Salam Sehat dan Harmonis

-----

Menyiapkan Perawat yang Siap Berkompetisi di Era Pasar Global


Menyiapkan Perawat yang Siap Berkompetisi di Era Pasar Global

1. Pendahuluan

Beberapa tahun terakhir ini, pengiriman tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri, khususnya perawat, menjadi perbincangan yang cukup hangat di berbagai kalangan. Di tengah semakin meningkatnya jumlah pengangguran terdidik dari tahun ke tahun1), tentu merupakan hal yang melegakan bahwa perawat dari Indonesia dilaporkan berpeluang bekerja di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara di Benua Eropa (Inggris, Belanda, Norwegia), Timur Tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Kuwait) dan kawasan Asia Tenggara (Singapura, Malaysia)2-4). Jumlah permintaan berkisar antara 30 orang sampai dengan tidak terbatas5).

Kekurangan perawat di dalam negeri merupakan alasan utama negara-negara tersebut untuk menerima tenaga dari luar negeri. Di AS, misalnya, pada 2005 mengalami kekurangan 150.000 perawat, pada 2010 jumlah tersebut menjadi 275.000, pada 2015 sejumlah 507.000, dan pada 2020 menjadi 808.000 perawat. Namun demikian, kekurangan tersebut tersebut menyebabkan mereka lebih berfokus pada bagaimana menghasilkan perawat yang lebih banyak, bukan untuk mencetak perawat yang berpendidikan lebih baik6).

Di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan kesehatan SDM Kesehatan (PPSDM Kesehatan) melaporkan bahwa jumlah terbesar Tenaga Kesehatan Profesional Indonesia (TKPI) yang telah bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai dengan 2003 adalah perawat (97.48% dari total sebanyak 2494 orang)4). Meskipun jumlah perawat yang bekerja di luar negeri menempati prosentase terbesar dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, masih terdapat beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian dan ditanggulangi mulai dari saat ini.

Tulisan ini mengulas secara singkat tentang persyaratan/ kompetensi yang dibutuhkan agar perawat dapat bekerja di luar negeri, kendala yang muncul dalam proses persiapan pengiriman tenaga perawat Indonesia ke luar negeri, hasil review laporan penelitian tentang perawat yang bekerja di luar negeri dan kemudian penulis mencoba mengidenfikasi peran penting lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia agar dapat mempersiapkan perawat yang siap berkompetisi di era pasar global. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan kontribusi dan sumbang saran bagi berbagai pihak terkait, terutama bagi lembaga pendidikan keperawatan dan tenaga pendidik perawat di berbagai jenjang pendidikan di tanah air.

2. Persyaratan untuk Bekerja di Luar Negeri Bagi Perawat

Pada umumnya persyaratan yang dibutuhkan agar perawat dapat bekerja di luar negeri adalah lulusan Diploma III Keperawatan dengan dua tahun pengalaman kerja5). Selain itu juga terdapat batasan usia, misalnya untuk dapat bekerja di Uni Emirat Arab atau Kuwait, perawat harus berusia kurang dari 35 tahun. Kemampuan berbahasa Inggris disyaratkan pada beberapa negara seperti Inggris (skor IELTS 6) atau AS (skor TOEFL 540)5,7). Syarat penting lainnya adalah lolos ujian NLEX (National Licence Examination)3).

Melihat persyaratan yang harus dipenuhi tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa tenaga perawat yang bekerja di luar negeri tentu merupakan perawat pilihan dan mempunyai kemampuan yang dapat diandalkan dalam memberikan perawatan yang berkualitas.

Implikasi dari hal tersebut dapat dilihat dari dua sisi. Pada satu sisi, perginya perawat yang berkualitas ke luar negeri merupakan suatu keuntungan karena suatu saat mereka akan kembali ke negeri kita dengan memperoleh banyak pengalaman, meningkatnya ketrampilan, dan dapat mengidentifikasi aspek-aspek positif dari negara tempat mereka bekerja. Mereka kemudian dapat menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang mereka peroleh sehingga diharapkan pada akhirnya kualitas keperawatan di Indonesia pun meningkat.

Namun demikian, di sisi lain hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa masyarakat kita menerima pelayanan keperawatan dari tenaga perawat dengan kualitas yang berbeda. Lebih lanjut, rasio jumlah perawat Indonesia per 100.000 penduduk masih jauh di bawah negara tetangga seperti Filipina, Malaysia, atau Thailand. Di Indonesia, terdapat 44 perawat per 100.000, bandingkan dengan 135 perawat di Malaysia, 442 perawat di Filipina, atau 162 perawat di Thailand8).

Selain itu, kekhawatiran terjadinya brain drain juga perlu dicermati. Brain drain adalah berpindahnya tenaga profesional yang terampil dari negara asal ke negara lain dimana mereka dapat memperoleh lebih banyak keuntungan seperti keuangan. Di Filipina, misalnya, yang merupakan salah satu pengirim tenaga perawat terbesar, kekhawatiran tersebut mulai terjadi. Bahkan di sana, tenaga kerja dari profesi lain pun sangat berminat untuk belajar menjadi perawat agar selanjutnya dapat bekerja di luar negeri8).

Tetapi usaha mencegah perawat untuk bekerja di luar negeri dapat menimbulkan pertanyaan, misalnya tentang hak asasi untuk bekerja dan juga menghilangkan kesempatan untuk dapat belajar pengetahuan dan ketrampilan yang berguna dari negara lain untuk selanjutnya diaplikasikan di negara asal9).

3. Kendala Pada Proses Persiapan Pengiriman Tenaga Perawat

Dari beberapa laporan diketahui bahwa kendala utama yang dihadapi oleh para perawat Indonesia adalah kemampuan berbahasa Inggris dan ketrampilan yang masih kurang3,11). Berkenaan dengan ketrampilan perawat Indonesia yang masih kurang, terlihat dari segi skoring NLEX yang masih rendah. Ujian NLEX sendiri merupakan prasyarat perawat Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, skor yang diperoleh perawat Indonesia adalah angka 40. Padahal skoring yang dibutuhkan untuk bekerja di Eropa antara 50 sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 803).

Dua hal tersebut tampaknya perlu untuk segera ditanggulangi selain faktor-faktor lain yang belum teridentifikasi dalam tulisan ini. Beranjak dari hal inilah sebenarnya lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia dapat mulai ikut berperan aktif dalam merumuskan strategi yang tepat dalam mendidik calon perawat.

4. Laporan Penelitian Tentang Pengalaman Perawat yang Bekerja di Luar Negeri

Laporan tentang pengalaman perawat yang berkerja di luar negeri perlu disampaikan dalam tulisan ini agar kita dapat memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh. Sampai saat ini penulis belum menemukan laporan penelitian yang terkait dengan pengalaman perawat Indonesia yang bekerja di luar negeri. Di lain pihak, kebanyakan laporan penelitian di negara lain terkait topik tersebut menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dilaporkan bahwa alasan yang mendorong seorang perawat untuk bekerja di luar negeri antara lain gaji yang lebih tinggi, prospek karir dan pendidikan yang lebih menjanjikan12).

Pada review penelitian oleh Magnusdottir (2005), penelitian Yi & Jezewski (2000) tentang penyesuaian diri 12 Perawat Korea yang bekerja di rumah sakit di AS melaporkan bahwa pada 2-3 tahun pertama mereka bekerja ditandai dengan usaha mengurangi stress psikologis, mengatasi kendala bahasa, dan menyesuaikan diri dengan praktek keperawatan di USA. Kemudian pada 5 - 10 tahun kemudian ditandai dengan belajar mengadopsi strategi penyelesaian masalah menurut budaya AS dan memelihara hubungan interpersonal. Mereka yang berhasil dalam proses tersebut dilaporkan merasa puas13).

Masih dari laporan yang sama, DiCicco-Bloom (2004) melaporkan bawa perawat India yang bekerja di AS mengidentifikasi bahwa rasisme dan marginalisasi merupakan issue utama selama mereka bekerja di sana. Hasil penelitian Allan & Larsen (2003) di Inggris menyebutkan bahwa perawat luar negeri yang bekerja di negara tersebut mengalami diskriminasi, eksploitasi, diasingkan oleh rekan kerja, konflik di tempat kerja, dan masalah bahasa13).

Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan cukup banyak tantangan yang dihadapi oleh perawat yang bekerja di negara lain. Hal ini semakin menegaskan diperlukannya berbagai antisipasi dan persiapan yang matang bagi perawat sebelum mereka berangkat ke negeri tujuan.

4.Peran Lembaga Pendidikan Keperawatan

Adanya kesempatan bagi perawat yang bekerja di luar negeri dapat dilihat sebagai faktor pencetus bagi lembaga pendidikan keperawatan untuk dapat meluluskan perawat berkualitas, yang memenuhi tuntutan masyarakat di dalam dan luar negeri, dan mempunyai kemampuan untuk bekerja lintas negara dengan sistem perawatan kesehatan dan karakteristik masyarakat yang berbeda.
Indonesia yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan sekitar 200 suku dan 500 bahasa14) sebenarnya merupakan tempat pembelajaran yang sangat potensial bukan hanya bagi para peserta didik namun juga bagi para tenaga pendidik. Meskipun nantinya mereka bekerja di luar negeri dan menghadapi budaya dan sistem pelayanan kesehatan yang berbeda, namun setidaknya mereka telah mulai belajar dari hal-hal yang ada di sekitar mereka.

Dua strategi utama yang perlu dilaksanakan di lembaga pendidikan keperawatan adalah peningkatan kualitas tenaga pendidik dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan keperawatan.

Agar dapat mencetak tenaga perawat yang berkualitas internasional, tentu tenaga pendidik perlu menjadikan dirinya sebagai model perawat yang berkompeten. Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu pada tingkat dan derajat kualitas yang diharapkan15). Diakui bukan hal yang mudah untuk mencapai standar ini namun bukan berarti tidak dapat dimulai. Kemauan untuk terus belajar, baik yang terkait dengan bidang yang ditekuni maupun yang di luar bidang tersebut, dan terus meningkatkan kemampuan berbahasa asing merupakan modal yang perlu dikuasai. Pendidik juga dituntut untuk mengaplikasikan strategi mengajar yang dapat mengembangkan pola berpikir kritis pada calon perawat sehingga mereka dapat bekerja di komunitas suku dan budaya yang beragam.

Strategi yang menyangkut pendidikan keperawatan meliputi upaya peningkatan fasilitas pembelajaran yang memungkinkan peserta didik memperoleh ilmu seluas mungkin. Kesan bahwa banyak pendidikan keperawatan yang cenderung "kejar setoran saja" perlu dibenahi. Ada banyak hal yang dapat dilakukan misalnya dengan melengkapi inventaris perpustakaan, berlangganan jurnal-jurnal keperawatan, dan membina kerja sama dengan rumah sakit dan komunitas.

Selain itu, sudah diketahui bahwa kesadaran masyarakat tentang pelayanan kesehatan yang berkualitas semakin tinggi. Oleh karena itu, lembaga pendidikan pun perlu lebih menyiapkan para mahasiswanya agar pada saat kontak langsung dengan masyarakat (baik di rumah sakit ataupun di komunitas) mereka telah mempunyai bekal pengetahuan dan ketrampilan yang cukup. Fasilitas laboratorium yang kondisinya persis dengan rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan menjadi hal yang sangat perlu untuk dikembangkan di lembaga pendidikan keperawatan. Di tempat tersebut mahasiswa berlatih pengetahuan dan ketrampilan sampai pada tingkat yang diharapkan. Baru kemudian setelah dinyatakan lulus, mereka dapat mempraktekkannya di rumah sakit dan atau komunitas.

Strategi lainnya adalah dengan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak lain untuk meningkatkan kualitas lulusan. Hal ini telah mulai dilakukan di beberapa lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia, yaitu kerja sama membuat semacam unit pelatihan untuk persiapan perawat bekerja di luar negeri dan merintis pembuatan kurikulum berstandar internasional. Dalam pembuatan kurikulum tersebut, tidak dapat diasumsikan bahwa nilai-nilai yang ada dalam kurikulum suatu negara dapat serta-merta diaplikasikan di negara yang lain, sehingga dibutuhkan saling pengertian, saling menghargai, dan tidak kalah penting, keinginan untuk saling belajar nilai-nilai dari negara masing-masing16).

Program pertukaran tenaga pendidik dan mahasiswa keperawatan dari satu institusi ke institusi lain di dalam negeri maupun dengan institusi dari luar negeri perlu untuk dipertimbangkan. Hal ini dapat membantu mereka untuk memperoleh gambaran masyarakat dan sistem pelayanan kesehatan yang berbeda. Namun demikian, tidak semua lembaga pendidikan dapat melaksanakan hal ini, terutama karena adanya kendala keuangan dalam pelaksanaannya. Salah satu alternatif untuk mengatasinya adalah dengan mengoptimalkan penggunaan internet14). Tanpa harus melakukan perjalanan ke negara lain, tenaga pendidik maupun peserta didik dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan meskipun mungkin dalam prosentase yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan melakukan observasi secara langsung. Selain itu, menghadiri ataupun mengadakan acara konferensi ilmiah, seminar, atau simposium berskala nasional maupun internasional perlu dilakukan untuk membuat dan membina jaringan dengan pihak lain.

Segala kegiatan dan strategi yang dilaksanakan perlu dievaluasi secara terus-menerus. Penelitian ilmiah baik oleh tenaga pendidik secara individual maupun secara kelembagaan perlu untuk dilakukan dan dikembangkan sehingga kebijakan yang diambil selanjutnya mempunyai pijakan yang kuat dan bukan hanya berdasarkan asumsi. Terakhir, peran penting lembaga pendidikan keperawatan yang telah teridentifikasi dalam tulisan ini tidak akan mencapai hasil yang optimal bila tidak diimbangi oleh dukungan, strategi atau kebijakan yang seiring dari pemerintah, organisasi profesi, maupun masyarakat.

5. Kesimpulan

Adanya peluang untuk bekerja di luar negeri bagi tenaga perawat Indonesia merupakan hal yang menggembirakan sekaligus dapat dijadikan momentum untuk meningkatan kualitas perawat Indonesia. Lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia mempunyai peran penting dalam mempersiapkan perawat berkualitas dan yang mampu bersaing di era pasar global.

6. Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih pada rekan-rekan di Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Kobe dan dr. Thohar Arifin atas saran dan masukan yang sangat berharga pada tulisan ini.

7. Daftar Pustaka
Jumlah Pengangguran Terdidik Bertambah. Website URL http://www.suaramerdeka.com/harian/0505/04/ked11.htm
Arab Saudi Butuh 500 Tenaga Medis asal Indonesia. Website URL http://www.pusdiknakes.or.id/news/ragam.php3?id=12
Terbuka Lebar Peluang Kerja Perawat di Amerika, Arab dan Eropa. Website URL http://www.pusdiknakes.or.id/news/ragam.php3?id=10
Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri. Website URL http://www.bppsdmk.or.id/profil/puspronakes.php3
Analisa Pasar Tenaga Kerja Kesehatan Indonesia di Berbagai Negara. Website URL http://www.bppsdmk.or.id/data/pasar.php3
Bartels, J.E. Educating Nurses for the 21st Century. Nursing and Health Sciences (2005), 7, 221-225.
Press Release Pelepasan Perawat ke Amerika Serikat. Website URL http://www.bppsdmk.or.id/data/sekilasinfo.php3?id=17
Basic Data of Human Resources for Health: Density of all nurses per 100 000 population. Website URL http://www.who.int/globalatlas/dataQuery/reportData.asp?rptType=1(last updated 26 October 2004)
Perawat, Dokter Filipina Berbondong-bondong ke Luar Negeri. Website URL http://www.pusdiknakes.or.id/news/utama.php3?id=26
Robinson, J.J.A. Nurse Education and Nursing Mobility. International Nursing Review, 2004, 51, hal. 65-66.
Kualitas Perawat Harus Ditingkatkan. Website URL http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1004/01/1101.htm
Buchan, J. & Calman, L. Summary of The Global Shortage of Registered Nurses: An Overview of Issues and Action. International Council of Nurses. Website URL http://www.icn.ch/global/summary.pdf#search='rationursepopulation'
Magnusdottir, H. Overcoming Strangeness and Communication Barriers: A Phenomenological Study of Becoming A Foreign Nurse. International Nursing Review, 2005, 52, hal. 263-269.
Menasionalkan Sastra Indonesia. Website URL http://www.kompas.com/kompas-cetak/0010/07/dikbud/mena08.htm
Davis, D., Stullenbarger, E., Dearman, C., et al. Proposed Nurse Educator Competencies: Development and Validation of A Model. Nurse Outlook 2005; 53:206-211.
Gerrish, K. The Globalization of the Nursing Workforce: Implications for Education. International Nursing Review, 2004, 51, hal. 65
Previous
Next Post »

Translate