditulis dalam rangka mengikuti ujian semester 1
Mata kuliah Filsafat Umum
Oleh :
Deni Ratnasari (2010 166
3001)
PROGRAM STUDI S1 PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2010/2011
ConversionConversion EmoticonEmoticon