BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang penelitian
Penyakit
malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan parasit dari kelompok Plasmodium
yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati yang ditularkan oleh nyamuk
anopheles. Sampai saat ini telah teridentifikasi sebanyak 80 spesies anoipheles
dan 18 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria.
Penyakit
malaria ini sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia,
khususnya di bagian Indonesia Timur.Angka mortalitas akibat penyakit ini
dibeberapa daerah di Indonesia sampai saat ini cukup tinggi yaitu sebesar 20,9
– 50 %. Seperti di Propinsi Nusa
Tenggara Timur yang merupakan salah satu daerah endemis malaria dan penyakit
ini menduduki rangking ke 2 dari 10 besar dari
penyakit utama di Puskesmas.
Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun 1996 s/d
1997, Insiden penyakit malaria yang diukur berdasarkan Annual Malaria Incidence (AMI) sejak tahun 1996 s/d 1997 cenderung
meningkat, seperti terlihat pada data berikut : tahun 1996 sebesar 189,17 ‰,
sedangkan pada tahun 1997 sebesar 197,5 ‰ sedangkan Parasite
Rate (PR) mengalami penurunan dari
tahun 1996 sebesar 4,41% dan pada tahun 1997 sebesar 1,77%, namun jika
dilihat perdesa masih ada desa dengan RP > 10 %, disamping itu penyakit
malaria ini juga sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (Kanwil Depkes. NTT,
1998).
Dalam
rangka pemberantasan penyakit malaria tersebut sebenarnya berbagai upaya telah
dilakukan sejak tahun 1960, misalnya penemuan dan pengobatan penderita,
pemberantasan vektor, survei entomology,
dan penelitian-penelitian yang mendukung, namun
sampai saat ini belum memberikan hasil yang optimal. Hal ini disebabkan
1) terlalu mengandalkan satu teknologi yang ternyata tidak mampu mengatasi
malaria di semua wilayah yang terjangkit malaria yaitu penyemprotan dengan
menggunakan DDT, 2) plasmodium falcifarum yang resisten terhadap choloquin,
dimana berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Propinsi
Nusa Tenggara Timur pada tahun 1983 bahwa telah terjadi resistensi plasmodium
terhadap kloruquin secara in-vitro dan vivo di Robek, - Manggarai (Tjitra. E), 3) masalah operasional yang
meliputi :pengadaan obat, penyampaian obat kepada penderita , keteraturan minum
obat. 4) pemberantasan malaria dilakukan secara terpisah dari program kesehatan
lainnya yang ada dalam institusi kesehatan. 5) kurang memperhatikan aspek
sosial budaya masyarakat di wilayah terjangkitnya malaria. Masalah aspek sosial
budaya ini berupa perilaku dari masyarakat yang meliputi pengetahuan, sikap dan
tindakan tentang malaria.
Mengingat
keadaan tersebut, maka perlu diteliti faktor resiko apakah yang mempengaruhi terjadinya penyakit malaria
tersebut.
Rumusan Masalah :
Apakah
faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya penyakit malaria di wilayah
Puskesmas Niki-niki, Kecamatan Amanatun Utara Kabupaten Timor Tengah Selatan.
1.3.
Tujuan :
1.3.1.
Tujuan umum :
Mengetahui
faktor – faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit malaria pada penderita
malaria di wilayah Puskesmas Niki-niki
Kabupaten Timor Tengah Selatan.
1.3.2.Tujuan
khusus :
Mengetahui
hubungan faktor umur terhadap kekambuhan
penyakit malaria.
Mengetahui
hubungan faktor jenis kelamin terhadap kekambuhan penyakit malaria.
Mengetahui
hubungan faktor jenis plasmodium terhadap kejadian penyakit malaria.
Mengetahui
hubungan cara hidup terhadap kejadian
penyakit malaria.
Mengetahui
hubungan faktor social ekonomi terhadap kejadian penyakit malaria.
Mengetahui
hubungan faktor status gizi terhadap kejadian penyakit malaria.
Manfaat
penelitian :
Membantu
pengelola program malaria untuk
menentukan intervensi dalam
rangka menurunkan angka kesakitan malaria.
Bagi
peneliti sendiri dapat mengembangkan kemampuannya dan meyumbangkan ilmunya bagi
kemajuan dirinya dan institusi tempatnya bertugas.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi
Penyakit
malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa dari genus
plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati. Sampai saat ini
dikenal cukup banyak spesies dari plasmodia yang terdapat pada burung, monyet,
kerbau, sapi, binatang melata.
Agen
(parasit/Plasmodium)
Agen
penyebab malaria dari genus Plasmodium, Familia Plasmodiidae, dari ordo
Coccidiidae. Penyebab malaria pada manusia
di Indonesia sampai saat ini empat spesies plasmodium yaitu Plasmodium
falciparum sebagai penyebab malaria tropika, Plasmodium vivax sebagai penyebab
malaria tertiana, Plasmodium malarie sebagai penyebab malaria kuartana dan
Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika.
(Pampana E.J. 1969; Gunawan S.
2000). Jenis Plasmodium yang sering
menyebabkan kekambuhan adalah P. vivax dan P. ovale (Benenson, A.S., 1990;
Crewe W., 1985).
Seorang
penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis Plasmodium, biasanya infeksi
semacam ini disebut infeksi camopuran. Tapi umumnya paling banyak hanya dua
jenis parasit, yaitu campuran antara P. falcifarum denganP. vivax atau P.
ovale. Campuran tiga jenis parasit jarang sekali terjadi (Departemen Kesehatan
RI, 1999).
Cara
Penularan
Penularan
secara alamiah (natural infection)
Penularan
secara alamiah dari nyamuk anopheles ke tubuh manusia hingga sakit dapat
dilihat pada gambar 2.1. brikut (Depkes. RI., 1999)
![]() |
![]() |
Orang
sakit malaria Digigit Nyamuk malaria


![]() |
Menjadi Menjadi
![]() |
![]() |








![]() |
Gambar
2.1. Penularan Penyakit Malaria Secara Alamiah
Penjelasan
dari gambar tersebut secara sederhana dapat dilihat pada keterangan di bawah
ini :

Digigitnyamuk
(vektor) penyebar Nyamuk yang telah
menhisap darah
penyakitmalaria.
Saat nyamuk me orang sakit akan
terinfeksi oleh pa-
nghisap
darah orang sakit itu, maka rasit
malaria. Dalam tubuh nyamuk
akan terbawa parasit malaria yang terjadi siklus hidup parasit malaria

![]() |

Digigitnyamuk
malaria yang telah Nyamuk yang telah
terinfeksi para-
Terinfeksi oleh plasmodium. Pada sit malaria (sporozoit) menggigit
sakit
akan terinfeksi oleh plasmo- orang
sehat
dium.
Pada saat menggigit maka
parasit
malaria yang ada dalam tu-
buh
nyamuk masuk ke dalam darah
manusia.
Kemudian manusia sehat
menjadi
sakit. Dalam tubuh manu –
sia
terjadi siklus hidup parasit malaria.
Penularan
yang tidak alamiah
Penularan
yang tidak alamiah ada 3 macam (Knight R., 1985, Russel P.F., 1963), yaitu :
2.1.3.2.1.Malaria
bawaan (congenital)
Terjadi
pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularan
biasanya melalui tali pusat.
2.1.3.2.2.Secara
mekanik
Penularan
terjadi melalui tranfusi darah atau melalui jarum suntuk. Penularan melalui
jarum suntik banyak terjadi pada para morfinis yang menggunakan jarum suntik
yang tidak steril lagi, cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi di salah
satu rumah sakit di bandung pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan
mendapatkan suntikan intravena dengan menggunakan alat suntik yang dipergunakan
untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat suntik itu seharusnya dibuang
sekali pakai/disposible (Departemen Kesehatan RI., 1999).
2.1.3.2.3.Secara
oral
Cara
penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam, dan monyet.
Penegakan
diagnosa
Diagnosa
malaria didasarkan atas manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji
imunoserologis dan menemukan parasit (Plasmodium) malaria dalam darah
penderita. Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium memerlukan
persyaratan tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi yaitu : waktu
pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir
periode demam memasuki periode berkeringat, karena pada periode ini
jumlah trophozoite dalam sirkulasi mencapai maksimal dan cukup matur sehingga
memudahkan identifikasi spesies parasit. Volume darah yang diambil sebagai
sampel cukup, yaitu darah kapiler. Kualitas preparat harus baik untuk menjamin
identifikasi spesies Plasmodium yang tepat (Purwaningsih, 2000). Diagnosa
malaria dibagi dua (Departemen Kesehatan RI., 1999), yaitu :
Secara
Klinis (Tanpa Pemeriksaan Laboratorium)
Yaitu
diagnosis berdasarkan gejala-gejala klinis malaria, yang gejala umumnya
ditandai dengan “ Trias Malaria”, yaitu demam, menggigil dan sakit kepala.
Secara
laboratorium (Dengan Pemeriksaan Sediaan Darah)
Selain
berdasarkan gejala-gejala klinis, juga dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan
SD tetes tebal. Apabila hasil pemeriksaan SD tetes tebal selama 3 kali
berturut-turut negatif, diagnosa malaria dapat disingkirkan. Bila dihitung
parasit > 5% atau 5000 parasit/200 lekosit, maka didiagnosa sebagai malaria
berat. Di daerah yang tidak ada sarana laboratorium dan mikroskop, diagnosa
malaria ditegakkan hanya berdasarkan pemeriksaan klinis tanpa pemeriksaan
laboratorium (anamnese dan pemeriksaan fisik saja)..
Gejala
klinis
Gejala
dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval
tertentu (parokisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) dimana
penderita bebas sama sekali dari demam. Jadi gejala klinis utama
dari penyakit malaria adalah demam, menggigil secara berkala dan
sakit kepala disebut “Trias Malaria” (Malaria paroxysm). Secara
berurutan. Kadang-kadang menunjukkan gejala klinis lain seperti : badan terasa
lemas dan pucat karena kekurangan sel darah merah dan berkeringat, napsu makan
menurun, mual-mual, kadang-kadang diikuti muntah, sakit kepala dengan rasa
berat yang terus menerus, khususnya pada infeksi dengan falsiparum. Dalam
keadaan menahun (kronis) gejala tersebut diatas disertai dengan pembesaran limpa. Pada malaria berat,
gejala-gejala tersebut diatas disertai kejang-kejang dan penurunan kesadaran
sampai koma. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya,
tetapi yang menonjol adalah diare dan anemia serta adanya riwayat kunjungan
atau berasal dari daerah malaria.
Stadium
menggigil
Dimulai
dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, nadi cepat lemah, bibir dan jari
pucat/kebiruan. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi
kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 sampai 1 jam.
Stadium
demam
Setelah
merasa kedinginan penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit kering, dan
terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, nadi lebih kuat. Penderita
merasa sangat haus dan suhu tubuh bisa mencapai 41 ºC. Stadium ini
berlangsungantara 2-4 jam.
Stadium
berkeringat
Penderita
berkeringat banyak, suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang samapai di
bawah suhu normal, dapat tidur nyenyak dan setelah bangun tidur badan terasa
lelah tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini berlangsung antara 2-4 jam.
Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah : (Harijanto
P.N.2000: Departemen Kesehatan, 1999; Pampana F.J., 1969; Russel P.F., 1963).
1). Serangan primer
Yaitu
keadaan ulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksismal
yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat. Serangan paroksismal
ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan
imunitas penderita.
2). Periode latent
Periode
ini ditandai dengan tanpa gejala dan tanpa parasetemia selama terjadinya
infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal. Periode
latent dapat terjadi sebelum serangan primer atau sesudah serangan primer
dimana parasit sudah tidak ada di peredaran darah tepi tetapi infeksi masih
berlangsung.
Rekrudensi
(Recrudescense)
Berulangnya
gejala klinik dan parasetemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan
primer. Recrudescense dapat terjadi sesudah periode latent dari serangan
primer.
Rekurensi
(Recurrence)
Yaitu
berulangnya gejala klinik atau parasetemia sesudah 24 minggu berakhirnya
serangan primer. Keadaan ini juga menerangkan apakah gejala klinik disebabkan
oleh kehidupan parasit berasal dari bentuk di luar eritrosit (hipnosist) atau
parasit dari bentuk eritrosit.
Kambuh
(Relaps atau “Rechute”)
Ialah
berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara
serangan periodek dari infeksi primer. Istilah relaps dipakai untuk menyatakan
berulangnya gejala klinik setelah periode yang lama dari masa latent, samapai 5
tahun, biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar
eritrosit (hati). Kekambuhan (relaps) malaria dapat digolongkan pada kekambuhan
klinis atau kekambuhan parasit. Kekambuhan klinis adalah adanya serangan
klinis, terjadi tanpa disertai adanya reinfeksi. Sedangkan kekambuhan parasit
adalah timbul kembali atau terjadinya peningkatan jumlah parasit, yang terjadi
sesudah periode sub-patency atau parasetemia (Russel, 1963).
Masa
Inkubasi
Masa
inkubasi penyakit malaria dibedakan atas masa inkubasi ekstrinsik (= stadium
sporogani) dan masa inkubasi intrinsik. Masa inkubasi ekstrinsik adalah mulai
saat masuknya gametosit ke dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium
sporogani dalam tubuh nyamuk yaitu terbentuknya sporozoit yang kemudian masuk
ke dalam ke lenjar air liur. Masa inkubasi ekstrinsik dipengaruhi oleh suhu
udara. Pada suhu 26°C, untuk setiap species adalah
sebagai berikut : P. falcifarum 10-12 hari (15), P. vivaks : 8 – 11 hari, P.
ovale 15 hari (Departemen Kesehatan RI,
1999).
Masa
inkubasi intrinsik adalah waktu mulai saat masuknya sporozoit ke dalam darah
samapai timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah. Masa
inkubasi intrinsik berbeda tiap spesies ; P. falcifarum 9-14 hari (12), P.
vivaks : 12 – 17 (15) hari, P. ovale 16
– 18 (17) hari (Russel P.F., 1963).
Masa
inkubasi intrinsik berbeda dengan masa prepaten yang menggambarkan jarak waktu
antara masuknya sporozoit dan pemunculan parasit saat pertama kali ada di darah
tepi. Masa subpaten merupakan masa dimana jumlah parasit yang ada pada darah
tepi sangat sedikit sehingga belum bisa
ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik, masa ini biasanya disebut subpaten
parasitemia. Masa prepaten dan subpaten parasitemia selanjutnya diikuti oleh
adanya gejala klinis yang biasanya disertai oleh paten parasitemia (adanya
parasit di darah tepi yang sudah bisa ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik).
Serangan pertama terdiri dari beberapa parokisme (serangan demam dengan
interval waktu tertentu, tergantung pada lamanya siklus sisogoni darah setiap
spesies). Bila serangan pertama ini tidak diobati dengan sempurna mungkin
timbul rekrudensi atau rekurensi. Serangan klinis selanjutnya akan dipengaruhi
oleh imunitas penderita yang kemudian timbul. Kekambuhan atau relapse
(rekrudensi/rekurensi) tanpa disaertai gejala klinis relapse parasit. Interval
antara waktu dua relaps disebut masa/periode laten (WHO, 1981).
Faktor
host yang mempengaruhi terjadinya penyakit malaria :
Umur :
Anak-anak
lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria, terutama pada anak dengan gizi
buruk (Rampengan T.H., 2000). Infeksi akan berlangsung lebih hebat pada usia muda atau sangat muda karena belum
matangnya system imun pada usia muda sedangkan pada usia tua disebabkan oleh
penurunan daya tahan tubuh misalnya oleh karena penyakit penyerta seperti
Diabetes Melitus (Weir D.M., 1987). Perbedaan angka kesakitan malaria pada
berbagai golongan umur selain dipengaruhi oleh faktor kekebalan juga
dipengaruhi oleh faktor lain seperti pekerjaan , pendidikan dan migrasi
penduduk (Departemen Kesehatan RI,2000).
Jenis
kelamin
Perbedaan
angka kesakitan malaria pada anak laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh
faktor pekerjaan, migrasi penduduk dan lain-lain (Departemen Kesehatan., RI 1991).
Riwayat
malaria sebelumnya
Orang
yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas
sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria. Contohnya penduduk asli
daerah endemik akan lebih tahan dibandingkan dengan transmigran yang dating
dari daerah non endemis (Dachlan Y.P., 1986 : Smith, 1995 : Maitland, 1997)
Ras
Beberapa
ras manusia atau kelompok penduduk
mempunyai kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya “siekle cell anemia”
merupakan kelainan yang timbul karena penggantian asam amino glutamat pada
posisi 57 rantai hemoglobin. Bentuk heterozigot dapat mencegah timbulnya
malaria berat, tetapi tidak melindungi dari infeksi. Mekanisme perlindungannya
belum jelas, diduga karena eritrosit Hb S (sickle cell train0 yang terinfeksi
parasit lebih mudah rusak di system retikuloendothelial, dan/atau karena
penghambatan pertumbuhan parasit akibat tekanan O2 intraeritrosit rendah serta
perubahan kadar kalium intra sel yang akan mengganggu pertumbuhan parasit atau
karena adanya akulasi bentuk heme tertentu yang toksik bagi parasit (Nugroho
A., 2000). Selain itu penderita ovalositosis (kelainan morfologi eritrosit
berbentuk oval) di Indonesia banyak terdapat di Indonesia bagian timur dan
sedikit di Indonesia bagian barat. Prevalensi ovalosis mulai dari 0,25 % (suku
Jawa) sampai 23,7 % suku Roti (Setyaningrum, 1999).
Kebiasaan
Kebiasaan
sangat berpengaruh terhadap penyebaran malaria. Misalnya kebiasaan tidak
menggunakan kelambu saaat tidur dan senang berada diluar rumah pada malam hari.
Seperti pada penelitian di Mimiki Timur, Irian Jaya ditemukan bahwa kebiasaan
penduduk menggunakan kelambu masih rendah (Suhardja, 1997)
Status
gizi :
Status
gizi ternyata berinteraksi secara sinergis dengan daya tahan tubuh. Makin baik
status gizi seseorang, makin tidak mudah orang tersebut terkena penyakit . Dan
sebaliknya makin rendah status gizi seseorang makin mudah orang tersebut
terkena penyakit (Nursanyoto, 1992).
Pada
banyak penyakit menular terutama yang dibarengi dengan dengan demam, terjadi
banyak kehilangan nitrogen tubuh. Nitorgen tubuh diperoleh dari perombakan
protein tubuh. Agar seseorang pulih pada keadaan kesehatan yang normal,
diperlukan peningkatan dalam protein makanan. Penting diperhatikan pula bahwa
fungsi dari dari semua pertahanan tubuh membutuhkan kapasitas sel-sel tubuh
untuk membentuk protein baru. Inilah sebabnya maka setiap defesiensi atau
ketidak seimbangan zat makanan yang mempengaruhi setiap system protein dapat
pula menyebabkan gangguan fungsi beberapa mekanisme pertahanan tubuih sehingga
pada umumnya melemahkan resistensi host. Malnutrisi selalu menyebabkan
peningkatan insiden penyakit-penyakit infeksi dan terhadap penyakit yang sudah
ada dapat meningkatkan keparahannya (Maria, 1992).
Indeks
Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan salah satu cara untuk
memantau keadaan gizi (status gizi) bagi orang dewasa. Dengan IMT akan
diketahui apakah seseorang dewasa tersebut normal, kurus atau gemuk (Departemen
Kesehatan RI., 1995).
Nilai
BMI dihitung berdasarkan rumus sbb :
Berat badan (Kg)



(Tinggi badan dalam m)
Tabel 1
Klasifikasi
Stutus Gizi Berdasarkan Nilai BMI
Kategori
|
BMI
(Kg/m2)
|
|
Kurus
Normal
Gemuk
|
Tingkat
berat
Tingkat
ringan
Tingkat
berat
Tingkat
ringan
|
<
17,0
<
17,0-18,5
18,5-25,0
25,0-27,0
>27,0
|
Sumber
: Departemen Kesehatan RI., 1995
Sosial
ekonomi
Faktor
social ekonomi sangat berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk mencukupi
kebutuhan dasarnya seperti : sandang, pangan dan papan. Semakin tinggi sosisla
ekonomi seseorang semakin mudah pula seseorang mencukupi segala kebutuhan
hidupnya termasuk di dalamnya kebutuhan
akan pelayanan kesehatan, makanan yang bergizi serta tempat tinggal yang layak
dan lain-lain . Menurut Biro Pusat Statistik, semakain tinggi status social
ekonomi seseorang maka pengeluaran cenderung bergeser dari bahan makanan ke
bahan non makanan. Jadi faktor social ekonomi seperti kemiskinan, harga barang
yang tinggi, pendapatan keluarga rendah, dan produksi makanan rendah merupakan
resiko untuk terjangkitnya malaria (Wirjatmadi B., 1985).
Immunitas
Immunitas
ini merupakan suatu pertahanan tubuh. Masyarakat yang tinggal di daerah endemis
malaria biasanya mempunyai imunitas yang alami sehingga mempunyai pertahanan
alam terhadap infeksi malaria.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit malaria :
Menurut
Departemen Keseharan RI, tahun 1999, ada 2 macam kekambuhan yaitu kekambuhan
rekrudensi (short term relapse) yang timbul oleh karena parasit malaria dalam
eritrosit menjadi banyak, dapat timbul beberpa minggu (8 minggu) setelah
penyakit sembuh/serangan pertama dan rekurensi (long term relapse) disebablan
oleh parasit pada siklus eksoeritrositer masuk ke dalam darah dan menjadi
banyak biasanya timbul ± 6 bulan setelah penyakit sembuh.
Russel
P.F. tahun 1963 menyatakan bahwa kekambuhan (Relapse atau Rechute) ialah
berulangnya gejala klinik atau parasetemia yang lebih lama dari waktu di antara
serangan periodic dari infeksi primer. Istilah relapse dipakai untuk menyatakan
berulangnya gejala klinik setelah periode yang lama dari masa latent, sampai 5
tahun, biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk di luar
eritrosit (hati), kekambuhan (relapse) malaria dapat digolongkan pada
kekambuhan klinis atau kekambuhan parasit. Kekambuhan klinis adalaj adanya
serangan klinis, terjadi tanpa disertai adanya reinfeksi. Sedangkan kekambuhan parasit adalah timnulnya kembali
atau terjadinya peningkatan jumlah parasit yang terjadi sesudah periode
subpatency atau parasetemia.
Reinfeksi
adalahinfeksi kedua oleh agen patogenik yang sama atau infeksi kedua pada suatu
organ misalnya ginjal oleh agen patogenik yang berlainan (Haryono R.M., 1994).
Plasmodium
vivax atau P. ovale pada siklus parasit di jaringan hati (sizon jaringan),
sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan sikulusnya ke
siklus eritrositer tetapi tertanam di jaringan hati yang disebut hipnosit, dan
bentuk hipnosit inilah yang menyebabkan malaria. Penderita yang mengandung
hipnosit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya
akibat terlalu lelah, sibuk, stress, atau perubahan iklim (musim hujan) maka
hipnosit akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari dalam sel ke
eritrosit. Setelah eritrosit yang
berparasit pecah akan timbul gejala penyakitnya kembali. Misalnya 1-2 tahun
yang sebelumnya pernah menderita menderita P. vivax/P.ovale dan sembuh setelah
diobati, jika suatu saat orang tersebut pindah ke daerah bebas malaria dan
tidak ada nyamuk malaria, dalam keadaan kelelahan/stress maka gejala malaria
muncul kembali dan bila diperiksa sediaan darahnya akan positif P.vivax atau P.
ovale (Departemen Kesehatan RI, 1991).
Umur :
Anak-anak
lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria, terutama pada anak dengan gizi
buruk (Rampengan T.H., 2000). Infeksi akan berlangsung lebih hebat pada usia muda atau sangat muda karena belum
matangnya system imun pada usia muda sedangkan pada usia tua disebabkan oleh
penurunan daya tahan tubuh misalnya oleh karena penyakit penyerta seperti
Diabetes Melitus (Weir D.M., 1987). Perbedaan angka kesakitan malaria pada
berbagai golongan umur selain dipengaruhi oleh faktor kekebalan juga
dipengaruhi oleh faktor lain seperti pekerjaan , pendidikan dan migrasi
penduduk (Departemen Kesehatan RI,2000).
Jenis
kelamin
Perbedaan
angka kesakitan malaria pada anak laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh
faktor pekerjaan, migrasi penduduk dan lain-lain (Departemen Kesehatan., RI
1991).
Kelelahan
:
Salah
satu akibat dari aktivitas fisik yang berlebihan adalah terjadinya kelelahan.
Keleahan dapat mempengaruhi fungsi hati dan limpa dalam pembentukan limfosit B
yang diperlukan dalam pembentukan atau reaksi imunologi. Keadaan ini hingga
dapat mengaktipkan kembali parasit yang ada dalam sel hati atau sebagai
hipnosit.
Stess
Pengaruh
stress pada penderita adalah melalui hypothalamus akan kehilangan
hormoncorticotrophin dan berakibat terganggunya metabolisme karbohidart dan
lemak pada hati. Sehingga pembentukan immunoglobin (antibody) seperti IgG, IgA,
IgM,IgD, IgE dan gama glubolin dari limfosit B sebagai produk hepar mengalami
gangguan.
Kebiasaan
Kebiasaan
sangat berpengaruh terhadap penyebaran malaria. Misalnya kebiasaan tidak
menggunakan kelambu saaat tidur dan senang berada diluar rumah pada malam hari.
Seperti pada penelitian di Mimiki Timur, Irian Jaya ditemukan bahwa kebiasaan
penduduk menggunakan kelambu masih rendah (Suhardja, 1997)
Status
gizi :
Status
gizi ternyata berinteraksi secara sinergis dengan daya tahan tubuh. Makin baik
status gizi seseorang, makin tidak mudah orang tersebut terkena penyakit . Dan
sebaliknya makin rendah status gizi seseorang makin mudah orang tersebut
terkena penyakit (Nursanyoto, 1992).
Pada
banyak penyakit menular terutama yang dibarengi dengan dengan demam, terjadi
banyak kehilangan nitrogen tubuh. Nitorgen tubuh diperoleh dari perombakan
protein tubuh. Agar seseorang pulih pada keadaan kesehatan yang normal,
diperlukan peningkatan dalam protein makanan. Penting diperhatikan pula bahwa
fungsi dari dari semua pertahanan tubuh membutuhkan kapasitas sel-sel tubuh
untuk membentuk protein baru. Inilah sebabnya maka setiap defesiensi atau
ketidak seimbangan zat makanan yang mempengaruhi setiap system protein dapat
pula menyebabkan gangguan fungsi beberapa mekanisme pertahanan tubuih sehingga
pada umumnya melemahkan resistensi host. Malnutrisi selalu menyebabkan
peningkatan insiden penyakit-penyakit infeksi dan terhadap penyakit yang sudah
ada dapat meningkatkan keparahannya (Maria, 1992).
Indeks
Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan salah satu cara untuk
memantau keadaan gizi (status gizi) bagi orang dewasa. Dengan IMT akan
diketahui apakah seseorang dewasa tersebut normal, kurus atau gemuk (Departemen
Kesehatan RI., 1995).
Nilai
BMI dihitung berdasarkan rumus sbb :
Berat badan (Kg)



(Tinggi badan dalam m)
Tabel 1
Klasifikasi
Stutus Gizi Berdasarkan Nilai BMI
Kategori
|
BMI
(Kg/m2)
|
|
Kurus
Normal
Gemuk
|
Tingkat
berat
Tingkat
ringan
Tingkat
berat
Tingkat
ringan
|
<
17,0
<
17,0-18,5
18,5-25,0
25,0-27,0
>27,0
|
Sumber
: Departemen Kesehatan RI., 1995
Daya
tahan tubuh
Immunitas
ini merupakan suatu pertahanan tubuh. Masyarakat yang tinggal di daerah endemis
malaria biasanya mempunyai imunitas yang alami sehingga mempunyai pertahanan
alam terhadap infeksi malaria.
Imunitas
terhadap malaria sangat kompleks karena melibatkan hampir seluruh komponen
system imun baik imunitas spesifik maupun imunitas non spesifik, imunitas
humoral maupun imunitas seluler yang timbul secara alamiah maupun didapat sebagai
infeksi . Kekebalan alamiah terhadap malaria sebagian besar merupakan mekanisme
non imunologis berupa kelainan genetic pada eritrosit atau hemoglobin.
Pada
tahun 1949, Haldane JS. Menyatakan bahwa tingginya angka kejadian
kelainan-kelainan genetic Hb di daerah endemis malaria mungkin merupakan
tanggapan alamiah dalam upaya memberi perlindungan terhadap malaria. Pada
penderita dengandefiiensi glukosa-6 phosphat dehidrogenase (G6PD) memiliki
perlindungan terhadap malaria hanya tampak pada wamita heterozigot.
Kekanismenya belum jelas, kemungkinan karena parasit harus beradaptasi untuk
tumbuh pada 2 populasi eritrosit dengan defisiensi G6PD dan eritrosit dengan
enzim normal, hal ini akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan parasit.
Orang
yang terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas sehingga
lebih tahan terhadap infeksi malaria. Contohnya penduduk asli daerah endemik
akan lebih tahan terhadap infeksi
malaria dibandingkan dengan transmigran yang dating dari daerah non endemis.
Peranan
antibody sangat penting dalam perlindungan terhadap infeksi malaria, dibuktikan
dari penelitian Cohen pada tahun 1961 di Afrika yang melaporkan bahwa pemberian
dosis tinggi IgD yang berasal dari orang dewasa imun atau dari tali pusat bayi
yang baru lahir kepada anak-anak penderita malaria akan dapat menurunkan
parasetemia dan memberikan perbaikan klinis serta dapat mencegah infeksi. Hasil
yang sama didapat dari penelitian Sabchareon dkk dengan pemberian IgD dari
penduduk yang imun di Afrika kepada penderita malaria rekrudesen dewasa di
Thailand.
Sarana
pertahanan tubuh terhadap malaria dengan cara melakukan filtrasi atas sel-sel
eritrosit yang diinfeksi plasmodium dapat terjadi di organ limpa P. falcifarum,
juga telah diteliti oleh Looareesuwan, S., dkk (1987) dan didapatkan bahwa
penderita infeksi malaria yang disertai dengan splenomegali terjadi peningkatan
filtrasi tersebut dan mekanisme sangat mungkin ditujukan untuk menyingkirkan
sel-sel eritrosit yang diinfeksi plasmodium tersingkir akan membawa konsekuensi
terjadinya anemia yang semakin berat.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
DAN HIPOTESA
3.1.
Kerangka konseptual enelitian:






































Kebiasaan 








Status
Gizi 












Gambar
3.1. Kerangka Konseptual Penelitian
Hipotesis
:
Ada
hubungan umur dengan kekambuhan sakit malaria.
Ada
hubungan jenis kelamin dengan kekambuhan sakit malaria
Ada
hubungan faktor kelelahan dengan kekambuhan sakit malaria
Ada
hubungan faktor stress dengan kekambuhan
sakit malaria.
Ada
hubungan kebiasaan dengan kekambuhan sakit malaria
Ada hubungan status gizi dengan kekambuhan sakit malaria
BAB 4
METODE
PENELITIAN
Jenis penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan adalah
penelitian observasional dengan pendekatan case control. Jenis
penelitian tersebut dipilih dengan alas an : 1) mengetahui hubungan antara dua
variabel, 2) waktu penelitian relatif singkat, 3) relatif murah dan mudah
dilakukan. Penelitian kasus kontrol menurut Murti Bhisma (1997) adalah
rancangan study epidemiologi yang mempelajari hubungan antara paparan dengan
kejadian sakit dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status
paparannya dimasa lampau.
Rancangan
penelitian terlihat pada gambar berikut ini :
![]() |












![]() |













Lampau Kini
Arah
Penelitian
Gambar
4.1. Rancangan Penelitian
Populasi
dan sampel
Populasi
Populasi
penelitian adalah semua penderita malaria
yang dating berobat di Puskesmas
Kabupaten .
Besar
sampel
Untuk
menentukan besar sampel penelitian, penulis menggunakan rumus besar sampel,
untuk uji proporsi dua sampel oleh Stanley Lemeshow. Pada penelitian ini
menggunakan tingkat kemaknaan 5 %, dan
kekuatan 80 %. Dengan P1 = 0,50 yaitu
proporsi penderita malaria pada tahun 2000, dan P2 = 0,20 yaitu proporsi
penderita malaria pada tahun 1999. Sesuai dengan table 6e Stanley Lemeshow,
maka di dapat sampel sebesar 31 kasus dan 31 kontrol responden di desa yang
tidak ada kader (tabel terlampir).
Tehnil
pengambilan sampel :
Pada study
ini untuk menentukan sampel penelitian dimulai dengan mengidentifikasi kelompok
penderita yang kambuh pada saat penelitian sebagai sampel kelompok kasus dan
kelompok yang tidak pernah kambuh sebagai sampel kelompok kontrol dengan jumlah
seimbang 1 : 1 (satu kontrol, untuk satu kasus), dicari penderita yang tidak
pernah kambuh yang tinggal serumah atau tetangga dengan kasus.
Alur
Penarikan Sampel :



Yaitu
semua pengunjung yang berobat
di Puskesmas
![]() |
|||
![]() |
SAMPEL
![]() |
|||
![]() |
![]() |
![]() |
Kasus Kontrol
Penderita
yang kambuh Responden
yang tidak
Sakit malarianya kambuh
sakit malarianya .
![]() |
![]() |
Gambar
4.2. Alur Penarikan Sampel
Variabel penelitian dan defenisi
operasional variabel :
Faktor
resiko merupakam faktor yang berhubungan secara statisyik dengan penyakit,
secara kebetulan atau memang mempengaruhi kejadian penyakit tersebut.
4.3.1.
Variabel bebas :
Umur.
Jenis
kelamin
Kelelahan
Stress
Kebiasaan
Status
gizi
Daya
tahan tubuh
3.4.2.Variabel
terikat :
Faktor
resiko kekambuhan sakit malaria.
4.3.3.
Defenisi operasional variabel
No
|
Variabel
|
Defenisi
|
Cara
Kriteria
|
Skala
Data
|
1.
2.
3.
4.
5.
6
7
8. .
|
Umur.
Jenis
kelamin
Kelelahan
Stress
Kebiasaan
Status
gizi
Jenis
plasmodium
Kekambuhan/reinfeksi
malaria
|
Adalah
usia penderita sesuai dengan waktu kalender
Penggolongan
penderita berdasarkan jenis kelamin
Kelelahan
didasari oleh aktivitas fisik yang berlebihan
Adalah
akibat ketidak sesuaian antara harapan dengan kenyataan.
Adalah
kebiasaan tidak memakai kelambu saat tidur dan suka berada di luar rumah
hinga malam-malam
Adalah keadaan gizi berdasarkan Indeks Mass
Tubuh (IMT)
Kekambuhan
adalah
Adalah
jenis plasmodium yang terdapat dalam darah penderita malaria
Adalah
berulangnya gejala klinik atau parasetemia yang lebih lama dari waktu
diantara serangan periodek dari infeksi primer, pada penderita yang sama,
jenis plasmodium yang sama, penderita tidak pergi ke daerah reseptif, tidak
ke daerah endemis selama 2 minggu dan reinfeksi adalah infeksi kedua oleh
plasmodium yang sama.
|
Kriteria
:
1.Anak-anak
(0-11 bulan)
2.
Remaja (12-17 tahun)
3.
Dewasa (18-55 tahun)
4.
Usia lanjut ( > 65 tahun)
1.
Laki-laki
2.
Perempuan
1.Berat
2. Sedang
3.
Ringan
4.
Tidak kelelahan
1.Berat
2.
Sedang
3.
Ringan
4.
Tidak kelelahan
1.
Tidak menggunakan kelambu dan diluar rumah pada malam hari
2.
Tidak menggunakan kelambu atau berada di luar rumah malam hari
3.
Menggunakan kelambu dan berada di rumah malam hari
1.
Kurus (IMT < 18,5)
2.
Normal (IMT 18,5 – 25,0)
3.Gemuk
(IMT > 25,0)
1.
Plasmodium Falcifarum
2. P.
vivax
3.
Campuran P. falcifarum dan P.vivax
4.
Plasmodium lain
0 :
Tidak kambuh/reinfeksi
1 :
kambuh/reinfeksi
|
Ordinal
Nominal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Nominal
Nominal
|
Instrumen
penelitian :
Jenis
instrumen :
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Kuesioner
untuk mengetahui umur, jenis kelamin,kebiasaan
hidup, kelelahan, dan stress.
Timbangan
untuk mengukur berat badan
Meteran
untuk mengukur tinggi badan
Mikroskop
untuk mengetahui jenis plasmodium yang ada dalam darah penderita.
Laporan
Puskesmas sebagai data sekunder.
Uji
Coba Instrumen :
Dalam
pengumpulan data primer digunakan instrumen penelitian berupa kuesioner .
Sebelum dilakukan pengumpulan data terlebih dahulu dilakukan uji coba kuesioner
untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen tersebut.
Uji
Validitas :
Untuk
uji validitas atau kesahihan instrumen pengetahuan, sikap dan tindakan dilakukan uji coba terhadap 20 responden yang
terdiri dari 10 orang kasus dan 10
kontrol dengan tehnik analisis butir menggunakan Korelasi Product Moment dengan
tingkat signifikan 5 %, apabila harga p < 0,05, maka butir pertanyaan dianggap
valid atau sahih.
Uji
Reliabilitas
Untuk
uji reliabilitas atau keandalan instrumen dilakukan uji coba kuesioner terhadap
10 orang responden yang ditanyai ulang seminggu berikutnya, teknik analisis
yang digunakan adalah test retest dengan menggunakan product moment terhadap
scor butir pertanyaan dengan tingkat signifikan sebesar 5 %.
Lokasi
penelitian :
Lokasi
penelitian dilaksanakan di Kecamatan
AmanubanTengah
Kabupaten
Timor Tengah Selatan
Waktu
penelitian :
Waktu
penelitian direncanakan selama tiga
bulan yakni bulan Juni s/d Juli 2001.
4.7. Cara pengumpulan data
Penelitian
ini dilakukan dengan cara sbb :
Wawancara
dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan tindakan
responden dan kader.
Pengukuran
berat badan dengan menggunakan timbangan
Pengukuran
tinggi badan dengan menggunakan meteran
Pemeriksaan
SD dengan menggunakan mikroskop
Pengumpulan
laporan untuk data sekunder berupa catatan medik responden, data demografi dan
geografi Puskesmas Niki-Niki dan desa penelitian.
4.8. Analisa data
Analisa
data dilakukan dengan UJI REGRESI
LOGISTIK GANDA dibantu dengan alat perangkat lunak komputer program SPSS for
window versi 10.0 sesuai dengan tujuan penelitian yaitu menggambarkan hubungan
antara satu variabel response (dependent) yaitu kejadian malaria dengan
beberapa variabel independent yaitu umur, jenis kelamin, status gizi, riwayat
penyakit malaria sebelumnya dan cara hidup yang berskala ordinal baik secara
bivariat maupun secara bersama-sama (multivariate).
Sehingga
probabilitas terjadinya sakit malaria dapat digunakan rumus sbb :
1





-(bo +
b1X1 + b2X2
……+ bnXn)
1 + e
dimana
:
P(X) = fungsi
peluang/probabilitas terjadinya outcame
n = banyaknya
parameter/variabel
e = bilangan eksponensial
bo,b1,b2 dst =
koefesien regresivaraibel predictor (independen)
X1,X2,X3
dst = variabel predictor yang pengaruhnya
akan diteliti
Analisis
regresi logistik ganda mampu mengkonversikan koefesien regresi (b1) menjadi ratio odds. Karena variabel
predictor berskala kategori maka rumur OR sbb :
OR = eks [bI]
Sedang
batas-batas keyakinan OR dihitung dengan menggunakan koefesien regresi serta
kesalahan baku,sbb :
IK 95 % =
eks [bI ±1,96
SE (Bi)]
Dalam
analisis regresi ganda ini variabel yang diteliti memakai skala nominal dan
ordinal, sehingga sebelum memulai analisis terlebih dahulu dibuat pengkodean
nilai variabel sbb :
Tabel
4.1. PENGKODEAN VARIABEL
No
|
Variabel
|
Kriteria
|
Kode
|
Nilai
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Kekambuhan
sakit malaria
Umur
Jenis
kelamin
Kelelahan
Stress
Kebuiasaan
Status
gizi
|
Kambuh
(kasus)
Tidak
kambuh (kontrol)
Muda
Tua
Laki-laki
Perempuan
Berat
Sedang
Ringan
Tidak
lelah
Berat
Sedang
Ringan
Tidak
stress
Tidak
menggunakan kelambu dan diluar rumah malam hari
Tidak
menggunakan kelambu atau berada diluar rumah malam hari
Menggunakan
kelambu dan malam hari di rumah
Kurus
Normal
Gemuk
|
KSM
UR
Sex
Lelah
Stress
Biasa
Gizi
|
1
0
1
0
1
0
3
2
1
0
3
2
1
0
2
1
0
2
1
0
|
Selanjutnya
analisis dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
Dilakukan
uji bivariat pada tiap-tiap variabel untuk menyarimng variabel yang mempunyai
kemaknaan p<0,25.
Selanjutnya
variabel yang mempunyai kemaknaan p < 0,25 pada uji bivariatdimasukkan
secara bersama-sama di dalam model multivariate dengan menggunakan metode
enter.
memeriksa
adanya kemungkinan interaksi dari beberapa variabel yang bermakna p < 0,05
dalam uji multivariate tersebut.
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1. Analisa Deskriptif :
5.1.2. Gambaran Umum Subjek Penelitian
1.
Kelompok umur penderita
Karakteristik
penderita malaria berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
1. Tabel 5.1
a. Distribusi Subjek Penelitian Menurut Golongan Umur
Kel.Umur
|
Kel.Umur
|
Kel.Umur
|
Kel.Umur
|
0-11
tahun
12-17
tahun
18-55
tahun
>
56 tahun
|
4 (12,9 %)
5 (16,1 %)
8 (25,8 %)
14 (45,2 %)
|
5
(16,1 %)
9
( 29,0 %)
10
(32,2 %)
7
(22,6 %)
|
9
(14,5 %)
14
(22,6 %)
18 (29,0 %)
21
(33,9 %)
|
Jumlah
|
31
(100 %)
|
31
(100 %)
|
62
(100 % )
|
Sumber : Data Primer
Untuk mengetahui
ada tidaknya pengaruh umur dengan
kekambuhan penyakit malaria , maka
golongan umur dikelompokkan dalam kelompok umur > 45 tahun dan kelompok umur
< 45 tahun pada kasus dan kontrol.
2. Tabel 5.2
b. Distribusi Subjek Penelitian Menurut Golongan Umur
Kelompok
umur
|
Kasus
|
Kontrol
|
Total
|
>
45 tahun
<
45 tahun
|
23
(74,6 %)
8
(25,3 %)
|
12
(39,2 %)
19
(66,8 %)
|
35
( 56,3) %)
27 (43,7 %)
|
Jumlah
|
31
(100 %)
|
31
(100 %)
|
62 (100 % )
|
Sumber : Data Primer
Pada tabel
tersebut diatas dapat diketahui bahwa umur > 45 tahun terbanyak pada
kelompok kasus yaitu sebesar 74,6 %, dibanding dengan kelompok kontrol yaitu
sebesar 39,2 %.
b.
Jenis kelamin penderita
Faktor jenis
kelamin hubungannya dengan kekambuhan sakit malaria dapat kita lihat pada tabel
berikut :
Tabel 5.3
Distribusi Subjek Penelitian Menurut Jenis Kelamin
Dengan kejadian malaria
Jenis
kelamin
|
Kasus
|
Kontrol
|
Total
|
Laki-laki
Perempuan
|
25
(79,7 %)
6
(20,3 %)
|
20
(63,8 %)
11
(36,2 %)
|
45
(72,1 %)
17
(28,8 %)
|
Jumlah
|
31 (100 %)
|
31
(100 %)
|
62
(100 % )
|
Sumber : Data Primer
Pada tabel
tersebut di atas menunjukkan bahwa proporsi jenis kelamin laki-laki pada
kelompok kasus lebih banyak (79,7 %) dibandingkan pada kelompok kontrol hanya
(63,8 %)
c.
Kelelahan
Faktor kelelahan hubungannya dengan kekambuhan sakit malaria dapat kita lihat pada tabel
berikut :
Tabel
5.5
3. Distribusi Subjek Penelitian Menurut
4. Faktor kelelahan
Faktor Kelelahan
|
Kasus
|
Kontrol
|
Total
|
Ada
Tidak ada
|
26
(83,5 %)
5 (16,5 %)
|
12
(39,2 %)
19 (60,8 %)
|
38
(61,4) %)
24
(14,5 %)
|
Jumlah
|
31 (100 %)
|
31
(100 %)
|
62 (100 % )
|
Sumber : Data Primer
Pada tabel
tersebut di atas menunjukkan bahwa proporsi subjek yang lelah llebih banyak
pada kelompok kasus yaitu sebesar (83,5
%) jika dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu sebesar (39,2%).
d.
Stress
Faktor stress
hubungannya dengan kekambuhan penyakit malaria dapat kita lihat pada tabel
sbb :
Tabel
5.4
Distribusi
Subjek Penelitian Menurut Faktor Stress
Faktor stress
|
Kasus
|
Kontrol
|
Total
|
Ada
Tidak ada
|
29
(90,3 %)
3
(9,7 %)
|
13
(41,9 %)
18
(58,1 %)
|
41
(66,1 %)
21
(33,9 %)
|
Jumlah
|
31 (100 %)
|
31
(100 %)
|
62
(100 % )
|
Sumber : Data Primer
Pada tabel
tersebut di atas menunjukkan bahwa proporsi subjek yang mengalami stress lebih banyak pada kelompok kasus yaitu
sebesar (90,3 %) jika dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu sebesar (41,9
%).
e.
Cara/kebiasaan hidup
Faktor
cara/kebiasaan hidup dengan kejadian sakit malaria dapat kita lihat pada tabel
berikut :
5. Tabel 5.6
Distribusi
Subjek Penelitian Menurut
Cara/Kebiasaan
Hidup
Cara/Kebiasaan hidup
|
Kasus
|
Kontrol
|
Total
|
Tidak menggunakan kelambu atau di luar
rumah malam hari
Tidak menggunakan kelambu dan di luar
rumah malam hari
Menggunakan kelambu dan di rumah malam
hari
|
`12 (39,2 %)
11 (35,4) %)
8
(25,3 %)
|
6
(20,2 %)
7
(21,5 %)
18 (58,2 %)
|
18
(29,7 %)
18 (28,5 %)
26 (41,7 %)
|
Jumlah
|
31 (100 %)
|
31 (100 %)
|
62 (100 % )
|
Sumber : Data Primer
Pada tabel
tersebut di atas menunjukkan proporsi
kebiasaan tidak menggunakan kelambu atau berada di luar rumah pada malam hari
lebih banyak pada kelompok kasus yaitu sebesar (39,2 %) jika dibandingkan
dengan kelompok kontrol yaitu sebesar (120,2 %).
f.
Status Gizi
Faktor gizi dengan kejadian
penyakit malaria dapat kita lihat pada tabel sbb :
Tabel
5.4
Distribusi
Subjek Penelitian Menurut Status Gizi
Status Gizi
|
Kasus
|
Kontrol
|
Total
|
Kurus
Normal
|
23
(77,2 %)
8
(22,8 %)
|
12
(32,9 %)
19
(67,1 %)
|
35
(59,9 %)
27
(43,0 %)
|
Jumlah
|
31 (100 %)
|
31
(100 %)
|
62
(100 % )
|
Sumber : Data Primer
Pada tabel tersebut
di atas menunjukkan bahwa proporsi subjek berada pada status gizi kurus lebih
banyak pada kelompok kasus yaitu sebesar (77,7 %) jika dibandingkan dengan
kelompok kontrol yaitu sebesar (32,9 %).
5.2.Analisis
Bivariat
Analisis
bivariat ini untuk mengetahui hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi
kekambuhan penyakit malaria untuk
masing-masing variabel seperti :
5.2.1.
Hubungan faktor umur terhadap
kekambuhan sakit malaria
Dari hasil uji
regresi logistik bivariat hubungan antara faktor umur dengan kekambuhan sakit
malaria pada penderita malaria didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara faktor umur dengan kekambuhan sakit malaria dengan tingkat
kemaknaan (p) sebesar 0,006. Hasil pengolahan data tentang faktor umur
penderita selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini.
Tabel 5.7
Hubungan Faktor Umur
Penderita Malaria
Dengan Kekambuhan Sakit
Malaria
Variabel
|
Estimasi
B
|
Sig
|
OR
|
95
% CI
|
Faktor
jenis kelamin
|
0,829
|
0.160
|
2.292
|
0,722-7,277
|
Constan
|
-0,606
|
0,232
|
0.545
|
|
5.2.2. Hubungan faktor jenis kelamin dengan
kekambuhan penyakit malaria
Dari hasil uji
regresi logistik bivariat hubungan antara faktor jenis kelamin dengan kekambuhan sakit malaria pada penderita malaria didapatkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor jenis kelamin dengan
kekambuhan sakit malaria dengan tingkat
kemaknaan (p) sebesar 0,006 dan nilai OR = 4,55. Hal ini berarti resiko
kekambuhan sakit malaria pada jenis kelamin laki-laki sebesar 4,55 kali
dibanding dengan jenis kelamin perempuan.
Hasil pengolahan
data tentang jenis kelamin penderita selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.8
berikut ini.
Tabel 5.8
Hubungan Faktor Jenis Kelamin
Penderita Malaria Dengan
Kekambuhan Sakit Malaria
Variabel
|
Estimasi
B
|
Sig
|
OR
|
95
% CI
|
Faktor
umur
|
1.516
|
0.006
|
4.552
|
1.544-13.424
|
Constan
|
-0.865
|
0.040
|
0.421
|
|
5.2.3.
Hubungan faktor kelelahan terhadap kekambuhan malaria
Dari hasil uji
regresi logistik bivariat hubungan antara faktor kelelahan dengan
kekambuhan penyakit malaria pada
penderita malaria didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor
kelelahan dengan kejadian penyakit
malaria dengan tingkat kemaknaan (p) sebesar 0, 001 dan nilai OR = 8,23. Hal
ini berarti resiko sakit malaria pada kelompok yang mempunyai kelelahan ya sebesar 8,23 kali dibanding dengan penderita
yang tidak mengalami kelelahan.
Hasil pengolahan
data tentang faktor kelelahan pada
penderita malaria selengkapnya dapat
dilihat pada tabel 5.9 berikut ini.
Tabel 5.9.
(1)
Hubungan Faktor Kelelahan
Dengan Kekambuhan Sakit Malaria
Variabel
|
Estimasi
B
|
Sig
|
OR
|
95
% CI
|
Faktor kelelahan
|
2,108
|
0,001
|
8,233
|
2,482-27,316
|
Constan
|
-1,335
|
0,008
|
0263
|
|
5.2.4.
Hubungan faktor stress dengan
kekambuhan sakit malaria
Dari hasil uji
regresi logistik bivariat hubungan antara faktor stress dengan kekambuhan penyakit malaria pada penderita malaria
didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara stress dengan kekambuhan
sakit malaria dengan tingkat kemaknaan (p) sebesar 0, 000 dan nilai OR = 12,91.
Hal ini berarti resiko kekambuhan sakit malaria pada kelompok yang mengalami
stress yaitu sebesar 12,91 kali
dibanding dengan penderita yang tidak mengalami stress.
Hasil pengolahan
data tentang faktor stress pada penderita
malaria selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut ini.
Tabel 5.10.
(2)
Hubungan Faktor Stress Dengan
Kekambuhan Sakit Malaria
Variabel
|
Estimasi
B
|
Sig
|
OR
|
95
% CI
|
Stress
|
2,558
|
0,000
|
12,916
|
3,226-51,742
|
Constan
|
-1,791
|
0,004
|
0,167
|
|
5.2.5.
Hubungan faktor kebiasaan
dengan kekambuhan sakit malaria
Dari hasil uji
regresi logistik bivariat hubungan antara faktor kebiasaan penderita dengan kekambuhan sakit malaria pada
penderita malaria didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor
cara/kebiasaan penderita malaria yaitu kebiasaan tidak menggunakan kelambu dan
berada diluar rumah pada malam hari
dengan kekambuhan sakit penyakit malaria dengan tingkat kemaknaan (p)
sebesar 0, 002 dan nilai OR =4,5 bila demikian juga ada hubungan yang
signifikan antara kebiasaan tidak menggunakan kelambu atau berada diluar rumah
pada malam hari dengan kekambuhan sakit
malaria dengan tingkat kemaknaan 0,050 dan nilai OR = 4,54. Hal ini berarti
resiko sakit malaria pada kelompok yang
mempunyai kebiasaan tidak menggunakan kelambu dan berada diluar rumah pada
malam hari dengan kejadian penyakit
malaria sebesar 4,5 kali dibanding
dengan penderita yang mempunyai kebiasaan menggunakan kelambu dan berada di rumah pada malam hari dengan kejadian penyakit malaria, demikian
juga resiko sakit malaria pada penderita malaria yang mempunyai kebiasaan tidak
menggunakan kelambu atau berada diluar rumah pada malam hari dengan kekambuhan sakit malaria sebesar 3,54
kali dibanding dengan penderita yang mempunyai kebiasaan menggunakan kelambu
dan berada di rumah pada malam hari
dengan kekambuhan sakit sakit malaria.
Hasil pengolahan
data tentang cara/kebiasaan penderita malaria selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 5.11 berikut ini.
Tabel 5.11
Hubungan Faktor Kebiasaan
Dengan Kekambuhan Sakit Malaria
Variabel
|
Estimasi
B
|
Sig
|
OR
|
95
% CI
|
Cara/kebiasaan
penderita
Tidak menggunakan kelambu dan di luar
rumah malam hari (1)
Tidak menggunakan kelambu atau di luar
rumah malam hari (2)
|
1,504
1,263
|
0,022
0,050
|
4,500
3,536
|
1,244-16,286
1,001-12,485
|
5.2.6.
Hubungan faktor status gizi
dengan kekambuhan sakit malaria
Dari hasil uji
regresi logistik bivariat hubungan antara faktor atatus gizi dengan kejadian
penyakit malaria pada penderita malaria didapatkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara status gizi dengan
kekambuhan sakit malaria dengan tingkat kemaknaan (p) sebesar 0,001 dan nilai
OR = 7,2. Hal ini berarti resiko sakit malaria pada kelompok penderita kurus sebesar 7,2 kali dibanding dengan penderita
yang mempunyai status gizi normal.
Hasil pengolahan
data tentang umur penderita selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.16 berikut
ini.
Tabel 5.12
(3)
Hubungan Status Gizi Penderita
Malaria Dengan Kekambuhan Sakit Malaria
Variabel
|
Estimasi
B
|
Sig
|
OR
|
95
% CI
|
Status
gizi penderita
|
1.974
|
0.001
|
7,200
|
2.327-22.279
|
Constan
|
-0.099
|
0.012
|
0.333
|
|
5.2.7.
Rangkuman hasil analisis
hubungan masing-masing faktor resiko terhadap kejadian sakit malaria.
Pada penelitian
ini dilakukan terlebih dahulu uji masing-masing faktor resiko yang disebut uji
statistik bivariat dengan menggunakan uji regresi logistik. Hasilnya didapatkan
variabel independen yang signifikan adalah 1)Jenis kelamin 2) Kelelahan 3)
Stress 4) cara/kebiasaan hidup 5) status gizi, sedangkan umur didapat hasilnya
tidak bermakna.
Adapun hasil
analisis bivariate masing-masing variabel penelitian dengan cara analisis
regresi logistik terhadap kejadian sakit malaria pada penderita adalah sbb :
Tabel 5.14 Rangkuman Hasil Uji Bivariate
dari Masing-masing Variabel Penelitian Faktor Resiko Kejadian Sakit Malaria
Pada Penderita Malaria
No
|
Variabel
|
Koefesien Regresi
|
Df
|
P
|
OR
|
CI 95%
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Umur
Jenis Kelamin
Kelelahan
Stress
Status Gizi
Cara/kebiasaan hidup :
Cara (1)
Cara (2)
|
0,829
1,516
2,108
2,558
1,974
1,504
1,263
|
1
1
1
1
1
2
1
1
|
0,160
0,006
0,001
0,000
0,001
0,040
0.022
0,050
|
2,292
4,552
8,233
12,916
7,200
4.500
3,535
|
0,72-7,28
1,54-13,42
2,48-27,37
3,23-51,74
2,33-22,28
1,24-16,28
1,00-12,49
|
5.3.
ANALISA MULTIVARIATE
5.3.3.
Analisa Multivariate dari
beberapa variabel yang signifikan (P<0,25) pada uji bivariate.
Analisa
multivariate ini dilakukan untuk mengetahui hubungan beberapa variabel secara
bersama-sama terhadap kejadian sakit malaria pada penderita malaria. Variabel
yang dimaksud adalah variabel independen yang secara statistik mempunyai
tingkat kemaknaan p < 0,25. Variabel independen tersebut adalah 1)Jenis
kelamin, 2) Kelelahan 3) Stress 4) Kebiasaan 5) Status gizi. Hasil analisa
multivariate tersebut selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.14 berikut ini.
Tabel.
5.14. HASIL ANALISA MULTIVARIATE VARIABEL INDEPENDEN TERHADAP KEJADIAN SAKIT
MALARIA
PADA PENDERITA MALARIA
Variabel
|
B
|
Wald
|
Df
|
Sig
|
OR
|
CI
|
95%
|
|
|
|
|
|
|
Lower
|
Upper
|
Umur
Jenis Kelamin
Kelelahan
Stress
Status Gizi
Cara
hidup :
Cara (1)
Cara (2)
|
-0,188
-1,034
2885
2,252
2,926
1,557
1,345
|
0,025
0,480
5,245
4,286
5,851
1,875
1,175
1,144
|
1
1
1
1
1
2
1
1
|
0,874
0,488
0,022
0,038
0,016
0,392
0,186
0,285
|
0,829
0,356
17,379
9,505
18,661
4,744
3,839
|
0,082
0,019
1,510
1,127
1,742
0,473
0,327
|
8,342
6,625
200,081
80,138
199,854
47,558
45,132
|
Dari seluruh
variabel yang dianalisa secara bersama-sama dengan menggunakan analisis
multivariate regresi logistik dengan metode enter tersebut, didapatkan bahwa
variabel : 1) kelelahan 2) stress dan 3) status gizi, mempunyai pengaruh yang
bermakna dalam kejadian sakit malaria pada penderita malaria (p<0,05),
sedangkan variabel yang lain yaitu 1) umur, dan 2) kebiasaan hidup meskipun
dalam analisa bivariate secara statistik bermakna namun dalam analisis
multivariate ternyata mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap
kejadian sakit malaria pada penderita malaria. Begitupula variabel jenis
kelamin.
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1.Deskriptif
karakteristik penderita indeks dan anggota keluarga
Dari hasil
penelitian tentang karakteristik penderita malaria sebagian besar menunjukkan
penderita berusia produktif dan berjenis kelamin laki-laki.
6.2.
Hubungan variabel independen
dengan kekambuhan sakit malaria pada penderita malaria.
Pada analisa
bivariate di dapatkan bahwa variabel yang signifikan terhadap kejadian sakit
malaria pada penderita malria adalah jenis kelamin, kelelahan, stress, kebiasaan
dan status gizi. Namun dalam analisa multivariate hanya ada 3 variabel yang
signifikan yaitu faktor kelelahan, faktor stress dan status gizi.
6.2.1.
Hubungan variabel jenis kelamin
umur dengan kekambuhan sakit malaria pada penderita malaria.
Tentang
peristiwa timbulnya penyakit menurut Gordon dan Le Richt pada tahun 1950 yang
dikutip oleh Aswar A. (1999) menyebutkan bahwa timbulnya pada manusia
dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu faktor pejamu (Host), faktor agent dan
lingkungan. Yang dimaksud dengan Host adalah penderita malaria, agent adalah
plasmodium berat ringannya penyakit infeksi akibat agent tersebut tergantung
pada banyaknya kuman, virulensi dan patogenisisti dari hasil tersebut
Pada seseorang
yang dibuktikan dengan pemeriksaan sedian darah tepi dengan mikroskop ditemukan
plasmodium malaria disebut sebagai penderita malaria.
Dari hasil uji
regresi logistik bivariat hubungan antara faktor jenis kelamin dengan
kekambuhan sakit malaria pada penderita malaria didapatkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara jenis kelamin
dengan kekambuhan sakit malaria dengan tingkat kemaknaan (p) sebesar
0,006 dan nilai OR = 4,55. Hal ini berarti resiko sakit malaria pada jenis
kelamin laki-laki sebesar 4,55 kali
dibanding dengan penderita perempuan.
6.2.2.
Hubungan faktor kelelahan
dengan kekambuhan sakit malaria
Dari hasil uji
regresi logistik bivariat hubungan antara faktor kelelahan dengan kekambuhan
sakit malaria pada penderita malaria
didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor kelelahan dengan
kekambuhan sakit malaria dengan tingkat kemaknaan (p) sebesar 0, 001 dan nilai
OR = 8,23. Hal ini berarti resiko sakit malaria pada kelompok yang mengalami
kelelahan sebesar 8,23 kali dibanding
dengan penderita yang tidak mengalami kelelahan.
6.2.3.
Hubungan faktor stress dengan
kekambuhan sakit malaria
ari hasil uji
regresi logistik bivariat hubungan antara faktor riwayat penyakit
sebelumnya dengan kejadian penyakit
malaria pada penderita malaria didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara riwayat penyakit malaria sebelumnya
dengan kejadian penyakit malaria dengan tingkat kemaknaan (p) sebesar 0,
000 dan nilai OR = 12,916. Hal ini berarti resiko kekambuhan sakit malaria pada
kelompok yang mengalami stress sebesar 12,916 kali dibanding dengan penderita yang tidak mengalami stress.
6.2.4.
Hubungan faktor status gizi
dengan kekambuhan sakit malaria
Dari tabel 5.4
menunjukkan bahwa jumlah penderita malaria berstatus gizi kurus lebih banyak
dibanding gizi normal, berarti kemungkinan untuk menderita penyakit malaria
lebih besar pada kelompok gizi kurus dibanding normal. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena semakin rendah (kurus) status gizi, maka daya tahun tubuh
semakin turun, sehingga kemungkinana terserang penyakit semakin besar.
Rendahnya status
gizi kemungkinan disebabkan karena rendahnya pendapatan keluarga sehingga daya
beli untuk kebutuhan pokok rendah, disamping itu tidak mampu membeli kelambu, obat nyamuk, dsb.
Dari hasil uji
regresi logistik bivariat hubungan antara faktor atatus gizi dengan kejadian penyakit
malaria pada penderita malaria didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara status gizi dengan kejadian
penyakit malaria dengan tingkat kemaknaan (p) sebesar 0,001 dan nilai OR = 7,2.
Hal ini berarti resiko sakit malaria pada kelompok penderita kurus sebesar 7,2 kali disbanding dengan penderita
yang mempunyai status gizi normal.
6.2.5.
Hubungan faktor kebiasaan
dengan kekambuhan sakit malaria
Cara/kebiasaan
sehat adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit
serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Salah satunya perilaku sehat yang harus diciptakan adalah
meningkatnya kemampuan setiap orang dan kepedulian masyarakat untuk mengatasi
lingkungan yang terbebas dari penularan malaria merupakan salah satu tujuan
dari Gerakan Berantas Kembali Malaria guna mencapai Indonesia sehat 2010 .
(Departemen Kesehatan RI.,2000).
Tindakan atau
kebiasaan yang didasari adanya pengetahuan dan sikap tentang penyakit malaria
merupakan suatu bentuk perilaku sehat yang pasif dari responden, dari perilaku
yang pasif tersebut diwujutkan dalam suatu tindakan nyata seperti menggunakan
kelambu saat tidur dan menghindari keluar rumah pada malam hari adalah merupakan
suatu bentuk perilaku aktif dari responden (Notoadmodjo S, 1993).
Menurut teori L.
Green, seseorang berperilaku karena terbentuk dari 3 faktor dimana pengetahuan
dan sikap merupakan faktor predisposisi, tersedia atau tidaknya fasilitas hidup
sehat dalam keluarga merupakan faktor pendukung, sedang sikap dan perilaku
petugas kesehatan sebagai faktor pendorong (Notoadmodjo S, 1993).
Dari hasil uji
regresi logistik bivariat hubungan antara faktor riwayat penyakit
sebelumnya dengan kejadian penyakit
malaria pada penderita malaria didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara faktor cara/kebiasaan penderita malaria yaitu kebiasaan tidak
menggunakan kelambu dan berada diluar rumah pada malam hari dengan kejadian penyakit malaria dengan
tingkat kemaknaan (p) sebesar 0, 002 dan nilai OR =4,5 bila demikian juga ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan tidak menggunakan kelambu atau berada
diluar rumah pada malam hari dengan
kejadian penyakit malaria dengan tingkat kemaknaan 0,050 dan nilai OR = 3,54.
Hal ini berarti resiko sakit malaria
pada kelompok yang mempunyai kebiasaan tidak menggunakan kelambu dan berada
diluar rumah pada malam hari dengan
kejadian penyakit malaria sebesar 4,5
kali dibanding dengan penderita yang mempunyai kebiasaan menggunakan kelambu
dan berada rumah pada malam hari dengan kejadian penyakit malaria, demikian
juga resiko sakit malaria pada penderita malaria yang mempunyai kebiasaan tidak
menggunakan kelambu atau berada diluar rumah pada malam hari dengan kejadian penyakit malaria sebesar 3,54
kali dibanding dengan penderita yang mempunyai kebiasaan menggunakan kelambu
dan berada di rumah pada malam hari
dengan kejadian penyakit malaria.
Hal tersebut
dikarenakan kemungkinan terpapar dengan nyamuk malaria lebih besar bagi mereka
yang tidak menggunakan kelambu saat tidur dan berada di luar rumah pada malam hari.
6.3.
Probabilitas kejadian sakit
malaria pada penderita malaria
Dari hasil
analisis multivariate terdapat tiga variabel yang mempunyai hubungan yang
signifikan terhadap kekambuhan sakit
malaria pada penderita malaria. Faktor resiko tersebut adalah 1) kelelahan, 2)
stress dan 3) status gizi.
6.4.
Prioritas perbaikan faktor
resiko berdasarkankan besarnya odds ratio pada analisa multivariate.
1.
Faktor kelelahan , maka bagi mereka yang pernah
menderita malaria sebaiknya diberi penyuluhan agar tidak bekerja terlalu berat
atau waktu untuk beistirahat harus diperhatikan..
2.
Faktor stress, maka bagi
mereka yang pernah menderita malaria diberi penyuluhan agar mereka menghindari
stress dalam kehidupan sehari-harinya.
3.
Faktor status gizi
penderita malaria, maka perlu dilakukan peningkatan status gizi keluarga
melalui : 1) pemberdayaan ekonomi masyarakat misalnya pemanfaatan lahan
pekarangan untuk perkebunan dan perikanan, 2) penyuluhan gizi, 3) peningkatan
pendapatan keluarga untuk meningkatkan daya beli keluarga
4.
Faktor lain yang tidak
terbukti ada hubungan dengan kejadian sakit malaria pada penderita juga perlu
diperhatikan seperti cara/kebiasaan hidup.
6.5.
Kelemahan penelitian
Kelemahan dari
penelitian ini adalah :
1.
Terjadinya bias informasi,
karena data faktor resiko di kumpulkan setelah terjadimnya sakit malaria.
2.
Terjadinya bias seleksi, karena
sampel terdiri dari dua populasi yang berbeda (kasus dan kontrol).
BAB
7
KESIMPULAN
DAN SARAN
7.1.
Kesimpulan :
7.1.1.
Faktor umur tidak terbukti ada
hubungannya dengan kekambuhan sakit malaria pada penderita malaria.
7.1.2.
Faktor jenis kelamin terbukti
ada hubungannya dengan kekambuhan sakit malaria padaa penderita malaria, akan
tetapi jika bersama variabel lain tidak terbukti adanya hubungan..
7.1.3.
Faktor kelelahan terbukti ada
hubungannya dengan kekambuhan sakit malaria pada penderita malaria baik secaral
sendiri maupun secara bersama-sama.
7.1.4.
Faktor stress terbukti ada
hubungannya dengan kekambuhan sakit
malaria pada penderita malaria baik secara sendiri maupun secara bersama-sama.
7.1.5.
Faktor kebiasaan terbukti ada
hubungannya dengan kekambuhan sakit malaria padaa penderita malaria, akan
tetapi jika bersama variabel lain tidak terbukti adanya hubungan
7.1.6.
Faktor status gizi terbukti ada
hubungannya dengan kejadian sakit malaria pada penderita malaria baik secar
sendiri maupun secara bersama-sama.
7.2.
Saran
7.2.1.
Untuk mencegah kekambuhan sakit malaria pada penderita malaria
karenakelelahan, stress dilakukan penyuluhan agar sedapat mungkin mereka tidak
sampai pada keadaan kelelahan dan stress, sedangkan pada status gizi yang
rendah maka diperlukan peningkatan status gizi keluarga melalui pemberdayaan
ekonomi masyarakat secara lintas sector.
7.2.2.
Faktor lain seperti jenis
kelamin cara atau kebiasaan hidup yang
tidak terbukti ada hubungan dengan kejadian penyakit malaria, perlu dilakukan
penyuluhan agar sedapat mungkin menghindarkan hal-hal yang dapat membuat mereka
kambuh dari penyakit malaria.
ConversionConversion EmoticonEmoticon