LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN OTITIS
MEDIA KRONIK POST OPERASI RADIKAL
MASTOIDEKTOMI
DI RUANG THT RSUD Dr. SOETOMO
SURABAYA
1. KONSEP DASAR OTITIS MEDIA KRONIK
1.1
Pengertian
Otitis media kronik adalah infeksi kronis
di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan secret yang keluar dari
telinga tengah secara terus –menerus
atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah
(Syamsuhidajat,1997).
1.2 Penyebab
Penyebab terjadinya
otitis media kronik adalah biasanya terjadi sebagai lanjutan otitis media akuta
karena :
1)
Otitis media akut yang tidak
mendapat pengobatan pada stadium dini
2)
Pengobatan otitis media akut
yang tidak adekuat
3)
Virulensi kuman yang tinggi
4)
Daya tahan tubuh yang rendah
5)
Adanya infeksi fokal di daerah
hidung dan faring
1.3
Patobiologi
Otitis Media
Kronik
Infeksi
|
Abses
|
Invasi
kuman
|
|||||||||||||||||||||||||||
Kerusakan
organ telinga tengah dan perforasi membran timpani, nekrose, degenerasi
Edema + furunkel
Penekanan
pada dinding
Telinga yang
sensitive dan kepada membran tympani
Nyeri
Stress
ACTH Kortisol cemas
Immunosupresant
Resiko infeksi
sekunder yang meluas ke bagian telinga dalam
Labirintitis
Gannguan
keseimbangan
|
Eksudat
dalam
Telinga
tengah
Terjadi
tekanan negatif
Gangguan
lewatnya gelombang suara
Pendengaran
Gangguan komunikasi
Gangguan konsep diri (harga diri)
Resiko injury
|
Ø
Streptococcus
Ø
Staphylococcus
Ø
Diplococcus pneumonia
Ø
Hemophylus influenzae
Perubahan
Persepsi/ sensori
|
1.4 Jenis Otitis Media Kronik
1.4.1 Otitis Media Kronik Benigna
Otitis media
kronik benigna dapat hilang timbul, di mana dalam perjalanan penyakitnya ada
masa sembuh. Biasanya kambuh lagii bila ada infeksi hidung atau infeksi dari
luar melalui perforasi pada membran timpani (misalnya sehabis berenang).
Komplikasi yang serius jarang terjadi. Kecuali apabila tidak mendapat
pengobatan yang adekuat, maka proses peradangan akan meluas dan keluhan akan
bertambah
Pada
anamnesis didapatkan :
1)
keluhan penderita tidak berat
2)
Tidak ada rasa nyeri di
belakang telinga
3)
Sekret yang keluar tidak banyak
dan tidak berbau busuk
Pada
pemeriksaan didapatkan :
1)
Sekret tidak banyak dan tidak
begitu berbau busuk
2)
Gangguan pendengaran tidak
berat
3)
Perforasi membaran timpani
sentral dan mukosa tidak menebal
Penatalaksanaan :
Terapi OMK
Tidak jarang memerlukan
waktu lama serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering
atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain di sebabkan oleh satu atau
beberapa keadaan, yaitu :
1. Adanya
perforasi membran timpani yang permanen
sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar.
2. Terdapat
sumber infeksi di laring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal.
3.
Sudah terbentuk jaringan patologik
yang ireversibel dalam rongga mastoid.
4. Gizi dan higiene yang
kurang.
Jenis Terapi OMK
1)
Konservatif
2)
Operatif
Konservatif
:
1.
Pembersihan sekret di liang telinga (toilet local, “drainage”) merupakan hal yang
penting untuk pengobatan ottitis media kronik
Ada beberapa
cara untuk membersihkan sekret :
a.
Dengan menggunakan kapas lidi.
Tindakan ini dianjurkan sesering-seringnya dila ada otore. Dapat diajarkan
kepada penderita atau orang tua penderita.
b.
“Displacement methode” dapat
dengan menggunakan larutan hydrogen peroksida (H2O2) 3%, karena adanya gas O2
yang ditimbulkan
c.
Bila mungkin sekret dihisap
secara hati-hati dengan menggunakan jarum kecil plastik, misalnya jarum BWG no.
16 dan 18 yang ujungnya diberi kateter nelaton yang kecil atau karet pentil.
2. Pengobatan
Lokal
Diberikan antibiotik tetes
telinga. Pemberian antibiotik tetes telinga tidak ada gunanya bila masih ada
otore yang produktif. Oleh karena itu pemberian antibiotik local dianjurkan
setelah dilakukan toilet local. Harus diterangkan terlebih dahulu cara
pemakaian H2O2 3% ke dalam telinga yang sakit kemudian bersihkan dengan kapas
lidi baru, setelah itu masukkan antibiotik tetes telinga dengan cara kepala
dimiringkan dan tragus ditekan tekan supaya obat tetes masuk ke dalam
3. Antibiotika yang adekuat oral atau
parenteral. Ini diberikan apabila ada eksaserbasi akut yang didahului oleh
infeksi hidung atau faring
Operatif :
Tindakan operatif
dilakukan bila terdapat fokal infeksi yang mungkin dijumpai seperti tonsillitis
kronik, sinusitis dan lain-lain
Jenis-jenis
Tindakan Operatif
1. Miringoplasty
atau Timpanopalsty
Operasi ini dianjurkan apabila
·
Infeksi sudah tenang
·
Tidak ada komplikasi
·
Sekret tidak produktif lagi
dalam waktu lama (1-3 bulan)
·
Tidak terdapat tuli saraf yang
berat
2.
Miringoplasty adalah operasi
semata-mata melakukan rekonstruksi membaran timpani yang telah dirusak
3.
Timpanoplasty adalah operasi
eksplorasi pada seluruh bagian telinga tengah, yaitu membran timpani,
tulang-tulang pendengaran kavum mastoideum, tuba eustachii, dan kedua jendela
labirin. Semua jaringan yang sakit dibuang, ditetapkan kembali fungsi yang
terganggu dan dilakukan rekonstruksi pada bagia-bagian yang rusak
Tujuan opeasi ini untuk
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik
matoidektomi radikal (tampa meruntuhkan dinding posterior liang telinga.
Membersihkan
kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani di kerjakan melalui 2
jalan (combined approach) yaitu melalui
liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Tehnik
operasi ini pada OMK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena sering
terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.
4.
Mastoidektomi
1.1.2 Otitis Media Kronik Maligna
Otitis media kronik maligna timbul secara
progresif dan berlangsung lebih cepat, di mana dalam perjalanan penyakitnya
tidak ada masa sembuh. Komplikasi yang serius sering terjadi apabila tidak
mendapat pengobatan yang adekuat sehingga proses peradangan akan meluas dan
keluhan akan bertambah
Ciri-ciri Khas Otitis Media Kronik
Maligna :
1)
Sifatnya yang progresif dan
destruktif
2)
Dalam perjalanan penyakitnya
boleh dikatakan tidak ada masa sembuh walaupun tidak ada infeksi hidung atau
faring
3)
Biasanya disertai komplikasi
yang ringan sampai berat seperti sekret nanah, sekret yang berbau busuk,
labirintitis meningitis, kelumpuhan nervus fasialis, abses otak.
Dalam anamnesis keluhan penderita
adalah:
1)
Telinganya tidak pernah sembuh
2)
Keluar nanah dari telinga
terus-menerus dan berbau busuk
3)
Pendengaran banyak berkurang
4)
Pernah sakit di belakang
telinga dan nyeri kepala yang berat
5)
Pembengkakan di belakangtelinga
6)
Mulut mencong dan sebagainya
Pada pemeriksaan didapatkan :
1) Sekret banyak dan berbau busuk
2) Ada kolesteatom, jaringan granulasi,
polip, dan lain-lain
4)
Perforasi “atic” atau marginal
pada membaran timpani
5)
Gangguan pendengaran derajat sedang
sampai berat
6)
Beberapa komplikasi seperti
yang disebutkan di atas
Penatalaksanaan :
Umumnya dilakukan pembedahan yaitu
mastoidektomi radikal. Bila ada komplikasi abses retroaurikuler dan penderita
jauh dari rumah sakit, maka harus dilakukan insisi sementara untuk drainage
2. KONSEP DASAR MASTOIDEKTOMI
2.1
Pengertian
Mastoidektomi
adalah pembedahan tulang mastoid untuk mengeluarkan jaringan yang infeksius,
jaringan nekrotik, polip, granulasi, kolesteom dan tulang yang sakit sampai
terlihat jaringan tulang yang sehat
2.2
Jenis Mastoidektomi
2.2.1 Mastoidektomi
Sederhana
Pada
operasi ini hanya dilakukan pembedahan kavum mastoid tanpa merusak kavum
timpani beserta isinya. Dikerjakan pada otitis media kronika benigna yang tak
berhasil disembuhkan dengan pengobatan konservatif atau yang tak berhasil
disembuhkan setelah dilakukan operasi untuk menghilangkan infeksi fokal
2.2.2
Mastoidektomi Radikal
Pada
operasi ini dilakukan pembersihan kavum mastoid dan kavum timpani, termasuk
tulang-tulang pendengaran. Tindakan ini hanya mementingkan penyembuhan penyakit
tanpa menghiraukan fungsi pendengarannya. Operasi ini dilakukan apabila telah
terjadi komplikasi seperti :
1)
Labirintitis
2)
Komplikasi ke intrakranial
3)
Kelumpuhan nervus fasialis
Tujuan operasi ini untuk membuang semua
jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran
tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini adalah
pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus datang
dengan teratur untuk kontrol supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran
berkurang sekali sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.
Modifikasi
operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta
membuat meatal-plasty yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen,
tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus luar liang telinga menjadi lebar.
Indikasi mastoidektomi
1)
Abses subperiosteal atau edema
postaurikular
2)
Abses Bizoid, “Sagging”
3)
Adanya komplikasi dari otitis media
berupa meningitis, abses otak, parese N.VII, trombositoflebitis dan fistula di
belakang telinga
4)
Adanya tanda-tanda septicemia
5)
Supurasi telinga tengah yang
berlebihan dan lama.
I. Post Operasi
Radikal Mastoidektomi
Stimulasi ujung syaraf oleh bahan kimia saat operasi
II. Resiko infeksi
Kurang pengertahuan
Ttg pencegahan dan perawatan di rumah
|
Pengangkatan kavum
mastoid, C.Timpani, tulang-tulang pendengaran
Robekan jaringan dan organ
Spasme pembuluh darah, jaringan sebagai upaya sumbat
luka
III. Nyeri
Cemas Keterbatasan aktivitas
IV. Gangguan persepsi sensori |
Tuli
seumur
hidup
A. Membutuhkan
Hearing aid
Kurangnya
Pengetahuan penggunaan
Pendengaran
Gangguan
komunikasi
Gangguan konsep diri (harga diri)
|
4. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN OMK POST OPERASI RADIKAL MASTOIDEKTOMI
I.
Pemeriksaan
:
a.
Anamnesis
Keluhan
utama dapat berupa :
1.
Gangguan pendengaran/pekak.
Bila
ada keluhan gangguan pendengaran, perlu ditanyakan :
J
Apakah keluhan tsb. pada satu
telinga atau kedua telinga, timbul tiba-tiba atau bertambah secara bertahap dan
sudah berapa lamanya.
J
Apakah ada riwayat trauma kepala,
telinga tertampar, trauma akustik atau pemekaian obat ototoksik sebelumnya.
J
Apakah sebelumnya pernah menderita
penyakit infeksi virus seperti parotitis, influensa berat dan meningitis.
J
Apakah gangguan pendengaran ini
diderita sejak bayi , atau pada tempat yang bising atau pada tenpat yang
tenang.
2.
Suara berdenging/berdengung
(tinitus)
J
Keluhan telinga berbunyi dapat
berupa suara berdengung atau berdenging yang dirasakan di kepala atau di
telinga, pada satu sisi atau kedua telinga.
J
Apakah tinitus ini menyertai
gangguan pendengaran.
3.
Rasa pusing yang berputar
(vertigo).
Dapat
sebagai keluhan gangguan keseimbangan dan rasa ingin jatuh.
J Apakah
keluhan ini timbul pada posisi kepala tertentu dan berkurang bila pasien
berbaring dan timbul lagi bila bangun dnegan gerakan cepat.
J Apakah
keluhan vertigo ini disertai mual, muntah, rasa penuh di telinga dan telinga
berdenging yang mungkin kelainannya terdapat di labirin atau disertai keluhan
neurologis seperti disentri, gangguan penglihatan yang mungkin letak
kelainannya di sentral. Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada
kekakuan pergerakan otot-oto leher. Penyakit DM, hipertensi, arteriosklerosis,
penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis, dapat menimbulkan keluhan vertigo
dan tinitus.
4.
Rasa nyeri di dalam telinga
(Otalgia)
J Apakah
pada telinga kiri/kanan dan sudah berapa lama.
J Nyeri
alihan ke telinga dapat berasal dari rasa nyeri gigi, sendi mulut, tonsil, atau
tulang servikal karena telinga di sarafi oleh saraf sensoris yang berasal dari
organ-organ tersebut.
5.
Keluar cairan dari telinga (otore)
J Apakah
sekret keluar dari satu atau kedua telinga, disertai rasa sakit atau tidak dan
sudah berapa lama.
J Sekret
yang sedikit biasanya berasal dari infeksi telinga luar dan sekret yang banyak
dan bersifat mukoid umumnya berasal dari teklinga tengah. Bila berbau busuk
menandakan adanya kolesteatom. Bila bercampur darah harus dicurigai adanya
infeksi akut yang berat atau tumor. Bila cairan yang keluar seperti air jernih
harus waspada adanya cairan liquor serebrospinal.
b. Tes audiometrik.
Merupakan
pemeriksaan fungsi untuk mengetahui sensitivitas (mampu mendengar suara) dan
perbedaan kata-kata (kemampuan membedakan bunyi kata-kata), dilaksanakan dnegan
bantuan audiometrik.
Tujuan
:
1.
Menentukan apakah seseorang tidak
mendengar.
2.
Untuk mengetahui tingkatan
kehilangan pendengaran.
3.
Tingkat kemampuan menangkap
pembicaraan.
4.
Mengethaui sumber penyebab gangguan
pada telinga media (gangguan konduktif) dari telinga tengah (sistem neurologi).
Pendengaran
dapat didintifikasikan pada saat nol desibel naik sebelum seseorang mendengar
suara frekuensi yang spesifik. Bunyi pada tik nol terdengar oleh orang yang
pendengarannya normal. Sampai ke-20 db dianggap dalam tingakt normal.
B. Fokus Pengkajian :
Data
Subyektif :
Tanda-tanda dan gejala utama
infeksi ekstrena dan media adalah neyeri serta hilangnya pendengaran. Data
harus disertai pernyataan mengenai mulai serangan, lamanya, tingakt nyerinya.
Rasa nyeri timbul karena adanya tekanan kepada kulit dinding saluran yang
sangat sensitif dan kepada membran timpani oleh cairan getah radang yang
terbentuk didalam telinga tengah. Saluran eksterna yang penuh dan cairan di
telinga tengah mengganggu lewatnya gelombang suara, hal ini menyebabkan
pendengaran berkurang.
Penderita dengan infeksi
telinga perlu ditanya apakah ia mengerti tentang cara pencegahannya.
Data
Obyektif :
Telinga eksterna dilihat
apakah ada cairan yang keluar dan bila ada harus diterangkan. Palpasi pada telinga
luar menimbulkan nyeri pada otitis eksterna dan media.
Pengkajian dari saluran luar
dan gedang telinga (membran timpani). Gendang telinga sangat penting dalam
pengkajian telinga, karena merupakan jendela untuk melihat proses penyakit pada
telinga tengah. Membran timpani yang normal memperlihatkan warna yang sangat
jelas, terlihat ke abu-abuan. Terletak pada membran atau terlihat
batas-batasnya. Untuk visulaisasi telinga luar dan gendang telinga harus
digunakan otoskop.
Bagian yang masuk ke telinga
disebut speculum (corong) dan dengan ini gendang telinga dapat terlihat, untuk
pengkajian yang lebih cermat perlu dipakai kaca pembesar. Otoskop dipakai oleh
orang yang terlatih, termasuk para perawat.
C. Diagnosa
Keperawatan
1.
Gangguan
berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
Tujuan : Gangguan komunikasi
berkurang / hilang.
Kriteria
hasil :
T
Klien akan memakai alat bantu
dengar (jika sesuai).
T
Menerima pesan melalui metoda
pilihan (misal : komunikasi tulisan, bahasa lambang, berbicara dengan jelas
pada telinga yang baik.
Intervensi
Keperawatan :
1. Dapatkan
apa metode komunikasi yang dinginkan dan catat pada rencana perawatan metode
yang digunakan oleh staf dan klien, seperti :
T
Tulisan
T
Berbicara
T
Bahasa isyarat.
2. Kaji
kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.
a. Jika
ia dapat mendegar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas
langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada berbicara dengan
keras).
T
Tempatkan klien dengan telinga yang
baik berhadapan dengan pintu.
T
Dekati klien dari sisi telinga yang
baik.
b. Jika
klien dapat membaca ucapan :
T
Lihat langsung pada klien dan
bicaralah lambat dan jelas.
T
Hindari berdiri di depan cahaya
karena dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibi anda.
c. Perkecil
distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien.
T
Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi
tertulis.
T
Tegaskan komunikasi penting dengan
menuliskannya.
d. Jika
ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua komunikasi
pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang
langsung berbicara kepada klien dnegan mengabaikan keberadaan penerjemah.
3. Gunakan
faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman.
T
Bicara dengan jelas, menghadap
individu.
T
Ulangi jika klien tidak memahami
seluruh isi pembicaraan.
T
Gunakan rabaan dan isyarat untuk
meningkatkan komunikasi.
T
Validasi pemahaman individu dengan
mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban lebih dari ya dan tidak.
Rasional :
1. Dengan
mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode yang akan
digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan klien.
2. Pesan
yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima dengan baik
oleh klien.
3. Memungkinkan
komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat berjalan dnegan baik dan
klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.
2.
Perubahan
persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau
kerusakan di syaraf pendengaran.
Tujuan
: Persepsi /
sensoris baik.
Kriteria
hasil.
T
Klien akan mengalami peningkatan
persepsi/sensoris pendengaran samapi pada tingkat fungsional.
Intervensi
Keperawatan :
1. Ajarkan
klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
2. Instruksikan
klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat mencegah
terjadinya ketulian lebih jauh.
3. Observasi
tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
4. Instruksikan
klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu
antibiotik sistemik maupun lokal).
Rasional
:
1. Keefektifan
alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan/ketulian, pemakaian serta
perawatannya yang tepat.
2. Apabila
penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa sensitif
terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi.
3. Diagnosa
dini terhadap keadaan telinga atau
terhadap masalah-masalah pendengaran
rusak secara permanen.
4. Penghentian
terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang
biak sehingga infeksi akan berlanjut.
3. Cemas berhubuangan dengan,
prognosis, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih
besar setelah operasi.
Tujuan
: Rasa cemas
klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
T
Klien mampu mengungkapkan
ketakutan/kekuatirannya.
T
Respon klien tampak tersenyum.
Intervensi Keperawatan :
1. Jujur
kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi
pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
2. Berikan
informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang
dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
3. Berikan
informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu
klien.
Rasional
:
1. Menunjukkan
kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif dengan menggunakan
alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
2. Harapan-harapan
yang tidak realistik tidak dapat mengurangii kecemasan, justru malah menimbulkan ketidakpercayaan
klien terhadap perawat.
3. Memungkinkan
klien untuk memilih metode komunikasi yang paling tepat untuk kehidupannya
sehari-hari disesuaikan dnegan tingkat keterampilannya sehingga dapat
mengurangi rasa cemas dan frustasinya.
4. Dukungan
dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu
klien.
5. Agar
klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat
mendukung dia untuk berkomunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Donna, D.I.
Et al. 1995. Medical Surgical Nursing ; A Nursing Process Approach
2 nd Edition : WB Sauders.
Makalah
Kuliah THT. Tidak dipublikasikan
Rothrock,
C. J. 2000. Perencanaan Asuhan
Keperawatan Perioperatif. EGC : Jakarta.
Sjamsuhidajat
& Wim De Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu
Bedah. EGC : Jakarta.
Soepardi,
Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. 1998.
Buku Ajar Ilmu penyakit THT. FKUI : Jakarta.
Kapita Selekta Kedokteran. 1982.
Edisi 2. Media Aesculapius FK UI. Jakarta
ConversionConversion EmoticonEmoticon